10 research outputs found

    BEBERAPA MIKROORGANISME YANG MENGHASILKAN ENZIM INULINASE, ISOLASI DAN KARAKTERISASI ENZIM DARI Aspergillus flavus Gmn11.2 GALUR LOKAL

    Get PDF
    Indonesia merupakan negara tropis yang  kaya akan berbagai tumbuhan dan mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim inulinase yang sangat bermanfaat untuk industri pangan dan farmasi. Inulinase adalah enzim yang menghidrolisis inulin menjadi fruktosa atau frukto-oligosakarida. Untuk mengisolasi inulinase dalam jumlah yang cukup banyak dari tumbuhan cukup sulit, oleh sebab itu inulinase mikrobial merupakan obyek penelitian yang sangat menarik bagi para peneliti. Tujuan penelitian ini adalah isolasi dan indentifikasi berbagai jenis jamur lokal yang potensial menghasilkan inulinase, serta isolasi dan pemurnian inulinase dari A. flavus Gmn11.2 galur lokal. Mikroorganisme A. flavus Gmn11.2 galur lokal dikembangbiakan pada media fermentasi  skala labu 250 mL, yang mengandung induser inulin selama 84 jam pada suhu 37oC. Enzim inulin (ekstraselular) yang diproduksi selanjutnya diisolasi dan dimurnikan melalui tahapan fraksionasi amonium sulfat pada rentang kejenuhan 40-80%, kromatografi kolom filtrasi Gel Sephadex G-25 (100 × 2 cm), kromatografi kolom penukar ion DEAE selulosa (20 × 1,6 cm), dengan elusi gradien 0,01-0,1 M buffer natrium fosfat pada laju alir 3 mL/menit. Enzim murni hasil isolasi kemudian ditentukan kondisi optimum aktivitas serta parameter kinetikanya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari berbagai mikroorganisme yang memiliki potensi untuk menghasilkan enzim inulinase dengan aktivitas yang tinggi adalah Aspergillus clavatus (BG5), Fusarium solani (PB3), Fusarium sp2 (LB2), dan A. flavus (ML2). Setelah melalui tahapan kromatografi penukar ion, diperoleh enzim inulinase yang cukup murni yang ditandai dengan intensitas pita hasil SDS elektroforesis, dengan peningkatan faktor kemurnian 15,66 kali dibandingkan dengan ekstrak enzim kasar. Adapun aktivitas  enzim inulinase hasil isolasi dari A. flavus Gmn11.2 galur lokal, bekerja pada kondisi optimum: pH 5,0, suhu 50°C dan waktu inkubasi 4 jam. Parameter kinetika enzimatik dari inulinase diperoleh harga KM33 mg/L dan Vmaks 1,8 x 10-3 µmol/menit. Dari hasil elektroforesis SDS poliakrilamida menunjukkan enzim inulinase dari A. flavus Gmn11.2 galur lokal, memiliki berat molekul (Mr) 138 kDa, terdiri dari dua sub-unit polipeptida (dimer) dengan Mr masing-masing 72 dan 66 kDa

    Safety Aspect of Recombinant Protein Produced by <em>Escherichia coli</em>: Toxin Evaluation with Strain and Genomic Approach

    Get PDF
    Escherichia coli is a Gram-negative bacteria which is well known for its pathogenic properties that can cause serious food poisoning, mostly indicated by diarrhea or other severe symptoms. Despite of its well-known properties due to its ability to produce toxin, most of E. coli strains are harmless and even beneficial especially in recombinant protein production. This bacterium is suitable for protein recombinant host since it has rapid growth, high expression rate, and well-known genome. Various proteins have been produced using E. coli expression systems, with therapeutic protein for medical application being the most notably produced. Apart from that, our group succeeded in producing beta galactosidase from a wild type E. coli strain B130. Furthermore, recombinant human serum albumin was successfully produced using E. coli strains BL21 (DE3). However, studies on E. coli toxin contamination in recombinant protein productions, strains, and genomic comprehension are indispensable, particularly in therapeutic protein. Therefore, this chapter will discuss the safety aspects of recombinant therapeutic proteins in terms of toxin contamination by strain and genomic approaches

    HAMBATAN ETIL P-METOKSI SINAMAT DARI RIMPANG KAEMPFERIA GALANGA TERHADAP PARASIT PLASMODIUM FALCIPARUM IN VITRO DAN AKTIFITAS ENZIM ATPase

