9 research outputs found

    Konstruksi Pembelajaran Sejarah yang Berorentasi pada Masalah Kontemporer Pembangunan

    Full text link
    This research seeks to explore alternative approach in teaching history which commonly oriented toward enhancing collective memory. By applying Habermas\u27 model of “ways of knowing” attributed to the contemporary social issues experienced by high school students, there are several findings need to be addressed as results of this research. First, students were emancipated during the process of teaching history by critical praxis. Second, this emancipation has enabled students to create their own knowledge and experience toward the issue being discussed in historical perspective. Finally, the process of knowledge production has empowering teachers and students as well. Pembelajaran sejarah dalam kurikulum nasional, selama ini didominasi oleh hafalan kolektif. Kajian ini membahas pendekatan alternatif dalam mengajarkan mata pelajaran sekolah, yang diterapkan di SMA. Menggunakan model “ways of knowing” Habermas, sebagai bagian dari pendidikan kritis, penelitian dilakukan terhadap pelajaran sejarah yang didasarkan pada isu-isu sosial kontemporer sebagaimana dialami para siswa. Hasilnya, siswa mengalami proses emansipasi sepanjang pembelajaran. Emansipasi tersebut memungkinkan siswa menciptakan pengetahuannya sendiri menyangkut isu yang dibahas dengan perspektif historis. Pada dasarnya, keseluruhan proses produksi pengetahuan dengan pendekatan ini berhasil memberdayakan guru maupun siswa

    Pembelajaran sejarah maritim melalui media Banten harbour untuk peningkatan kesadaran multikultural

    Get PDF
    Pembelajaran Sejarah maritim dapat menjadi sebuah langkah startegis bagi Indonesia untuk memahami dan menghargai keberagaman di Indonesia. Hadirnya Aplikasi Banten Harbour menjadi sebuah inovasi guna membumikan multiklturalisme Indonesia melalui sudut pandang historis serta penyajiannya melalui media pembelajaran yang kekinian, yaitu aplikasi android yang kini tengah digandrungi oleh siswa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita di era revolusi 4.0. Artikel ini membahas bagaimana efektivitas aplikasi banten Harbour dalam meningkatkan kesadaran multikultural siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain The one group pre-test post-test design. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa terdapat penggunaan Aplikasi Banten Harbour selama 12 pertemuan telah memengaruhi perubahan hasil pre-test dan post-test kesadaran multikultural siswa dan penggunaan Aplikasi Banten Harbour terbukti efektif dalam meningkatkan kesadaran multikultural siswa dibuktikan melalui Uji Wilxocon dan Uji N Gain. Peningkatan kesadaran multikultural siswa juga terlihat pada perubahan siswa yang mengurangi sikap diskriminasi terhadap sesame teman, saling menghargai Bahasa daerah masing-masing dan semakin memahami berbagai perbedaan budaya melalui pembelajaran berbasis Aplikasi Banten Harbour ini. Selain itu, Aplikasi Banten Harbour juga dapat memotivasi siswa dalam belajar sejarah dan menjadikan pembelajaran sejarah lebih menyenangkan

    Penggunaan Media Alternatif pada Kultur In Vitro Jahe (Zingiber Officinale Rosc.) Varietas Gajah

    Full text link
    The problem faced in cultivation of ginger is the availability of uniform plant propagation materials. Ginger is propagated through underground rhizomes. Growth of the rhizome is not uniform, since the shoots do not sprout at the same time. Most of the rhizomes were attacked by several diseases such as bacterial wilt, soft rot, and nematodes. Propagation of plant material through in-vitro culture is also an obstacle since the price of pure agar and chemicals is very expensive. Therefore, production of cheap, uniform and disease-free plant materials with rapid multiplication rate is necessary for the successful ginger cultivation. The use of alternative media on in-vitro culture of ginger (Zingiber officinale Rosc.) cv. Gajah was conducted in order to substitute cheaper alternative media for in-vitro culture of ginger. An experiment using two basic composition of media (MS and liquid fertilizer) and three different types of agar (seaweed, Swallow and Oxoid agar) was done at the Tissue Culture Laboratory of Center for Research and Development of Isotope and Radiation Technology, Jakarta. The result showed that the highest shoot height, number of shoot and leaf was obtained from medium composition of sea weed and MS. Whilst the medium of Oxoid agar and MS produced the longest and the highest number of root. The cheapest medium was found from seaweed and liquid fertilizer composition, whereas the most expensive medium was from Oxoid agar and MS composition. Seaweed and Swallow agar in MS media showed similar growth performance as well as Oxoid agar in development of ginger plantlets

