49 research outputs found
Meningkatkan Kemampuan Membaca Puisi dengan Menggunakan Media Gambar
Kajian ini bermaksud untuk mengupgrade skill para penuntut ilmu, terutama dibidang membaca puisi. Melalui media gambar sebagai alat bantu untuk langakah-langkah transfer ilmu . Kata “transfer” menurut KKBI ialah beralih atau berpindah. Sementara ilmu diartikan nur (cahaya), mempunyai maksud ilmu tak akan masuk bagi pelaku kemaksiatan. Sedangkan kata media awal mulanya bahasa latin bentuk jamak kata medium dapat dijelaskan sebagai perantara atau pengantar (Tarigan, 2008:204). Definisi Gambar ialah karya seni yang dinikmati sebab keindahannya. Melewati penghasilan penelitian ditemukan kiranya pemakaian media gambar bisa menambah pembekalan membaca puisi. Kompetensi belajar meningkat karena adanya sesuatu yang diperhatikan dan langsung terekam diingatan. Sebagai perwujudan bahwa siswa mengetahui yang kita bekali yaitu mengajak siswa maju kedepan kelas untuk membacakan puisi. Sehingga sekeliling ruangan lebih tertarik dan agenda transfer ilmu menjadi lebih berwarna dan berkualitas
PENGARUH EKSTRAK BAWANG MERAH DAN AIR KELAPA SERTA LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT STEK TEBU (Saccharum officinarum L.)
ABSTRACT Indonesian government has set a national self-sufficiency in sugar with a production target of 5.7 million tons of sugar by 2014. This activity has an impact on the need for large quantities of seeds. Vegetatively, the sugarcane plant is propagated using the technique of cuttings soaked with onion extract and coconut water. Our research aims to determine the effect of onion extract and coconut water and the duration of soaking on the growth of sugarcane cuttings, and to determine the presence or absence of the two factors. This research was conducted in Kati Jeroh Village, Deleng Phokisen District, Southeast Aceh Regency, starting from December 2020 to January 2021 .. This research used a factorial randomized block design (RAK), with two factors examined, namely the onion extract factor. (B) consists of 3 levels, namely: B1 = 15% soaked for 6 hours, B2 = 25% soaked for 12 hours and B3 = 50% soaked for 18 hours, Coconut water (K) consists of 3 levels, namely: K1 = Soaked 15% for 6 hours, K2 = 25% soaked for 12 hours and K3 = 50% soaked for 18 hours. The results showed that the effect of onion extract and kela water pa and soaking time on the growth of sugarcane cuttings had no significant effect on shoot length, number of shoots, number of leaves, root length and number of roots at ages 10, 20 and 30 DAS. There was a very real intaction of group replications on shoot lengths at 20 and 30 DAS, the number of leaves aged 20 and 30 DAS and there was a significant effect of group replications on the number of roots aged 30 DAS. This is thought to be the effect of a combination of shallot extract, coconut water concentration, different growing media for each replication. Keywords: Sugarcane (Saccharum officinarum L.), Red Onion Extract, Coconut Water ABSTRAKPemerintah Indonesia telah menetapkan swasembada gula nasional dengan target produksi 5,7 juta ton gula pada tahun 2014. Adanya kegiatan ini berdampak pada kebutuhan bibit dalam jumlah besar. Secara vegetatif tanaman tebu diperbanyak menggunakan teknik stek yang di rendam dengan ekstrak bawang merah dan air kelapa.Riset kami bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaruh ekstrak bawang merah dan air kelapa serta lama perendaman terhadap pertumbuhan bibit stek tebu,serta untuk mengetahui ada tidaknya intraksi kedua faktor tersebut.Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kati Jeroh Kecamatan Deleng Phokisen Kabupaten Aceh Tenggara yang di mulai dari bulan Desember 2020 sampai dengan bulan Januari 2021..Riset ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial,dengan dua faktor yang di teliti yaitu factor ekstrak bawang merah (B) terdiri atas 3 taraf yaitu : B1 = 15% direndam selama 6 jam, B2 = 25% direndam selama 12 jam dan B3 = 50% di rendam selama 18 jam, Air kelapa (K) terdiri dari 3 taraf yaitu : K1 = 15% di rendam selama 6 jam, K2 = 25% di rendam selama 12 jam dan k3 = 50% di rendam selama 18 jam.Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh ekstrak bawang merah dan air kelapa serta lama perendaman terhadap pertumbuhan bibit stek tebu berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas, jumlah tunas,jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar pada Umur 10, 20 dan 30 HST. Terdapat intraksi sangat Nyata ulangan kelompak terhadap panjang tunas umur 20 dan 30 HST , jumlah daun umur 20 dan 30 HST dan terdapat pengaruh nyata ulangan kelompok terhadap jumlah akar umur 30 HST. Hal ini diduga adanya pengaruh kombinasi ekstrak bawang merah, kosentrasi air kelapa, media tanam yang berbeda setiap ulangan. Kata Kunci : Tebu ( Saccharum officinarum L.), Ekstrak Bawang Merah, Air Kelapa
KNOWLEDGE MANAGEMENT UNTUK PENGURANGAN RISIKO BENCANA Konsep dan Implementasi pada Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana- Unsyiah)
Kebutuhan akan suatu pengetahuan menjadi sangat penting untuk pengambilan keputusan yang cepat dan
akurat. Isu akan pentingnya pengetahuan dan teknologi yang terdapat didalamnya tool atau fungsi untuk
mengolah pengetahuan bencana tersebut menjadi hal yang tidak dapat ditunda lagi pembuatannya, mengingat
belakangan ini Indonesia menjadi negara yang sering dilanda bencana. Dalam pemanfaatan pengetahuan yang
tepat dan akurat, tidaklah mudah jika hanya bergantung kepada pengetahuan itu sendiri.Namun diperlukan
wadah (tools) yang dapat digunakan untuk menunjang mengemas pengetahuan yang ada dan dimanfaatkan
guna mensukseskan pengurangan risiko bencana untuk kemudian dijadikan landasan dapat dijadikan landasan
dalam pengambilan keputusan yang bersifat cepat dan akurat. Pemanfaatan pengetahuan bidang kebencanaan
dengan menggunakan teknologi menjadi suatu hal yang tidak dapat dipungkiri lagi untuk mempermudah
siapapun (lembaga terkait, pemerintah), untuk pengambil keputusan dalam upaya mengambil dalam kebijakan
pengurangan risiko bencana di Aceh
TRANSMISI TRANSGEN GLIKOPROTEIN DAN KETAHANAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) TRANSGENIK F1 TERHADAP INFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV)
Ketahanan penyakit merupakan salah satu karakter selain pertumbuhan yang potensial dikembangkan dengan metode transgenesis pada ikan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi transmisi transgen glikoprotein-GP11 (GP11) dari KHV dan menguji ketahanan ikan mas transgenik F1 terhadap infeksi koi herpes virus (KHV). Empat garis keturunan F1 transgenik (B1, B2, SA1, dan SA2) diproduksi dengan menyilangkan ikan mas jantan F0 yang membawa gen GP11 di sperma dengan betina non-transgenik.
Pengujian transmisi transgen dilakukan dengan mendeteksi transgen pada larva dan benih transgenik F1. Deteksi transgen dilakukan dengan metode PCR menggunakan primer spesifik untuk konstruksi gen glikoprotein (krt-GP11). Evaluasi ketahanan terhadap KHV dilakukan dengan uji tantang secara kohabitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua jantan F0 mentransmisikan transgen pada generasi F1. Transmisi transgen pada ikan mas transgenik F1 berkisar antara 0%-3%. Ikan mas transgenik F1 lebih tahan
terhadap infeksi KHV dibandingkan non-transgenik. Ikan mas transgenik F1 memiliki sintasan (85,56±7,29%) yang lebih baik dibandingkan dengan ikan mas non-transgenik (71,11±18,99%)
PERFORMA PEMBESARAN IKAN MAS RAJADANU (Cyprinus carpio) GENERASI KETIGA HASIL SELEKSI “WALKBACK”