    Get PDF
    AbstrakDalam mempelajari senyawa antimalaria baru, telah dilakukan penelitian menggunakan etil p-metoksi sinamat dari rimpang Kaempferia galanga yang diuji aktivitasnya terhadap pertumbuhan parasit Plasmodium falciparum secara in vitro. Selanjutnya untuk mempelajari mekanisme kerja etil p-metoksi sinamat, dilakukan uji terhadap aktivitas enzim ATPase. Percobaan terhadap pertumbuhan Plasmodium falciparum menggunakan metode sigmaflot 2000, dan aktivitas enzim menggunakan metode spektrofotoskopi pada (λ670nm). Hasil pecobaan menunjukan potensi etil p-metoksi sinamat terhadap pertumbuhan parasit diperoleh IC50= 50% sebesar 19,5 ngmL-1 atau 94,6 nM. Hambatan aktivitas enzim tingkat signifikansi 2,2% (signifikan), dan 0,7% (sangat signifikan) serta menunjukkan hambatan non-kompetitif dengan nilai KI (0,09mM). Kata kuncietil p-metoksi sinamat, Plasmodium falciparum, enzim ATPase. In the study of the new antimalarial compound, the research was conducted by using ethyl pmethoxycinnamic from Kaempferia galanga whose activities were tested to the in vitro Plasmodium falciparum growth. Then, to study the ethyl-p-methoxycinnamic mechanism, ATPase enzymatic activities were subsequently tested. The experiment towards the Plasmodium falciparum growth used sigmaflot 2000 method, and the ATPase activities used spectroscopy method at λ670nm. The findings showed that a potent antimalarial activity of the ethyl-p-methoxycinnamic IC50 is 19,5 ngmL-1 or 94.6 nM. The inhibitions of enzyme activity showed 2.2% significant, and 0.7% highly significant and it showed non-competitive barriers to the value of KI (0.09 mM).Keywordsethyl-p-methoxycinnamic. Plasmodium falciparum. ATPase enzyme

    Alga Merah (Gracilaria coronopifolia) sebagai Sumber Fitohormon Sitokinin yang Potensial

    Get PDF
    Alga  merah (Gracilaria coronopifolia) merupakan tanaman tingkat rendah berupa thallus yang tidak memiliki daun, akar dan batang sejati serta sebagian besar tumbuh pada batu di terumbu karang. Alga merah selain mengandung beberapa senyawa organik seperti polisakarida, vitamin, dan berbagai senyawa bioaktif, juga merupakan tanaman yang mengandung fitohormon sitokinin yang cukup potensial dan bermanfaat untuk pembuatan pupuk hormon/biostimulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi sitokinin dari alga merah G. coronopifolia, serta mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa). Isolasi dan identifikasi sitokinin dimulai dengan proses maserasi menggunakan metanol 80%, ekstraksi dengan etil asetat, kromatografi adsorpsi, kromatografi lapis tipis preparatif, dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik menggunakan kolom nukleosil ODS. Keaktifan isolat sitokinin diuji hayati dengan menggunakan bioindikator padi, dengan mengukur panjang tajuk dan berat kering tajuk tanaman uji.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang tajuk dan berat kering tanaman uji dengan penambahan isolat sitokinin sebesar 19,6 ppm masing-masing meningkat sebesar 22,12% dan 10,49%. Hasil KCKT dari sitokinin hasil isolasi menunjukkan waktu retensi yang sama dengan standar sitokinin (trans-zeatin) yaitu 8,28 menit. Kadar sitokinin yang terdapat dalam Gracilaria coronopifolia adalah 6,26 × 10-2 mg/g berat kering

    Pengaruh Fermentasi Biji Kakao dengan Menggunakan Kluyveromyces sp., Lactobacillus plantarum, Acetobacter xylinum, Enzim Papain dan Bromelain serta Sistein Terhadap Prekursor Cita Rasa serta Kandungan Nutrisi dan Polifenolnya

