16 research outputs found

    PERSENTASE KEBUNTINGAN KEMBAR DAN ENUKLEASI VESIKEL EMBRIO DENGAN PANDUAN ULTRASOUND PADA KUDA

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan mengetahui persentase kebuntingan kembar pada kuda di Pulau Jawa dan Madura dan menguji tingkat keberhasilan enukleasi vesikel embrio dengan panduan ultrasound. Sebanyak 354 induk kuda dikawinkan secara alami dengan kebuntingan mencapai 57,6% (204 ekor) dan ditemukan 11 kebuntingan kembar (5,4%). Kebuntingan kembar dengan 2 vesikel embrio pada 10 induk dan 3 vesikel embrio pada satu induk. Pengurangan embrio dengan memberikan tekanan probe terhadap vesikel embrio berpanduan gambaran ultrasound terhadap 6 ekor kuda bunting kembar berhasil pada satu ekor induk kuda (16,6%) dan melahirkan satu anak. Semua kontrol kebuntingan kembar pada 5 induk kuda mengalami abortus pada usia kebuntingan 7-9 bulan. ____________________________________________________________________________________________________________________

    APPLICATION OF ESTRUS SYNCHRONIZATION USING PGF2α AND OVULATION SYNCHRONIZATION USING hCG FOR ARTIFICIAL INSEMINATION OPTIMIZATION ON ONGOLE (PO) BREED CATTLE

    Get PDF
    This study aimed to determine the pregnancy percentage of Ongole (PO) breed cattle by estrus synchronization and ovulation synchronization. This study used 22 cattle that were divided into three groups: Estrus synchronized cattle (K1, n= 5); ovulation synchronized heifers using ovsynch (K2, n= 6); and ovulation synchronized cow using ovsynch (K3, n= 11). Parameters measured were diameter of corpus luteum (CL) in estrus synchronization, follicular diameter upon synchronization and artificial insemination (AI), and percentage of pregnant cattle. Data obtained were statistically analyzed using analysis of variance followed by Duncan test. Results showed no significant differences (P0.05) of CL diameter at the time of estrus synchronization in all groups of cattle with an average of 16.63±3.79 mm. The CL diameter at the time of estrus synchronization was not significantly different among groups, with an average of 8.80 ± 2.07 mm. Diameter of follicles during ovulation synchronization was also not significantly different among groups. The average diameter of follicles was 9.01±2.05 mm. Diameter of follicles at the time of estrus and ovulation synchronization was not significantly different among groups with an average diameter of follicles of 10.94±2.10 mm. The pregnancy percentage of K1, K2, and K3 were 60%, 16%, and 36%, respectively. There was no correlation between the diameters of follicles during estrus with the pregnancy percentage. Estrus synchronization produced higher pregnancy rate than ovulation synchronization in cow or heifers

    ULTRASOUND IMAGING OF POSTPARTUM UTERINE INVOLUTION AND OVARIUM DYNAMIC IN ONGOLE CROSSBREED COWS

    Get PDF
    This study aimed to determine ultrasound of uterine involution and postpartum ovarian dynamics on Ongole Crossbreed Heifer (PO) associated with postpartum estrus signs. This study used 6 PO cows which were divided into primiparous group and pluripara group. The observation of uterine involution and ovarian dynamics was started from the first day postpartum using ultrasonography (USG) with a linear probe rectally, while the reproductive organs images were recorded every 2 days. The results showed that the time needed for all reproductive organs of 3 primiparous groups to complete the uterine involution after parturition was 37.33±1.15 days when the diameter of the vagina, cervix uterine, corpus uterine, left cornua, and right cornua uterine were 3.14±0.00 cm, 2.86±0.00 cm, 3.20±0.06 cm, 4.66±0.01 cm, and 4.66±0.01 cm, respectively. The time needed for all reproductive organs of 3 pluripara groups to complete uterine involution postpartum was 38.67±1.15 days with the diameter of the vagina, cervix uterine, corpus uterine, left cornua, and right cornua uterine 3.18±0.00 cm, 2.70±0.02 cm, 3.08±0.02 cm, 4.42±0.01 cm, and 4.42±0.01 cm, respectively. The average times of the first and second ovulation of primiparous cattle were 27.67±1.15 and 47.67±1.15 days postpartum, whereas in pluripara group was 28.33±1.15 and 48.33±1.15 days postpartum. At first ovulation all cows were not accompanied by signs of estrus, while at the second ovulation 2 primiparous cows and 1 pluripara cow showed less obvious signs of estrus, 1 primiparous cow and 1 pluripara cow showed signs of medium estrus, and 1 pluripara cow showed clear estrus signs

