19 research outputs found

    UJI AKTIVITAS PERASAN BUAH MENTIMUN (Cucumis sativus L) SEBAGAI BIOLARVASIDA TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti L

    Get PDF
    Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorragic Fever/DHF) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, dan trombositopenia. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes sp. Menurut penelitian yang dilakukan oleh laeliyatun dkk (2006) buah mentimun diduga mengandung senyawa saponin dan alkaloid sehingga dapat digunakan sebagai larvasida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas larvasida perasan buah mentimun terhadap larva Aedes aegypti. Perasan buah mentimun dibuat dengan cara memeras sari buahnya. Konsentrasi sediaan uji yang digunakan yaitu 10, 20, 40, dan 80% (v/v). Pengujian larvasida dilakukan dengan cara memasukkan 10 ekor larva instar III dan IV awal ke dalam perasan buah mentimun, kontrol positif berupa abate konsentrasi 10, 20, 40, dan 60% (b/v) sebagai kontrol positif dan air PDAM adalah kontrol negatif. Perlakuan didiamkan selama 24 jam dan diamati jumlah larva yang mati kemudian dilakukan replikasi sebanyak 2 kali. Hasil perhitungan nilai LC50 dari perasan buah mentimun sebesar 43,06 dengan menggunakan metode analisis perhitungan Probit Miller - Tainner. Hal ini menunjukkan bahwa perasan buah mentimun memiliki aktivitas sebagai larvasida. Kata Kunci: Buah Mentimun, Biolarvasida, Larva Nyamuk Aedes aegypti

    UJI AKTIVITAS PERASAN BUAH MENTIMUN (Cucumis sativus L) SEBAGAI BIOLARVASIDA TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti L

    Get PDF
    Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorragic Fever/DHF) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, dan trombositopenia. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes sp. Menurut penelitian yang dilakukan oleh laeliyatun dkk (2006) buah mentimun diduga mengandung senyawa saponin dan alkaloid sehingga dapat digunakan sebagai larvasida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas larvasida perasan buah mentimun terhadap larva Aedes aegypti. Perasan buah mentimun dibuat dengan cara memeras sari buahnya. Konsentrasi sediaan uji yang digunakan yaitu 10, 20, 40, dan 80% (v/v). Pengujian larvasida dilakukan dengan cara memasukkan 10 ekor larva instar III dan IV awal ke dalam perasan buah mentimun, kontrol positif berupa abate konsentrasi 10, 20, 40, dan 60% (b/v) sebagai kontrol positif dan air PDAM adalah kontrol negatif. Perlakuan didiamkan selama 24 jam dan diamati jumlah larva yang mati kemudian dilakukan replikasi sebanyak 2 kali. Hasil perhitungan nilai LC50 dari perasan buah mentimun sebesar 43,06 dengan menggunakan metode analisis perhitungan Probit Miller - Tainner. Hal ini menunjukkan bahwa perasan buah mentimun memiliki aktivitas sebagai larvasida. Kata Kunci: Buah Mentimun, Biolarvasida, Larva Nyamuk Aedes aegypti

    FORMULASI SERBUK EFFERVESCENT EKSTRAK AIR UMBI BAWANG TIWAI (Eleuterine palmifolia ) SEBAGAI MINUMAN KESEHATAN

    Get PDF
    Medicinal plants by the community is still in traditional form, boiling or brewed, so it requires innovation in their use more practical, comfortable consumed, and nutritious with the right dose. Eleuterine palmifolia (L) Merr  which are traditionally used for breast cancer drug, facilitating breastfeeding, and antioxidants developed in effervescent powder preparation. This study uses a randomized block design (RBD) consists of 3 groups with different formulations to mix effervescent compositions containing tartaric acid, citric acid, and sodium bicarbonate on the basis of the rules of stoichiometry, namely : Formula A (50%), Formula B (55 %), and Formula C (60 %). Tests include the physical and chemical properties of powders and hedonic test. Formula B is the best, with a moisture content (0.6%), flow-ability (11.36 g/sec), compressibility (12.5 %), solubility rate (1.52 min), and pH (5). These results meet the criteria of a good powder. Hedonic test results have shown that Formula B as the most preferred product.Penggunaan tanaman obat oleh masyarakat saat ini masih dalam bentuk tradisional, yaitu dengan cara direbus atau diseduh, sehingga diperlukan inovasi dalam penggunaannya yang lebih praktis, nyaman dikonsumsi, dan berkhasiat dengan dosis yang tepat. Tanaman yang dikembangkan adalah Bawang Tiwai (Eleuterine palmifolia (L) Merr) yang secara tradisional digunakan untuk obat kanker payudara, pelancar air susu ibu dan antioksidan yang dikembangkan dalam sediaan serbuk Effervescent. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri atas 3 kelompok dengan Formulasi yang berbeda pada komposisi effervescent mix yang mengandung asam tartrat, asam sitrat dan natrium bikarbonat atas dasar kaidah stokiometri, yaitu: Formula A (50%), Formula B (55%), dan Formula C (60%). Pengujian meliputi sifat fisik dan kimia serbuk serta uji hedonis (kesukaan). Formula B merupakan yang terbaik, dengan hasil uji kadar air (0,6%), kecepatan alir (11,36g/detik), kompressibilitas (12,5%), waktu larut (1,52 menit), dan pH larutan (5). Hasil tersebut memenuhi kriteria serbuk yang baik. Hasil uji Hedonis yang telah dilakukan menunjukkan Formula B sebagai produk yang paling disukai

