11 research outputs found

    TEMUAN ARKEOLOGI TERBARU DI BARAT LAUT-UTARA LEMBAH KERINCI, DATARAN TINGGI JAMBI: SEBUAH LAPORAN AWAL

    Get PDF
    Abstract. The Latest of Archaeological Finds in the Northwest-North of Kerinci Valley, Jambi Highland: A Preliminary Report. Last decade archeological research in Kerinci area, only focused on the south of Kerinci Lake. This region admittedly has archaeological finds richly and has been reported since the colonial era. The report was followed by research working comprehensively in that region eighty years after. The research revealed that archeological finds in the south of Kerinci Lake came from the neolithic to proto-historic era. However, the finds of earthenware fragments accidentally, have discovered the new information about archaeological finds in the north of Kerinci Lake or the northwest-north of Kerinci valley. The purpose of this research is to map the distribution and describing the character of archaeological finds in the northwest-north of Kerinci valley. This research utilizes a descriptive method worked in three stages, videlicet collecting, analyze, and interpreting data. In collecting the data stage collected the primary data and secondary data. In the analyzing stage, utilized qualitative analysis by noticing form, style, and technology attributes. This research revealed that the northwest-north of Kerinci valley area has artifact finds in the form of cord-marked earthenware, red slipped earthenware, and Chinese ceramics. Furthermore, found the carving-stones (petroglyph) too.   Abstrak. Penelitian arkeologi dekade terakhir di kawasan Kerinci hanya terfokus pada kawasan di selatan Danau Kerinci. Kawasan ini memang memiliki tinggalan arkeologis yang cukup padat dan telah dilaporkan sejak era kolonial. Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian yang lebih komprehensif di kawasan tersebut puluhan tahun sesudahnya. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa tinggalan arkeologis di sebelah selatan Danau Kerinci berasal dari masa Neolitik hingga Protosejarah. Namun, temuan artefak tembikar secara tidak sengaja di situs Siulak Tenang pada 2010, telah membuka pengetahuan baru tentang adanya tinggalan arkeologis di bagian utara Danau Kerinci atau bagian barat laut-utara lembah Kerinci. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran dan mendeskripsikan tinggalan arkeologi di barat laut-utara Lembah Kerinci. Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data dan interpretasi. Pada tahap pengumpulan data, dilakukan pengumpulan data primer dan data sekuder. Pada tahap analisis data digunakan analisis kualitiatif dengan memperhatikan atribut bentuk, gaya, dan teknologi. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kawasan baratlaut-utara Lembah Kerinci memiliki tinggalan artefak berupa tembikar tatap tali, tembikar slip merah, dan keramik Cina. Selain itu, juga ditemukan -batu bergores (petroglif)

    Menggali makna motif hias bejana perunggu nusantara: pendekatan strukturalisme Levi-Strauss

    Get PDF
    Salah satu produk budaya Dong Son adalah bejana perunggu yang ditemukan wilayah di Indonesia yaitu di Kerinci, Madura, Lampung, Kalimantan dan Subang. Kajian terhadap bejana perunggu tersebut terbatas kepada deskripsi bentuk dan pola hias, serta analisis bahan. Kajian motif hias melalui pendekatan strukturalisme pada bejana perunggu belum dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur yang terdapat pada bejana perunggu serta memberi pemaknaan baru terhadap bejana tersebut melalui pendekatan strukturalisme Levi-Strauss. Dari data yang ada dan studi kepustakaan diperoleh hasil bahwa motif-motif hias yang diterakan pada bejana perunggu merupakan wujud abstrak dari pandangan hidup, ide-ide dan gagasan masyarakat pendukungnya di masa lampau. Ide-ide dan gagasan itu adalah dualisme seperti dunia atas-dunia bawah, lelaki-perempuan, feminin-maskulin, keseimbangan, kekuatan, kesuburan dan harmoni semesta

    Lanskap arkeologi dalam perspektif prosesual dan pasca-prosesual: studi kasus kompleks megalitik di dataran tinggi Jambi

    Get PDF
    Perkembangan paradigma arkeologi dari prosesual ke pasca-prosesual turut pula memengaruhi pemikiran arkeolog tentang lanskap. Lanskap dalam kajian arkeologi terkadang sulit dipahami karena dianggap tumpang tindih dengan bidang kajian lain, misalnya dengan kajian arkeologi lingkungan. Oleh karena itu, konsep lanskap arkeologi oleh beberapa ilmuwan sering disebut dengan konsep ambigu. Padahal persoalan ini bisa diatasi bila kita menelaah perkembangan paradigma arkeologi dalam kaitannya dengan penelitian lanskap. Tulisan ini berupaya mengupas persoalan tersebut dengan mengambil kasus pada distribusi megalitik di Dataran Tinggi Jambi