Timbulnya wabah penyakit KHV (Koi herpesvirus) pada budidaya ikan mas telah menurunkan produksi ikan mas nasional secara signifikan. Beberapa langkah dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut, salah satunya pembentukan ikan mas Rajadanu tahan KHV melalui seleksi. Dalam rangka memperoleh varietas unggul ikan mas tahan KHV pada tahun 2014 telah dilakukan pembentukan populasi F-3 melalui program selective breeding dengan metode walkback selection. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis performa pertumbuhan ikan mas Rajadanu generasi ketiga hasil seleksi melalui uji skala lapang pada fase pembesaran, serta kegiatan uji tantang pada skala laboratorium. Benih F-3 merupakan hasil pemijahan F-1 betina dan F-2 jantan hasil seleksi positif MHC (Major Histocompatibility Complex), sedangkan kontrol berupa benih ikan mas Majalaya dari pembudidaya, masing-masing tiga ulangan. Uji tantang KHV dilakukan di akuarium berukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm di hatchery ikan mas dengan suhu permissive 21°C melalui metode kohabitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi F-3 ikan mas Rajadanu hasil seleksi memiliki performa pertumbuhan relatif lebih baik 6,20% dibandingkan dengan kontrol pada karakter panjang total (18,14±4,90 cm), 5,80% lebih baik pada karakter panjang standar (14,76 ± 4,39 cm); 38,39% lebih baik pada karakter bobot rata-rata (393,98 ± 3,53 g); 16,83% pada karakter laju pertumbuhan spesifik (2,29 ± 0,04%); dan 3,80% pada karakter sintasan (49,13 ± 6,88%). Hasil uji tantang KHV menunjukkan sintasan populasi F-3 lebih tinggi (96,6 ± 3,3%) dibandingkan dengan kontrol (51,1 ± 8,3%).The outbreaks of KHV (Koi herpesvirus) disease in carp culture have significantly reduced Indonesia’s national carp production. Several strategies have been devised to combat the outbreaks including the development of KHV resistant carp varieties such as selective carp breeding program in 2014. The purpose of this study was to analyze the growth performance of the third generation (F-3) Rajadanu through field-scale test (grow out) and challenge test (laboratory-scale). The study was designed in a completely randomized design with two treatments (F-3 populations) and carp seed from the local small-scale fish farmers as control, each with three replicates. F-3 seed was produced from spawning between F-1 females and F-2 males which had a Major Histocompatibility Complex positive selection. The challenge test was carried out in the aquarium sized 60 cm x 40 cm x 40 cm at the hatchery with the permissive temperature of 21°C. The results showed that F-3 Rajadanu population had relatively higher total length (18.14 ± 4.90 cm) of 6.20%, standard length (14.76 ± 4.39 cm) of 5.80%, weight average (393.98 ± 3.53 g) of 38.39%, specific growth rate (2.29 ± 0.04%) of 16.83%, and survival rate (49.13 ± 6.88%) of 3.80% than that of control population. The result of the challenge test on KHV in the laboratory showed that F-3 population had higher survival rate (96.6 ± 3.3%) compared to that of control (51.1 ± 8.3%)
TRANSMISI TRANSGEN GLIKOPROTEIN DAN KETAHANAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) TRANSGENIK F1 TERHADAP INFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV)
