17 research outputs found

    PEMBELAJARAN DARI PROJEK PERCONTOHAN REDD+ PADA FASE PERSIAPAN DAN KESIAPAN

    Get PDF
    Sejak 2008 Kementerian Kehutanan telah memulai program pengujian penerapan REDD+ di Indonesia melalui projek percontohan. Pada level subnasional, Kalimantan sangat relevan berkontribusi dalam mekanisme REDD+. Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya projek-projek yang mendukung kegiatan percontohan di Kalimantan. Projek-projek percontohan ini juga menjadi dasar pengujian untuk menjawab pertanyaan sebelum menyusun dan melaksanakan kebijakan REDD+ nasional di masa mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data, informasi, dan gambaran awal projek dan kegiatan percontohan REDD+ serta mengamati pola yang muncul dalam berbagai gambaran projek REDD+ di level subnasional dan implikasinya untuk mewujudkan REDD+. Penilaian dilakukan terhadap beberapa projek dan kegiatan percontohan REDD+ di Kalimantan berdasarkan dokumen projek serta wawancara semiterstruktur dengan para pemrakarsa projek dan pemangku kepentingan. Informasi yang tersedia dimaksudkan untuk memfasilitasi pemahaman dalam pembelajaran yang dapat digunakan untuk pembuatan rancang-an penelitian. Semua corak yang berbeda mengenai projek REDD+ di Kalimantan ini dapat memberikan pelajaran berharga untuk memanfaatkan hutan guna memperlambat perubahan iklim.Kata kunci : projek percontohan REDD+, kegiatan percontohan, kalimantanSince 2008 The Ministry of Forestry has been embarking on a program to test the implementation of Reducing Emission From Deforestation and Forest Degradation (REDD+) in Indonesia through a pilot project. At the sub-national level, the provinces of Kalimantan are the most relevant contributors to the REDD+ mechanism. It is proved with the growing projects which support the pilot activities in Kalimantan. These pilot projects also provide a basic test for answering some questions before structuring and implementing the national REDD+ policies. This study aims to obtain data, early information and description of REDD+ pilot projects and activities in Kalimantan, and to observe the emerging patterns in the sub-national landscape of REDD+ projects and its implications to realise REDD+. An assessment has been conducted to these REDD+ pilot projects and activities based on a review of project documents, semi structured interviews with project proponents and stakeholders. This available information is intended to facilitate understanding in the learning process and sharing of early lessons that can be used for designing future research on REDD+ pilots. All of these different patterns of REDD+ projects in Kalimantan can offer valuable lessons for harnessing forests to mitigate climate changes.Keywords: reducing emission from deforestation and forest degradation (REDD+), pilot projects and activities, kalimanta

    Kajian Aplikasi Kebijakan Hutan Kota di Kalimantan Timur

    Full text link
    Dalam rangka mendukung upaya pengembangan dan pengelolaan hutan kota diperlukan sebuah tindakan dari pengawasan legal. Pemerintah telah mendukung USAha-USAha ini dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No.63/2002 tentang hutan kota dan kebijakan teknis berupa Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/2009 tentang pedoman penyelenggaraan hutan kota. Hasil penelitian pada empat kota di Kalimantan Timur (Samarinda, Balikpapan, Bontang dan Tarakan) menunjukkan bahwa, dasar legal (lingkup dan penegakan hukum) lebih banyak tentang rencana tata ruang wilayah sebagai isu strategis. Sebagai derivasi dari peraturan nasional, peraturan daerah diharapkan mendukung di dalam upaya pengembangan dan pengelolaan hutan kota pada level regional. Pemerintah daerah dapat mengeluarkan peraturan daerah untuk petunjuk teknis dalam strategi jangka pendek. Hingga tahun 2011, hanya kota Tarakan yang telah menetapkan peraturan daerah tentang hutan kota, tetapi semua kota tersebut telah menetapkan lahan berhutan sebagai hutan kota dari wilayah perkotaan meskipun belum mencapai target 10 persen. Selain itu, kebanyakan peraturan daerah dari empat kota tersebut relatif sedikit memberi perhatian bagi kebijakan kepemilikan lahan swasta. Dalam kajian ini, peraturan daerah tentang hutan kota yang ada di Kalimantan Timur dikaji, termasuk aspek hukum serta para pihak dan peranannya dalam pengelolaan hutan kota

