6 research outputs found

    MANAJEMEN UKM BERBASIS JEJARING PRODUK SEJENIS DALAM RANGKA MENGHADAPI PASAR GLOBAL

    Get PDF
    Abstract Network models of UKM based similar products are grouping UKM agent based similar produc¬tion business, so that it can synergize the various forces in the production and marketing of UKM products. The purpose of research to find a model of UKM based grouping similar products in District Umbulharjo, Yogyakarta. The research method was descriptive qualitative attempted to describe in depth the phenomenon of UKM in developing business group. The data collected with interviews and focus group discussions to collect data and information direct from UKM. The results showed that the formation of groups of UKM largely goverment follow the instructions in order for the distribution of grants to UKM. However, this model is prone UKM group disbanded, due to the formation of groups of motives for wanting to get help, then when the help runs out group disbanded. While the formation of group-based UKM and similar products tend to be initiated from the gras¬sroots can thrive as Batik Studio Jenggolo Pandean Village, Batik Jumputan Batikan (BJB) group at the Annual Village, District Umbulharjo. With a group of similar products can synergize the strengths of UKM, so as to increase production and ready to face the global market. Keywords: UKM agent, networking, similar products, global markets Abstrak Model UKM berbasis jejaring produk sejenis adalah pengelompokan pelaku UKM berbasis produk sejenis sehingga bisa mensinergikan berbagai kekuatan dalam produksi dan pemasaran produk UKM. Tujuan penelitian untuk menemukan model pengelompokan pelaku UKM berbasis produk sejenis di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Metode penelitian adalah deskriptif kualitatif yang berusaha menggambarkan secara mendalam fenomena UKM dalam mengembangkan kelom¬pok usaha. Dengan teknik pengumpulan data interview dan FGD untuk menggali data dan infor¬masi langsung dari pelaku UKM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan kelompok UKM sebagian besar mengikuti petunjuk pemerintah dalam rangka untuk pendistribusian bantuan dana kepada pelaku UKM. Namun kelompok UKM model ini rawan bubar, karena motif pemben¬tukan kelompok karena ingin mendapat bantuan, maka ketika bantuan habis kelompokpun bubar. Sedangkan pembentukan kelompok UKM yang berbasis produk sejenis dan diprakarsai dari gras¬sroots cenderung bisa berkembang dengan baik seperti Sanggar Batik Jenggolo Kelurahan Pandean, kelompok Batik Jumputan Batikan (BJB) di Kelurahan Tahunan, dan kelompok usaha olahan pangan lainnya. Dengan demikian ada sinergi berbagai kekuatan pelaku UKM, sehingga mampu meningkatkan produksinya dan siap menghadapi pasar global. Kata Kunci: Pelaku UKM, jejaring, produk sejenis, pasar globa

    MANAJEMEN UKM BERBASIS JEJARING PRODUK SEJENIS DALAM RANGKA MENGHADAPI PASAR GLOBAL

    Get PDF
    Abstract Network models of UKM based similar products are grouping UKM agent based similar produc¬tion business, so that it can synergize the various forces in the production and marketing of UKM products. The purpose of research to find a model of UKM based grouping similar products in District Umbulharjo, Yogyakarta. The research method was descriptive qualitative attempted to describe in depth the phenomenon of UKM in developing business group. The data collected with interviews and focus group discussions to collect data and information direct from UKM. The results showed that the formation of groups of UKM largely goverment follow the instructions in order for the distribution of grants to UKM. However, this model is prone UKM group disbanded, due to the formation of groups of motives for wanting to get help, then when the help runs out group disbanded. While the formation of group-based UKM and similar products tend to be initiated from the gras¬sroots can thrive as Batik Studio Jenggolo Pandean Village, Batik Jumputan Batikan (BJB) group at the Annual Village, District Umbulharjo. With a group of similar products can synergize the strengths of UKM, so as to increase production and ready to face the global market. Keywords: UKM agent, networking, similar products, global markets Abstrak Model UKM berbasis jejaring produk sejenis adalah pengelompokan pelaku UKM berbasis produk sejenis sehingga bisa mensinergikan berbagai kekuatan dalam produksi dan pemasaran produk UKM. Tujuan penelitian untuk menemukan model pengelompokan pelaku UKM berbasis produk sejenis di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Metode penelitian adalah deskriptif kualitatif yang berusaha menggambarkan secara mendalam fenomena UKM dalam mengembangkan kelom¬pok usaha. Dengan teknik pengumpulan data interview dan FGD untuk menggali data dan infor¬masi langsung dari pelaku UKM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan kelompok UKM sebagian besar mengikuti petunjuk pemerintah dalam rangka untuk pendistribusian bantuan dana kepada pelaku UKM. Namun kelompok UKM model ini rawan bubar, karena motif pemben¬tukan kelompok karena ingin mendapat bantuan, maka ketika bantuan habis kelompokpun bubar. Sedangkan pembentukan kelompok UKM yang berbasis produk sejenis dan diprakarsai dari gras¬sroots cenderung bisa berkembang dengan baik seperti Sanggar Batik Jenggolo Kelurahan Pandean, kelompok Batik Jumputan Batikan (BJB) di Kelurahan Tahunan, dan kelompok usaha olahan pangan lainnya. Dengan demikian ada sinergi berbagai kekuatan pelaku UKM, sehingga mampu meningkatkan produksinya dan siap menghadapi pasar global. Kata Kunci: Pelaku UKM, jejaring, produk sejenis, pasar globa

