8 research outputs found

    Review Jaringan Trayek Angkudes Di Kabupaten Sleman: Upaya Menuju Pemerataan Pelayanan Bertransportasi

    Full text link
    Sesuai SK Bupati Kabupaten Sleman No.42/Kep.KDH/1996 tanggal 16 Februari 1996, kebutuhan mobilitas masyarakat antar wilayah dalam Kabupaten Sleman telah difasilitasi oleh 16 (enam belas) trayek, dimana dalam operasionalisasinya trayek-trayek tersebut dijalankan oleh sebanyak 335 armada angkutan perdesaan di bawah 1 (satu) pengelolaan Koperasi PEMUDA. Kondisi wilayah Sleman yang terbagi atas beberapa bagian, yaitu wilayah aglomerasi, sub-urban, wilayah penyangga (buffer zone), dan beberapa kawasan rural menyebabkan jumlah demand terhadap angkutan perdesaan juga berbeda-beda. Kenyataan bahwa jumlah demand pada wilayah aglomerasi dan sub-urban yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan demand pada wilayah penyangga dan rural menyebabkan sebagian sopir angkutan tidak menjalankan keseluruhan trayek yang telah ditetapkan. Sebagian dari mereka hanya memilih menjalankan trayek pada wilayah-wilayah aglomerasi dan sub-urban bahkan sampai masuk dalam wilayah administratif lain. Akibatnya di satu sisi pada segmen-segmen “basah” sering terjadi tumpang tindih trayek, sementara di sisi lain pada beberapa kawasan rural yang notabene secara ekonomi termasuk dalam kategori miskin menjadi semakin terisolir karena tidak terjangkau oleh angkutan umum. Penelitian ini dilakukan untuk me-review kinerja jaringan trayek angkutan perdesaan eksisting di Kabupaten Sleman untuk kemudian dapat disiapkan rumusan jaringan trayek angkutan perdesaan yang dapat melayani seluruh kebutuhan pergerakan masyarakat Kabupaten Sleman di masa sekarang hingga 10 (sepuluh) tahun ke depan. Dari penelitian ini direkomendasikan sistem pelayanan berdasarkan wilayah yang dibagi dalam 3 (tiga) zona pelayanan dengan keseluruhan trayek yang dijalankan sebanyak 25 trayek, masing-masing 8 (delapan) trayek pada WP I, 10 (sepuluh) trayek pada WP II, dan 7 (tujuh) trayek pada WP III. Untuk menjamin dijalankannya seluruh trayek yang telah direncanakan, penelitian ini juga mengusulkan manajemen penyelenggaraan baru yang melibatkan peranserta Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman. Agar perencanaan yang dihasilkan bisa secara bertahap dan sistematis dilaksanakan, maka aspek-aspek regulasi, kelembagaan, pengusahaan, SDM, pendanaan, dan penguatan harus dengan seksama disiapkan secara simultan. Kata

    Pengembangan Model Biaya Kemacetan Bagi Pengguna Mobil Pribadi Di Daerah Pusat Perkotaan YOGYAKARTA

    Full text link
    Traffic congestion on the road occurred when travel demand exceeds the capacity of the road. This study aims to estimate and develop a model of congestion costs for private car users in the area of Jalan Malioboro, Yogyakarta, with a length of 1.414 km. The study was limited to the congestion charge for private car users only. The results show that the generalized cost of private car transportation on the actual conditions in the Malioboro area, Yogyakarta, is Rp. 5,513.77 per trip and on the conditions of free flow speed is Rp. 2,598.78 per trip, so that the congestion charge for private car users in this region is Rp. 2,914.99 per trip. The form of congestion charge model for private car users in the area of Malioboro, Yogyakarta, is an exponential function, with the lower the actual traffic speed, the greater the cost of traffic congestion caused

    Biaya transportasi masyarakat Yogyakarta (Studi kasus kawasan Malioboro)

    No full text

    Biaya transportasi masyarakat Yogyakarta (Studi kasus kawasan Malioboro)

    No full text

    Sari Epidemologi Klinik

    No full text
    xii, 342 hlm

    Sari epidemiologi klinik/ Robert H Fletcher (etal) (dan Sutomo

    No full text
    xii, 342 hal.: ill.; 21 cm

    Sari epidemiologi klinik/ Robert H Fletcher (etal) (dan Sutomo

    No full text
    xii, 342 hal.: ill.; 21 cm
    corecore