38 research outputs found

    Fish biodiversity in coral reefs and lagoon at the Maratua Island, East Kalimantan

    Get PDF
    Madduppa HH, Agus SB, Farhan AR, Suhendra D, Subhan B. 2012. Fish biodiversity in coral reefs and lagoon at the Maratua Island, East Kalimantan. Biodiversitas 13: 145-150. Fishes are one of the most important biotic components in the aquatic environment. They are filling different habitats, including coral reef and lagoon. This study aims to (1) assess biodiversity in coral reef and lagoon in Maratua Island, East Kalimantan, and (2) compare the fish community indices (Shannon-Wiener diversity, Evenness, and Dominance) between the coral reef and lagoon. A total of 159 fish species of belonging to 30 families were observed during five visual census of the study period. The number of species on coral reefs is higher (121 species) than in the lagoons (47 species). Relative abundance (%) of each species also varied and did not form a specific pattern. However, a clear cluster between the coral reef and lagoon habitats from fish relative abundance based on multivariate analysis and dendogram Bray-Curtis Similarity was revealed. The Evennes index value (E) ranged from 0.814 to 0.874, the dominance index (C) ranged from 0.023 to 0.184, and the Shannon-Wiener diversity index (ln base, H') ranged from 1.890 to 4.133. Fish biodiversity in coral reefs was higher (H'= 3.290±0.301) than in the lagoon (H' = 2.495±0.578)

    BISAKAH TRANSPLANTASI KARANG PERBAIKI EKOSISTEM TERUMBU KARANG ?

    Get PDF
    RINGKASANTransplantasi karang merupakan teknik perbanyakan koloni karang dengan memanfaatkan reproduksi aseksual karang secara fagmentasi. Berbagai kalangan dapat terlibat dalam mengusahakan dan melakukan rehabilitasi karang dengan metode ini.  Namun saat ini metode yang digunakan masih ada yang mengadopsi metode untuk perdagangan karang hias bukan untuk rehabilitasi.  Metode dengan beton dan pengontrolan terhadap alga salah satu kunci keberhasilan dalam transplantasi karang.  Pencarian bibit-bibit karang yang unggul yang kuat terhadap alga dan penyakit menjadi solusi penting dalam peningkatan keberhasilan transplantasi karang.Kata kunci: transplantasi karang, metode beton, penyakit karang, alg

    KONDISI KESEHATAN KARANG FUNGIIDAE DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

    Get PDF
    This research was done on five sites (that are Southwestward, Marine Protected Area, Northeastward, and pier 1) on Pramuka Island, Seribu Islands, Jakarta. The data was taken by using Belt Transect Method which is unfold type for 60 meters parallels with shoreline, 2 meters in width of visibility, and 5 meters in depth. Kinds of coral that was collected are those from Family of Fungiidae. There are five genera from Family of Fungiidae found in Pramuka Island, that are Heliofungia, Herpolitha, Fungia, Ctenactis, and Sandalolitha. From 106 of total coral’s individu of Fungiidae in all sites of Pramuka Island, as much as 38.68% (41 individuals) of Fungiidae are healthy and as much as 61.32% (65 individuals) is got disease. Fungia is the most affected by coral disease. 19 of 61 individuals of Fungia (31.15%) are still healthy and 42 individuals (68.85%) affected by coral disease. On 24 individuals of Ctenactis that has found in all station, 70.83% of them affected by coral disease. From 13 individuals of Herpolitha, 38,46% of them affected by coral disease and 61,54% is healthy. From 6 individuals of Sandalolitha, as much as 50% recorded is affected by coral disease and 50% is healthy. Heliofungia is the only genera of Fungiidae that is not affected by coral disease in all observation stations on Pramuka Island. Coral disease that identified has attack the Fungiidae are Yellow Band Disease, bleaching (stripes, spots, patches dan full), Sediment Damage, combination between Sediment Damage and Yellow Band Disease, and Enlarge Structure. Yellow Band Disease are the one that most appear, which is represent 67,69% of the total coral disease in the Fungiidae with the value of disease abundance is 0,37 individu/m2.Penelitian ini dilakukan pada 5 stasiun (yaitu Barat Daya Pramuka, Area Perlindungan Laut, Timur Laut Pramuka, Timur Pramuka, dan Dermaga 1) di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan data menggunakan metode Belt Transect, yaitu membentangkan roll meter sepanjang 60 meter dengan lebar jarak pandang 2 meter pada kedalaman 5 meter. Karang yang didata adalah karang dari Suku Fungiidae. Marga dari karang Fungiidae yang ditemukan di Pulau Pramuka ada lima, yaitu Heliofungia, Herpolitha, Fungia, Ctenactis, dan Sandalolitha. Dari total 106 individu karang Fungiidae yang ditemukan di 5 stasiun pengamatan di Pulau Pramuka, sebanyak 38,68% (41 individu) dalam kondisi sehat dan 61,32% (65 individu) terserang penyakit karang. Fungia merupakan marga karang dari Fungiidae yang paling banyak terkena penyakit karang. 19 dari 61 individu karang Fungia (31,15%) masih dalam kondisi sehat dan 42 individu (68,85%) terkena penyakit karang. Pada 24 individu karang Ctenactis yang ditemukan di seluruh stasiun, 70,83% di antaranya terkena penyakit karang. 13 individu Herpolitha, 38,46% terkena penyakit karang dan 61,54% dalam kondisi sehat. 6 individu Sandalolitha, sebanyak 50% didata dalam kondisi terkena penyakit karang dan 50% dalam kondisi sehat. Heliofungia merupakan satu-satunya marga karang dari Fungiidae di semua stasiun pengamatan di Pulau Pramuka yang tidak ditemukan terjangkit penyakit karang. Penyakit karang yang teridentifikasi menyerang Fungiidae pada kelima stasiun yaitu Yellow Band Disease, pemutihan karang / bleaching (stripes, spots, patches dan menyeluruh), sedimentasi, gabungan antara sedimentasi dan Yellow Band Disease, dan Enlarge Structure. Yellow Band Disease merupakan penyakit karang yang paling banyak muncul, yaitu sebesar 67,69% dari total penyakit karang yang ditemukan pada Fungiidae dengan nilai kelimpahannya sebesar 0,37 individu/m2