    Asosiasi Gundukan Tanah, Sungai, dan Menhir di Pusat Wilayah Adat Tanah Sekudung, Baratlaut Lembah Kerinci, Dataran Tinggi Jambi (Kajian Fenomenologi)

    Get PDF
    This article discusses about the associations of menhirs with landscape features(river and mounds) in Northwestern of Kerinci Valley. Customarily, this region is called as Tanah Sekudung with its  centre in three villages (dusuns) that is Dusun Siulak Gedang, Siulak Panjang dan Siulak Mukai. This research uses phenomenology approach by Tilley. Phenomenological approach stresses the experience and bodily sensory of observer/researcher. The experience is obtained through observation participant method. In this method, the experience and interaction between observer and menhir be a part which is described.As results in this research, it is known that menhirs erection on the mounds or higherlands and its distribution which similarly with direction of the main river flow related  with the legend of ancestors, cognitive space, cosmology and metaphora in Tanah Sekudung community. For example, river is refered to determinate of direction traditionally and also was became reference the migration of ancestors in the past.Therefore, menhirs as markers of migration paths, shape distribution similarly with directionof river flow.Artikel ini membahas asosiasi menhir dengan fitur lanskap (sungai dan gundukan tanah) di bagian barat laut Lembah Kerinci. Secara adat, wilayah ini disebut pula sebagai Tanah Sekudung, dengan pusatnya berada di tiga dusun, yaitu Dusun Siulak Gedang, Siulak Panjang, dan Siulak Mukai. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang dikemukakan oleh Tilley. Pendekatan fenomenologi menekankan pengalaman dan indra tubuh (bodily sensory) dari pengamat atau peneliti di lapangan. Pengalaman tersebut diperoleh dari pengumpulan data melalui metode observasi partisipan. Dalam hal ini, pengalaman dan interaksi antara peneliti dan menhir menjadi bagian yang akan dideskripsikan. Sebagai hasil penelitian, diketahui bahwa pendirian menhir di atas gundukan tanah dan distribusinya yang searah dengan arah aliran sungai utama terkait dengan legenda para leluhur, ruang kognitif, kosmologi, dan metafora yang dimiliki penduduk. Sebagai contoh, sungai yang dijadikan acuan dalam penentuan arah secara tradisional sekaligus dijadikan sebagai acuan perpindahan leluhur pada masa lalu. Oleh karena itu, menhir yang menjadi penanda lintasan migrasi leluhur membentuk arah distribusi yang sama dengan arah aliran sungai

    Jurnal arkeologi Siddhayatra Vol.22 No.2 Tahun 2017

    Get PDF
    Seluruh artikel yang dimuat di dalam terbitan Volume 22 No. 2 bulan November tahun 2017 ini melingkupi kajian arkeologi yang dibahas dari berbagai sudut. Tulisan dari Kabib Sholeh membahas Kerajaan Sriwijaya pada Abad ke-7. Terutama tentang jalur pelayaran perdagangan Sriwijaya yang menguntungkan bagi perekonomian Sriwijaya, kegiatan perdagangan Sriwijaya dan bagaimana strategi Sriwijaya dalam mempertahankan keamanan di jalur pelayaran Sriwijaya. Tulisan dari Zelin Nofena Putri dan Sondang Martini Siregar membahas tentang sumber daya arkeologi di Candi Lesung Batu di Kabupaten Musi Rawas. Tulisan ini berusaha untuk melihat sumber daya arkeologi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah. Putri dan Siregar menguraikan semua sumber daya arkeologi di Candi Lesung Batu dan manfaatnya yang dibagi dalam manfaat akademis, ideologis, dan praktis. Secara umum tulisan-tulisan yang dimuat dalam terbitan Siddhayatra kali ini dapat digunakan sebagai referensi dalam penyusunan publikasi ilmiah. Di dalamnya tersaji datadata arkeologi yang relatif lengkap, disertai hasil interpretasi berlatarkan kajian multidisipliner serta sudut pandang yang berbeda. Semoga tulisan-tulisan tersebut dapat menggugah para pembaca dan memperkaya pemahaman akan arkeologi Indonesia dan sejarah kebudayaan bangsa

    Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol.21 No.2 Tahun 2016

    Get PDF
    Seluruh artikel yang dimuat di dalam terbitan Volume 21 No. 2 bulan November tahun 2016 ini melingkupi kajian arkeologi, sejarah, antropologi budaya, serta geologi yang saling melengkapi satu dengan lainnya. Tulisan Prasetyo dan Fahrozi mengenai tradisi masyarakat Lebong menunjukkan aspek budaya masa lalu yang masih berperan di tengah penduduk setempat hingga saat ini. Hal tersebut menarik untuk disimak karena ‘benang merah’ antara sejarah lokal dengan tradisi masyarakat setempat berkat keberadaan tinggalan arkeologis di wilayah tersebut, tentunya berdasarkan kajian lintas disiplin yaitu antropologi budaya. Edisi kali ini juga memuat pembahasan aspek-aspek megalitik yang dibahas oleh Surbakti melalui penelitiannya di Situs Waeyasel (Maluku). Songket sebagai warisan budaya tangible kebanggaan masyarakat Sumsel menjadi fokus pembahasan oleh Purwanti dan Siregar. Artikel tersebut berhasil memperkaya khazanah pengetahuan terkait sejarah songket yang dikaji melalui sudut pandang arkeologi. Budaya Indonesia yang turut diperkaya oleh pengaruh agama Islam ternyata masih menyisakan aspek-aspek kebudayaan Pra-Islam yang terlihat dalam ‘ritual Asyeik’. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi peneliti independen Sunliensyar di dalam artikelnya. Terakhir, Fadhlan S. Intan yang telah lama malang-melintang di dalam penelitian geoarkeologi di Indonesia menyumbangkan hasil analisisnya di situs Gua Batu berdasarkan pengamatan di lapangan yang telah dilakukannya. Artikel tersebut menarik untuk disimak karena menunjukkan bagaimana peran geologi yang teramat penting dalam kajian arkeologi, khususnya dalam hal hunian gua prasejarah di Indonesia