    Get PDF
    Indonesia merupakan produsen kakao terbesar kedua di dunia. Kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia kurang baik karena tidak difermentasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi, kandungan polifenol serta prekursor cita rasa biji kakao melalui proses fermentasi dengan penambahan campuran mikroorganisme Kluyveromyces sp., Lactobacillus plantarum, Acetobacter xylinum, enzim papain dan bromelain serta inhibitor sistein. Adapun variasi fermentasi yang dilakukan adalah (A) biji kakao tidak difermentasi, (B) fermentasi alami, (C) fermentasi dengan Kluyveromyces sp. pada hari ke-0 dan L. plantarum pada hari ke-1, A. xylinum pada hari ke-2, (D) fermentasi dengan Kluyveromyces sp. pada hari ke-0 dan L. plantarum pada hari ke-1, A. xylinum pada hari ke-2 dan campuran enzim eksogen pada hari ke-3, dan (E) fermentasi dengan Kluyveromyces sp. pada hari ke-0 dan L. plantarum pada hari ke-1, A. xylinum pada hari ke-2 serta campuran enzim eksogen dan inhibitor sistein pada hari ke-3. Fermentasi dihentikan pada hari ke-5 kemudian biji kakao dianalisis kadar protein dengan metode Kjeldahl, kadar lemak dengan metode Sokletasi, kadar air dengan metode pengeringan, kadar abu dengan metode gravimetri, asam amino bebas dengan metode kromatografi kertas, kadar karbohidrat dengan metode by difference, pH dengan alat pH meter, dan polifenol dengan metode Folin Ciocalteu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Kluyveromyces sp., L. plantarum, A. xylinum, campuran enzim bromelain, papain dan sistein dapat mempengaruhi kandungan nutrisi biji kakao hasil fermentasi. Kadar protein perlakuan A (biji kakao tanpa fermentasi) adalah 10,39% sedangkan pada perlakuan D terjadi peningkatan sampai 16,67%. Kadar lemak pada perlakuan A 50,50% dan pada perlakuan B 52,24%. Proses fermentasi pun menurunkan kadar karbohidratnya, dimana pada perlakuan A 29,11% sedangkan perlakuan E 23,03%. Perlakuan D dan E menunjukkan kadar nutrisi yang paling baik, ditunjukkan dengan adanya peningkatan kandungan asam amino bebas hidrofobiknya yang merupakan prekursor cita rasa. Proses fermentasi menaikan pH hingga 6-7, dimana nilai ini telah memenuhi standar fermentasi yang baik yaitu >5,00, sehingga biji kakao hasil penelitian ini memiliki kualitas yang baik. Proses fermentasi menurunkan kadar polifenol totalnya, dimana pada perlakuan A 7,15% sedangkan perlakuan B 2,41%. Penambahan inhibitor sistein (pada perlakuan E-4; E-5) dapat mempertahankan kadar polifenol totalnya yaitu 6,11 dan 5,45% dengan penurunan 14-23%. Kandungan katekin perlakuan E-4 sebesar 5,75%

    Studi In Silico Gadolinium(III)-Diethylene Triamine Pentaacetic Acid-Folat Dan Modifikasinya Terhadap Reseptor Folat Sebagai Senyawa Pengontras Untuk Deteksi Kanker

    Get PDF
    Tumor ganas atau kanker merupakan salah satu masalah utama kesehatan di dunia.  Pendeteksian dini sel kanker dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memungkinkan penanganan yang lebih baik. Pemilihan senyawa kontras yang tepat dapat meningkatkan akurasi diagnosa terhadap penyakit kanker. Sel kanker banyak mengekspresikan reseptor folat α yang mampu mengikat asam folat dalam tubuh. Penambahan asam folat ke dalam senyawa pengontras Gadolinium (III)-diethylene triamine pentaacetic acid (Gd-DTPA) berguna untuk meningkatkan spesifisitas diagnostik sel kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi senyawa pengontras dengan molekul target reseptor folat α dengan penambatan molekul dan simulasi dinamika molekul (MD). Struktur Gd-DTPA-folat dimodelkan dari struktur kristal Gd-DTPA dan folat. Hasil penambatan molekul dan simulasi MD menunjukkan interaksi Gd-DTPA-folat menurunkan afinitas folat terhadap reseptornya. Hasil perhitungan energi reseptor folat dengan folat dan Gd-DTPA-folat pada simulasi MD masing-masing -47,65 kkal/mol dan -43,78 kkal/mol. Modifikasi dilakukan pada struktur asam folat dengan penambahan gugus formil dan diuji kembali dengan penambatan molekul dan simulasi MD. Hasil simulasi menunjukkan bahwa modifikasi berpengaruh terhadap peningkatan afinitas folat dengan reseptor folat α melalui interaksi elektrostatik, dengan energi yang dihasilkan pada penambatan molekul dan MD masing-masing sebesar -7,04 kkal/mol dan -60,04 kkal/mol. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menghasilkan senyawa pengontras yang spesifik terhadap sel kanker