    PF-31 Pregnancy Examination and Fetal Development of Indonesian Domestic Rabbits by Ultrasonography

    Get PDF
    Ultrasonography has added benefits such as fetal sexing, early embryonic detection and is less invasive than rectal palpation. Besides, it also has the ability to visually characterize the uterus, fetus, ovary, corpus luteum, and follicles. In order to study the influence of fetal growth on further development in animal models like the rabbit, methods of measurement of fetal and placental size must be measured and viability must be established and validated (Chavatte-Palmer et al. 2008). This research is carried out to detect the earliest day of conception in Indonesian domestic rabbits by means of ultrasonography as well as to study the fetal development by analyzing the images produced during the pregnancy check on embryonic vesicle, body diameter and head diameter

    48 PERSENTASE KEBUNTINGAN KEMBAR DAN ENUKLEASI VESIKEL EMBRIO DENGAN PANDUAN ULTRASOUND PADA KUDA

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan mengetahui persentase kebuntingan kembar pada kuda di Pulau Jawa dan Madura dan menguji tingkat keberhasilan enukleasi vesikel embrio dengan panduan ultrasound. Sebanyak 354 induk kuda dikawinkan secara alami dengan kebuntingan mencapai 57,6% (204 ekor) dan ditemukan 11 kebuntingan kembar (5,4%). Kebuntingan kembar dengan 2 vesikel embrio pada 10 induk dan 3 vesikel embrio pada satu induk. Pengurangan embrio dengan memberikan tekanan probe terhadap vesikel embrio berpanduan gambaran ultrasound terhadap 6 ekor kuda bunting kembar berhasil pada satu ekor induk kuda (16,6%) dan melahirkan satu anak. Semua kontrol kebuntingan kembar pada 5 induk kuda mengalami abortus pada usia kebuntingan 7-9 bulan. ____________________________________________________________________________________________________________________

    Deteksi Kebuntingan Dini pada Sapi Perah dengan Pemeriksaan Ultrasnography (USG) dan Analisis Hormon Steroid

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas metode deteksi kebuntingan dini menggunakan ultrasonography (USG) dan pemeriksaan steroid (progesteron dan estrogen) pada sapi. Sebanyak sepuluh ekor sapi diperiksa di peternakan sapi perah Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang, Bogor. Lima ekor dideteksi bunting dini dan lima ekor tidak bunting. Pengambilan plasma darah dilakukan empat hari sekali dimulai dari 40 hari sebelum pelaksaan IB sampai 30 hari untuk sapi tidak bunting hingga hari ke-60 bila sapi bunting. Pemeriksaan dengan USG dilakukan menggunakan probe 5 MHz dimulai sejak hari ke-9 pasca IB bersamaan dengan pengambilan sampel darah. Hasil USG menunjukkan keberadaan konseptual vesikel pada hari ke-15 setelah IB dengan diameter 0,44 cm. Embrio dapat dideteksi mulai hari ke-26 dengan ukuran 2,6 cm. Konsentrasi progesteron pada saat IB (baseline) adalah 6-8 ng/ml dan meningkat menjadi 30-50 ng/ml pada hari ke-15 pasca IB. Konsentrasi progesteron terus bertahan tinggi sejak hari ke-15 sampai hari ke-60 pasca IB. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan USG dapat mendeteksi kebuntingan lebih dini dibandingkan dengan pemeriksaan hormonal

    Parasitic Worm in Tiger (Panthera tigris) at Serulingmas Zoological Garden Banjarnegara, Bandung Zoological Garden, and Indonesia Safari Park Bogor

