29 research outputs found
RESPON OSMOTIK DAN PERTUMBUHAN JUVENIL ABALON HALIOTIS ASININA PADA SALINITAS MEDIA BERBEDA
Abalon (Haliotis sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan dengan nilai ekonomis
tinggi. Potensi pengembangan budidaya abalon di Indonesia didukung dengan terdapatnya
spesies natif komersial Haliotis asinina dan melimpahnya rumput laut sebagai pakan
alami. Salah satu parameter kualitas air yang penting dalam budidaya adalah salinitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh salinitas terhadap respon osmotik
dan pertumbuhan H. asinina pada salinitas berbeda. Juvenil berukuran 20-45 mm
dipelihara pada salinitas berbeda (26β°, 29β°, 32β°, dan 35β°) selama 30 hari dengan
model penelitian Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pengelompokan dibagi menjadi tiga
berdasarkan ukuran juvenil, yaitu ukuran 20-25 mm, 30-35 mm dan 40-45 mm. Selama
masa pemeliharaan juvenil diberi pakan alami rumput laut Gracillaria. Hasil penelitian
menunjukan osmolaritas hemolymph hiperosmotik terhadap media pada salinitas 26β°,
29β° dan 32β° dan hipoosmotik terhadap media pada salinitas 35β°. TKO tertinggi
diperoleh pada salinitas 26β° (68,51 mOsm/l H2O) dan terendah pada salinitas 35β° (21,79
mOsm/l H2O) (P<0,05). Dalam studi ini salinitas tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan juvenil (P>0,05). Meski demikian, pada salinitas 26 β° didapatkan terjadinya
pertumbuhan negatif
PENGARUH KONSENTRASI ASAM FORMIAT DALAM PEMBUATAN SILASE YANG BERASAL DARI LIMBAH KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes)
Pemanfaatan limbah kerang simping berupa viscera untuk pembuatan silase ikan telah
dilakukan sebagai salah satu alternatif bahan pakan ternak. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
pengaruh perlakuan konsentrasi asam formiat dan waktu pengamatan serta interaksi keduanya
terhadap karakteristik silase limbah visera kerang simping.
Analisis proksimat menunjukkan bahwa visera kerang simping mengandung 80,12% air;
2,37% abu; 0,71% lemak; dan 14,37% protein. Perlakuan konsentrasi asam formiat memberikan
pengaruh nyata (p<0,05) terhadap pH dan viskositas silase. Perlakuan waktu pengamatan
memberikan pengaruh nyata terhadap pH, kadar protein terlarut, pencairan dan viskositas silase.
Ada interaksi antara pengaruh kedua perlakuan (p<0,05) terhadap pH, kadar protein terlarut,
pencairan dan viskositas silase.
Silase kering pada semua perlakuan asam mengandung 8,65 β 10,03% air; 5,68 β 6,00%
abu; 6,03 β 6,64% serat kasar; 7,04 β 7,61% lemak kasar; 16,55 β 16,68% protein kasar.
Karakteristik silase asam yang dihasilkan dari limbah kerang simping dapat digunakan sebagai
bahan pakan ternak
ANALISIS DATA EKSTRIM TINGGI GELOMBANG DI PERAIRAN UTARA SEMARANG MENGGUNAKAN GENERALIZED PARETO DISTRIBUTION
Informasi gelombang ekstrim merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam
perencanaan bangunan pantai. Tinggi gelombang ekstrim diidentifikasi untuk
memaksimalkan ketahanan bangunan pantai terhadap kejadian gelombang tinggi (ekstrim).