    Kearifan Ekologi dalam Tradisi Bubur Suro di Rancakalong Kabupaten Sumedang

    Full text link
    Tradisi Bubur Suro di Rancakalong Kabupaten Sumedang merupakan kearifan lokal sebagai wujud syukur masyarakat kepada Sang Pencipta serta memiliki fungsi dalam menjaga dan memelihara kesinambungan alam (suistainability). Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi nilai-nilai kearifan ekologi yang terdapat dalam tradisi Bubur Suro. Masalah penelitian dirumuskan dalam dua pertanyaan penelitian yaitu: (1) Bagaimanakah proses pelaksanaan tradisi Bubur Suro? (2) Nilai-nilai kearifan ekologi apa yang terdapat dalam tradisi Bubur Suro? Metode penelitian adalah deskriftif kualitatif dengan model etnografi. Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat nilai-nilai kearifan lokal dalam tradisi Bubur Suro yang berhubungan dengan upaya masyarakat dalam menjaga kesinambungan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan sang pencipta. Upaya menjaga kesinambungan alam tampak dalam memelihara keanekaragaman hayati (sarebu rupa), kesinambungan (babasan sarereaeun), hidup hemat dan sederhana (konsep patih goah), hidup tertib dan teratur (tataliparanti, dawegan dipares), gotong-royong serta simbol kersa nyai sebagai bentuk perlindungan terhadap tanaman lokal. The Bubur Suro tradition in Rancakalong Sumedang is one of the local wisdoms which has a function as an expression of the gratitude of the people to the Creator for mantaining the suistainabality of the cosmos. This research's aims is to identify the values of ecological wisdom contained in Bubur Suro tradition. The problem is formulated into two research questions, namely: (1) How is the Bubur Suro tradition being perfomed? (2) What ecological wisdom values are found in it? The method used is descriptive qualitative method with ethnografic model. The results show that there are local wisdom values in the Bubur Suro tradition which was related to humans efforts to maintain the sustainability of harmonious relationship among fellow human beings, nature, and the Creator. Efforts to preserve the sustainability of nature are evident in maintaining biodiversity (sarebu form), sustainability (babasan sarereaeun), frugal and simple living (patih goah), well-ordered living (tataliparanti, dawegan dipares), mutual cooperation and the symbol of kersa nyai as a form of protection of local plants

    Kearifan Lokal Awik-awik Desa Sesaot Dalam Perspektif Hukum Islam

    Full text link
    Artikel ini berisikan laporan penelitian tentang Kearifan Lokal Awik-Awik Desa Sesaot Dalam Perspektif Hukum Islam serta bagaimana sejarah lahir, isi/materi, pelaksanaan dan tinjauan hukum Islam pada kearifan lokal awik-awik desa sesaot. Penelitian inimerupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan penelitian etnografi yang dilakukan di Masyarakat Desa Sesaot, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian menujukkan bahwa awik-awik lahir berdasarkan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan diiringi dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Atas dasar ini pada tahun 1986 Gubernur NTB mengeluarkan surat keputusan No. 140 tahun 1986 tentang pemanfaatan tanaman kopi dalam areal hutan di wilayah Provinsi Daerah Tingkat I NTB, isi/materi awik-awik terdiri dari anjuran, larangan dan sanksi, pada tahap pelaksanaan melibatkan seluruh anggota masyarakat dan Awik-awik Desa Sesaot dapat dianalisis sebagai adat/'Urf yang tidak bertentangan dengan syara', maka boleh diamalkan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup manusia. &nbsp