    PELATIHAN PEMBUATAN BAHAN AJAR BERBASIS MULTIMEDIA BAGI GURU DI KOTA SAMARINDA

    Get PDF
    PELATIHAN PEMBUATAN BAHAN AJAR BERBASIS MULTIMEDIA BAGI GURU DI KOTA SAMARIND

    Program Initiatives Developed In REDD + Implementation Efforts In East Kalimantan

    Full text link
    As a commitment to support the Nationally Determined Contribution (NDC), the provincial government of East Kalimantan through the Green Growth Compact (GGC) Declaration in 2016 has agreed to build program initiatives or prototype initiatives. This paper aims to provide information on eight program initiatives developed and the involvement process of the parties which became the umbrella of the agreement in the operationalization activities. The collection of data and information was done through desk or document study, interview and observation. Data were analyzed with content analysis techniques. The eight initiatives of the program are: (1) strengthening the acceleration of implementation and achievement of Social Forestry; (2) institutional strengthening of Forest Management Units (KPH); (3) management of the essential ecosystem for orangutan corridor in the Wehea-Kelay Landscape area; (4) partnership development in the Mahakam Delta Area; (5) Berau Forest Carbon Program; (6) sustainable plantation development; (7) climate village and (8) garden and land fire control . The developed program initiatives aim to achieve the Green Kaltim goal by testing the impact of these activities and finding innovative solutions in addressing the challenges of developing and managing natural resources and require cross-sectoral cooperation

    Program Initiatives Developed In REDD + Implementation Efforts In East Kalimantan

    Full text link
    As a commitment to support the Nationally Determined Contribution (NDC), the provincial government of East Kalimantan through the Green Growth Compact (GGC) Declaration in 2016 has agreed to build program initiatives or prototype initiatives. This paper aims to provide information on eight program initiatives developed and the involvement process of the parties which became the umbrella of the agreement in the operationalization activities. The collection of data and information was done through desk or document study, interview and observation. Data were analyzed with content analysis techniques. The eight initiatives of the program are: (1) strengthening the acceleration of implementation and achievement of Social Forestry; (2) institutional strengthening of Forest Management Units (KPH); (3) management of the essential ecosystem for orangutan corridor in the Wehea-Kelay Landscape area; (4) partnership development in the Mahakam Delta Area; (5) Berau Forest Carbon Program; (6) sustainable plantation development; (7) climate village and (8) garden and land fire control . The developed program initiatives aim to achieve the Green Kaltim goal by testing the impact of these activities and finding innovative solutions in addressing the challenges of developing and managing natural resources and require cross-sectoral cooperation

    ANALISIS BIAYA PRODUKSI DAN NILAI TEGAKAN PENGUSAHAAN HUTAN ALAM : Kasus suatu perusahaan di propinsi sumatera selatan

    No full text
    The main source of revenue for forestry  development up to now still depends on natural forest  which is the main source of wood for  the industries. In the utilization of natural forest  the assessment  of  stumpage  value  is  important  to  determine  the profit  margin  that  goes  to goverment as well as to the concession holder. The  objective  of  this  study  is  to  get  clear  picture  on  the  cost  components  of forest concession and to know the stumpage value of forest  land.  To determine the stumpage value a production  cost analysis was done based on a year operation of concession holder. The  results  showed  that  the  cost  components  of  log production  consists  of planning, building main road and skidding road, road maintenance and log houling with total production cost Rp.  58.480,- per  m3 for felled  area of  1000 ha with production  of meranti and mixed species each 22.003,47   m3  and 7. 720, 78 m3,  respectively. Based on profit ratio 35% which went to concession holder there is still surplus which the goverment presently does not collect as forest   owner. Based  on  this  result goverment  revenue in  the forms  of  forest  product  fee, reforestation fund and concession fee can be increased up to 200% from present level. Key Word  : Natural  Forest,  Stumpage  Value,   Forest Concession, Production Cost, Forest Product Fee,  Reforestation Fund, Concession Fee

    Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu Budidaya di Tenggarong, Kalimantan Timur