Ketahanan penyakit merupakan salah satu karakter selain pertumbuhan yang potensial dikembangkan dengan metode transgenesis pada ikan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi transmisi transgen glikoprotein-GP11 (GP11) dari KHV dan menguji ketahanan ikan mas transgenik F1 terhadap infeksi koi herpes virus (KHV). Empat garis keturunan F1 transgenik (B1, B2, SA1, dan SA2) diproduksi dengan menyilangkan ikan mas jantan F0 yang membawa gen GP11 di sperma dengan betina non-transgenik.Pengujian transmisi transgen dilakukan dengan mendeteksi transgen pada larva dan benih transgenik F1. Deteksi transgen dilakukan dengan metode PCR menggunakan primer spesifik untuk konstruksi gen glikoprotein (krt-GP11). Evaluasi ketahanan terhadap KHV dilakukan dengan uji tantang secara kohabitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua jantan F0 mentransmisikan transgen pada generasi F1. Transmisi transgen pada ikan mas transgenik F1 berkisar antara 0%-3%. Ikan mas transgenik F1 lebih tahanterhadap infeksi KHV dibandingkan non-transgenik. Ikan mas transgenik F1 memiliki sintasan (85,56±7,29%) yang lebih baik dibandingkan dengan ikan mas non-transgenik (71,11±18,99%)
ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI DENITRIFIKASI SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI NITROGEN ANORGANIK
Denitrifikasi merupakan salah satu proses utama yang mengurangi kandungan senyawa nitrogen anorganik di lingkungan. Proses ini dapat digunakan untuk mengatasi kelebihan senyawa nitrogen anorganik yang tinggi di kolam budidaya perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi isolat bakteri denitrifikasi sebagai agen bioremediasi senyawa nitrogen anorganik. Sebanyak 21 isolat bakteri pereduksi nitrat berhasil diisolasi dari medium pengkayaan dengan konsentrasi nitrat 100 µM dan 1500 µM. Sebanyak 6 isolat merupakan kelompok bakteri denitrifikasi (fermentatif negatif) dan 15 isolat termasuk kelompok bakteri fermentatif. Berdasarkan hasil seleksi didapatkan isolat HNF5 dan LNF mempunyai kemampuan reduksi nitrat yang tinggi. Aktivitas reduksi nitrat terjadi dari awal inkubasi, di mana aktivitas paling cepat terjadi pada fase eksponensial pertumbuhan bakteri. Isolat HNF5 dan LNF memiliki kecepatan maksimum reduksi nitrat (Vmaks) 0,17 mM.h-1 dan 0,16 mM.h-1 dengan nilai konstanta Michaelis-Menten (Km) 0,40 mM dan 0,28 mM. Identifikasi dengan sekuen 16S-rRNA memperlihatkan bahwa isolat HNF5 dan LNF mempunyai kemiripan dengan Pseudomonas aeruginosa
PERFORMA PEMBESARAN IKAN MAS RAJADANU (Cyprinus carpio) GENERASI KETIGA HASIL SELEKSI “WALKBACK”
Timbulnya wabah penyakit KHV (Koi herpesvirus) pada budidaya ikan mas telah menurunkan produksi ikan mas nasional secara signifikan. Beberapa langkah dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut, salah satunya pembentukan ikan mas Rajadanu tahan KHV melalui seleksi. Dalam rangka memperoleh varietas unggul ikan mas tahan KHV pada tahun 2014 telah dilakukan pembentukan populasi F-3 melalui program selective breeding dengan metode walkback selection. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis performa pertumbuhan ikan mas Rajadanu generasi ketiga hasil seleksi melalui uji skala lapang pada fase pembesaran, serta kegiatan uji tantang pada skala laboratorium. Benih F-3 merupakan hasil pemijahan F-1 betina dan F-2 jantan hasil seleksi positif MHC (Major Histocompatibility Complex), sedangkan kontrol berupa benih ikan mas Majalaya dari pembudidaya, masing-masing tiga ulangan. Uji tantang KHV dilakukan di akuarium berukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm di hatchery ikan mas dengan suhu permissive 21°C melalui metode kohabitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi F-3 ikan mas Rajadanu hasil seleksi memiliki performa pertumbuhan relatif lebih baik 6,20% dibandingkan dengan kontrol pada karakter panjang total (18,14±4,90 cm), 5,80% lebih baik pada karakter panjang standar (14,76 ± 4,39 cm); 38,39% lebih baik pada karakter bobot rata-rata (393,98 ± 3,53 g); 16,83% pada karakter laju pertumbuhan spesifik (2,29 ± 0,04%); dan 3,80% pada karakter sintasan (49,13 ± 6,88%). Hasil uji tantang KHV menunjukkan sintasan populasi F-3 lebih tinggi (96,6 ± 3,3%) dibandingkan dengan kontrol (51,1 ± 8,3%).