    Analisis Ketersediaan Bahan Ajar Berbasis Kearifan Lokal dalam Menumbuhkan Ecoliteracy

    Full text link
    Dalam menumbuhkan ecoliteracy siswa perlu peran praktisi pendidikan untuk memberikan edukasi melalui berbagai cara, salah satunya dengan menyediakan bahan ajar berbasis kearifan lokal. Diyakini bahwa suatu pembelajaran dengan mengusung tema kearifan lokal akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan mendeskripsikan ketersediaan bahan ajar berbasis kearifan lokal dalam menumbuhkan ecoliteracy siswa sekolah dasar. Metode kulitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis data penelitian yang diperoleh. Data diperoleh dari guru sekolah dasar dan siswa yang telah belajar tentang materi lingkungan. Hasil menunjukkan bahwa ketersediaan bahan ajar berbasis kearifan lokal dalam menumbuhkan ecoliteracy belum terpenuhi. Bahan ajar dalam menumbuhkan ecolitercy diketahui masih mengaitkan dengan hal-hal yang sifatnya umum dan jenisnya tidak beragam. Unsur kearifan lokal dalam pembelajaran baru sebatas penyampaian dalam bentuk lisan dari guru kepada siswa. Oleh karena itu, bahan ajar berbasis kearifan lokal dalam menumbuhkan ecoliteracy siswa sekolah dasar perlu diseiakan baik oleh guru ataupun praktisi pendidikan lainnya. Bahan ajar perlu disediakan menarik sehingga membuat siswa aktif dalam kegiatan peduli lingkungan dan tercipta kegiatan belajar yang menyenangkan. Bahan ajar juga diharapkan dapat menciptakan habit positif agar perilaku-perilaku tidak ramah lingkungan yang sering dijumpai guru di sekolah perlahan bisa berubah menjadi perilaku ramah lingkungan. Dengan memiliki perilaku ramah lingkungan siswa siswa bisa dikatakan cerdas secara ekologis