Penelitian ini mengambil lokasi di perairan utara semarang dimana terjadi berbagai
aktivitas pembangunan. Metode Generalized Pareto Distribution digunakan untuk
menentukan nilai maksimum yang terjadi (kala ulang) pada periode 2, 5, 10, 25, 50 dan
100 tahun. Pada penelitian ini ambang batas nilai ekstrim ditentukan dengan nilai
percentile 90. Berdasarkan hasil uji kesesuaian model menggunakan Uji Kolmogorov-
Smirnov disimpulkan bahwa data ekstrim tinggi gelombang di perairan utara semarang
mengikuti Generalized Pareto Distribution. Hasil perhitungan kala ulang tinggi gelombang
ekstrim tertinggi sebesar 5,73 meter terjadi pada bulan maret dengan periode 100 tahun
KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG
Perairan Pemalang merupakan bagian dari laut jawa yang mana pada daerah ini terjadi kegiatan perikanan yang tinggi untuk itu diperlukan kajian kualitas perairan guna mengetahui kondisi perairan terkait aktivitas perikanan yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji variabel fisika kimia perairan dan mengetahui pola sebaran spasial serta konsenterasi dari variabel fisika, kimia perairan Ulujami Kab. Pemalang. Materi dalam penelitian ini adalah kandungan fosfat, suhu, DO yang diperoleh secara insitu dan pengambilan sampel dilaksanakan setiap 1 bulan sekali selama 4 bulan, dari Bulan Oktober β November 2012 dan Januari β Februari 2013. Metode penelitian yang digunakan yakni metode deskriptif eksploratif dengan pendekatan sistem informasi geografis. Hasil penelitian menunjukan bahwa perairan Ulujami Pemalang memiliki kandungan phosfat yang berfluktuatif dari 0,18 β 1,44 mg/l. Sedangkan kandungan DO dari 5,7-11,6 mg/l dan kanduingan suhu berkisar antara 27,7 β 320C. Oleh karena itu diperlukan pemetaan sebaran spasial variabel fisika kimia perairan pemalang untuk mengetahui kondisi hidrooseanografinya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kondisi fosfat yang mendukung kesuburan perairan masih berada pada kondisi yang baik untuk mendukung siklus rantai makanan. Untuk variabel suhu dan DO masih berada pada kandungan yang relative baik namun terdapat beberapa nilai kandungan DO yang berada dalam kondisi terlampau jenuh.
Kata kunci: Fisika Perairan, Kimia Perairan, Spatial, Pemalan
Kelimpahan dan Karakteristik Mikroplastik di Perairan Kolam Labuh dan Sungai Blangor Kecamatan Palang, Tuban
Microplastic contamination has been identified in Indonesian water bodies, raising environmental concerns. This study investigates microplastic abundance and characteristics in water and sediment of Palang Waters (Kolam Labuh and Sungai Blangor) in Tuban. Seawater and river samples were collected using a 75 Β΅m mesh plankton net. Microplastics were quantified under microscopy, and polymer analysis utilized Fourier Transform Infrared (FT-IR) spectroscopy. Seawater showed an abundance of 40,000 Β± 11,357.82 particles/m3, with 48.75% fragments, 44.58% fibers, and 6.67% granules. River microplastic abundance was 13,333.33 Β± 5,033.23 particles/m3, comprising 82.5% fibers, 10% fragments, and 7.5% granules. Sediment's average microplastic abundance was 226.67 Β± 83.27 particles/m3, including 53% fibers, 29% fragments, and 18% granules. Statistical analysis highlighted significant differences in microplastic abundance among seawater, river water, and sediment (P-Value = 0.001). Notable differences existed between seawater and river water (P-value = 0.009), and seawater and sediment (P-value 0.001), but not between river water and sediment (P-value = 0.143). Polymer analysis revealed polymers such as Polyvinyl Chloride (PVC), Polyethylene (PE), and High-Density Polyethylene (HDPE). This research offers insights into microplastic presence, aiding in understanding aquatic pollution.Β Β Kontaminasi mikroplastik telah terjadi di beberapa perairan Indonesia. Mikroplastik memiliki ukuran β€5 mm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan karakteristik mikroplastik pada air dan sedimen di Perairan Kolam Labuh dan Sungai Blangor, Kecamatan Palang, Tuban. Sampel air laut dan sungai diambil menggunakan plankton net dengan ukuran mesh 75 Β΅m. Kelimpahan dan bentuk mikroplastik dihitung dan diamati menggunakan mikroskop, dan analisis polimer menggunakan uji Fourier Transform Infrared (FT-IR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan mikroplastik pada air laut sebanyak 40.000 Β± 11.357,82 partikel/m3, bentuk fragmen sebanyak 48,75 %, kemudian fiber sebanyak 44,58 % dan granules sebanyak 6,67% pada air laut. Sedangkan di Sungai didapatkan kelimpahan mikroplastik sebanyak 13.333,33 Β± 5.033,23 partikel/m3, bentuk fiber sebanyak 82,5 %,fragmen 10 % dan fiber 7,5 %. Kelimpahan rata-rata mikroplastik pada sedimen ialah 226,67 Β± 83,27 , bentuk fiber sebanyak 53%, fragmen 29% dan granules 18%. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan kelimpahan mikroplastik pada air laut, sungai dan sedimen (P-Value = 0,001). Perbedaan kelimpahan mikroplastik terjadi antara air laut dengan air sungai (P-value = 0,009) dan antara air laut dengan sedimen (P-value 0,001), sedangkan antara air sungai dan sedimen tidak terjadi perbedaan (P-value = 0,143). Hasil analisis polimer menunjukkan jenis polimer yang ditemukan meliputi Polivinil Klorida (PVC), Polyethylene (PE) dan High-Density Polyethylene (HDPE).
