35 research outputs found
PROGRAM KEWIRAUSAHAAN LANJUT : UPAYA MENCETAK WIRAUSAHA MAHASISWA
Universitas Sebelas Maret (UNS) merupakan salah satu universitas yang menjadi
pelopor dalam pengembangan budaya kewirausahaan di perguruan tinggi. Salah satu
program yang telah lama dilakukan adalah menjadikan kewirausahaan sebagai salah
satu mata kuliah wajib dengan bobot 2 sks. Namun demikian, hasil yang diharapkan
belum sesuai dengan harapan awal. Hal tersebut dikarenakan materi yang diberikan
pada perkuliahan mata kuliah kewirausahaan cenderung mengupas hal-hal yang teoritis
tentang kewirausahaan sehingga belum mampu menumbuhkembangkan budaya
berwirausaha di kalangan mahasiswa UNS.
Dalam rangka mengatasi hal tersebut, diperlukan program lanjutan, untuk mengasah
keterampilan kewirausahaan praktis baik dalam hal perencanaan, pengelolaan dan
evaluasi suatu usaha. Kuliah kewirausahaan program kewirausahaan lanjut merupakan
salah satu program yang dirancang untuk memberikan pengalaman belajar (learning
with) dalam membekali peserta kegiatan untuk fokus dalam pembentukan suatu usaha
baru skala mikro.
Metode pembelajaran yang dikembangkan terdiri dari dua hal yaitu metode pembelajarn
in class dan metode pembelajaran out class. Metode in class bertujuan untuk
memberikan pendalaman materi tentang hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum
membentuk suatu usaha baru, khususnya penyusunan studi rencana usaha (business
plan). Pembelajaran in class dilaksanakan selama tiga hari dengan jumlah jam
pelajaran sebanyak 24 JPL. Sedangkan pembelajaran out class merupakan praktek
usaha nyata, yang dilakukan selama 1 – 1,5 bulan dan dilakukan secara berkelompok.
Peserta menentukan sendiri jenis usahanya, kemudian merencanakan business plan,
mengajukan pinjaman modal kerja, melaksanakan usaha, melakukan evaluasi dan
pelaporan hasil usaha.
Kata Kunci : kewirausahaan, mahasiswa dan pembelajaran kewirausahaa
KAJIAN POTENSI KEWIRAUSAHAAN PADA PEMUDA DI KOTA SURAKARTA
Menurut Badan Pusat statistik Indonesia tercatat sejumlah 7,4 juta orang
pemuda yang termasuk dalam kategori usia produktif yang mengganggur. Dan
jika dilihat dari latar belakang pendidikannya, maka 27,09 % berpendidikan SD
ke bawah, 22,62 % berpendidikan SLTP, 25,29 % berpendidikan SMA, 15,37 %
berpendidikan SMK. Dari tingginya angka pengangguran pemuda ini, PPKwu
merasa mendapat amanat mengembangkan misi dalam mendukung penciptaan
wirausaha baru dengan menjalin kerjasama dengan KNPI melalui
penandatanganan MoU yang telah dilakukan pada tanggal 20 Januari 2011.
Selain itu, dilakukan kajian mengenai potensi kewirausahaan pemuda di Kota
Surakarta sehingga diharapkan potensi yang ada dapat teridentifikasi dengan baik
sebagai dasar pendampingan dan pembinaan lanjutan bagi kewirausahaan pemuda
di Kota Surakarta.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa potensi kewirausahaan pemuda kota
Surakarta sebagian besar (65,36%) hanya mempunyai potensi yang sedang
sedangkan 30.72 % pemuda mempunyai potensi yang tinggi. Opportunity
competencies, mempunyai nilai baik sebesar 32,68% dan 57.52% mempunyai
nilai sedang. Organizing competencies, mempunyai nilai sedang sebesar 70.59%
dan hanya 20.92% yang mempunyai nilai tinggi. Strategic competencies,
mempunyai nilai sedang sebesar 73.20% dan hanya 15.03% yang mempunyai
nilai tinggi. Social Competencies, mempunyai nilai sedang 43.14% sementara
hanya 39.22% yang mempunyai nilai tinggi. Commitment competencies,
mempunyai nilai sedang 62.75% sementara hanya 24.18% yang mempunyai nilai
tinggi. Conceptual competencies, mempunyai nilai sedang 66.01% dan hanya
16.34% yang mempunyai nilai tinggi
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DALAM UPAYA MENUMBUHKAN BUDAYA WIRAUSAHA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KABUPATEN KARANGANYAR
Penelitian ini bertujuan: (1) Mengidentifikasi nilai-nilai pokok kewirausahaan pada siswa
SMA yang akan dikembangkan dalam pembelajaran kewirausahaan; (2) Merumuskan model
pembelajaran kewirausahaan bagi siswa SMA; dan (3) Menyusun panduan pelaksanaan
pembelajaran kewirausahaan bagi siswa.
