23 research outputs found

    Harga Optimaltiket Masuk Wisata Alam Bantimurung, Sulawesi Selatan

    Full text link
    Jumlah pengunjung wisata alam Bantimurung berfluktuasi yang diduga karena kenaikan harga tiket masuk. Penelitian bertujuan untuk menganalisis harga optimal tiket masukdan kesediaan membayar pengunjung wisata alam Bantimurung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2013 di kawasan wisata alam Bantimurung, Sulawesi Selatan dengan metode biaya perjalanan berbasis zona. Pengambilan sampel dilaksanakan dengan metode convenience sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 117. Analisis harga optimal dan kesediaan membayar pengunjung wisata alam Bantimurung dilakukan dengan membuat fungsi permintaan wisata yang kemudian mensimulasikan harga tiket masuk kedalam fungsi persamaan permintaan wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga optimal tiket masuk berada pada harga Rp75.000. Pada harga optimal tiket masuk sebesarRp75.000 diperoleh penerimaan sebesar Rp18.230.700.000. Nilai kesediaan membayar rata-rata dari pengunjung adalah sebesar Rp118.032, dengan harga tiket masuk sebesar Rp75.000 maka, rata-rata pengunjung akan mendapatkan surplus konsumen sebesar Rp43.032. Jika yang diinginkan oleh pengelola adalah kenaikan jumlah penerimaan, maka harga tiket masuk dapat dinaikkan menjadi Rp75.000

    KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA TSUNAMI BERBASIS PARIWISATA BERKELANJUTAN (STUDI KASUS DESA WISATA WATUKARUNG, KECAMATAN PRINGKUKU, KABUPATEN PACITAN)

    Get PDF
    Wilayah pesisir selatan Jawa memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana gempa dan tsunami. Namun gempa di selatan Jawa yang jarang terjadi mengakibatkan adanya seismic gap. Sehingga memiliki potensi gempa besar di waktu yang mendatang. Desa Watukarung sebagai salah satu desa yang berada di pesisir Jawa yaitu Kabupaten Pacitan pada tahun 2015 ditetapkan sebagai desa yang memiliki potensi tsunami tinggi. Penelitian ini bertujuan menganalisis kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah terkait dengan penyelenggaraan penanggulangan bencana tsunami berbasis pariwisata berkelanjutan di Desa Watukarung. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan penanggulangan bencana, terutama bencana di wilayah pesisir masih belum sepenuhnya menjadi prioritas, dibandingkan dengan penanganan bencana banjir yang selama ini rutin membawa dampak kerugian dan kerusakan cukup besar. Padahal dalam jangka yang lebih panjang, dampak yang ditimbulkan sangat besar. Bencana tsunami memiliki potensi merusak secara parah mulai dari infrastruktur, lingkungan, dan perekonomian daerah. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan dalam persepsi mengenai urgensi dalam hal kebijakan penanggulangan bencana tersebut. Terlebih Desa Watukarung juga merupakan daerah destinasi wisata, sehingga memiliki implikasi dalam perencanaan penanggulangan bencana. Kebijakan yang diambil seharusnya mencakup aspek perlindungan terhadap wisatawan dan masyarakat setempat, serta bagaimana menggabungkan upaya penanggulangan bencana dengan pengelolaan destinasi wisata

    HARGA OPTIMALTIKET MASUK WISATA ALAM BANTIMURUNG, SULAWESI SELATAN

    No full text
    Jumlah pengunjung wisata alam Bantimurung berfluktuasi yang diduga karena kenaikan harga tiket masuk. Penelitian bertujuan untuk menganalisis harga optimal tiket masukdan kesediaan membayar pengunjung wisata alam Bantimurung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2013 di kawasan wisata alam Bantimurung, Sulawesi Selatan dengan metode biaya perjalanan berbasis zona. Pengambilan sampel dilaksanakan dengan metode convenience sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 117. Analisis harga optimal dan kesediaan membayar pengunjung wisata alam Bantimurung dilakukan dengan membuat fungsi permintaan wisata yang kemudian mensimulasikan harga tiket masuk kedalam fungsi persamaan permintaan wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga optimal tiket masuk berada pada harga Rp75.000. Pada harga optimal tiket masuk sebesar Rp75.000 diperoleh penerimaan sebesar Rp18.230.700.000. Nilai kesediaan membayar rata-rata dari pengunjung adalah sebesar Rp118.032, dengan harga tiket masuk sebesar Rp75.000 maka, rata-rata pengunjung akan mendapatkan surplus konsumen sebesar Rp43.032. Jika yang diinginkan oleh pengelola adalah kenaikan jumlah penerimaan, maka harga tiket masuk dapat dinaikkan menjadi Rp75.000

    Teknik Perhitungan Tarif Masuk Kawasan Wisata Alam

    Full text link
    Salah satu bentuk pemanfaatan hutan secara tidak langsung adalah pemanfaatan jasa lingkungan hutan. Jasa lingkungan wisata, selain bermanfaat sebagai penyedia sarana wisata kepada masyarakat juga sebagai sumber penerimaan kepada negara berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kegiatan pemanfaatan jasa wisata alam saat ini, khususnya dalam penentuan tarif masuk kawasan tidak berdasarkan perhitungan ekonomi, sehingga kemungkinan nilai yang dikeluarkan untuk mengelola kawasan wisata alam lebih besar dibanding nilai penerimaan dari kawasan wisata alam tersebut. Pedoman perhitungan tarif masuk kawasan wisata alam diperlukan sebagai acuan bagi pengelola kawasan wisata alam sehingga pengelola kawasan wisata alam dapat lebih tepat dalam menentukan harga tiket masuk ke kawasan wisata alam sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah penerimaan pada kawasan wisata agar lebih terkelola dengan dana yang memadai