    Investigated the Implementation of Map Literacy Learning Model

    Full text link
    This article presents the results of the first implementation of map literacy learning model in middle school classes - this is the preliminary test. The implementation of this learning model will gain optimal results when it is conducted by following all the component of the model such as the syntax, theoretical framework, social system, teachers' roles, and support system. After the model implementation has been completed, the results showed that there was significantly different in students' spatial thinking skills before and after the treatment. However, the implementation also revealed that the model has some technical issues and thus to be improved. In a social system revision, the teacher has to be flexibly provide scaffolding every time he/she sees that the students need it. Teacher's book is significantly important to help a teacher lead the learning process. After improvement of the model has been completed, then it is ready to be implemented in the main field testing stage. Keywords: map literacy, social studies learning, spatial thinking   References Abbasnasab, S., Rashid, M., & Saad, M. (2012). Knowledge with Professional Practice A Sociocultural Perspective on Assessment for Learning : The Case of a Malaysian Primary School ESL Context, 66, 343–353. http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.11.277 Adeyemi, S. B., & Cishe, E. N. (2015). Effects of Cooperative and Individualistic Learning Strategies on Students' Map Reading and Interpretation. International Journal of Arts & Sciences, 8(7), 383–395. Bednarz, S. W., Acheson, G., & Bednarz, R. S. (2006). Maps and Map Learning in Social Studies. Social Education, 70(7), 398–404. http://doi.org/10.4324/9780203841273 Brophy, J., & Alleman, J. (2009). Meaningful social studies for elementary students. Teachers and Teaching, 15(3), 357–376. http://doi.org/10.1080/13540600903056700 Cohen, L., Manion, L., Morrison, K., & Wyse, D. (2010). A Guide To Teaching Practice (5th ed.). London and New York: Rotledge. Churcher, K. M. A., Downs, E., & Tewksbury, D. (2014). “ Friending ” Vygotsky : A Social Constructivist P edagogy of Knowledge Building Through Classroom Social Media Use, 14(1), 33–50. DurmuĹź, Y. T. (2016). Effective Learning Environment Characteristics as a requirement of Constructivist Curricula: Teachers' Needs and School Principals' Views. International Journal of Instruction, 9(2), 183–198. http://doi.org/10.12973/iji.2016.9213a Fani, T., & Ghaemi, F. (2011). Implications of Vygotsky ' s Zone of Proximal Development ( ZPD ) in Teacher Education : ZPTD and Self-scaffolding. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 29(Iceepsy), 1549–1554. http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.11.396 Gauvain, M. (1993). The Development of Spatial Thinking in Everyday Activity. Developmental Review, 13, 92–121. Hribar, G. C. (2015). Using Map-Based Investigations with Elementary Students. In ESRI Education GIS Conference (pp. 1–26). Huynh, N. T., & Sharpe, B. (2013). An Assessment Instrument to Measure Geospatial Thinking Expertise An Assessment Instrument to Measure Geospatial Thinking Expertise. Journal of Geography, 112(October 2014), 3–41. http://doi.org/10.1080/00221341.2012.682227 Ishikawa, T. (2012). Geospatial Thinking and Spatial Ability: An Empirical Examination of Knowledge and Reasoning in Geographical Science. The Professional Geographer, (July 2015), 121018062625002. http://doi.org/10.1080/00330124.2012.724350 Jessie A. (1951). Maps and Slow-Learners. Journal of Geography, 50:4, 145-149, DOI: 10.1080/00221345108982661 Jo, I., Bednarz, S., & Metoyer, S. (2010). Selecting and Designing Questions to Facilitate Spatial Thinking. The Geography Teacher, 7(2), 49–55. http://doi.org/10.1080/19338341.2010.510779 Joyce, B.R., Weil, M., & Calhoun, E. (2014). Models of Teaching (8th Ed). New Jersey: Pearson Education. Key, L.V., Bradley, J.A., & Bradley, K.A. (2010).Stimulating Instruction in Social Studies. The Social Studies, 101:3, 117-120, DOI: 10.1080/00377990903283932 Leinhardt, G., Stainton, C., & Bausmith, J. M. (1998). Constructing Maps Collaboratively. Journal of Geography, 97(1), 19–30. http://doi.org/10.1080/00221349808978821 Logan, J. R. (2012). Making a Place for Space: Spatial Thinking in Social Science. Annual Review of Sociology, 38(1), 507–524. http://doi.org/10.1146/annurev-soc-071811-145531 Logan, J. R., Zhang, W., & Xu, H. (2010). Applying spatial thinking in social science research. GeoJournal, 75(1), 15–27. http://doi.org/10.1007/s10708-010-9343-0 National Reseach Council. (2006). Learning to Think spatially. Washington, D.C.: The National Academic Press. Retrieved from www.nap.edu NCSS. (2016). A Vision of Powerful Teaching and Learning in the Social Studies, 80(3), 180–182. Saekhow, J. (2015). Steps of Cooperative Learning on Social Networking by Integrating Instructional Design based on Constructivist Approach. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 197(February), 1740–1744. http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.07.230 Uttal, D. H. (2000). Maps and spatial thinking: a two-way street. Developmental Science, 3(3), 283–286. http://doi.org/10.1111/1467-7687.00121 Verma, K. (2014). Geospatial Thinking of Undergraduate Students in Public Universities in The United States. Texas State University. Wiegand, P. (2006). Learning and Teaching with Maps. London and New York: Routledge Taylor & Francis Group. Retrieved from http://cataleg.udg.edu/record=b1373859~S10*cat   Copyright (c) 2018 Geosfera Indonesia Journal and Department of Geography Education, University of Jember   Copyright Notice This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Share A like 4.0 International Licens

