37 research outputs found

    Penataan Arsip Desa Berbasis Teknologi Informasi Dalam Peningkatan Kualitas Pela Yanan Publik Di Kabupaten Banyumas

    Get PDF
    Kelancaran pemerintahan tidak lepas dari peran strategis arsip t erutam a dalam mendukung pemerataan pembangunan dan peningkatan pelayanan publik. Berbagai kegiaian seperti pelaksanaan program pembangunan, proses demokratisasi tidak lepas dari penataan kearsipan yang handal dan profesiona/. Kebut uhan akan informasi yang jelas, data penduduk yang akurat, kondisi pemasyarakatan, dan berbagai kegiatan pemerintahan menjadi ha! yang urgens. Timbulnya permasa/ahan seperti, pembagian Raskin yang tidak tepat sasaran, Jamkesmas, kekisruhan DPT, dan gangguan keamanan tidak lepas dari tidak adanva penataan kearsipan yang baik. Guna mengatasai ha/ tersebut, diperlukan perbaikan performance dari lembaga pemerintah, Terutama di tingkat desa sebagai basic permasalah an yang berkaitan dengan sumber data tepat dan akurat. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki sistem kearsipan desa melalui pemanfaatan Teknologi informasi. Penataan arsip tidak hanya proses menyimpan, tetapi perlu secara dinamis dan mudah untuk digunakan

    The Success of Collaborative Governance to Protect Communities from Infectious Diseases in Wonosobo Regency

    Get PDF
    This study analysed collaborative governance in the prevention of infectious diseases: TB-HIV/AIDS. Vulnerable communities were those highly at risk of being infected by these diseases. With no cure to be found yet, HIV/AIDS constantly became a major problem to our public health. This condition, by no means, could be solved by government alone. The increasing of TB and HIV/AIDS cases in Wonosobo Regency throughout the years called for better solution to stop their transmission even further. Long bureaucratic, procedural, and closed governance was no longer effective in dealing with such crisis. Thus, a change in our governance strategy was of essential. This research used qualitative descriptive methodology to explain collaborative governance effort in preventing the widespread of infectious diseases. Data was gathered through in-depth interview and secondary sources. The subjects of this study were NGOs, religious organizations, foreign institutions, and local governments, legislative institutions and educational institutions. The result of this study indicated that the involvement of public sector in dealing with infectious diseases had improved. Local government adopted a communicative, transparent, accountable, and service�oriented approach towards vulnerable communities, increasing community awareness and participation in taking care of infected individual

    Efektifitas Komunikasi Organisasi Dalam Perumusan RPJMDES Berbasis Button Up Di Desa Tambaksogra Sumbang Banyumas

    Get PDF
    Artikel ini mendiskusikan pentingnya efektifitas komunikasi organisasi dalam merumuskan rencana pembangunan jangka menengah Desa (RPJMDES). Desa tanpa RPJMDes yang akuntabel tidak dapat menjalankan pembangunan desanya secara terencana, terarah dan keberlanjutan. Masalahnya desa tidak mampu merumuskan perencanaan desa dengan baik. Akibatnya pembangunan desa tidak responsibel, terarah dan terintegrasi dalam pembangunan desanya. Tujuan penelitian ini adalah menganalis pentingnya efektifitas komunikasi organisasi dalam mencapai keberhasilan perumusan RPJMDes yang button up model. Metode penelitian ini adalah kualititatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observati dan pengamatan langsung dalam proses penyusunan RPJMDes. Hasil penelitian menunjukkan komunikasi organisasi yang efektif penting antar lembaga desa untuk merumuskan, memetakan potensi desa yang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu komunikasi organisasi yang efektif dapat memperlancar tahapan perumusan RPJMDes di Desa Tambaksogra

    The Vulnerability of Male Gender and State Response in the Female Labor Protection Policy: A Case Study of New Industrial Communities in Purbalingga Regency

    Get PDF
    This article discusses the role dominance female gender in the public domain compared to male. So far, gender relations always place female in subordinate conditions and in one condition, male dominate. Minimal gender relations are assessed from the opposite condition. Male is subordinated and female dominate, where male is more vulnerable than female. The purpose of this article is to analyze the vulnerability of male in the labor family in the state's response to female labor protection policies. The research method used is a mixed method, an approach that combines quantitative methods with survey and qualitative approaches with in-depth interviews. The results of this study indicate new gender relations in the family of workers. Female workers become the main breadwinner, gain trust in financial institutions, and develop economic networks through the plasma industry by empowering the surrounding community and accessibility to work. Meanwhile, male is in vulnerable positions with limited employment opportunities, lower income, and feel ashamed of domestic roles. Besides, state response in public policy is less favorable to male in employment; countries in responding to the implications of the emergence of new gender relations still assume female domination in the domestic sphere. In view of this, the local government of Purbalingga Regency should do the following; a) develop family care policies by assuming new female gender roles that are more dominant in the public sphere. b) Build awareness of the advancement of female as a positive thing in realizing a harmonious family by the role of new males who have high gender awareness