ANALISIS TINGKAT HUBUNGAN DAN KONDISI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PDRB KABUPATEN MALUKU TENGAH
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat hubungan pendapatan sektor perikanan dengan
PDRB Kabupaten Maluku Tengah dan menganalisis apakah sektor perikanan termasuk sektor
ekonomi unggulan di Kabupaten Maluku Tengah dengan menggunakan metode Location Quotien
(LQ). Pada tahun 2011potensi ikan di wilayah Kabupaten Maluku Tengah sebesar 835.400 ton/
tahun. Hasil analisis korelasi antara sektor perikanan dengan PDRB menunjukan hubungan yang
positif. Dengan nilai koefisien korelasi 0,986, yang atinya pendapatan sektor perikanan berkorelasi
kuat dengan PDRB Kabupaten Maluku Tengah. Dilihat dari nilai probabilitas pendapatan sektor
perikanan berpengaruh yata terhadap PDRB. Persamaan regresi antara nilai pendapatan sektor
perikanan dengan PDRB Kabupaten Maluku Tengah adalah:Y= 21870,458 + 0,986 X. Uji t
menunjukan bahwa t hitung > t tabel dengan demikian disimpulkan bahwa pendapatan sektor
perikanan berpengaruh signifikan terhadap PDRB Kabupaten Maluku Tengah.Hasil analisis LQ
sektor perikanan menurut data harga konstan 2000 menunjukan adanya penurunan dari tahun
2007 (0,372) hingga 2011 (0,366). Hasil ini juga menunjukan bahwa sektor Perikanan bukan
merupakan sektor unggulan, karena nilai LQ < 1. Apabila ditinjau dari potensi sektor perikanan
dan kelautan yang cukup besar di Kabupaten Maluku Tengah, sektor perikanan dapat dijadikan
salah satu sektor ekonomi unggukan daerah. Hal ini berarti sektor perikanan belum dikelola secara
optimal, pengelolaan sektor perikanan secara optimal diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif
kebijakanbagi pemerintah Kabupaten Maluku Tengah
Stimulasi Fission Reproduksi Aseksual Teripang Holothuria Atra Dan Teripang Holothuria Impatiens
Natural production of sea cucumbers in decline, it is because of overfishing and use without any attempt for cultivation. There are several ways for the provision of seeds, one with a reproduction. Sea cucumbers can reproduce sexually and asexually. Sexual reproduction involves the sea cucumber sperm and egg cells, and that asexual reproduction through fission technique. Fission is the process of cleavage of the specimen the anterior, middle and posterior to the sea cucumber. The third part will grow into new individuals after each specimen was able to grow the missing part. The research was conducted on April-June 2012 at Bandengan, Jepara with the aim of analyzing the ability of the sea cucumber Holothuria fission reproduction impatiens and Holothuria atra and observe individual performance and survival of fission results from the fission through the stimulation of 1, 2, and 3 fission plane in sea cucumber Holothuria atra and Holothuria impatiens for the supply of seed. The method used was field experimental research. The results of this research showed stimulation of fission with 1 fission plane is faster than 2 fission plane and 3 fission plane. H. atra to fission faster than H. impatiens. On the stimulation of 2 fission plane, the anterior fission faster than the middle or posterior. The results of regeneration of the species H. impatiens are not able to regenerate. The posterior regenerate faster than the anterior and middle. The posterior regenerate faster than the anterior and middle. In general, sea cucumbers which were going through the stimulation of fission stage, wound closure phase, the stage of regeneration, which in turn will form the mouth and anus on the part of the divide
Kandungan Logam Berat Cd Pada Air, Sedimen Dan Daging Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Perairan Tanjung Mas Semarang Utara
