11 research outputs found

    GAMBARAN STRATEGI COPING PADA PEREMPUAN EMERGING ADULTHOOD YANG MENGALAMI TOXIC RELATIONSHIP NAMUN MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN

    Get PDF
    Coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk mengelola kesenjangan antara tuntutan (baik dari individu itu sendiri maupun lingkungannya) dengan kemampuan mereka dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan. Strategi coping banyak dilakukan oleh perempuan emerging adulthood yang mengalami toxic relationship dalam usaha mempertahankan hubungannya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan strategi coping pada perempuan emerging adulthood yang mengalami toxic relationship dan berusaha mempertahankan hubungannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif studi kasus dan menggunakan analisis tematik deduktif. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling. Informan dalam penelitian ini terdiri dari tiga informan dengan kriteria pernah mengalami toxic relationship dan berusaha mempertahankan hubungannya. Hasil dari penelitian ini menunjukan terdapat empat tema pokok yaitu bentuk kekerasan selama berpacaran, dampak negative mengalami kekerasan selama berpacaran, alasan mempertahankan hubungan, dan strategi coping. Ketiga informan menggunakan baik problem-focused coping maupun emotion-focused coping dan kekerasan balik pada pasangan

    HUBUNGAN ANTARA RELIGIOSITAS DENGAN HARDINESS PADA MAHASISWA KATOLIK TINGKAT AKHIR DI SURABAYA

    Get PDF
    Mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan studinya di perguruan tinggi. Tidak sedikit mahasiswa yang berada dalam kondisi tertekan, sehingga dibutuhkan hardiness untuk dapat bertahan dalam situasi penuh tekanan. Hardiness adalah suatu karakteristik yang terdiri dari komitmen, kontrol, dan tantangan yang mempunyai fungsi dan strategi untuk dapat beradaptasi dan bertahan dalam menghadapi keadaan stres. Salah satu faktor yang mempengaruhi hardiness adalah strategi koping dengan implementasinya yaitu religiositas. Adanya hubungan spiritual dengan orang lain dan mengakui campur tangan Tuhan, akan membantu dalam mengendalikan dan mengarahkan diri dalam mengatasi permasalahan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara religiositas dengan hardiness pada mahasiswa Katolik tingkat akhir di Surabaya. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 91 mahasiswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu accidental sampling. Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala Hardiness dan skala Religiositas. Hasil analisis data menggunakan korelasi Pearson Product Moment menghasilkan r=0,555 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan positif antara religiositas dan hardiness pada mahasiswa Katolik tingkat akhir di Surabaya. Semakin tinggi religiositas pada diri seseorang maka semakin tinggi pula hardiness seseorang dan begitu pula sebaliknya

    Antara Harapan Dan Takdir: Resolution To Infertility Pada Perempuan Infertil

    Get PDF
    Infertilitas merupakan masa krisis bagi orang yang mengalaminya. Tujuan penelitian ini ialah mengeksplorasi gambaran psikologis yang dialami perempuan infertil hingga sampai tahap resolution to infertility. Dengan pendekatan fenomenologis, peneliti melakukan wawancara kepada empat perempuan yang memiliki masalah infertilitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan infertil akan melalui tahap period of grief sebelum masuk ke tahap penerimaan terhadap infertilitas. Gambaran psikologis yang paling sering ditunjukkan informan ialah perasaan sedih, cemas, dan stres. Proses penerimaan dicapai para informan dengan pertama-tama memaknai kepemilikan anak sebagai takdir dari Tuhan. Pemaknaan akan takdir ini selanjutnya memunculkan harapan bahwa Tuhan bisa memberikan anak pada masa depan. Harapan menjadi sumber utama kekuatan bagi para informan penelitian dalam menerima kondisi infertilitas. Hasil penelitian juga mengungkap faktor-faktor protektif dan risiko yang mampu mempengaruhi keberhasilan perempuan infertil dalam menjalani program kehamilan. Faktor-faktor protektif meliputi aspek spiritualitas, marital benefit, dukungan sosial, dan coping mechanism, sedangkan faktor-faktor risiko meliputi tekanan sosial, kesibukan suami dalam pekerjaan, dan hubungan negatif antara pasien dan tenaga kesehatan profesional. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi tenaga profesional kesehatan dalam memberikan bantuan medis dan psikologis bagi perempuan infertile