    BELENGGU DESA MEWUJUDKAN PRIORITAS DAERAH

    Get PDF
    Dikeluarkannya Surat Edaran Bupati Bantul bernomor 900/04662/Bappeda mengenai Sinkronisasi Program dan Kegiatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2022 mewajibkan seluruh kalurahan (nomenklatur desa di Daerah Istimewa Yogyakarta) di wilayah Kabupaten Bantul dalam perencanaan dan penganggaran kalurahan harus mengacu pada surat edaran tersebut sebagai wujud tanggung jawab pemerintah kalurahan dalam pencapaian visi Kabupaten Bantul berdasarkan prioritas daerah. Sehingga, pemerintah kalurahan memiliki kewajiban untuk melaksanakan program maupun kegiatan yang belum tentu sesuai dengan prioritas kalurahan. Metode eksplanatif digunakan dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan diantaranya melalui wawancara, FGD, dokumentasi, dan observasi. Informan penelitian ini adalah pemerintah kabupaten dan kalurahan. Hasil penelitian adalah adanya relasi kuasa dominatif Pemerintah Kabupaten Bantul dalam perencanaan program dan kegiatan kalurahan sesuai tugasnya sebagai pembina dan pengawas kalurahan berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014. Kabupaten Bantul menggunakan Bantuan Keuangan Kabupaten (BKK) sebagai Dana Insentif Kalurahan (DIKal) untuk memberi reward pada kalurahan yang berkinerja baik dalam mengusung prioritas daerah. Pemerintah Kabupaten Bantul melakukan reorganisasi dengan memisahkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPPKBPMD). Sinkronisasi program maupun kegiatan antara kabupaten dengan kalurahan cenderung merugikan kalurahan karena penyampaian peraturan mengenai apa yang harus dilakukan kalurahan dikeluarkan di akhir tahun, sementara proses perencanaan desa sudah berjalan sejak bulan Juni. Selain itu, pemakaian dana desa untuk sinkronisasi, mengorbankan aspirasi masyarakat dan kalurahan yang muncul di Musyawarah Kalurahan. Kata kunci; Supradesa; Desa; Sinkronisasi; Dana Desa; Prioritas Daerah.Dikeluarkannya Surat Edaran Bupati Bantul bernomor 900/04662/Bappeda mengenai Sinkronisasi Program dan Kegiatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2022 mewajibkan seluruh kalurahan (nomenklatur desa di Daerah Istimewa Yogyakarta) di wilayah Kabupaten Bantul dalam perencanaan dan penganggaran kalurahan harus mengacu pada surat edaran tersebut sebagai wujud tanggung jawab pemerintah kalurahan dalam pencapaian visi Kabupaten Bantul berdasarkan prioritas daerah. Sehingga, pemerintah kalurahan memiliki kewajiban untuk melaksanakan program maupun kegiatan yang belum tentu sesuai dengan prioritas kalurahan. Metode eksplanatif digunakan dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan diantaranya melalui wawancara, FGD, dokumentasi, dan observasi. Informan penelitian ini adalah pemerintah kabupaten dan kalurahan. Hasil penelitian adalah adanya relasi kuasa dominatif Pemerintah Kabupaten Bantul dalam perencanaan program dan kegiatan kalurahan sesuai tugasnya sebagai pembina dan pengawas kalurahan berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014. Kabupaten Bantul menggunakan Bantuan Keuangan Kabupaten (BKK) sebagai Dana Insentif Kalurahan (DIKal) untuk memberi reward pada kalurahan yang berkinerja baik dalam mengusung prioritas daerah. Pemerintah Kabupaten Bantul melakukan reorganisasi dengan memisahkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPPKBPMD). Sinkronisasi program maupun kegiatan antara kabupaten dengan kalurahan cenderung merugikan kalurahan karena penyampaian peraturan mengenai apa yang harus dilakukan kalurahan dikeluarkan di akhir tahun, sementara proses perencanaan desa sudah berjalan sejak bulan Juni. Selain itu, pemakaian dana desa untuk sinkronisasi, mengorbankan aspirasi masyarakat dan kalurahan yang muncul di Musyawarah Kalurahan. Kata kunci; Supradesa; Desa; Sinkronisasi; Dana Desa; Prioritas Daerah