Pendekatan penelitian yang dipilih adalah mixing method dimana kedua aspek kuantitatif
dan kualitatif secara berdampingan dimanfaatkan untuk menjawab permasalahan penelitian.
Populasi penelitian ini adalah siswa SMA di Kabupaten Karanganyar, teknik pengambilan
sampel dengan cluster sampling. Teknik pengambilan data dengan kuesioner dan focus group
discussion (FGD).
Hasil yang telah dicapai adalah : 1) pada tahap awal pembelajaran kewirausahaan pada
siswa SMA dikembangkan enam nilai-nilai pokok kewirausahaan yaitu kreatif, mandiri,
kepemimpinan, berani menanggung resiko, berorientasi pada tindakan dan kerja keras; 2)
pengembangan pendidikan kewirausahaan pada siswa SMA dilakukan dengan mengintegrasikan
nilai-nilai pokok kewirausahaan pada semua mata pelajaran di SMA; 3)telah tersusun draft
panduan pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan di SMA
Kata Kunci: Kewirausahaan, FGD, SMA
Leveling entrepreneurial skills of vocational secondary school students in Indonesia: impact of demographic characteristics
Context: This article aims to determine the entrepreneurial skills of Vocational Secondary School students after the implementation of a new curriculum that promotes entrepreneurship courses in Indonesia. The authors believe that after taking such courses, students will be able to generate entrepreneurial skills. This study also explores the effect of demographic characteristics on students\u27 entrepreneurship skills level, especially with respect to gender, school, and family. Approach: This study used a quantitative approach, with data collected through a questionnaire with five variables, that is, leadership, reflective communication, risk-taking, creatively innovative, and future orientation. Data were collected from 463 students who had taken entrepreneurship subjects that were chosen randomly. Data were analyzed using linear regression. Findings: 52.22% of our respondents had a moderate score for entrepreneurial skills, this is not in accordance with the expected learning outcomes, there are students who have entrepreneurial skills at a high level. With respect to creative innovation, in particular, a majority (53.15%) had a low score and 4.1% had a very low score. Moreover, family had a significant and positive effect on all dependent variables (leadership scores, reflective communication scores, risk-taking scores, creatively innovative scores, future orientation scores, and overall entrepreneurial skills scores). School demographic characteristics had a significant positive effect on the value of future orientation. These results indicate that private schools tend to strengthen the level of reflective communicative scores. Conclusion: The entrepreneurial skills of most vocational students are middling. This indicates that entrepreneurship subjects at Vocational Secondary schools have not been able to achieve their expected learning outcomes or help students develop entrepreneurial skills at a high level. Thus, further research is needed to determine the causes behind the problem. Schools are expected to be able to establish harmonious relationships by involving families to support the improvement of an informal learning environment that supports the mastery of entrepreneurial skills of vocational students. (DIPF/Orig.
Leveling Entrepreneurial Skills of Vocational Secondary School Students in Indonesia: Impact of Demographic Characteristics
Context: This article aims to determine the entrepreneurial skills of Vocational Secondary School students after the implementation of a new curriculum that promotes entrepreneurship courses in Indonesia. The authors believe that after taking such courses, students will be able to generate entrepreneurial skills. This study also explores the effect of demographic characteristics on students' entrepreneurship skills level, especially with respect to gender, school, and family. Approach: This study used a quantitative approach, with data collected through a questionnaire with five variables, that is, leadership, reflective communication, risk-taking, creatively innovative, and future orientation. Data were collected from 463 students who had taken entrepreneurship subjects that were chosen randomly. Data were analyzed using linear regression. Findings: 52.22% of our respondents had a moderate score for entrepreneurial skills, this is not in accordance with the expected learning outcomes, there are students who have entrepreneurial skills at a high level. With respect to creative innovation, in particular, a majority (53.15%) had a low score and 4.1% had a very low score. Moreover, family had a significant and positive effect on all dependent variables (leadership scores, reflective communication scores, risk-taking scores, creatively innovative scores, future orientation scores, and overall entrepreneurial skills scores). School demographic characteristics had a significant positive effect on the value of future orientation. These results indicate that private schools tend to strengthen the level of reflective communicative scores. Conclusion: The entrepreneurial skills of most vocational students are middling. This indicates that entrepreneurship subjects at Vocational Secondary schools have not been able to achieve their expected learning outcomes or help students develop entrepreneurial skills at a high level. Thus, further research is needed to determine the causes behind the problem. Schools are expected to be able to establish harmonious relationships by involving families to support the improvement of an informal learning environment that supports the mastery of entrepreneurial skills of vocational students
PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN BAGI CALON PURNABAKTI PNS PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK
Masa purnabakti merupakan masa dimana seorang pegawai negeri melewati masa
tuanya setelah bertahun-tahun bekerja pada instansi pemerintah. Masa pensiun berakibat pula
terhadap penurunan penghasilan. Dalam rangka memberdayakan para calon purnabakti,
Pemerintah Kabupaten Demak memberikan pelatihan kewirausahaan yang dimaksudkan
untuk mempersiapkan mental dalam menghadapi masa purnabakti dan meningkatkan
pemahaman tentang wawasan kewirausahaan dan mengenalkan bentuk-bentuk peluang bisnis
yang dapat dilakukan dalam masa pensiun. Pelatihan kewirausahaan difokuskan pada teori,
praktek dan kunjungan ke lokasi usaha. Instruktur pelatihan kewirausahaan merupakan para
pakar dan praktisi di bidang kewirausahaan yang juga melaksanakan kegiatan kewirausahaan
selain sebagai pengajar, sehingga materi yang disampaikan kepada peserta merupakan materi
aplikatif.