The outbreaks of KHV (Koi herpesvirus) disease in carp culture have significantly reduced Indonesia’s national carp production. Several strategies have been devised to combat the outbreaks including the development of KHV resistant carp varieties such as selective carp breeding program in 2014. The purpose of this study was to analyze the growth performance of the third generation (F-3) Rajadanu through field-scale test (grow out) and challenge test (laboratory-scale). The study was designed in a completely randomized design with two treatments (F-3 populations) and carp seed from the local small-scale fish farmers as control, each with three replicates. F-3 seed was produced from spawning between F-1 females and F-2 males which had a Major Histocompatibility Complex positive selection. The challenge test was carried out in the aquarium sized 60 cm x 40 cm x 40 cm at the hatchery with the permissive temperature of 21°C. The results showed that F-3 Rajadanu population had relatively higher total length (18.14 ± 4.90 cm) of 6.20%, standard length (14.76 ± 4.39 cm) of 5.80%, weight average (393.98 ± 3.53 g) of 38.39%, specific growth rate (2.29 ± 0.04%) of 16.83%, and survival rate (49.13 ± 6.88%) of 3.80% than that of control population. The result of the challenge test on KHV in the laboratory showed that F-3 population had higher survival rate (96.6 ± 3.3%) compared to that of control (51.1 ± 8.3%)
Karakterisasi Kematangan Buah Kopi Berdasarkan Warna Kulit Kopi Menggunakan Histogram dan Momen Warna
Conventionally, the coffee maturity level is determined by observing the fruit colour, and it is done manually. This approach may result in inconsistency in colour classification. Thus, an automatic colour classification method based on colour of coffee maturity level is required. This paper presents the characterization of coffee maturity level based on two colour features: colour histogram and colour moment. Characterization of coffee maturity level was grouped into four class: green for unripe coffee, greenish-yellow for half ripe coffee, red for ripe coffee, and dark red for too ripe coffee. The purpose of the research is to determine the colour features that can characterize the coffee maturity level based on computer simulation in extracting and calculating the statistical values of the colour histogram and colour moments. It turned out from 200 coffee images that the statistical values of colour histogram are more suitable for characterising the coffee maturity. The kurtosis values of hue histogram for each maturity level of coffee were different: kurtosis value of unripe coffee was 17.2-28.3, those of half ripe coffee, ripe coffee and too ripe coffee were 29.2-31.4, 32.7-83.5, and more than 84.2 respectively
Karakterisasi Kematangan Buah Kopi Berdasarkan Warna Kulit Kopi Menggunakan Histogram dan Momen Warna
Conventionally, the coffee maturity level is determined by observing the fruit colour, and it is done manually. This approach may result in inconsistency in colour classification. Thus, an automatic colour classification method based on colour of coffee maturity level is required. This paper presents the characterization of coffee maturity level based on two colour features: colour histogram and colour moment. Characterization of coffee maturity level was grouped into four class: green for unripe coffee, greenish-yellow for half ripe coffee, red for ripe coffee, and dark red for too ripe coffee. The purpose of the research is to determine the colour features that can characterize the coffee maturity level based on computer simulation in extracting and calculating the statistical values of the colour histogram and colour moments. It turned out from 200 coffee images that the statistical values of colour histogram are more suitable for characterising the coffee maturity. The kurtosis values of hue histogram for each maturity level of coffee were different: kurtosis value of unripe coffee was 17.2-28.3, those of half ripe coffee, ripe coffee and too ripe coffee were 29.2-31.4, 32.7-83.5, and more than 84.2 respectively..Keywords : colour histogram kurtosis, colour moment, image processing.AbstrakSecara tradisional, tingkat kematangan buah kopi ditentukan dari warna kulitnya yang dikelompokan secara manual. Cara ini menghasilkan pengelompokan warna yang kurang konsisten, sehingga diperlukan sebuah metode otomatis pengelompokan buah kopi berdasarkan warna dari tingkat kematangannya. Penelitian ini memaparkan hasil karakterisasi kematangan buah kopi arabika menggunakan dua fitur warna citra, yaitu histogram dan momen warna. Karakterisasi kematangan dibagi menjadi empat kelompok: hijau untuk kopi muda, hijau kekuningan untuk kopi setengah masak, merah untuk kopi masak, dan merah tua untuk kopi tua. Tujuan penelitian ini adalah menentukan fitur warna yang dapat mewakili karakter kematangan buah kopi dengan melakukan simulasi komputer untuk mengekstrak dan menghitung nilai statistik dari histogram warna dan nilai momen warna dari empat kelompok buah kopi. Hasil penelitian menggunakan 200 citra kopi menunjukkan bahwa nilai statistik dari histogram warna lebih menggambarkan karakter kematangan buah kopi, dibandingkan dengan momen warna. Nilai kurtosis dari histogram hue memiliki nilai berbeda untuk setiap kategori kematangan buah kopi: kopi muda memiliki nilai kurtosis 17.2-28.3, kopi setengah masak 29.2-31.4, kopi masak 32.7-83.5dan kopi tua lebih dari 84.2. Kata Kunci : kurtosis histogram warna, momen warna, pengolahan citra