62 research outputs found
KELAYAKAN PUSAT KOTA MANADO SEBAGAI DESTINASI PARIWISATA
Manado, kota yang sudah berusia 387 tahun memiliki sejarah yang panjang dalam perkembangan kota. Keragaman warisan sejarah, budaya, nilai dan pola hidup masyarakat serta kepercayaannya, tercermin dalam wujud fisik kota. Dari segi historis Pusat Kota Manado bertumbuh di sekitar daerah pelabuhan lama, adalah lokasi yang menjadi embrio pertumbuhan kota Manado. Di kawasan ini peradaban kota terbentuk. Peninggalan sejarah berupa artefak (bangunan, arsitektur, prasarana fisik dan benda fisik lainnya) merupakan aset wisata yang memberikan ciri Pusat Kota Manado. Pusat Kota Manado,sebagai historic city, diperkaya oleh lokasinya yang berada di pesisir pantai dan sungai sehingga memiliki daya tarik lingkungan alami. Sayangnya potensi alami dan peninggalan peradaban kota belum ditunjang oleh infrastruktur yang memadai dan elemen perancangan kota. Demikian pula, obyek wisata yang ada belum kompak membentuk unity citra/identitas pusat kota. Urban heritage di pusat kota masih bersifat statis. Artefak sejarah, budaya dan kondisi/ekspresi sosial mayarakat tidak dikembangkan secara integratip dan saling melengkapi/memperkuat. Padahal artefak yang ada jika ditunjang oleh kondisi kawasan yang dinamis akan “menghidupkan kawasan” (tercipta animasi urban) dan menarik wisatawan untuk melakukan aktivitas pariwisata. Kata kunci : Pusat Kota Manado, wisata sejarah, wisata alam, wisata kota, destinasi pariwisat
IMPLEMENTASI KONSEP ZERO ENERGY BUILDING (ZEB) DARI PENDEKATAN ECO-FRIENDLY PADA RANCANGAN ARSITEKTUR
Perkembangan pembangunan diiringi kemajuan teknologi yang semakin tinggi saat ini, menyebabkan bangunan menjadi bagian dari beban lingkungan hidup yang besar. Hal ini dibuktikan oleh data yang menyatakan bahwa Sektor bangunan menyerap sebesar 40% sumber energi dunia, bahkan di Indonesia, sektor ini bertanggung jawab terhadap 50% dari total pengeluaran energi, dan lebih dari 70% konsumsi listrik secara keseluruhan (EECCHI, 2012). Dari besarnya penggunaan energi tersebut, sektor bangunan berkontribusi terhadap 30% emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia. Dampak konsumsi energi bangunan yang besar terhadap alam, tentunya menyebabkan kondisi sumber daya alam khususnya sumber – sumber tak terbarukan menjadi  semakin langka dan akan sulit diakses dalam beberapa tahun mendatang. Menanggapi hal tersebut, maka diperlukan pendekatan secara ramah (Eco-Friendly) bagi setiap perancangan bangunan.Pendekatan bangunan secara ramah (Eco-Friendly Architecture) atau yang disebut juga Arsitektur Hijau, menghasilkan beberapa konsep perancangan arsitektur seperti: Conserving Energy ( Hemat Energi), Working with Climate (memanfaatkan kondisi dan sumber energy yang alami), Respect for site (menanggapi keadaan tapak pada bangunan), Respect for User (memperhatikan pengguna bangunan), Limitting New Resources (meminimalkan sumber daya baru), dan Holistic. Dengan latar belakang isu sumber energi tak terbarukan yang mulai menipis serta dampak buruk yang dihasilkan akibat konsumsi energy (tak terbarukan) bagi lingkungan, maka akan lebih baik bila dalam perancangan pembangunan lebih berfokus pada usaha konservasi dan efisiensi energi bangunan sehingga menjadi rancangan bangunan rendah energi. Bahkan tidak hanya mampu menghemat energi tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri ( Bangunan Nol Energi).Konsep Zero Energy Building (ZEB) adalah terciptanya bangunan hijau yang dapat menghasilkan energi terbarukan yang cukup secara lokal untuk menyamai atau melebihi penggunaan energi dalam periode yang ditentukan. Pada dasarnya, dalam mengaplikasikan konsep ZEB yang harus diperhatikan adalah bagaimana menyeimbangkan antara jumlah sumber daya yang dipakai dengan jumlah sumber daya yang dihasilkan. Dengan konsep tersebut, desain bangunan akan memegang peranan yang sangat penting untuk mengurangi konsumsi sumber daya sebanyak mungkin, dan beban untuk menghasilkan sumber daya menjadi lebih ringan.  Kata Kunci : Zero Energy Building, Hemat Energi, Eco-Desig