    Get PDF
    This research was done to infestigate the existence and the type of parasitic worms from feces of tiger (Panthera tigris) at Serulingmas Zoological Garden (TRMS) at Banjarnegara, Central Java , Bandung Zoological Garden (KBB), and Indonesia Safari Park Bogor (TSI). Total of 35 tigers feces samples were examined. They are taken from 4 Bengal tigers at Serulingmas Zoological Garden, 12 tigers (8 Bengal tigers and 4 Sumatran tigers) at Bandung Zoological Garden, and 19 tigers (4 Bengal tigers and 15 Sumatran tigers) at Indonesia Safari Park Bogor. All of the feces samples were examined with qualitative (flotation and sedimentation) and quantitative (McMaster slide) method to know the existence of parasitic worm eggs. Moreover, a tiger feces that contain eggs of strongylid were cultured. Parasitic worms that were found in tigers from the research were ascarid (Toxocara sp, Toxascaris sp), strongylid (Trichostrongylus sp, Ancylostoma sp, Cooperia sp), ), oxyurid (Oxyuris sp) and Strongyloides sp. The result showed that prevalence index of parasitic worms in tigers at TRMS, KBB, and TSI were 100%, 50%, and 47,4%, respectively. Parasitic worms at TRMS were ascarid (Toxocara sp), strongylid (Ancylostoma sp, Trichostrongylus sp, Cooperia sp) and Strongyloides sp. Parasitic worms at KBB were ascarid (Toxocara sp, Toxascaris sp), strongylid (Ancylostoma sp, Trichostrongylus sp), dan oxyurid (Oxyuris sp). Parasitic worms at TSI were ascarid (Toxocara sp, Toxascaris sp), strongylid (Ancylostoma sp), and oxyurid (Oxyuris sp). ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis cacing parasitik pada harimau (Panthera tigris) di Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas (TRMS) Banjarnegara Jawa Tengah, Kebun Binatang Bandung (KBB), dan Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor. Sebanyak 35 sampel tinja harimau dari tiga lembaga konservasi eks-situ, yaitu 4 ekor harimau Benggala dari TRMS, 12 ekor (4 ekor harimau Benggala dan 8 ekor harimau Sumatera) dari KBB, dan 19 ekor (4 ekor harimau Benggala dan 15 ekor harimau Sumatera) dari TSI Bogor. Semua sampel tinja diperiksa dengan metoda kualitatif (pengapungan dan sedimentasi) dan kuantitatif (metoda McMaster). Selain itu juga dilakukan pemupukan pada tinja yang positif telur strongylid. Cacing parasitik yang ditemukan dari penelitian ini adalah cacing ascarid (Toxocara sp, Toxascaris sp), cacing strongylid (Trichostrongylus sp, Ancylostoma sp, Cooperia sp), cacing oxyurid (Oxyuris sp) dan Strongyloides sp. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa prevalensi kecacingan pada harimau di TRMS 100%, di KBB 50%, dan di TSI Bogor 47,4%. Cacing parasitik yang ditemukan pada harimau di TRMS adalah cacing ascarid (Toxocara sp), cacing strongylid (Ancylostoma sp, Trichostrongylus sp, Cooperia sp) and Strongyloides sp. Cacing parasitik yang terdapat pada harimau di KBB adalah cacing ascarid (Toxocara sp, Toxascaris sp), cacing strongylid (Ancylostoma sp, Trichostrongylus sp), dan cacing oxyurid (Oxyuris sp). Cacing parasitik yang terdapat di TSI Bogor adalah cacing ascarid (Toxocara sp, Toxascaris sp), strongylid (Ancylostoma sp), dan cacing oxyurid (Oxyuris sp)

    IDENTIFIKASI LEUKOSIT POLYMORPHONUCLEAR (PMN) DALAM DARAH SAPI ENDOMETRITIS YANG DITERAPI DENGAN GENTAMISIN, FLUMEQUIN, DAN ANALOG PGF2α