Kata Kunci : Purnabakti, Pelatihan, Kewirausahaa
PELUANG USAHA BUDIDAYA JAMUR KUPING
Sebagian besar wilayah di Indonesia sangat bagus untuk budidaya jamur, karena alam
Indonesia yang hangat dan lembab, dan jamur akan tumbuh bila dikondisikan sesuai dengan
persyaratannya. Budidaya jamur dapat dilakukan dengan mudah dan murah karena
kandungan komponennya banyak menggunakan limbah, misalkan serbuk kayu dari bekas
gergaji dan dedak. Jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia antara lain:
jamur tiram, jamur merang, jamur shitake, dan jamur kuping. Jamur kuping (Auricularia
auricula) merupakan salah satu kelompok jelly fungi yang memiliki prospek bisnis sangat
bagus. Hal ini disebabkan permintaan pasar domestik maupun pasar internasional masih
cukup tinggi.Tak mengherankan harga jamur kuping dipasaran bisa lebih mahal dibandingkan
jamur tiram serta jamur merang. Budidaya jamur kuping sangat cocok untuk dikembangkan
menjadi peluang usaha skala rumah tangga
BRANDING JURNAL KEWIRAUSAHAAN DAN BISNIS
Jurnal Kewirausahaan dan Bisnis (JKB), Entrepreneurship Development Center (PPKwu) has printed ISSN and electronic ISSN. This activity aims to improve the quality and capacity of management PPKwu, especially in managing journal towards reputable journals, such as by improving the content and appearance of the journal. The activity is carried out by applying a mixture of quantitative and qualitative methods, and by applying a comparative analysis to compare the conditions of JKB before and after the activities are carried out. By carrying out this activity it is hoped JKB can become a reputable journal and have sufficient qualifications to register for national journal accreditation. Activities that have been carried out include: a workshop to improve journal logos and headers, a workshop to improve content, DOAJ indexation, DOI repairs, workshops to improve print journal covers and brochure development.
Key words: accreditation, entrepreneurship, institution, journa
PENDAMPINGAN PENDIRIAN UKM ELANG JAWA MELALUI MESIN PEWARNAAN BATIK DAN HKI
UKM Elang Jawa and UKM Ontorejo is an SMEs engaged in batik craft in Sragen Regency. In the batik production process, these SMEs have difficulties in the process of coloring batik, more on color alignment for the purposes of coloring cloth with a length of fabric that exceeds 2.5 meters in length and is less effective in the use of coloring agents. Another problem is the lack of business legality in both SMEs. The purpose of this activity is to improve the technology that can support the development of traditional batik businesses UKM Elang Jawa and UKM Ontorejo through appropriate technology using Batik Coloring Machine (Feeder), business assistance and business legality management assistance with technical assistance, management training and entrepreneurship, and mentoring intensively and sustainably. Activities that have been carried out include the initial activities, the supply of feeder machines, and training in the use of feeder machines.
Keywords: batik, feeder, legality, business, technolog
PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN BAGI CALON PURNABAKTI KOTA SALATIGA TAHUN 2016
Masa pensiun acapkali dianggap menjadi masa yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk dalam mempersiapkan pekerjaan semasa pensiun adalah berwirausaha. Tujuan Kegiatan Pengiriman Peserta Pembekalan Pensiun Luar Daerah bagi PNS Pemerintah Kota Salatiga adalah mempersiapkan mental dalam menghadapi masa purnabakti, meningkatkan pemahaman tentang wawasan kewirausahaan dan mengenalkan bentukbentuk peluang bisnis yang dapat dilakukan dalam masa pensiunn, mempersiapkan aktivitas pekerjaan bagi calon purna bakti dalam bidang kewirausahaan, meningkatkan ketrampilan dalam berwirausaha. Metode pelatihan yang digunakan dilakukan secara partisipatif dengan metodemetode ceramah (30%), diskusi kelompok dan kunjungan lapang dengan bahan dan materi yang telah disiapkan sebelumnya. Teori diberikan dalam bentuk klasikal dan study visit (70%) dilakukan pada perusahaan atau usaha kecil dan menengah yang ada di wilayah Surakarta dan sekitarnya. Praktek simulasi bisnis diberikan kepada peserta untuk menambah wawasan peserta mengenai dunia marketing sekaligus mengevaluasi hasil praktek peserta untuk dijadikan bahan diskusi mengenai cara-cara pemasaran jitu