    Kebijakan Sosial Berbasis Gender Dalam Mewujudkan Desa Ramah Perempuan

    Get PDF
    Urgensi pembangunan desa ramah perempuan melalui kebijakan sosial berbasis gender di desa pinggiran perkotaan diharapkan menjadi jawaban permasalahan ketidakseteraan gender dalam pembangunan pedesaan. Perempuan dan pembangunan pedesaan masih dihadapkan pada masalah pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Prioritas dan kesempatan pendidikan masih minim, dibidang kesehatan lebih sekedar obyek program pembangunan dari tingkat pusat sampai tingkat desa, demikian pula dibidang ekonomi perempuan dianggap sebagai pelengkap dalam mencarai nafkah. Sisi lain perempuan dalam kesempatan dan aksesibilitas untuk berpartisipasi pada pembangunan pedesaan masih terbatas. Selain itu aspek anggaran melalui dana desa masih mengutamakan pembangunan fisik. Permasalahan pembangunan pedesaan yang belum terselesaikan terutama pembangunan pedesaan ramah perempuan perlu dirumuskan dengan keterlibatan berbagai pihak melalui advokasi kebijakan. Proses penyadaran untuk merumuskan kebijakan sesuai dengan kebutuhan perempuan desa

    PENGARUH FAKTOR DETERMINAN TERHADAP KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PROGRAM KAMPUNG KELUARGA BERENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS

    Get PDF
    Abstrak Permasalahan dalam implementasi program Kampung keluarga berencana hingga saat ini masih banyak mengalami kendala, sehingga realisasi program KB bagi masyarakat masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji faktor  komunikasi, sumber daya, disposisi, struktur birokrasi terhadap tingkat keberhasilan implementasi program Kampung KB. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Banyumas, menerapkan metode penelitian kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis regresi. Hasil penelitian menggambarkan keberhasilan implementasi program Kampung KB mengalami peningkatan, meliputi pencapaian program Tribina 67% dan tingkat kesadaran masyarakat dalam program Kampung KB 71,1% sehingga mampu mendorong pertumbuhan pencapaian keikutsertaan Program KB, peningkatan keharmonisan rumah tangga dan keikutsertaan masyarakat dalam penggunaan produk KB. komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi memiliki pengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan implementasi program Kampung KB. Sumber daya memiliki pengaruh yang lemah terhadap keberhasilan implementasi program Kampung KB yang disebabkan perencanaan kegiatan dan anggaran, sarana dan prasarana kurang sesuai dengan kebutuhan alokasi di lapangan. Namun pelaksanaan program tetap didukung terpenuhinya kebutuhan SDM pelaksana teknis sebagai tenaga lini lapangan dengan sebagian besar IMP atau kader memiliki masa kerja lebih dari lima tahun sehingga sudah memiliki ketrampian dan pengalaman dalam program Kampung KB. Sebagai kesimpulan peningkatan keberhasilan program Kampung KB ditentukan oleh faktor komunikasi yang jelas dan berkelanjutan, disposisi para implementator khususnya IPM sebagai tenaga lini lapangan, dan struktur birokasi perangkat daerah dan BKKBN. Sumber daya masih menjadi faktor penghambat program disebabkan sistem perencanaan kegiatan dan anggaran yang bersifat topdown yang berdampak pada ketidak sesuaian rencana kegiatan dan alokasi anggaran dengan kebutuhan prioritas kelompok sasaran.   Kata Kunci: Disposisi, Implementasi, Komunikasi, Program Kampung KB, Struktur Birokrasi, Sumber Day

    PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA (P3MD) DI KABUPATEN BANYUMAS