    Antara Harapan Dan Takdir: Resolution To Infertility Pada Perempuan Infertil

    Get PDF
    Infertilitas merupakan masa krisis bagi orang yang mengalaminya. Tujuan penelitian ini ialah mengeksplorasi gambaran psikologis yang dialami perempuan infertil hingga sampai tahap resolution to infertility. Dengan pendekatan fenomenologis, peneliti melakukan wawancara kepada empat perempuan yang memiliki masalah infertilitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan infertil akan melalui tahap period of grief sebelum masuk ke tahap penerimaan terhadap infertilitas. Gambaran psikologis yang paling sering ditunjukkan informan ialah perasaan sedih, cemas, dan stres. Proses penerimaan dicapai para informan dengan pertama-tama memaknai kepemilikan anak sebagai takdir dari Tuhan. Pemaknaan akan takdir ini selanjutnya memunculkan harapan bahwa Tuhan bisa memberikan anak pada masa depan. Harapan menjadi sumber utama kekuatan bagi para informan penelitian dalam menerima kondisi infertilitas. Hasil penelitian juga mengungkap faktor-faktor protektif dan risiko yang mampu mempengaruhi keberhasilan perempuan infertil dalam menjalani program kehamilan. Faktor-faktor protektif meliputi aspek spiritualitas, marital benefit, dukungan sosial, dan coping mechanism, sedangkan faktor-faktor risiko meliputi tekanan sosial, kesibukan suami dalam pekerjaan, dan hubungan negatif antara pasien dan tenaga kesehatan profesional. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi tenaga profesional kesehatan dalam memberikan bantuan medis dan psikologis bagi perempuan infertile

    Antara harapan dan takdir: resolution to infertility pada perempuan infertil.

    Get PDF
    Infertilitas merupakan masa krisis bagi orang yang mengalaminya. Menurut Menning, perempuan infertil harus mengatasi fase denial, anger, dan grief untuk menerima infertilitasnya dan sampai pada resolution to infertility. Tujuan penelitian ini ialah mengeksplorasi gambaran psikologis (proses) yang dialami perempuan infertil hingga sampai tahap resolution to infertility. Dengan metode penelitian kualitatif dan pendekatan fenomenologis, peneliti melakukan wawancara kepada empat perempuan yang memiliki masalah infertilitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan infertil akan melalui tahap period of grief sebelum masuk ke tahap penerimaan terhadap infertilitas. Gambaran psikologis yang paling sering ditunjukkan informan ialah perasaan sedih, cemas, dan stres. Proses penerimaan dicapai para informan dengan pertama-tama memaknai kepemilikan anak sebagai takdir dari Tuhan. Pemaknaan akan takdir ini selanjutnya memunculkan harapan bahwa Tuhan bisa memberikan anak pada masa depan. Harapan menjadi sumber utama kekuatan bagi para informan penelitian dalam menerima kondisi infertilitas yang sulit diubah tersebut. Hasil penelitian juga mengungkap faktor-faktor protektif dan risiko yang mampu mempengaruhi keberhasilan perempuan infertil dalam menjalani program kehamilan. Faktor-faktor protektif tersebut meliputi aspek spiritualitas, marital benefit, dukungan sosial, dan coping mechanism, sedangkan faktor-faktor risiko meliputi tekanan sosial, kesibukan suami dalam pekerjaan, dan hubungan negatif antara pasien dan tenaga kesehatan professional. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan penting bagi tenaga profesional kesehatan dalam memberikan tindakan medis bagi perempuan infertil, khususnya terkait pemberian intervensi yang sifatnya sosioreligius

    Antara harapan dan takdir: resolution to infertility pada perempuan infertil.