    AUTHENTICATION OF RATTUS NORVEGICUS FAT AND OTHER ANIMAL FATS USING GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRY (GC-MS) AND PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)

    Get PDF
    Objective: The objective of this study was to analyze fatty acids using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) in combination with chemometric Principal Component Analysis (PCA) for the authentication of Rattus norvegicus fat from other animal fats. Methods: Extraction of fat from raw meat of Rattus norvegicus, beef, chicken, pork, and dogs using the Bligh Dyer method, then derivatized with 0.2 N NaOCH3, precipitation of sodium glycerol was carried out by adding saturated NaCl to obtain methyl esters which were then injected into the GC-MS instrument. The GC-MS data were then processed using chemometric Principal Component Analysis (PCA) to group Rattus norvegicus fat with other animal fats (beef, chicken, pork, and dog). Results: The results of the study revealed that fatty acids in Rattus norvegicus using GC-MS produced eleven types of fatty acids, namely: Lauric acid (1,1%), Myristic acid (1,15%), Palmitic acid (21,12%), Palmitoleic acid (2,06%), Stearic acid (8,23%), Vaccenic acid (2,43%), Oleic acid (26,51%), Linoleic acid (19,19%), Arachidic acid (0,09%), and Eucosatrienoic acid (0,39%). Chemometrics Principal Component Analysis (PCA) of Rattus norvegicus fat allows it to be classified with other animal fats. Conclusion: The Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) method, in combination with chemometric Principal Component Analysis (PCA), offered effective tools for the authentication of fatty acid of Rattus norvegicus

    AKTIVITAS ANTIDIABETES KOMBINASI EKSTRAK TERPURIFIKASI HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burn.F.) NESS.) DAN METFORMIN PADA TIKUS DM TIPE 2 RESISTEN INSULIN

    Get PDF
    A. paniculata is a plant that can be used to overcome the disease diabetes. In DM there is a possibility of the use of therapy with oral hypoglycemic drugs, for example: metformin. This research was conducted using a complete random method indirectional pattern. This study aims to determine the potential of the combination of purified extract of sambiloto herbs and enhancement effects of metformin on blood glucose levels decrease in insulin resistant rats. Test animals used were divided 4 groups, group 1: metformin 45 mg / kg (positive control), group 2: purified extract of sambiloto herbs 434.6 mg/ kg, group 3: a combination of metformin 45 mg / kg BW with the extract of 434.6 mg/ kg (combination 1), and group 4: metformin 22.5 mg/ kg body weight with extract 434.6 mg/ kg (combination 2). Test animals are insulin resistant type 2 DM was made by administering 1.8 g fructose / kg body weight and fat diet for 50 days. Assay of glucose using a reagent kit. Observation of GLUT-4 expression in muscle cells by using immunohistochemical techniques. Insulin resistance rats was tested by using three parameters: (1) testing of blood glucose levels preprandial and postprandial (2) the hypoglycaemic activity of glibenclamide, and (3) observations of GLUT-4 protein expression in muscle tissue. Test results show that the animals had insulin resistant. Results, in this research antidiabetic activity assay indicate that the hypoglycaemic for combination 1 and combination 2 lower compared to a single administration of metformin or purified extract (p<0,05). From the above results concluded that the combination of sambiloto extract purified with metformin does not increase the potency of antidiabetic in single use.Sambiloto (A. paniculata) merupakan tanaman yang dapat digunakan untuk mengatasi penyakit Diabetes Mellitus (DM). Dalam terapi DM terdapat kemungkinan pemakaian bersama-sama dengan Obat Hipoglikemik Oral (OHO), misalnya: metformin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kombinasi ekstrak terpurifikasi herba sambiloto dan metformin terhadap peningkatan efek penurunan kadar glukosa darah pada tikus DM tipe 2 resisten insulin. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode acak lengkap pola searah. Hewan uji yang digunakan dibagi 4 kelompok, kelompok 1:  pemberian metformin 45 mg/kg BB (kontrol positif), kelompok 2: pemberian ekstrak terpurifikasi herba sambiloto 434,6 mg/kg BB, kelompok 3: pemberian kombinasi metformin 45 mg/kg BB dengan ekstrak 434,6 mg/kg BB (kombinasi 1), dan kelompok 4: pemberian metformin 22,5 mg/kg BB dengan ekstrak 434,6 mg/kg BB (kombinasi 2). Hewan uji DM tipe 2 resisten insulin dibuat dengan pemberian fruktosa 1,8 g/kg BB dan makanan kaya lemak selama 50 hari. Penetapan kadar glukosa darah menggunakan reagen kit. Pengamatan ekspresi GLUT-4 pada sel otot menggunakan teknik imunohistokimia. Resistensi insulin pada tikus diuji menggunakan 3 parameter, yaitu: (1) uji kadar glukosa darah preprandial dan postprandial; (2) aktivitas hipoglikemik glibenklamid; dan (3) pengamatan ekspresi protein GLUT-4 pada jaringan otot. Hasil menunjukkan bahwa hewan uji telah resisten insulin. Hasil uji aktivitas antidiabetes menunjukkan bahwa persen daya hipoglikemik kombinasi 1 dan 2 lebih rendah dibandingkan dengan pemberian metformin atau ekstrak terpurifikasi secara tunggal (p<0,05). Dari hasil di atas disimpulkan bahwa kombinasi ekstrak sambiloto terpurifikasi dengan metformin tidak meningkatkan potensi antidiabetes dari penggunaan tunggalnya