ARSITEKTUR TEPI AIR
ABSTRAKDasar pemikiran makalah ini yaitu semakin berkembangnya konsep pengembangan Kota Tepi Air yang sudah banyak diadopsi oleh banyak Negara didunia.Kawasan tepi air (waterfront) merupakan bagian elemen fisik kota yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan yang hidup (livable) dan tempat berkumpul masyarakat. Dalam perkembangannya Konsep Waterfront di beberapa Negara didunia memiliki konsep yang cenderung sama.Pengembangan waterfront seharusnya mampu di olah secara optimal untuk menonjolkan potensi serta karakteristk daerah masing-masing. Untuk menghadirkan konsep pengembangan yang efektif dan fungsional, maka perlu dikendalikan dengan mempertimbangkan aspek baik dari segi fisik maupn non fisik. Dengan penekanan terhadap Apek Lingkungan Maupun Fungsi. Aspek-aspek pertimbangan diperoleh berdasarkan studi literatur. Hasil studi menunjukkan bahwa dalam pengembangan waterfront penting untuk mengharmoniskan antara kota/lahan dan air agar keduanya dapat berperan timbal balik. Hubungan timbal balik antara keduanya dapat mewujudkan suatu lingkungan yang tertata dengan baik juga menghadirkan fungsi-fungsi yang mewadahi kegiatan dalam kawasan tepi air secara lebih efektif dan fungsional.Kata Kunci : arsitektur, tepi ai
Perencanaan Prasarana dan Sarana di Kawasan Sekitar Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Likupang Kabupaten Minahasa Utara: Infrastructure and Facilities Planning Around Area of Tourism National Strategic Area Likupang North Minahasa Regency
Abstrak
Pembangunan prasarana dan sarana dasar maupun pariwisata merupakan aspek penting dalam pengembangan wilayah. Pada 15 Juli tahun 2019 di tetapkan 5 destinasi wisata prioritas termasuk Likupang. Sesuai peraturan dan deliniasi kawasan, KSPN berada di Kecamatan Likupang Timur dan untuk kawasan sekitar KSPN yaitu Kecamatan Likupang Selatan dan Likupang Barat. Kecamatan tersebut merupakan kecamatan sebagai penunjang KSPN Likupang dan diperlukan sinergitas antar kawasan agar saling menguatkan daerah masing-masing. Dalam penelitian ini menggunakan analisis Statistik Deskriptif dan mengacu aturan terkait SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan dan Peraturan menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 01/PRT/M/2014 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Kebutuhan prasarana-sarana dasar & pariwisata di kawasan sekitar KSPN Likupang yaitu: jalan, drainase, listrik, telekomunikasi, air bersih, pengelolaan limbah, persampahan, pendidikan, kesehatan dan peribadatan. Sedangkan prasarana pariwisata yaitu: Penunjuk arah, toilet & kamar ganti, toko souvenier, rumah makan, gapura dan dive center.
Kata kunci : Prasarana dan Sarana Dasar & Pariwisata; Sinegritas Wilayah; KSPN Likupang.
Abstract
The development of basic infrastructure and facilities as well as tourism is an important aspects of regional development. On July 15, 2019, 5 priority tourist destinations, including Likupang. According to regulations and regional delineation, KSPN is located in East Likupang District and for the area around KSPN, namely South Likupang and West Likupang Districts. The sub-district is a sub-district as a supporter of the Likupang KSPN. This study uses descriptive statistical analysis and refers to related rules: SNI 03-1733-2004 concerning Procedures for Planning for Housing Environments in Urban and Minister of Public Works Regulation of the Republic of Indonesia No. 01/PRT/M/2014 concerning Minimum Service Standards for Public Works and Spatial planning. The need for basic infrastructure & tourism in the area around the Likupang KSPN: the road network, drainage, electricity, telecommunications, clean water network, waste management, educational facilities, health facilities, and worship facilities. As for the tourism infrastructure, it consists of: directions, toilets & changing rooms, souvenir shops, restaurants, gates, and dive centers.