    PEMBERDAYAAN KELOMPOK PEREMPUAN BERBASIS BADAN USAHA MILIK DESA DI DESA PONGGOK, KABUPATEN KLATEN

    No full text
    This article aims to explain the constraints of Family Welfare Empowerment (PKK) based on Village-Owned Enterprises (BUM Desa) in Ponggok Village, Klaten Regency. Qualitative research with a case study method approach is used to explore problems that occur in the field. This research is motivated by the phenomenon of the establishment and development of BUM Desa after the village fund policy was set to start in 2014. Only in a few years, the number of BUM Desa has increased significantly, but many BUM Desa are unable to be active and productive in running their business. Ponggok Village has become a village of achievement and national pilot designation designated by the Central Government, so that it is used as a research location for further study. This problem is then understood using social theory theory. The study was conducted qualitatively with the case study approach method. In problem exploration activities, primary and secondary data are collected using interview, observation, and documentation techniques. Primary and secondary data obtained are then analyzed using qualitative data analysis techniques according to Miles and Huberman. Based on the results of data analysis that has been done, the research team in this study can conclude that the empowerment of BUM Desa-based women groups in developing small businesses that produce local products typical of villages and tourist villages can increase additional income for them, but the results of the business profits are still likely dominated by the parent PKK (central) rather than the women's groups fostered at the lowest level. Recommendations that can be given from this research, namely the results of the study can be used as input for improvement so that community empowerment is more targeted and accelerates village development to run more optimally from the grass root

    VILLAGE GOVERNMENT BUDGET POLITICS DURING THE PANDEMIC AT SUMBERMULYO WARD IN BAMBANGLIPURO, BANTUL, YOGYAKARTA

    No full text
    Perubahan APBDes tahun 2020 pada masa pandemi di Kalurahan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul dilakukan 3 kali, dengan realokasi bidang penyelenggaraan pemerintahan desa secara prosentase mengalami perubahan paling sedikit. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan politik anggaran di masa pandemi. Penelitian ini menggunakan metode interpretative kualitatif, dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, FGD dan dokumentasi. Informan berjumlah 13 orang. Hasil penelitian menunjukkan, deliberasi telah dilakukan karena pemerintah desa dihadapkan dengan berbagai kepentingan stakeholders desa, meskipun pemerintah supradesa menghendaki terjadinya depolitisasi dengan mengeluarkan berbagai aturan yang harus dilaksanakan oleh desa. Kontestasi terjadi dengan adanya upaya masing-masing pihak terutama para kepala dukuh untuk mempertahankan program pembangunan fisik tetap dilaksanakan di pedukuhan masing-masing. Partisipasi masyarakat relatif rendah, karena proses perubahannya langsung dimusyawarahkan di tingkat desa tanpa melalui musyawarah pedukuhan. Distribusi anggaran belanja terbesar pada bidang penyelenggaraan pemerintahan desa. Otoritas dan kapasitas para pihak di desa cenderung diperlemah dengan mengutamakan “kemanusiaan” dan “gerak cepat”, untuk penanganan pandemi.Changes to the APBDes were observed to have occurred 3 times in 2020 during the pandemic at Sumbermulyo Ward in Bambanglipuro, Bantul, with reallocation of the field for village government administrations being the minority percentage-wise. The purpose of this research is to described the politics surrounding budgeting during the pandemic. This research using an interpretative qualitative method, and using observations, interviews, FDGs and documentation as data collection methods. Respondents consist of 13 informants. Results have indicated that deliberation had occurred because the ward government is faced of various conflicting interests by stakeholders, even though the supra-village government wants depoliticization by issuing various rules that must be implemented by the village. Contestation taken by different parties in the village, especially the hamlet heads who maintained physical development programs in their own hamlets. Participation of villagers has been relatively low as the process of budget allocations change are discussed at the village level, by passing hamlets forum. The majority of the budget distribution is allocated to the village government administrations. The authority and capacity of the parties in the village tend to be weakened by prioritizing over factors of “humanness” and “fast responses” in their response to handling the pandemic
    corecore