    No full text
    Infertilitas merupakan masa krisis bagi orang yang mengalaminya. Menurut Menning, perempuan infertil harus mengatasi fase denial, anger, dan grief untuk menerima infertilitasnya dan sampai pada resolution to infertility. Tujuan penelitian ini ialah mengeksplorasi gambaran psikologis (proses) yang dialami perempuan infertil hingga sampai tahap resolution to infertility. Dengan metode penelitian kualitatif dan pendekatan fenomenologis, peneliti melakukan wawancara kepada empat perempuan yang memiliki masalah infertilitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan infertil akan melalui tahap period of grief sebelum masuk ke tahap penerimaan terhadap infertilitas. Gambaran psikologis yang paling sering ditunjukkan informan ialah perasaan sedih, cemas, dan stres. Proses penerimaan dicapai para informan dengan pertama-tama memaknai kepemilikan anak sebagai takdir dari Tuhan. Pemaknaan akan takdir ini selanjutnya memunculkan harapan bahwa Tuhan bisa memberikan anak pada masa depan. Harapan menjadi sumber utama kekuatan bagi para informan penelitian dalam menerima kondisi infertilitas yang sulit diubah tersebut. Hasil penelitian juga mengungkap faktor-faktor protektif dan risiko yang mampu mempengaruhi keberhasilan perempuan infertil dalam menjalani program kehamilan. Faktor-faktor protektif tersebut meliputi aspek spiritualitas, marital benefit, dukungan sosial, dan coping mechanism, sedangkan faktor-faktor risiko meliputi tekanan sosial, kesibukan suami dalam pekerjaan, dan hubungan negatif antara pasien dan tenaga kesehatan professional. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan penting bagi tenaga profesional kesehatan dalam memberikan tindakan medis bagi perempuan infertil, khususnya terkait pemberian intervensi yang sifatnya sosioreligius

    Effect of Social Comparison in Social Media on Psychological Distress in Adolescents: Role of Emotion Regulation as Moderator

    No full text
    Access to social media can encourage adolescents to make social comparisons, causing psychological distress. There are two emotion regulation strategies, namely cognitive reappraisal and expressive suppression. The cognitive reappraisal strategy weakens the relationship between social comparison on social media and psychological distress, while the expressive suppression strategy strengthens it. This study aimed to examine the role of emotion regulation as the moderating variable between social comparison and psychological distress

    Effect of Social Comparison in Social Media on Psychological Distress in Adolescents: Role of Emotion Regulation as Moderator

    No full text
    Access to social media can encourage adolescents to make social comparisons, causing psychological distress. There are two emotion regulation strategies, namely cognitive reappraisal and expressive suppression. The cognitive reappraisal strategy weakens the relationship between social comparison on social media and psychological distress, while the expressive suppression strategy strengthens it. This study aimed to examine the role of emotion regulation as the moderating variable between social comparison and psychological distress

    Effect of Social Comparison in Social Media: Psychological Distress and the Role of Emotion Regulation as Moderator

    No full text
    Access to social media can encourage adolescents to make social comparisons, causing psychological distress. There are two emotion regulation strategies, namely cognitive reappraisal and expressive suppression. The cognitive reappraisal strategy weakens the relationship between social comparison on social media and psychological distress, while the expressive suppression strategy strengthens it. This study aimed to examine the role of emotion regulation as the moderating variable between social comparison and psychological distress. This study involved 562 participants aged 12-18 years in Indonesia. This study used Hopkins Symptoms Checklist-10 (HCL-10) to measure psychological distress in adolescents, Iowa-Netherlands Comparison Orientation Measure (INCOM), and the Emotion Regulation Questionnaire (ERQ). The data underwent simple moderation analysis. The result showed that expressive suppression significantly predicted psychological distress in adolescents. However, cognitive reappraisal and expressive suppression were not proven as moderating variables in the relationship between social comparison and psychological distress (β = -.000, SE = .000, p > 0.05). Emotion regulation did not reduce psychological distress in adolescents, so emotion regulation was not proven to be able to act as a moderating variable. However, adolescents tend to compare themselves to social media to be vulnerable to psychological distress
    corecore