    RISET DAN INOVASI TERUMBU KARANG DAN PROSES PEMILIHAN TEKNIK REHABILITASI: SEBUAH USULAN MENGHADAPI GANGGUAN ALAMI DAN ANTROPOGENIK KASUS DI KEPULAUAN SERIBU

    Get PDF
    Riset dan inovasi pada ekosistem terumbu karang sangat diperlukan dalam upaya menghadapi gangguan alami dan antropogenik yang merusak. Hal ini untuk memahami bagaimana prioritas intervensi manusia dalam usaha perbaikan melalui rehabilitasi atau restorasi. Berdasarkan informasi ilmiah bahwa dalam beberapa dekade terakhir dimana sudah banyak terumbu karang yang telah sangat terganggu, sehingga diperlukan terobosan riset dan inovasi. Beberapa riset dan inovasi yang dapat diinisiasi untuk mendukung program rehabilitasi adalah: (1) Pergeseran komunitas terumbu karang; (2) Perbaikan komunitas terumbu karang dari fenomena pemutihan massal, spesies invasive, dan penyakit karang lainnya; (3) Persediaan bibit transplan berdasarkan analisis konektivitas, resiliensi dan keragaman genetika Terumbu Karang untuk restorasi; (4) Interaksi antara koral, alga dan mikroba, serta implikasinya untuk ekologi dan bahan obat; (5) Makroekologi, fungsi ekosistem dan biogeografi; dan (6) Pembuatan pelayanan pemetaan ilmiah biodiversitas dan rehabilitasi/restorasi berbasis website. Sebagai contoh, ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu yang terletak di utara Jakarta, merupakan lokasi yang sangat cocok untuk mempelajari tentang pengaruh alami dan antropogenik, dan bagaimana memberikan pemilihan terhadap teknik rehabilitasi yang sesuai. Teknik restorasi atau rehabilitasi (Misalnya: Ecoreef, Reefball, Rockfile, Artificial Reef, dan Transplantasi karang) sudah banyak dikembangkan di Indonesia. Teknik tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan dan tidak ada satu metodepun yang bisa memuaskan semua pihak dan tidak ada satu metodepun yang bisa diterapkan pada berbagai kondisi dan kesehatan terumbu karang. Dukungan riset dan inovasi terumbu karang akan memberikan peluang untuk partisipasi inklusif bagi seluruh komponen masyarakat untuk memelihara ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu secara tepat guna.Kata kunci: Transplantasi karang, rehabilitasi, restorasi, pemutihan masal, spesies invasiv

