27 research outputs found

    Peningkatan Kesehatan Masyarakat Melalui Sosialisasi Penggunaan TOGA (Tanaman Obat Keluarga) Di Desa Tembobor

    Get PDF
    Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan di Desa Tembobor, Kabupaten Lombok Utara. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan keluarga dan menekan biaya pengobatan konvensional dengan cara memanfaatkan penggunaan TOGA untuk pengobatan, selain itu kegiatan ini juga dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan pekarangan untuk menanam TOGA. Kegiatan pengabdian dilakukan dalam 2 tahap, tahap pertama yaitu sosialisasi pemanfaatan TOGA pilihan yang mudah didapatkan di lingkungan desa dan tahap kedua adalah melakukan penanaman TOGA pada salah satu pekarangan rumah warga untuk dijadikan percontohan. Hasil nyata yang didapatkan dari program ini adalah masyarakat Desa Tembobor mengetahui cara pemanfaatan TOGA dan mulai untuk melakukan penanaman &nbsp

    An overview of the traditional use, phytochemistry, and biological activity of the genus Homalanthus

    Get PDF
    Homalanthus species are native to tropical Asia and the Pacific region. This genus, comprising 23 accepted species, received less scientific attention compared to other genera of the Euphorbiaceae family. Seven Homa-lanthus species, such as H. giganteus, H. macradenius, H. nutans, H. nervosus, N. novoguineensis, H. populneus, and H. populifolius, have been reported to treat various health problems in traditional medicine. Only a few Homa-lanthus species have been investigated for their biological activities, including antibacterial, anti-HIV, anti -protozoal, estrogenic, and wound-healing activities. From a phytochemical point of view ent-atisane, ent-kaur-ane, and tigliane diterpenoids, triterpenoids, coumarins, and flavonol glycosides were found to be characteristic metabolites of the genus. The most promising compound is prostratin, isolated from H. nutans, with anti-HIV activity and the ability to eradicate the HIV reservoir in infected patients by mechanism of protein kinase C (PKC) agonist. This review provides information on traditional usage, phytochemistry, and biological activity of the genus Homalanthus with the aim to delineate future research directions

    EVALUASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA POTENSIAL ANTIBAKTERI PADA DAUN DAN KULIT BATANG MIMBA (Azhadirachta indica A. Juss) TERHADAP Escherichia coli

    Get PDF
    ABSTRACT Neem (Azadirachta indica A.Juss) is a plant that potentially developed for antibacterial agent for both the leaves and barks. The aims of this study were to compare the effectiveness of the antibacterial activity of neem leav es and stem barks extract and to identify the antibacterial compounds of the most active fractions. The extraction method was done using sonication method. Antibacterial activity was evaluated using wells solid diffusion method and TLC-Bioautography. Extract fractionation was conducted using liquid-liquid partitioning method. The chemical compounds of extracts and fractions were analyzed using TLC and GCMS. The result of sonication extraction obtained neem leaves oil (12,02%), leaves crude extract (4,3%) and stem barks crude extract (16,85%). The major chemical constituents of GCMS analysis are 2,3-Dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-pyran-4-one (6,06%), L-proline,1-Acetyl-(CAS) Acetylproline (5,85%), 4-hydroxy-2-methyl-pyrrolidine-2-carboxylic acid (21,42%), 2,3-Dyhidrobenzofuran (2,69%), alpha-D-methylglucopyranoside (4,54%), palmitic acid (2,92%), Arabino-hex-1-enitol, 1,5-Anhydro-2-deoxy-(CAS) glucal (31,69%). Phytochemical screening of neem leaves oil, leaves and barks crude extract revealed the presence of alkaloids, flavonoids, phenols, saponins, triterpenoids, steroids and sterols. Antibacterial test results showed neem leaves oil was more effective than leaves and stem barks crude extract against Escherichia coli. The n-hexane fraction showed higher antibacterial activity than ethyl acetate fraction and ethanol fraction. Phytochemical screening of n-hexane fraction showed the presence of triterpenoids, steroids, sterols and phenols.   Mimba (Azadirachta indica A.Juss) merupakan tanaman yang berpotensi dikembangkan sebagai antibakteri baik bagian daun maupun kulit batang. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas antibakteri ekstrak daun dan kulit batang mimba terhadap Escherichia coli dan untuk mengidentifikasi golongan senyawa potensial antibakteri pada fraksi teraktif. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi padat menggunakan sumuran dan KLT-Bioautografi. Fraksinasi ekstrak dilakukan dengan metode partisi. Komponen kimia ekstrak dan fraksi dianalisis menggunakan KLT dan GCMS. Hasil ekstraksi sonikasi diperoleh minyak daun (12,02%), ekstrak kasar daun (4,3%) dan ekstrak kasar kulit batang (16,85%). Skrining fitokimia menunjukkan minyak daun, ekstrak kasar daun dan ekstrak kulit batang mimba mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid, steroid dan sterol. Komponen kimia mayor hasil analisis GCMS minyak daun mimba adalah 2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-pyran-4-one (6,06%), L-proline,1-Acetyl-(CAS)Acetylproline (5,85%), 4-hydroxy-2-methyl-pyrrolidine-2-carboxylic acid (21,42%), 2,3-dyhidrobenzofuran (2,69%), Alpha-d-methylglucopyranoside (4,54%), Asam Palmitat (2,92%), Arabino-hex-1-enitol, 1,5-anhydro-2-deoxy-(CAS)glucal (31,69%). Hasil uji antibakteri menunjukkan minyak daun lebih efektif menghambat pertumbuhan Escherichia coli dibandingkan dengan ekstrak kasar daun dan kulit batang. Fraksi n-heksan menunjukkan aktivitas antibakteri paling besar dibandingkan dengan fraksi etil asetat dan etanol. Hasil skrining fitokimia fraksi n-heksan menunjukkan adanya senyawa triterpenoid, steroid, sterol dan fenolik