    HR-LCMS-BASED METABOLITE PROFILING, AND ANTI-COLAGENASE PROPERTIES OF ETHANOLIC EXTRACT OF PIDADA MERAH: COMPUTATIONAL AND IN VITRO STUDY

    Get PDF
    Objective: Extract of pidada merah (Sonneratia caseolaris) leaves has very strong antioxidant activity and has potential as anti-aging. This study aimed to determine the anti-collagenase activity in silico and in vitro. Molecular docking includes exploring proteins or nucleotides, modeling 3D structures, and calculating bond energies. Collagenases are enzymes that can hydrolyze native collagen into fragment collagen peptides. Methods: Investigation of in silico docking activity for collagenase receptors (966C). We performed metabolomics analysis through HR-LCMS on the extract pidada merah. To explore the use value of anti-collagenase, we analyzed the molecular docking of metabolites profiling pidada merah. In vitro study used a collagenase assay kit. Results: Metabolite profiling on the HR-LCMS from Pidada Merah extract are A (AL_8810), B (NP_001596), C (NP_018716) and D (NP_021797). The anti-collagenase test showed the IC50 value = 26.74±0.40 ppm, which is the very strong category. NP_018716 has the lowest binding energy value with the target protein, which is -6.0, and binds to THR241 (2.24Å) and SER239 (3.35Å) and is the best compound according to calculations. Conclusion: The results of this study indicate that the Extract Pidada merah has the Potential to be developed as a new drug for antiaging

    FORMULASI EKSTRAK ETANOL UMBI BAWANG TIWAI (Eleutherine americana) DALAM SEDIAAN KRIM ANTI ACNE

    Get PDF
    Bawang tiwai (Eleutherine americana) have antibacterial effect to Sthapylococus epidermis. This study was conducted to formulate an ethanolic extract of bawang tiwai into antiacne cream preparations, thus Dayak community empirically considered use this as an antiacne and boils. Formula (F) was made by varying the concentration of the ethanolic extract namely: F1 (1%), F2 (2%) and F3 (4%). Anti acne cream formulation tested with phytochemical screening, organoleptic (smell, color, homogenity), type of cream, cream dispersive test, and antibacterial activity test against Staphylococcus epidermidis. Phytochemical screening result shows that its contains alkaloids, flavonoids and saponins, organoleptic test showed stability in F3, antiacne cream has a pH value = 6. Dispersive cream generated meets the requirements with a range of 5-7 cm. Cream type is type O / W (oil in water). Test result by using  agar diffusion method with Mueller Hinton Agar (MHA) medium,  inhibition zone obtained in the negative control (0), F1 (0), F2 (5.17 ± 0,19mm) and F3 (6 ± 0,17mm), LSD oneway ANOVA showed 95% (p <0.05) compared F3 all treatments. This study antiacne cream of F3 (concentration of the ethanolic extract of bawang tiwai 4%) is the best formula with the greatest potential in the medium category against Staphylococcus epidermidis.Bawang tiwai (Eleutherine americana) have antibacterial effect to Sthapylococus epidermis. This study was conducted to formulate an ethanolic extract of bawang tiwai into antiacne cream preparations, thus Dayak community empirically considered use this as an antiacne and boils. Formula (F) was made by varying the concentration of the ethanolic extract namely: F1 (1%), F2 (2%) and F3 (4%). Anti acne cream formulation tested with phytochemical screening, organoleptic (smell, color, homogenity), type of cream, cream dispersive test, and antibacterial activity test against Staphylococcus epidermidis. Phytochemical screening result shows that its contains alkaloids, flavonoids and saponins, organoleptic test showed stability in F3, antiacne cream has a pH value = 6. Dispersive cream generated meets the requirements with a range of 5-7 cm. Cream type is type O / W (oil in water). Test result by using  agar diffusion method with Mueller Hinton Agar (MHA) medium,  inhibition zone obtained in the negative control (0), F1 (0), F2 (5.17 ± 0,19mm) and F3 (6 ± 0,17mm), LSD oneway ANOVA showed 95% (p <0.05) compared F3 all treatments. This study antiacne cream of F3 (concentration of the ethanolic extract of bawang tiwai 4%) is the best formula with the greatest potential in the medium category against Staphylococcus epidermidis