    AMERTA jurnal penelitian dan pengembangan arkeologi vol. 36 no. 2, Desember 2018

    Get PDF
    ITUS LAMBANAPU: DIASPORA AUSTRONESIA DI SUMBA TIMUR Retno Handini, Truman Simanjuntak, Harry Octavianus Sofian, Bagyo Prasetyo Myrtati Dyah Artaria, Unggul Prasetyo Wibowo, I Made Geria Penelitian di Situs Lambanapu bertujuan untuk mengetahui posisi Lambanapu dalam persebaran dan perkembangan leluhur Austronesia dan budayanya di Sumba. Metode yang dilakukan adalah survei, ekskavasi, analisis, dan interpretasi. Hasil penelitian berupa temuan rangka dan kubur tempayan serta artefak berupa gerabah, manik-manik, perhiasan logam, dan alat batu. Dari hasil pertanggalan diketahui bahwa setidaknya Situs Lambanapu telah dihuni 2.000 tahun yang lalu. Hasil analisis paleoantropologi diperkirakan individu yang ditemukan di Lambanapu, baik kubur primer maupun sekunder, merupakan percampuran antara Mongoloid dan Australomelanesoid. Percampuran genetika memang sangat memungkinkan terjadi mengingat sejarah hunian Nusantara yang terisi oleh beberapa gelombang migrasi besar pada masa lampau. Situs Lambanapu telah memberikan gambaran kehidupan leluhur Sumba dalam konteks Nusantara. Hasil penelitian memperlihatkan betapa Lambanapu dan Sumba pada umumnya memiliki kekayaan nilai sejarah dan budaya masa lampau yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masa kini. Kekayaan nilai sejarah dan budayanya tidak hanya untuk kepentingan lokal, tetapi juga untuk mengisi kekayaan sejarah dan budaya Nusantara, bahkan kontribusi bagi sejarah global. Kata Kunci: Lambanapu, prasejarah, Austronesia SEBARAN DAN KARAKTERISTIK SITUS ARKEOLOGI DI KALIMANTAN TENGAH Nia Marniati Etie Fajari Provinsi Kalimantan Tengah memiliki bentangalam berupa pegunungan, wilayah pesisir, dan dataran di tepi sungai. Lingkungan tersebut menyediakan sumber daya alam yang melimpah sehingga menjadi kawasan budaya yang dihuni oleh manusia sejak masa prasejarah sampai dengan saat ini. Penelitian arkeologi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah menemukan situs arkeologi yang tersebar pada tiap-tiap satuan lahan. Artikel ini mengangkat permasalahan mengenai bagaimana karakteristik situs arkeologi yang berada di Kalimantan Tengah berdasarkan kondisi geografisnya. Tulisan ini diawali dengan pengumpulan data berdasarkan Laporan Penelitian Arkeologi di Balai Arkeologi Kalimantan Selatan dari tahun 1993-2017 yang dilakukan di wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik situs pada setiap lokasi geografis yang berbeda. Tulisan ini menggunakan metode dengan membuat klasifikasi situs berdasarkan lokasi geografis. Langkah selanjutnya adalah identifikasi situs berdasarkan parameter letak geografis dan kondisi lingkungan, karakteristik temuan, karakteristik budaya, dan kronologi waktu baik absolut ataupun relatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebaran situs arkeologi di wilayah Kalimantan Tengah cenderung berada di daerah aliran sungai, mulai dari hulu sampai ke pesisir. Keletakan geografi juga memberi pengaruh pada karakteristik situs yang ditemukan. Kata kunci: situs arkeologi, daerah aliran sungai, permukiman, Dayak, Kalimantan Tengah GEOLOGICAL APPROACH IN ORDER TO DISTINGUISH THE PREFERENCE SOURCE OF THE RAW MATERIAL FROM THE MEGALITHIC TOMBS IN EAST SUMBA, INDONESIA Unggul P. Wibowo, Retno Handini, Truman Simanjuntak, Harry Octavianus Sofian, Sandy Maulana Pulau Sumba sudah lama dikenal dengan tradisi makam megalitiknya yang dijumpai tersebar hampir di semua area di Sumba. Makam megalitik ini dibangun dari potongan-potongan batuan berukuran besar. Berdasarkan aspek geologi, penelitian ini mencoba untuk mencari tahu asal batuan bahan pembuat makam megalitik dan apa yang menjadi alasan untuk memilih suatu batuan untuk bahan makam megalitik. Metode yang digunakan meliputi beberapa tahap. Tahap pertama merupakan pendeskripsian sampel di lapangan. Tahap kedua, analisis geologi digunakan untuk memetakan titik-titik observasi dan singkapan batuan di lapangan. Tahap ketiga, variabel hasil pengamatan kemudian dianalisa menggunakan metode Principle Components Analysis (PCA). Empat variabel digunakan dalam penelitian ini, yaitu: variabel jarak dari sumber, variabel litologi, variabel tekstur, dan variabel tingkat kekerasan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tekstur batuan merupakan pertimbangan utama dalam memilih jenis batuan untuk bahan makam megalitik. Jarak dan tingat kekerasan batuannya juga menjadi alasan penting lainnya dalam mengambil bahan material untuk makam megalitik terlepas apapun jenis batunya. Secara geologi bahan batuan berasal dari batugamping Formasi Kaliangga dan batupasir Formasi Kananggar. Kata kunci: Makam megalitik, Sumba Timur, Bahan baku, Geologi ASOSIASI GUNDUKAN TANAH, SUNGAI, DAN MENHIR DI PUSAT WILAYAH ADAT TANAH SEKUDUNG, BARATLAUT LEMBAH KERINCI, DATARAN TINGGI JAMBI (KAJIAN FENOMENOLOGI) Hafiful Hadi Sunliensyar Artikel ini membahas asosiasi menhir dengan fitur lanskap (sungai dan gundukan tanah) di bagian barat laut Lembah Kerinci. Secara adat, wilayah ini disebut pula sebagai Tanah Sekudung, dengan pusatnya berada di tiga dusun, yaitu Dusun Siulak Gedang, Siulak Panjang, dan Siulak Mukai. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang dikemukakan oleh Tilley. Pendekatan fenomenologi menekankan pengalaman dan indra tubuh (bodily sensory) dari pengamat atau peneliti di lapangan. Pengalaman tersebut diperoleh dari pengumpulan data melalui metode observasi partisipan. Dalam hal ini, pengalaman dan interaksi antara peneliti dan menhir menjadi bagian yang akan dideskripsikan. Sebagai hasil penelitian, diketahui bahwa pendirian menhir di atas gundukan tanah dan distribusinya yang searah dengan arah aliran sungai utama terkait dengan legenda para leluhur, ruang kognitif, kosmologi, dan metafora yang dimiliki penduduk. Sebagai contoh, sungai yang dijadikan acuan dalam penentuan arah secara tradisional sekaligus dijadikan sebagai acuan perpindahan leluhur pada masa lalu. Oleh karena itu, menhir yang menjadi penanda lintasan migrasi leluhur membentuk arah distribusi yang sama dengan arah aliran sungai. Kata Kunci: Fenomenologi, lanskap, menhir, Kerinci MODEL SPATIAL ANALYSIS UNTUK PENILAIAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI KOTA GRESIK Andi Putranto Gresik merupakan salah satu kota lama di Pulau Jawa yang telah mengalami masa muncul dan berkembang dalam kurun waktu yang cukup lama. Di Gresik banyak dijumpai tinggalan arkeologis berupa bangunan tua, khususnya dari periode kolonial yang tersebar di beberapa kawasan di Kota Gresik. Penilaian cagar budaya, khususnya jenis bangunan, selama ini telah dilakukan terutama dalam rangka penyusunan rekomendasi untuk penetapan dan kepentingan terkait dengan pelestarian, tetapi belum banyak diketahui bagaimana mekanismenya. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini diajukan model penilaian dengan menggunakan metode analisis kuantitatif berjenjang dengan faktor pembobot. Metode ini merupakan implementasi dari metode spatial analisis dalam kajian GIS (Geographic Information System). Dalam penelitian ini diajukan peringkat bangunan, yaitu kelas bangunan D = Kurang, kelas bangunan C = Cukup, kelas bangunan B = Baik, dan kelas bangunan A = Istimewa Kata kunci: Gresik, bangunan tua, spatial analysis, GIS, kuantitati