Keywords: Basic Infrastructure and Facilities & Tourism; Regional Synergy: KSPN Likupang
TINGKAT KETIMPANGAN WILAYAH DI KABUPATEN DARATAN DAN KABUPATEN KEPULAUAN. STUDI KASUS: KABUPATEN MINAHASA TENGGARA DAN KABUPATEN KEPULAUAN SITARO
Ketimpangan wilayah merupakan salah satu permasalahan yang masih umum terjadi di Negara Indonesia. Beberapa daerah mengalami kemajuan yang cepat namun di beberapa daerah lainnya mengalami ketertinggalan terutama pada daerah kepulauan yang sering terisolir karena pebedaan karakteristik wilayah dengan daerah daratan. Penelitian ini dilakukan di salah satu daerah daratan dan kepulauan di Provinsi Sulawesi Utara tepatnya di Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kabupaten Kepulauan Sitaro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketimpangan wilayah berdasarakan PDRB menggunakan Index Williamson dan mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan wilayah dengan analisis factor PCA serta membentuk tipologi perkembangan wilayah dengan analisis gerombol (clustering analysis). Hasil dari penelitian ini adalah tingkat ketimpangan wilayah di Kabupaten Kepulauan Sitaro lebih tinggi daripada Minahasa Tenggara dan factor yang sangat berpengaruh terhadap ketimpangan di kepulauan sitaro adalah kontribusi PDRB dan aksesibilitas. Pembentukan tipologi perkembangan wilayah terbagi kedalam 3 cluster. Kecamatan yang termasuk dalam cluster 1 mempunyai tingkat perkembangan wilayah tinggi, cluster 2 sedang dan cluster 3 perkembangan wilayah rendah. Kata kunci: Ketimpangan wilayah; Kepulauan; Index Williamson; Factor pengaruh ketimpangan; Tipologi perkembangan wilaya
KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR DI KECAMATAN WANEA KOTA MANADO
Bertambahannya jumlah penduduk di sebuah wilayah maka akan meningkatkan kebutuhan lahan. Lahan penting bagi setiap mahluk hidup sebagai tempat tinggal dan beraktivitas ekonomi.. Intensistas curah hujan yang tinggi, secara alami dapat memicu terjadinya bencana alam tanah longsor. Faktor lainnya yaitu pendayagunaan sumberdaya alam yang secara tidak teratur atau melampuai daya dukungnya yang akan memicu terjadi bencana tanah longsor. Kota Manado merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi Utara. Kota Manado yang wilayah daratnya didominasi oleh kawasan perbukitan sehingga rentan terhadap longsor. Kecamatan Wanea merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota Manado yang memiliki karakteristik wilayah yang berbukit dengan luas wilayah sebesar 643,25 ha. Tujuan penelitian ini adalah :1) Mengidentifikasi karakteristik fisik di Kecamatan Wanea, 2) Mengetahui tingkat kerawanan longsor di kecamatan Wanea, 3) menganalisis pemanfaatan lahan yang ada dikecematan Wanea. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial dengan teknik skoring. Berdasarkan hasil analisis diperoleh karakteristik fisik kemiringan lereng dengan lima jenis kemiringan lereng yaitu datar, landai, agak curam, dan sangat curam,tingkat kerawanan longsor mendominasi di tingkat kerawanan tidak rawan, agak rawan, cukup rawan, rawan, sangat rawan. Pengunaan lahan yang ada yaitu permukiman, pertanian lahan kering, kebun campuran, perdangang dan jasa, ruang terbuka, semak belukar,dan perkantoran. Kata Kunci: Pemanfaatan lahan, longsor , rawan bencan
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERADAAN PERMUKIMAN DI KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI SOPUTAN
Desa Kuyanga, Desa Silian Satu berada di Kecamatan Tombatu Utara dan Kecamatan Silian Raya Kabupaten Minahasa Tenggara dan Desa Kotamenara di Kecamatan Amurang Timur merupakan desa yang dekat dengan Gunung Saputan, ketiga desa masuk radius 10 Km dari kawah gunung Api Soputan. Bila terjadi letusan berpotensi terlanda hujan abu dan dapat terkena lontaran batu (pijar) yang meyebabkan kerugian material maupun korban jiwa. Namun masyarakat tetap bermukim di daerah tersebut dalam beberapa faktor. Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan faktor yang mempengaruhi keberadaaan permukiman di kawasan rawan bencana (KRB) I Gunung Api Soputan. Penelitian menggunakan analisis spasial dan analisis deskriptif statistik yaitu menggunakan tabel frekuensi. Hasil penelitian karakteristik permukiman ketiga desa yaitu, Desa Kuyanga, Silian Satu dan Kotamenara mempunyai pola permukiman terpusat dengan jenis bangunan yang berbeda, Desa Kuyanga 60 persen masyarakat menghuni bangunan semi permanen diikuti Desa Kotamenara sebesar 53 persen dan Desa Silian Satu sebesar 47 persen. Hasil analisis faktor yang mempengaruhi keberadaan permukiman ketiga desa juga berbeda, Desa Kuyanga faktor yang mempengaruhi adalah faktor akses ke tempat kerja, status kepemilikan rumah, dan dampak erupsi. Desa Silian satu dengan faktor hasil pendapatan kerja, pendidikan terakhir dan mempunyai kerabat sedangkan Desa Kotamenara hanya faktor erupis saja yang mempengaruhi.Kata kunci:.Karakteristik Permukiman, Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Api, Faktor Keberadaaan Permukima
ANALYSIS OF OBSTACLES TO LAND ACQUISITION FOR THE CONSTRUCTION OF MANADO – MINUT – BITUNG RAILROAD
Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu fokus utama dari Pemerintah saat ini, dimana satu diantaranya ialah infrastruktur transportasi. Pemerintah telah mencanangkan satu rencana pembangungan kereta api yang melintasi 3 kabupaten/kota diantaranya Manado, Minahasa Utara dan Bitung di Provinsi Sulawesi Utara dalam mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi eksisting lahan yang akan dilintasi jalur kereta api dan menganalisis faktor hambatan dalam pengadaan lahan jalur kereta api Manado, Minahasa Utara dan Bitung. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif – kuantitatif dengan menganalisis kondisi eksisting lahan dan selanjutnya melakukan analisis deskriptif faktor hambatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa lintasan jalur kereta api melalui beragam kondisi fisik lingkungan alami maupun buatan yang telah ada sebelumnya serta dalam faktor hambatan pembangunan dari aspek fisik alami dilihat dari topografi wilayah terdapat hambatan pada segmen A1, A2, A4 dan B3 yang memiliki ketinggian berbeda dengan selisih 10-30 meter dan terdapat mata air pada segmen A4, selanjutanya aspek fisik buatan terdapat hambatan dimana trase melewati beberapa lokasi lahan permukiman dan bangunan hunian, perkantoran, fasilitas publik dan lahan milik pribadi, dan untuk aspek non fisik terdapat hambatan dari sebagian kecil pemilik lahan yang tidak setuju untuk diadakan pengadaan lahan untuk pembangunan jalur kereta api. Kata Kunci: Faktor Hambatan, Lahan, Jalur Kereta Api AbstractOne of the key goals of the government is infrastructure development, which includes transportation infrastructure. In order to promote economic development and expansion, the government has announced a plan to construct a train that passes through three provinces/cities in North Sulawesi, including Manado, North Minahasa, and Bitung. In order to examine the barriers to acquiring land for the Manado, North Minahasa, and Bitung railway lines, this study will first identify the present circumstances of the land that the railway line will cross. By first examining the current state of the land and then performing a descriptive analysis of the impediment elements, the analytical method used is descriptive qualitative-quantitative. The findings demonstrated that the railroad track passed through various physical conditions of the natural and artificial environments that had existed in the past as well as development barrier factors. From the natural physical aspect seen from the topography of the area, there were obstacles in segments A1, A2, A4, and B3 that had different heights with a difference of 10 to 30 meters and there is a spring in the A4 segment. As the trace passes through several locations with residential land, residential buildings, offices, public facilities, and privately owned land, there are artificial physical obstacles that need to be overcome. Additionally, there are non-physical obstacles caused by a small number of landowners who refuse land acquisition for the construction of the railway line.Keyword: Obstacles, Land, Railroa
- …