    Get PDF
    Abstrak Program  Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah, program tersebut dimulai sejak tahun 2015. Program yang berlangsung lama tersebut rupanya belum dapat mewujudkan masyarakat yang berdaya. Hal tersebut ditandai dengan masih tingginya angka kemisikinan dan masih lemahnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan. Tujuan dari penelitian ini yaitu: untuk mendeskripsikan dan menjelaskan gagalnya Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD)  dalam memberdayakan masyarakat di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan lokasi penelitian di Kabupaten Banyumas dengan lokus Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas yang terdiri dari 20 desa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kabupaten Banyumas belum berhasil dalam memberdayakan masyarakat agar bisa berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan karena pendampingan yang ada baru dapat mewujudkan partisipasi yang ada masih sebatas mobilisasi, belum merupakan partisipasi yang sesungguhnya. P3MD gagal dalam memberdayakan masyarakat karena belum dapat meningkatkan kapasitas lembaga kemasyarakatan sebagai organisasi lokal di Kabupaten Banyumas dengan baik. Kapasitas organisasi lokal masih lemah karena belum pendampingan yang kurang intensif sehingga para pengurus organisasi lokal belum memiliki bekal yang cukup tentang ilmu-ilmu pemberdayaan.   Kata Kunci: Pemberdayaan Masyarakat, Pembangunan Desa, Organisasi Lokal Abstract The Village Community Development and Empowerment Program (P3MD) is an effort to develop community independence and welfare by increasing knowledge, attitudes, skills, behavior, abilities, awareness, and utilizing resources through establishing policies, programs, activities, and assistance that are in accordance with the essence of the problem and prioritize the needs of the Village community. In Banyumas Regency, Central Java Province, the program was started in 2015. It seems that this long-running program has not been able to create an empowered society. This is indicated by the still high poverty rate and the weak community involvement in the development process. The purpose of this study is: to describe and explain the failure of the Village Community Development and Empowerment Program (P3MD) in empowering communities in Banyumas Regency. This study used qualitative methods with research locations in Banyumas Regency with the locus of Cilongok District, Banyumas Regency consisting of 20 villages. The conclusion of this research is that the Village Community Development and Empowerment Program (P3MD) in Banyumas Regency has not been successful in empowering the community to actively participate in development planning, implementation and monitoring because the existing assistance can only realize that existing participation is still limited to mobilization, not yet participation. The real. P3MD failed to empower the community because it had not been able to properly increase the capacity of social institutions as local organizations in Banyumas Regency. The capacity of local organizations is still weak because there is no less intensive assistance so that the administrators of local organizations do not have sufficient knowledge about empowerment.     Keywords: Community Empowerment, Village Development, Local Organizations

    Penerapan Prinsip Transparansi Dalam Tata Kelola Pasar Tradisional Dan Pasar Modern Di Kabupaten Pemalang

    Get PDF
    Markets have an important role as a means of fulfilling community needs and also the economic welfare of a region. The government is responsible for authorizing the existence of markets, both traditional markets and modern markets. The aim of this research is to determine the transparency of traditional market and modern market governance policies in Pemalang Regency. This research uses a qualitative descriptive research method with a case study approach and the data required is primary and secondary data obtained through observation, interviews and documentation. The results of this research use the transparency dimension which shows that there is openness of the Pemalang Regency regional government in determining governance policies in traditional markets and modern markets in Pemalang Regency. The inhibiting factors in implementing this policy are communication between regional governments and third parties, cooperation partners, and inaccuracies in regional government strategies

    Pengembangan Network Governance Dalam Meningkatkan Daya Saing Petani Bawang Merah Di Era Pasar Bebas

    Get PDF
    Petani bawang rnerah di era pasar bebas menjadi kelornpok yang lemah dan di rugikan karena ketidakberdayaannya sebagai komunitas yang tidak memiliki daya saing dalam menghadapinya. Akibatnya Petani bawang rnerah menjadi termarginalkan dalam persaingan dan tingkat kesejahteraanya. Upaya pemberdayaan dan responsibilitas pemerintah lokal tidak mampu memberikan jawaban permasalah petani bawang merah ini. Padahal petani dan komunitas ba wang merah memiliki modal sosial yang seharusnya di konfigurasikan sebagai alternative kebijakan yang efektif dalam menghadapi pasar bebas. Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengembangan networking governance dalam mernoerkuar posisi tawar petani bawang merah di era pasar bebas. Metode penelitian yang di gunakan adalah kualitatif deskriftif dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan, lemahnya networking governance dalam membentuk relasi dan interaksi antar aktor di komunitas bawang merah. Pemerintah daerah tidak optimal, dalam mensinkronkan dan mengkoordinasikan antar lembaga untuk memperkuat posisi tawar petani bawang merah. Rendahnya kemampuan pengembangan networking, seperti perusahaan lndomie, KUD, organisasi lokal, pedagang pengepul dan petani. Regulasi dan aturan main yang tidak berjalan efektif dalam melindungi petani untuk menghadapi tekanan mebanjirnya bawang merah impor
    corecore