10 research outputs found

    Kajian Pembangunan Pelabuhan Bagusa di Kabupaten Mamberamo Raya Provinsi Papua

    Get PDF
    Keterbatasan fasilitas dan infrastruktur transportasi laut hampir terjadi di semua daerah Indonesia khususnya di daerah pedalaman Papua yang berlokasi di sungai-sungai. Kabupaten Mamberamo Raya merupakan kabupaten baru yang dimekarkan sejak tahun 2007 dari Kabupaten Induknya yaitu Kabupaten Sarmi. Potensi sumber daya alam yang dimiliki belum dapat dikelola dengan baik untuk memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan perekonomian daerah Mamberamo Raya secara khusus dan Papua secara umum. Melihat potensi sumber daya alam yang ada tidak mungkin dapat dikelola dengan baik jika tidak dimulai dengan menyiapkan fasilitas transportasi yang memadai dan terintegrasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi kebutuhan pembangunan Pelabuhan laut Bagusa di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Location Quotient (LQ) dan analisis pembobotan. Hasil kajian menunjukkan bahwa sektor basis dengan nilai LQ lebih besar 1 yang ada di kawasan hinterland Pelabuhan Bagusa, yaitu sektor pertanian, sedangkan sektor non basis dengan nilai LQ lebih kecil 1, yaitu sektor pertambangan dan penggalian. Kelayakan pembangunan Pelabuhan Bagusa dengan memperhatikan beberapa aspek kriteria, yaitu aspek lokasi, aspek teknis, aspek operasional, aspek prakiraan permintaan jasa angkutan laut, aspek kebutuhan pengembangan, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan berdasarkan analisis pembobotan mendapat jumlah nilai sebesar 77%, sehingga pembangunan Pelabuhan Bagusa dinyatakan layak untuk dibangun. Selain alasan tersebut juga adanya rencana trayek tol laut 2018 akan singgah di Pelabuhan Sarmi dan Teba

    Analisi implementasi masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi indonesia (mp3ei) (studi kasus: pengembangan pelabuhan makasar)

    Get PDF
    Pelabuhan memiliki peranan sangat penting bagi terwujudnya tujuan MP3EI. Disisi lain, bila MP3EI dapat diimplementasikan dengan baik, maka implikasinya adalah pertumbuhan lalu lintas barang melalui pelabuhan menjadi lebih tinggi sesuai dengan berkembangnya aktivitas ekonomi wilayah. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji perkembangan ekonomi regional Sulawesi Selatan dan dampaknya pada pengembangan Pelabuhan Makassar, (2) menganalisis kebutuhan fasilitas Pelabuhan serta (3) menganalisis kebijakan dan strategi pengembangan Pelabuhan Makassar. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Location Quotient (LQ), analisis time series, analisis kebutuhan dan analisis AHP. Jenis dan sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling untuk penentuan lokasi maupun responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor basis dengan nilai LQ > 1 yang ada di kawasan hinterland Pelabuhan Makassar, yaitu sektor Pertanian, subsektor Pertambangan bukan migas, listrik dan air bersih, sedangkan sektor non basis dengan nilai LQ < 1 yaitu sektor Bangunan/konstruksi, subsektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, sektor Kehutanan, Industri pengolahan, peternakan, sektor Perdagangan, Hotel & Restoran, sektor Pengangkutan dan komunikasi dan sektor Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan. Dengan kondisi perekonomian regional maka pengembangan Pelabuhan Makassar perlu mengantisipasi perubahan sesuai dengan perkembangan sektor-sektor tersebut. Kebutuhan pengembangan fasilitas dan peralatan Pelabuhan Makassar dalam menunjang sektor basis dan non basis berdasarkan skenario moderat, pada tahun 2016 diproyeksikan BOR akan mencapai 60.94%, sehingga diperlukan penambahan dermaga sebanyak 1 unit dan penambahan Container Crane (CC) sebanyak 2 buah. Dengan demikian pada tahun 2019 jumlah peralatan yang dibutuhkan adalah 7 unit CC, 14 unit TT, dan 26 Headtruck. Luas lapangan penumpukan yang ada saat ini seluas 170.000 m2 tidak mencukupi kebutuhan tahun 2016 sebesar 175.126 m2 karena diprediksikan arus peti kemas yang masuk ke Pelabuhan Makassar mencapai 913.158 TEUs sehingga pada tahun 2016 dibutuhkan penambahan lapangan penumpukan seluas 5.126 m2 dan 47.895 m2 pada tahun 2021. Prioritas utama kebijakan pengembangan Pelabuhan Makasar adalah fasilitas pokok wilayah daratan dengan nilai 55%. Fasilitas yang menjadi prioritas utama adalah lapangan penumpukan lini satu dengan nilai 65,5% karena arus barang pada Pelabuhan Makassar sudah tinggi sehingga perlu untuk penambahan lapangan penumpukan agar dapat menampung laju arus petikemas serta barang ekspor dan impor dari sektor basis dan non basis di wilayah Makassar