    Kebijakan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Penggunaan Lahan dan Perubahan Tata Guna Lahan Kehutanan (LULUCF)

    Full text link
    Komitmen Pemerintah untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan Internasional sampai tahun 2030 ditindak-lanjuti dengan mengeluarkan beberapa kebijakan. Sektor lahan sebagai sektor yang paling besar menghasilkan emisi perlu diatur dengan kebijakan yang tepat. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait emisi GRK dari sektor lahan antara lain kebijakan Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan moratorium izin pembukaan lahan hutan dan gambut. Namun, dalam pelaksanaannya kebijakan-kebijakan tersebut menemui beberapa kendala. Oleh karena itu, diperlukan beberapa penyempurnaan dalam kebijakan tersebut, sehingga tata kelola hutan dan gambut menjadi lebih baik yang berakibat pada penurunan emisi GRK. Perpanjangan moratorium pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan negara, pemulihan lahan gambut yang terdegradasi, penerapan program konservasi energi, serta melakukan langkah-langkah mitigasi terhadap Perubahan iklim diharapkan dapat menurunkan emisi GRK

    Sistem pelayanan masyarakat pada dinas lingkungan hidup dan kehutanan wilayah 1 Jawa tengah

    No full text
    Sistem Pelayanan Masyarakat pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah 1 Jawa Tengah merupakan sistem pelayanan masyarakat yang digunakan untuk mempermudah pelayanan kepada masyarakat yang meliputi kemudahan dalam mengajukan bantuan baik berupa bantuan bibit, bantuan pembangunan Embung, pembangunan DAM, permohonan bantuan personil dan permohonan pelaksanaan Pelatihan. Selain itu sistem ini dapat membantu mengelola stok bibit dan logistik bantuan, mengelola surat bantuan, surat tugas, surat penolakan dan mengelola jadwal monitoring pegawai. Pada sistem ini dilengkapi juga fitur monitoring dan pelaporan oleh pegawai atas bantuan yang diberikan kepada masyarakat, sehingga dapat memudahkan kinerja pegawai dalam melakukan monitoring dan pelaporan hasil kegiatan atau pemantauan bantuan. Sistem ini dibangun dengan bahasa pemrograman PHP dan MySQL. Metode pembangunan sistem yang digunakan adalah waterfall

    Kesediaan Membayar Pengunjung sebagai Dasar Pengelolaan Wisata Alam Berkelanjutan

    Full text link
    Aktivitas wisata alam dapat mengakibatkan dampak ekologis dan sosial yang merugikan jika tidak diatur dengan benar. Hal ini mendorong munculnya gagasan untuk menjaga keberlanjutan penyediaan jasa lingkungan dengan dukungan pendanaan dari konsumen jasa lingkungan. Dukungan dana dari konsumen wisata alam dapat didentifikasi dari kesediaan membayar. Nilai kesediaan membayar per individu bervariasi, selain dipengaruhi oleh selera dan preferensi, juga dipengaruhi oleh berbagai karakteristik sosial dan ekonomi pengunjung. Jumlah penerimaan negara dari kawasan konservasi masih sangat jauh dari ideal untuk mendanai pengelolaan konservasi. Biaya pengelolaan konservasi hanya mampu dipenuhi oleh Pemerintah sebesar 0,56% dari biaya pengelolaan konservasi yang ideal. Namun, pengelolaan kawasan konservasi, khususnya kawasan wisata alam di Indonesia dengan anggaran yang jauh dari ideal, dapat ditingkatkan melalui kerjasama dengan pihak swasta, sehingga diharapkan dapat terwujud pengelolaan wisata alam yang berkelanjutan

    Analysis of Characteristics and Typology of Mapili Watershed West Sulawesi Province

    Full text link
    The multisectoral, multidisciplinary, multi-stakeholder and multidimensional watersheds problems are the consequences of multifunctional watersheds. The complexity of these problems demanding a system and management approach that appropriate with the characteristics and typology of the watershed. This study aims to analyze the characteristics and typology of Mapili watershed West Sulawesi Province. This research was conducted using surveys, primary, and secondary data collection. Application of geographic information system (GIS) with overlay maps and scoring was used. The results showed that Mapili biogeophysical characterization includes meteorology, morphology, morphometry, hydrology, watershed capability and socioeconomic, cultural and institutional characterization will influence the system of Mapili watershed management. Mapili watershed can be classified into two typology watershed, namely: typology II, which has a low total population density (97 people/km2) with high rainfall (>2500 mm/yr); and typology IV, which has a high total population density (377 people/km2) with low rainfall (<1500 mm/yr). Both typologies have different characteristics of watershed problems. Typology II is generally located in the central area and upstream Mapili and Typology IV are located in the downstream areas of Mapili watershed
    corecore