    KARAKTERISASI PARAMETER SPESIFIK DAN PARAMETER NON SPESIFIK AKAR KUNING (Fibraurea tinctoria)

    Get PDF
    Salah satu senyawa metabolit sekunder dari akar kuning (Fibraurea tinctoria) yang potensial dikembangkan sebagai obat adalah berberine. Senyawa golongan alkaloid ini dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba, antidiare, penghambat infeksi parasit usus, antihipertensi, antitumor, antiinflamasi, hepatoprotektor, antimalaria dan antikanker. Pada pengembahan bahan alam sebagai obat perlu dilakukan standarisasi simplisia dan ekstrak. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakterisasi parameter spesifik dan parameter non spesifik tumbuhan akar kuning. Penelitian adalah penelitian eksperimental. Objek penelitian yang digunakan akar kuning yang diperoleh dari Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KDKT) Samboja, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Simplisia diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Hasil ekstraksi dilakukan karakterisasi meliputi: makroskopik, mikroskopik, kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu, dan kadar abu tidak larut asam selanjutnya dilakukan skrining fitokimia. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil karakterisasi serbuk simplisia akar kuning secara makroskopik, merupakan Liana dengan panjang mencapai 10-20 m, dengan batang bulat, kulit batang coklat keabu-abuan, kasar, diameter antara 2-7 cm dan warna serbuk kuning cerah. Mikroskopik serbuk simplisia ditemukan fragmen sel batu dan fragmen trakea. Karakterisasi serbuk simplisia, kadar air 7,3%, kadar sari larut etanol 6,69%, kadar sari larut air 8,05%, kadar abu 8,17%, kadar abu tidak larut asam 0,47%. Hasil identifikasi golongan senyawa kimia, positif mengandung senyawa kimia berupa alkaloid, flavonoid dan saponin

    PEER REVIEW_Karakterisasi Parameter Spesifik dan Parameter Non Spesifik Akar Kuning (Fibraureatinctoria)

    Get PDF
    Salah satu senyawa metabolit sekunder dari akar kuning (Fibraurea tinctoria) yang potensial dikembangkan sebagai obat adalah berberine. Senyawa golongan alkaloid ini dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba, antidiare, penghambat infeksi parasit usus, antihipertensi, antitumor, antiinflamasi, hepatoprotektor, antimalaria dan antikanker. Pada pengembahan bahan alam sebagai obat perlu dilakukan standarisasi simplisia dan ekstrak. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakterisasi parameter spesifik dan parameter non spesifik tumbuhan akar kuning. Penelitian adalah penelitian eksperimental. Objek penelitian yang digunakan  akar kuning  yang diperoleh  dari Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KDKT) Samboja, kabupaten Kutai Kartanegara,  Kalimantan  Timur.  Simplisia diekstraksi  menggunakan metode   maserasi   dengan   pelarut   etanol   70%.   Hasil   ekstraksi   dilakukan karakterisasi meliputi: makroskopik, mikroskopik, kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu, dan kadar abu tidak larut asam selanjutnya dilakukan skrining fitokimia. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil karakterisasi serbuk simplisia akar kuning secara makroskopik, merupakan Liana dengan panjang mencapai 10-20 m, dengan batang bulat, kulit batang coklat keabu-abuan, kasar, diameter antara 2-7 cm dan warna serbuk kuning cerah. Mikroskopik serbuk simplisia ditemukan fragmen sel batu dan fragmen trakea. Karakterisasi   serbuk simplisia, kadar air 7,3%, kadar sari larut etanol 6,69%, kadar sari larut air 8,05%, kadar abu 8,17%, kadar abu tidak larut asam 0,47%. Hasil identifikasi golongan senyawa kimia, positif mengandung senyawa kimia berupa alkaloid, flavonoid dan saponin
    corecore