    Analisis Kapasitas Teknis Struktur Dermaga Pelabuhan Lampia

    Get PDF
    PT. Sinergi Perkebunan Nusantara plans to use the Lampia port for shipping of Crude Palm Oil (CPO). Lampia Jetty has more than ten years old so that its carrying capacity against external loads may have decreased. Therefore for the operational safety of the ship, it is necessary to study the engineering capacity of the pier. By knowing the engineeringcapacity of the existing pier, the maximum ship dimensions that can be served by pier can be determined. This study began with the collection of supporting data consisting of ship data, hydro-oceanographic data, bathymetry data, pier structure data and earthquake data. Furthermore, the load calculation that works on the pier consists of dead and live loads, earthquake loads, ship impact loads, current loads, wave loads, ship tensile loads and wind loads. After the load calculation is completed, then the pier modeling is done using SAP2000 software followed by inputting the load using aspecific combination of loading and running model. In this study the dimensions of the ship were varied namely 500 ton, 700 ton, 1000 ton, 2000 ton and 3000 ton. The indicator used in assessing the technical capacity of the pier is the safety factor (SF) as a function of the ship DWT. Based on the results of the strength analysis of the pier structure, it wasfound that the existing pier is capable and safe serving ships with a size of 27 1027 DWT if it uses a safety factor (SF) 1.5. Whereas if use the safety factor (SF) 2.0, the existing pier structure is capable and safe to service ships with a size of ≤ 510 DWT.PT. Sinergi Perkebunan Nusantara berencana menggunakan pelabuhan Lampia untuk pengapalan Crude Palm Oil (CPO). Dermaga Lampia telah berumur lebih dari sepuluh tahun sehingga daya dukungnya terhadap beban eksternal mungkin telah mengalami menurun.Oleh sebab itu untuk keamanan operasional kapal maka perlu dilakukan kajian terkait kapasitas teknis dermaga tersebut. Dengan diketahuinya kapasitas teknis dermaga maka dimensi kapal maksimum yang dapat dilayani dapat diketahui. Penelitian ini dimulai dari pengumpulan data pendukung yang terdiri dari data kapal, data hidro-oseanografi, data batimetri, data struktur dermaga dan data gempa. Selanjutnya dilakukan perhitungan beban yang bekerja pada dermaga yang terdiri dari beban mati dan beban hidup, beban gempa, beban benturan kapal, beban arus, beban gelombang, beban tarik kapal dan beban angin. Setelah perhitungan beban selesai, selanjutnya dilakukan pemodelan dermaga menggunakan perangkat lunak SAP2000 yang dilanjutkan dengan penginputan beban yang menggunakan kombinasi pembebanan tertentu serta dilakukan running model. Pada penelitian ini dilakukan variasi dimensi kapal yaitu 500 DWT, 700 DWT, 1000 DWT, 2000 DWT dan 3000 DWT. Indikator yang digunakan dalam menilai kapasitas teknis dermaga adalah safety factor (SF) sebagai fungsi dari DWT kapal. Berdasarkan hasil analisis kekuatan struktur dermaga, diperoleh bahwa dermaga eksisting mampu dan aman melayani kapal dengan ukuran ≤ 1027 DWT jika menggunakan safety factor (SF) 1,5. Sedangkan jika menggunakan safety factor (SF) 2,0 maka struktur dermaga eksisting mampu dan aman melayani kapal dengan ukuran ≤ 510 DWT