    Aplikasi Desain Eksperimen Plackett-Burman dan Response Surface Methodology Box-Behnken pada Produksi Senyawa Pengontras Magnetic Resonance Imaging Gadolinium Dietilentriaminpentaasetat-Folat

    Get PDF
    Desain Plackett-Burman digunakan untuk menyeleksi variabel yang memiliki pengaruh utama dalam produksi Gadolinium Dietilentriaminpentaasetat-Folat (Gd-DTPA-Folat) sebagai senyawa pengontras Magnetic Resonance Imaging (MRI). Tujuh variabel seperti rasio mol Gadolinium (Gd) dan ligan Dietilentriaminpentaasetat-Folat (DTPA-Folat), suhu, laju pengadukan, pH, waktu reaksi dan volume pelarut diseleksi dalam proses produksi. Faktor dummy yang tidak memiliki pengaruh secara kimia ditambahkan juga dalam eksperimen. Dari ketujuh variabel, rasio mol Gd dan DTPA-Folat, laju pengadukan dan volume pelarut memiliki pengaruh yang positif terhadap persentase hasil rendemen Gd-DTPA-Folat. Tahapan selanjutnya adalah mengetahui interaksi antara faktor-faktor yang berpengaruh positif dalam eksperimen dan menghasilkan respon optimum untuk keseluruhan variabel menggunakan Response Surface Methodology Box-Behnken. Pendekatan statistik dalam studi untuk eksperimen desain menggunakan Software Design Expert 9.0.6.2. Kesimpulan dalam hasil penelitian adalah bahwa kondisi reaksi optimum dalam produksi Gd-DTPA-Folat, yaitu rasio mol Gd dan DTPA-Folat 10:1, laju pengadukan 500 RPM dan volume pelarut sebanyak 20 mL (untuk 2,5 x 10-4 mmol ligan). Prediksi hasil rendemen Gd-DTPA-Folat pada kondisi optimum adalah 87,3296%

    BIOACTIVE COMPOUNDS FROM INDONESIAN ERYTHRINA (LEGUMINOSAE)

    No full text
    Traditional medicines originating from plants have been widely used as an alternative theraphy and extensive research have identified several bioactive compounds of the plants. In Indonesia, Erythrina (Leguminosae) plants have been used for medication to many diseases including anthelmintic, malaria, and antifertility. In the course of our continuing search for novel bioactive compounds from Indonesian Erythrina plants, we isolated and described several bioactive compounds such as paralytic alkaloid

    Skim latex serum as an alternative nutrition for microbial growth

    No full text
    Malaysia is one of the biggest producers of natural rubber. The fresh latex, tapped from the rubber tree (Hevea brasiliensis), known as field latex, is a cloudy white and viscous liquid containing rubber fraction and non-rubber components. As a basic raw material in rubber processing, fresh field latex undergoes a series of procedures during its conversion to either dry rubber, or high concentrated latex. To prepare high concentrated latex, ammonia is usually added to the field latex upon reaching the factories to prevent coagulation. Ammoniated latex will then undergo centrifugation which yield high concentrated latex and a by-product named ‘skim latex’. Skim latex is considered as low value by-product and usually discarded as waste effluent. However, it must be first treated in the oxidation treatment pond, before the clearer water can be released into the main waterways. In Malaysia, the discharged water must meet the strict requirements of MS ISO/IEC 17025:2005. Eventually, the rubber manufacturers have to spend a lot of money for waste management and effluent treatment of skim latex. Therefore, utilization of this wasteful skim latex is one of the economic saving measures and may minimize the environmental problems. This chapter aims at delibrating the use of the serum of skim latex as an alternative nutrition for culturing microorganism. As a model microorganism, this study has selected to use Bacillus lichenformis (ATCC 12759). Skim latex serum was used as the basal media, supplemented by some selected medium composition (lactose, galactose, casein, KH2PO4, MgSO4 and LB broth) for the production of extracellular protease. At the end of the study, it was demonstrated that skim latex serum is able to fulfill a criteria as an efficient culture media due to its abundance, low cost, stable in quality and having a stimulatory effect on bacterial growth. Therefore, valorization of this wasteful skim latex into protease enzyme is hoped to be an introduction for further inventions relating to processes suitable for microbial culturing
    corecore