    Ethnobotanical Study of Medicinal Plants Used to Treat Degenerative Disease in East Lombok

    Get PDF
    Degenerative diseases have become a complex problem around the world. Until now, degenerative diseases have become the biggest cause of death in the world. Approximately, 17 million people die early each year due to the global epidemic of degenerative diseases. Peoples in developing countries still rely on medicinal plants for primary health care. The knowledge for medicinal plant were passed down through generation with little written documentation. This study aimed to document the indigenous medicinal plants used for the treatment for degenerative diseases in East Lombok, Indonesia and to find leads on prospective plants for further ethnopharmacology research based on quantitative ethnobotany index. The ethnomedicinal data were collected through interview and discussion among local healers and plant collected with the help of local guide also herbarium was made to aid specimen confirmation. Ethnomedicinal data was analyzed using use value (UV) along with fidelity level (FL). A total of 20 informants (traditional healers) were interviewed and from the study we can documented the use of 63 plants for the treatment of degenerative diseases. The UV ranged from 0,05 (Sesbania grandiflora) to 0,35 (Carica papaya), while the highest FL (100%) was found for 29 species. Based on the ethnobotanical index (UV and FL) from each plant we can recommend 15 species for further ethnopharmacological study to determine their therapeutic effects and mechanism of action. This study revealed rich ethnomedicinal knowledge from the community in East Lombok for the treatment of degenerative disease.ÃÂ

    Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Etanolik Herba Ashitaba (Angelica keiskei)

    Get PDF
    Ashitaba (Angelica keiskei) memiliki khasiat sebagai antibakteri Streptococcus aureus mutans yang merupakan penyebab karies gigi. Pasta gigi merupakan salah satu bentuk sediaan untuk pembersih gigi. Penelitian ini dilakukan untuk membuat formulasi ekstrak herba ashitaba dalam bentuk pasta gigi. Metode maserasi digunakan untuk mengekstraksi ashitaba dengan larutan penyari etanol 96%. Pasta gigi dibuat dengan tiga variasi konsentrasi dari karbopol 940 secara berurutan yaitu 1% (formulasi I), 2% (formulasi II), dan 3% (formulasi III). Parameter uji formula pasta gigi meliputi pH, homogenitas, tinggi busa, dan uji hedonik. Rendemen ekstrak etanol ashitaba diperoleh sebesar 18,13%. Hasil uji sifat fisik tiga sediaan pasta gigi menunjukkan bahwa ketiga formula homogen, memenuhi syarat pH, dan Formula II memiliki nilai respon kesukaan yang paling baik

    Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Kandungan Fenolik Total dan Flavonoid Total Pada Ekstrak Etanol Buncis (Phaseolus vulgaris L.)