    Finding a New Home: Rerouting of Ferry Ships from Merak&ndash;Bakauheni to East Indonesian Trajectories

    No full text
    As an archipelagic country, Indonesia needs ferry transportation to connect and support the economic activities between areas bounded by the sea. The famous crossing route is the Merak&ndash;Bakauheni one, which connects the Java and Sumatra economic corridors. Many ships operate on this route, but limited port facilities significantly affect the efficiencies of the services provided, hence, they have to be moved. Therefore, this research analyzed the suitability of ships to operate on the eastern crossing. The analysis method used the financial aspect (revenue) feasibility, the suitability of the port infrastructure, and the oceanographic conditions. The financial analysis used the ships&rsquo; operating cost method to determine the crossing passage rates based on their specifications. It simulated the ships with various load factors to identify potential gains or losses. Furthermore, the infrastructure suitability analysis used the under keel clearance and comparative methods to compare the suitability of the ship dimensions and tonnage with the port infrastructure capacity. The oceanographic analysis used the Weibull method to simulate the redefinition of the distribution of significant wave heights, which was compared with the ratio of the ship dimensions and wave slope to determine its heel angle using the IMO Weather Criterion method (IS Code 2008). The results showed that the relocation of ships from the Merak&ndash;Bakauheni route directly to Eastern Indonesia through the existing crossing routes is feasible from the aspect of shipping safety, but it is not feasible financially or in terms of infrastructure. The Benoa&ndash;Labuan Bajo route is a potential new route recommendation, with regulatory support for the operation of ships in the form of tariffs and operational costs, and it permits the use of subsidized fuel. On the other hand, ship owners must consider modifying the ramp door to suit the port wharf structure

    Conceptualizing Floating Logistics Supporting Facility as Innovative and Sustainable Transport in Remote Areas: Case of Small Islands in Indonesia

    No full text
    Transportation is the main component that ensures the optimal distribution of goods in the maritime logistics system of small Islands. Therefore, this research developed a Floating Logistics Supporting Facility (FLSF) to overcome the logistics problems on small Islands by implementing sustainable operational systems. The research samples used were Nias, Kisar, and Sangihe Islands in Indonesia, with dimension, propulsion, operation, and mooring utilized as the four primary considerations. An FLSF was applied as a floating terminal capable of accommodating loading and unloading operations, ship mooring, cargo storage, stacking, and dooring services. The result showed that an FLSF can be applied to logistics activities while considering the safety aspects and related regulations. Based on the results, the FLSF can improve the quality of sustainable logistics operations and increase economic growth in remote islands

    Conceptualizing Floating Logistics Supporting Facility as Innovative and Sustainable Transport in Remote Areas: Case of Small Islands in Indonesia

    No full text
    Transportation is the main component that ensures the optimal distribution of goods in the maritime logistics system of small Islands. Therefore, this research developed a Floating Logistics Supporting Facility (FLSF) to overcome the logistics problems on small Islands by implementing sustainable operational systems. The research samples used were Nias, Kisar, and Sangihe Islands in Indonesia, with dimension, propulsion, operation, and mooring utilized as the four primary considerations. An FLSF was applied as a floating terminal capable of accommodating loading and unloading operations, ship mooring, cargo storage, stacking, and dooring services. The result showed that an FLSF can be applied to logistics activities while considering the safety aspects and related regulations. Based on the results, the FLSF can improve the quality of sustainable logistics operations and increase economic growth in remote islands
    corecore