    KEANEKARAGAMAN GENETIK KARANG LUNAK Sarcophyton trocheliophorum PADA POPULASI LAUT JAWA. NUSA TENGGARA DAN SULAWESI

    Get PDF
    Genetik menjadi kunci konservasi karena berperan penting dalam  mempertahankan dan memulihkan populasi dari kerusakan. Kerusakan pada ekosistem terumbu karang dapat menjadi pemicu kepunahan organisme laut. Salah satu organisme yang tidak terhindar dari kerusakan tersebut ialah Sarcophyton trocheliophorum. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan menurunnya keragaman genetik S. trocheliophorum. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keanekaragaman genetik dari S. trocheliophorum yang terdapat pada tiga populasi di Perairan Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara serta mendeskripsikan implikasinya terhadap kawasan konservasi  di Indonesia. Penelitian ini menggunakan penanda genetik ND2 untuk menganalisis struktur populasi, konektivitas, dan keragaman genetik. Keragaman genetik S. trocheliophorum pada Perairan Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara masing-masing 0.600, 0.815, dan 0.972. Keragaman genetik pada populasi Perairan Jawa lebih kecil dibandingkan pada Populasi Perairan Sulawesi dan Nusa Tenggara. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya aktivitas manusia pada pesisir utara Laut Jawa, sehingga berdampak pada menurunnya ukuran populasi S. trocheliophorum. Oleh karena itu perlu adanya perlindungan yang ketat pada populasi Jawa untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia

    KERAGAMAN LAMUN DI TELUK BANTEN, PROVINSI BANTEN

    Get PDF
    Ekosistem lamun merupakan salah satu penyusun pantai tropis yang memiliki peranan penting dalam struktur ekologi wilayah pesisir, selain itu lamun juga diketahui memiliki potensi dimanfaatkan sebagai bahan baku farmasi, sehingga keberadaan lamun di suatu wilayah sangat penting untuk diketahui dan dianalisis.  Penelitian ini dilakukan dengan metode transek garis pada tiga stasiun, dan bertujuan untuk memberikan informasi keragaman, kerapatan, dan penutupan jenis lamun di Teluk Banten.  Padang lamun di Teluk Banten terdiri dari lima jenis, yaitu: Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii.  Kerapatan lamun tertinggi ditemukan di Pulau Tunda (193 individu/m2), dan terendah di Pulau Panjang (44 individu/m2).  Penutupan lamun terendah ditemukan pada Pulau Panjang (62.5%), sedangkan tertinggi pada Pulau Kalih (90%), dan didominasi oleh jenis Enhalus acoroides.  Nilai penutupan lamun ini menunjukan ekosistem lamun di Teluk Banten tergolong sehat/kaya

    Close genetic connectivity of soft coral Sarcophyton trocheliophorum in Indonesia and its implication for marine protected area

    Get PDF
    The genetic connectivity of soft coral is influenced by current and distance between islands. The complexity of islands and geographical region in Indonesia might influence the distribution of soft corals.  The information of genetic connectivity can be used to design marine protected areas and to avoid destruction and possible extinction. The objective of the present study was to analyze genetic connectivity of one species of soft coral, Sarcophyton trocheliophorum, in three populations spanning Java, Nusa Tenggara, and Sulawesi’s waters, and to describe its implication for marine protected area. The mitochondrial protein-coding gene (750 bp of ND2) was used to analyze genetic population structure and genetic connectivity. Genetic connectivity was found in all populations with Fst value of 0.227 to 0.558, indicating populations had the close genetic relationship. The local and Indonesian currents were expected to distribute the larva to islands as a stepping stone, they moved slowly to spread them self far away. Tanakeke island (Sulawesi population) might be a center connectivity of S. trocheliophorum populations. This island connected with islands in west and east Indonesia, therefore that area need to protec

    A New Northernmost Distribution Record of the Reef Coral Duncanopsammia axifuga at Bird’s Head Peninsula, West Papua, Indonesia

    Get PDF
    Duncanopsammia axifuga (Scleractinia: Dendrophylliidae) is reported for the first time from Indonesia. A population was found in 5-m deep, murky water on a sediment-rich, inshore reef at Bird’s Head Peninsula, West Papua. Some corals were attached to dead coral and others were loose fragments living on sediment. One attached specimen was observed to be damaged as a result of direct contact with an adjacent Goniopora coral. Free-living specimens on sand are more likely able to escape competition for space. These observations may help to better understand the northernmost range limit and the natural environment of D. axifuga, a species that is popular in the international aquarium trade, but has not been studied very well in the field