    Get PDF
    Secara empiris, buncis (Phaseolus vulgaris L.) digunakan sebagai fitoterapi pada pengobatan seperti meluruhkan air seni, menurunkan kadar gula dalam darah, dan menurunkan tekanan darah tinggi karena mengandung metabolit sekunder, terutama fenolik. Mutu buncis sebagai obat herbal dapat dinilai melalui keseragaman kadar bioaktif fenolik yang dipengaruhi oleh faktor bibit, lingkungan, panen, dan pengolahan pasca panen. Penelitian dengan desain Post Test Only Group Design ini bertujuan untuk menentukan metode ekstraksi yang baik dalam memperoleh kadar fenolik yang optimal. Sampel diperoleh dari hasil panen petani binaan di Daerah Kabupaten Lombok Timur. Metode ekstraksi yang digunakan yakni maserasi, soxhletasi, reflux, dan sonikasi menggunakan pelarut etanol 96%. Analisis kadar fenolikà dan flavonoid dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UVââ¬âVis. Data diolah secara kuantitatif dengan analisis statistik menggunakan SPSS v.16.0 for windows. Kandungan flavonoid dinyatakan dalam mg ekuivalen quercetin per gram berat kering (mg QE / g) sedangkan kandungan fenol dalam mg ekuivalen asam galat per gram berat kering (mg GAE / g). Ekstraksi soxhlet menghasilkan kandungan fenolik (8,02 mg GAE / g) dan flavonoid (0,71 mg QE / g) yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk menggunakan ekstraksi Soxhlet untuk penelitian lebih lanjut mengenai fenolik dan flavonoid dari buncis (Phaseolus vulgaris L

    Application of Simplex Lattice Design Method on The Optimisation of Deodorant Roll-on Formula of Ashitaba (Angelica keiskei)

    Get PDF
    Ashitaba is known to have antioxidant activity and gram-positive antibacterial activity that causes body odor. This is the potential activity for an active substance to be developed as deodorant. The appropriate formula is needed, so it is necessary to optimize the formula using the right method. This study aimed was to determine the application of the simplex lattice design method on the optimization of a deodorant roll-on formula of ashitaba extract. Ashitaba was extracted by the maceration method. The formula optimization design was determined using the simplex lattice design method by Design Expert®7.5.1. The components for optimization were the concentration of carbopol and concentration of TEA, and the optimization parameters were the spreadability test, sticky power, and pH test. The optimum formula of deodorant consists of 0.45% carbopol and 2.05% TEA. The responses of optimum formula obtained spreadability test 6.32 ± 0.33 cm, sticky power 44.67 ± 3.94 seconds, and pH 7.73 ± 0.17. These results meet the criteria for good preparation but need further testing related to the effectiveness of the preparation and the level of acceptance of the preparation by the user

    Efek Penghambatan Radikal Bebas Infusa dan Ekstrak Etanol Herba Pegagan (Centella Asiatica (L.) Urb) Dengan Metode DPPH

    Get PDF
    Penyakit degeneratif salah satunya disebabkan oleh radikal bebas. Oleh karena itu dibutuhkan senyawa antioksidan yang berfungsi melawan kerusakan oksidatif akibat radikal bebas. Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb) merupakan salah satu tanaman yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional dan mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin, steroid, kumarin, kuinon dan saponin. Penarikan senyawa aktif dari herba pegagan dilakukan dengan metode infundasi menggunakan pelarut air dan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Masing-masing ekstrak diidentifikasi kandungan senyawa kimianya dengan metode KLT dan uji tabung. Aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak diuji dengan metode peredaman radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrilhydrazyl). Kandungan fenolik total masingimasing ekstrak ditentukan dengan metode Follin-Ciocalteu dan dinyatakan sebagai ekuivalensi asam galat (EAG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan infusa herba pegagan mengandung senyawa flavonoid, terpenoid dan tannin. Ekstrak etanol dan infusa herba pegagan memiliki aktivitas terhadap DPPH dengan nilai IC50 berturut-turut sebesar 20,43 dan 64,61 µg/mL. Hasil ini sebanding dengan kandungan fenolik total yang terdapat dalam ekstrak etanol dan infusa herba pegagan yaitu dengan nilai berturut-turut sebesar 1,73 ± 0,38 dan 0,93 ± 0,04 mg EAG / g ekstrak
    corecore