Tingginya aktifitas di sepanjang daerah perairan Tanjung Mas diduga mengalirkan berbagai limbah yang dapat menimbulkan pencemaran. Salah satu bentuk pencemaran tersebut adalah buangan limbah logam berat Cd. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan logam berat Cd dalam air, sedimen dan daging P. viridis dan mengetahui sebaran ukuran cangkang P. viridis. Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2013 di tiga wilayah perairan Tanjung Mas yaitu muara, tambak dan pelabuhan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif sedangkan penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Analisa logam berat menggunakan AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometry). Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan logam berat Cd dalam air berkisar <0,001-0,004 mg/l, sedimen 2,382-7,121 mg/kg, dan P.viridis <0,01 mg/kg. Hasil ini berarti bahwa air dan daging P. viridis di Perairan Tanjung Mas masih sesuai dengan baku mutu KMLH No 51 2004 dan SNI 7387.2009 sedangkan pada sedimen telah tercemar ringan oleh logam berat Cd. Sebaran ukuran panjang cangkang yang paling mendominasi yaitu P. viridis dengan ukuran 37,26-47,25 m
Studi Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, Cr Pada Kerang Simping (Amusium Pleuronectes), Air Dan Sedimen Di Perairan Wedung, Demak Serta Analisis Maximum Tolerable Intake Pada Manusia
Wedung, Demak which have large potential of asian moon scallop (Amusium pleuronectes). This potential has leaded the increasing activities of fishing, industrial, and dense residential in Wedung. Those activities were thought to be one of the sources of heavy metals (Pb, Cu, Cd, Cr) accumulated in the simping. This study was aimed to determine the concentration of Pb, Cu, Cd, Cr in the A. pleuronectes, in the water and the sediment. Moreover, this study was also aimed to investigate the maximum weekly consumption A. pleuronectes which contained Pb, Cu, Cd, and Cr in Wedung waters area, Demak. The study was conducted in October-November 2011. The method used in this study was a study case method, while the purposive sampling method was used to determine the sampling locations. Sampling was conducted once every two week, with three repetitions. AAS (Atomic Absorbtion spectrophotometry), were used to analyze the heavy metal concentration, while the consumption of security analysis was used to analyze the MTI (Maximum Tolerable Intake). The range of the analysis results of Pb concentration in the scallop's shells were 33,1362 β 35,0762 ppm, and 11,1272 β 13,0852 ppm in the sediments, while the concentration in the soft tissues and water, were not detected. The Cu concentration in the soft tissue were ranged from 8,9849 β 9,4659 ppm, where in the scallop's shells were 11,9836 β 12,2358 ppm, water were 0,07 β 0,14 ppm, and in the sediments were 13,0624 β 17,6040 ppm. The Cd concentration in soft tissue were ranged from 5,9212 β 8,0136 ppm, scallop's shell were 2,6195 β 5,0125 ppm, and water were 0,01 ppm at 2nd and 3rd samplings, while at the first sampling was not detected, whereas in the sediments the concentration ranged from 0,4694 β 0,7257 ppm. Cr concentration in the soft tissue were only detected in the third sampling with 0,7285 ppm, while in the scallop's shells ranged from 1,9694 β 2,6924 ppm, and in the sediments were 0,9693 β 1,6933 ppm, while its concentration in water was not detected. Maximum weekly intake of scallop in Wedung water which are safe for consumption were 22,64 kg for Cu; 0,06 kg for Cd; and 5,76 kg of Cr per week for people with average body weight 60 kg, while the Pb concentration not detected
Aktivitas Anti Bakteri Kitosan Dari Cangkang Kerang Simping Pada Kondisi Lingkungan Yang Berbeda : Kajian Pemanfaatan Limbah Kerang Simping (Amusium SP.)
Waste is one of the major problems in various countries in the world, one of which is the waste of marine products, for example clam shells. This waste can be processed into chitin and chitosan. Chitosan alone has a lot of benefits that have relatively high economic value, such as chitosan as a natural source antibacterial that can be effectively produced. Deacetylation degree of chitosan determined by using data from FTIR spectra and the value was 69.11349%. The results showed that there were soluble chitosan with 1% acetic acid. In the antibacterial test of chitosan on E. coli and S. aureus showed inhibition zone on agar medium. Chitosan provided large inhibition zones on 0.01 ΞΌg/disk and 0.02 ΞΌg/disk concentrations , however conditions factor of the media effected the growth of those bacteria. Bacteria E. coli bacterium was more sensitive to salinity than thah of S. aureus, while the S. aureus bacterium is more sensitive to pH than that of E. coli bacterium