    Analisis Deskriptif Nilai Human Security Siswa Sekolah Dasar

    Full text link
    Banyak ancaman yang mengancam kelangsungan hidup dan martabat manusia serta memperkuat upaya untuk menghadapi ancaman, salah satunya adalah dengan menanamkan nilai Human Security sedini mungkin, ada 3 Asas utama yang diharapkan dalam penanaman Nilai Human Security yaitu Freedom from fear, Freedom from want, dan Freedom to live in dignity,Tujuan setelah dilakukan penelitian ini, adalah Untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan siswa dalam penanaman karakter Human Security di lingkungan sekolah dasar, tempat penelitian adalah Sekolah Dasar yang berasrama di daerah tangerang. metode yang digunakan adalah Kualitatif ekploratif yang datanya dikumpulkan dengan cara wawancara nonformal dengan Siswa sekolah dan para guru, penyebaran angket. dari hasil penelitian menjelaskan bahwa penanaman human security di sekolah SD Ummu Habibah masih terbatas pada penerapan kurikulum sekolah dan kegiatan nonkurikuler saja, pengintegrasian Human Security pada Pembelajaran di kelas hanya ditemukan dasar -dasar pengenalan human security belum semua kegiatan mendorong nilai penanaman karakter Human Security, keterlaksanaan program Adiwiyata dan ESD juga belum maksimal perlu adanya pendukung sekolah yaitu lembaga lain dalam mengarahkan kegiatan tersebut sehingga kegiatan ini mencapai tujuan yang di harapkan dan dapat dikembangkan menjadi program dalam mendorong terciptanya keamanan manusia, serta terimplikasi pada kegiatan siswa dilingkungan sekolah Maupun lingkungan luar sekolah. ds

    Kebutuhan Bahan Ajar Berbasis Kearifan Lokal Indramayu untuk Menumbuhkan Ecoliteracy Siswa Sekolah Dasar

    Full text link
    Perkembangan zaman dan teknologi pada era globalisasi dibidang makanan, menyebabkan Perubahan pola pikir siswa terhadap makanan. Siswa lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan kemasan yang berbahan plastik dibanding dengan mengkonsumsi makanan bekal dari rumah. Makanan kemasan dapat memberikan pengaruh kurang baik terhadap kesehatan fisik siswa dan kemasan pada makanan dapat menjadikan sampah yang tidak ramah lingkungan. Maka diperlukan pendidikan ecoliteracy pada siswa Sekolah Dasar, yaitu melalui bahan ajar berbasis kearifan lokal Indramayu yang memuat makanan khas Indramayu. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan gambaran yang mendalam tentang diperlukannya menumbuhkan ecoliteracy melalui bahan ajar cetak bergambar dalam pembelajaran muatan lokal Indramayu di Sekolah Dasar. Metode yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif, dengan teknik pengumpulan data menggunakan dokumen literatur seperti artikel, prosiding dan buku-buku yang relevan dengan konsep ecoliteracy, bahan ajar cetak, kearifan lokal Indramayu dan pembelajaran muatan lokal. Teknik analisis data terdiri dari pengumpulan data, penyajian data, reduksi dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan ajar cerita bergambar berbasis kearifan lokal Indramayu diperlukan untuk menumbuhkan ecoliteracy siswa dengan pembahasan mengenai (1) konsep ecoliteracy, (2) kearifan lokal Indramayu, (3) bahan ajar cetak, dan (4) pola pengembangan penyusunan bahan ajar cetak berbasis kearifan lokal Indramayu yang memuat materi tentang bahan makanan khas Indramayu, cara membuat, dan manfaatnya. Dilengkapi juga soal latihan dan tindak lanjut. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran dan dijadikan acuan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya sebagai bentuk inovasi pada pembelajaran muatan lokal di Sekolah Dasar
    corecore