    Full text link
    Salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah gaharu mutu rendah (medang, sapuan, sabak) dengan penyulingan untuk menghasilkan minyak. Minyak gaharu dimanfaatkan sebagai bahan baku beberapa produk seperti bahan baku parfum, kosmetik, dan obat-obatan tradisional. Penelitian penyulingan gaharu ini bertujuan untuk mengetahui rendemen minyak, produk sampingan, menganalisis biaya, pendapatan dan keuntungan maksimum selama satu periode penyulingan pada industri penyulingan skala rumah tangga. Penelitian dilaksanakan di industri penyulingan minyak gaharu berskala rumah tangga yang terletak di Kelurahan Rempanga, Kecamatan Loa Kulu Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan motivasi kepada berbagai pihak untuk dapat memanfaatkan kayu gaharu hasil budi daya berkualitas rendah seefisien dan semaksimal mungkin melalui diversifikasi produk dengan cara penyulingan untuk menghasilkan minyak gaharu bernilai tinggi. Prosedur pengamatan dilakukan secara langsung selama proses penyulingan. Nilai ekonomi diperoleh dengan menganalisis titik impas (BEP) dan pendapatan maksimum. Hasil penelitian menghasilkan rendemen minyak gaharu sebesar 0,07%. Pada tingkat produksi minyak gaharu sebanyak 30 mililiter (ml) per satu periode produksi dengan harga jual Rp 250.000/mL akan mencapai titik impas jika minyak gaharu yang dihasilkan sebanyak 1,93 ml dengan nilai sebesar Rp 482.159,88 atau Rp 16.071,99/ml (unit). Keuntungan usaha pada tingkat produksi 30 ml minyak gaharu sebesar Rp 3.616.830 (tanpa penjualan ampas serbuk dan hidrosol gaharu) dan sebesar Rp 8.316.830 (dengan penjualan ampas serbuk dan hidrosol gaharu)

    Analisis Finansial Usaha Pengembangan Jenis Dipterokarpa dengan Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia

    Full text link
    Untuk mendukung upaya penanaman jenis Dipterokarpa, diperlukan penelitian tentang analisis kelayakan finansial pengembangan usaha tanaman jenis Dipterokarpa. Penelitian ini dilaksanakan pada dua Perusahaan yaitu PT. Suka Jaya Makmur dan PT. Adimitra Lestari dengan mengetahui komponen-komponen kegiatan yang meliputi kegiatan pengadaan bibit, penyiapan lahan, penanaman, tahapan pemeliharaan dan pemanenan. Hasil analisis finansial di kedua Perusahaan tersebut menunjukkan bahwa pengembangan usaha tanaman jenis Dipterokarpa memberikan harapan keuntungan atau layak diusahakan pada tingkat suku bunga riil 6,78% dengan hasil NPV = 0, BCR = 1 dan IRR = suku bunga yang digunakan, tetapi tidak layak untuk kenaikan suku bunga 14%. Analisa sensitivitas yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya PT. Adimitra Lestari yang cukup kuat menghadapi Perubahan dalam hal kenaikan suku bunga moderat 8%, tetapi nilai BCR-nya hanya sedikit di atas satu yang berarti sangat rentan dan beresiko terhadap kerugian. Sementara menghadapi Perubahan dalam hal penurunan hasil pendapatan sebesar 30% kedua Perusahaan tidak cukup kuat karena tidak memenuhi ketiga kriteria yang dipakai

    Analisis Biaya Produksi dan Nilai Tegakan Pengusahaan Hutan Alam : Kasus suatu Perusahaan di Propinsi Sumatera Selatan

    Full text link
    The main source of revenue for forestry development up to now still depends on natural forest which is the main source of wood for the industries. In the utilization of natural forest the assessment of stumpage value is important to determine the profit margin that goes to goverment as well as to the concession holder.The objective of this study is to get clear picture on the cost components of forest concession and to know the stumpage value of forest land. To determine the stumpage value a production cost analysis was done based on a year operation of concession holder.The results showed that the cost components of log production consists of planning, building main road and skidding road, road maintenance and log houling with total production cost Rp. 58.480,- per m3 for felled area of 1000 ha with production of meranti and mixed species each 22.003,47 m3 and 7. 720, 78 m3, respectively. Based on profit ratio 35% which went to concession holder there is still surplus which the goverment presently does not collect as forest owner. Based on this result goverment revenue in the forms of forest product fee, reforestation fund and concession fee can be increased up to 200% from present level.Key Word : Natural Forest, Stumpage Value, Forest Concession, Production Cost, Forest Product Fee, Reforestation Fund, Concession Fee
    corecore