    Assessing fish community structure at two different coral reef depths around Seribu Islands, Jakarta

    Get PDF
    ABSTRACTCoral reefs structure play important roles for reef fish assemblages. Coral coverage and reef fish abundance are associated with the positive relationship. However, the relationship between reef fish abundance and composition and depth variation around Pramuka Island is poorly known. This study was carried out to investigate the biodiversity and the trophic level of fish communities between two different depths (3 and 10 m) around Pramuka Island regions (Pramuka Island and Sekati Island). The hard coral at the depth of 10 m within both study sites in Pramuka island held significantly higher percent cover than the depth of 3 m except in Dock 2 A total of 2620 individual fishes were counted, belonging to 58 species and 13 families. The fish community in 3 and 10 depth was dominated by omnivorous fishes. The multivariate analysis of fish abundance using the Bray Curtis similarity index and non-metric multidimensional scaling (NMDS) clearly showed the clustering of two different depths. The NMDS results showed that at the depth of 10 m are more clustered than 3 m depth. The present study results showed that the biodiversity of reef fishes around Pramuka Island seemed to be linked to the hard coral condition and depth.Keywords: Coral, Depth, Reef fishes, Trophic leve

    Studi pendahuluan genetika populasi ikan tuna sirip kuning (thunnus albacares) dari dua populasi di laut Kepulauan Maluku, Indonesia

    Get PDF
    Abstract. Yellowfin tuna (Thunnus albacares) is a large pelagic fish that have high economic value and inhabits the Moluccas Sea, Indonesia. Tuna catches in the Moluccas sea was very high and might decrease the yellowfin tuna population in this region. The research on population genetic of yellowfin tuna is fundamental to answer the problem. This information can be used as baseline data for future management, utilization, and basis of genetic conservation. The objective of this research was to infer the genetic population structure of two populations (North Maluku and Ambon) in the Moluccas Sea, Indonesia. In total, 41 tissue samples from pectoral fins of yellowfin tuna were collected in this study (North Maluku 33 samples and Ambon 8 samples). The results showed that genetic distances were low between the two populations. Additionally, the comparison of genetic distance between the Moluccas population and Indian Ocean waters also showed no significant differences. The Fst analysis showed the high gene flow between these two populations. Furthermore, haplotype network analysis showed that these two populations were the panmixia population. The overall result showed that no refraction genetic in the yellowfin tuna population from two populations in the Moluccas Sea.Keywords: Haplotype, genetic distance, Moluccas Sea, index fixation analysis, yellowfin tuna, population genetic structure. Abstrak. Tuna sirip kuning (Thunnus albacares) merupakan jenis pelagis besar bernilai ekonomis tinggi yang hidup di perairan Laut Maluku, Indonesia. Tangkapan ikan tuna di Laut Maluku berstatus tinggi, sehingga dapat menurunkan jumlah populasi. Penelitian tentang genetika populasi ikan tuna sirip kuning penting dilakukan untuk menjawab permasalahan ini. Informasi ini dapat menjadi sumber data untuk pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian untuk konservasi genetik. Tujuan penelitian untuk mengetahui struktur populasi genetik pada dua populasi di Laut Maluku (Maluku Utara dan Ambon). Secara total, 41 sampel jaringan dari sirip pectoral Tuna sirip kuning dikumpulkan dalam penelitian ini (Maluku Utara 33 sampel dan Ambon 8 sampel). Hasil penelitian menemukan jarak genetik yang dekat antar kedua populasi. Perbandingan jarak genetik pada populasi Perairan Maluku dan Samudera Hindia tidak menunjukan perbedaan signifikan. Analisis fiksasi indeks (Fst) memperlihatkan aliran genetik kuat antar populasi. Analisis jaringan haplotipe menunjukan kedua populasi merupakan populasi panmiksia. Penelitian ini secara umum menunjukkan belum terjadi perubahan struktur genetik populasi ikan tuna sirip kuning pada dua populasi di Laut Maluku.Kata kunci: Haplotipe, jarak genetik, Laut Maluku, analisis fiksasi indeks, tuna sirip kuning, struktur populasi genetik.    
    corecore