    Kisah nabi adam di dalam naskah incung ini asan pulung dari kerinci

    No full text
    Naskah-naskah keagamaan yang ditemukan di Kerinci, umumnya ditulis menggunakan aksara Jawi (Arab-Melayu). Namun, temuan naskah Incung yang menjadi koleksi pusaka Depati Anum Puncak Alam dari Dusun Sungai Tutung mengindikasikan sesuatu yang berbeda. Naskah tersebut merupakan naskah keagamaan yang berisi kisah nabi Adam. Naskah Incung ini berjudul Ini Asan Pulung dengan kode EAP117-44-1-6. Perma­salahan di dalam kajian ini adalah bagaimana narasi kisah penciptaan Adam di dalam naskah Incung Ini Asan Pulung? Tujuannya adalah untuk memahami narasi kisah Adam menurut pandangan masyarakat Kerinci di masa lalu. Metode yang digunakan di dalam kajian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan filologi. Tahapannya adalah, inventarisasi, deskripsi, transliterasi dan penerjemahan. Sementara itu, teks naskah ini juga ditelaah menggunakan pendekatan intertekstualitas untuk mengetahui unsur-unsur teks lain yang memengaruhi narasi teks. Hasil kajian menunjukkan bahwa kisah Adam di dalam naskah Incung memiliki narasi dan alur yang berbeda dengan kisah Adam di dalam naskah-naskah lain. Penulis naskah menyusun kembali cerita nabi Adam dari berbagai sumber lain yang ia ketahui seperti Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Nabi Adam dan Qishash al-Anbiya. Penulis naskah juga menambahkan unsur-unsur lokal di dalam kisah Adam yang disusunnya

    RITUAL ASYEIK SEBAGAI AKULTURASI ANTARA KEBUDAYAAN ISLAM DENGAN KEBUDAYAAN PRA-ISLAM SUKU KERINCI

    No full text
    Penelitian terhadap ritual Asyeik ini bertujuan untuk mengetahui percampuran antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan pra Islam Kerinci. Akulturasi ini tercermin dari berbagai benda-benda arkeologi yang digunakan dalam ritual Asyeik serta dari mantra-mantra yang diucapkan. masalah percampuran kebudayaan maka dalam penelitian ini digunakan teori akulturasi. Penelitian ini dilakukan di wilayah kecamatan Siulak dan Siulak Mukai yang dilakukan secara bertahap. Pada tahap observasi dilakukan studi kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan sumber kepustakaan yang diperlukan dan digunakan dalam riset lapangan yaitu wawancara dan observasi. Selanjutnya pada tahap pengolahan data dilakukan analisis data yang telah terhimpun yakni dengan membuat pemerian yang terinci pada unsur-unsur ritual Asyeik baik unsur-unsur kebudayaan Kerinci maupun unsur-unsur kebudayaan Islam dalam ritual Asyeik. Sebagai hasil penelitian diketahui bahwa ritual Asyeik telah berkembang sesuai dengan perkembangan keyakinan masyarakat suku Kerinci. Terdapat banyak unsur-unsur kebudayaan Islam dalam penyelenggaraan ritual Asyeik dilihat dari material yang digunakan dalam upacara
    corecore