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan mengetahui persentase leukosit polymorphonuclear (PMN) dalam preparat ulas darah sapi endometritis. Enam ekor sapi endometritis dibagi dalam dua kelompok perlakuan. Kelompok I (n=3) diterapi dengan 250 mg gentamisin/ekor, 250 mg flumequin/ekor, dan PGF2α sebanyak 12,5 mg/ekor secara intra uteri. Kelompok II (n=3) diterapi dengan menggunakan antibiotik dengan dosis dan cara pemberian yang sama seperti pada Kelompok I. Hasil penghitungan leukosit diferensial sebelum terapi menunjukkan persentase jumlah limfosit yang lebih tinggi dibandingkan bentuk leukosit lainnya pada Kelompok I dan II masing-masing adalah 62,50±1,17 dan 63,66±2,35, sedangkan persentase jumlah neutrofil pada Kelompok I dan II masing-masing adalah 29,33±0,94 dan 27,33±0,94. Setelah terapi, tidak ada perbedaan persentase (P0,05) bentuk leukosit antara kedua kelompok perlakuan. Terapi kombinasi antibiotik dan PGF2α pada sapi penderita endometritis tidak menghasilkan perubahan diferensial leukosit termasuk PMN

    OVSYNCH DAN INSEMINASI BUATAN PADA INDUK KUDA WARMBLOODYANG DIINDUKSI OVULASI DENGAN HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN DOSIS JAMAK

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan mengamati pola pertumbuhan folikel dan keberhasilan inseminasi buatan dengan semen cair pada induk kuda warmblood yang disinkronisasi estrus dan ovulasi (ovsynch). Induk kuda berjumlah lima ekor berumur 6-18 tahun digunakan dalam penelitian ini. Sinkronisasi estrus dilakukan pada induk kuda yang memiliki korpus luteum berdiameter minimal 3,0 cm dengan injeksi prostaglandin 7,5 mg secara intramuskular. Induksi ovulasi dilakukan dengan memberikan hCG 1500 IU secara intravena 48 jam setelah sinkronisasi estrus dan diulang setiap 24 jam sampai terjadinya ovulasi folikel (dosis jamak) yang diamati dengan ultrasound. Inseminasi buatan dilakukan berulang mengikuti setiap pemberian hCG sampai terjadinya ovulasi dengan dosis inseminasi 1,5x109 spermatozoa. Sinkronisasi estrus dan ovulasi dengan menggunakan hCG dosis jamak menghasilkan ovulatori dominan folikel berdiameter 4,81±0,92 cm dan korpus rubrum berdiameter 3,82±0,45 cm serta menghasilkan 60% kebuntingan. Kesimpulan sinkronisasi ovulasi dengan pemberian hCG dosis jamak pada kuda warmblood yang diinseminasi buatan dengan semen cair efektif menghasilkan kebuntingan yang tinggi

    Evaluasi Status Reproduksi Domba Garut Jantan Tipe Tangkas

    Get PDF
    Domba garut merupakan salah satu aset plasma nutfah Jawa Barat yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber daging. Domba garut memiliki keunikan tersendiri, terutama untuk jenis garut jantan tipe tangkas, sebagai daya tarik wisata daerah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara ukuran fisik domba garut jantan tipe tangkas, yaitu bobot badan, lingkar skrotum, dan produksi semen dengan status reproduksi domba jantan. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur hewan coba secara fisik pada kelompok umur 3 bulan, 6-12 bulan, 13-18 bulan, 19-24 bulan, dan 36-48 bulan. Evaluasi semen dilakukan pada semua kelompok umur. Pemilihan domba jantan garut tipe tangkas didasarkan pada sifat kualitatif dan kuantitatif. Sifat kualitatif (bentuk tanduk) yang dipilih oleh petani ialah gayor (44,44%), ngabendo (33,33%), leang (16,67%), dan ngagolong tali (5,56%). Sifat kuantitatif meliputi bobot badan, lingkar skrotum, dan panjang skrotum pada domba jantan, yang meningkat sampai kelompok usia 18-24 bulan. Evaluasi semen menunjukkan nilai tertinggi ditemukan pada kelompok usia 18-24 bulan. Bentuk tanduk tipe tangkas tidak memiliki korelasi dengan bobot badan, lingkar skrotum, dan panjang skrotum garut jantan secara statistik
    corecore