35 research outputs found
PINK TIDE: PENGALAMAN VENEZUELA, BOLIVIA, BRASIL, DAN ARGENTINA
Pink tide atau gelombang merah jambu dalam bahasa Indonesia atau marea rosa dalam bahasa
Spanyol dan onda rosa dalam bahasa Portugis mengambarkan kebangkitan pemerintahpemerintah
kiri yang berhasil mencapai kekuasaan di kawasan Amerika Latin dalam kurun waktu
1990-an hingga 2000- an. Hampir dua per tiga orang Amerika Latin hidup di bawah pemerintah
kiri. Begitu luasnya wilayah Amerika Latin yang mengalami "pergeseran ke kiri" ini sehingga
Levitsky dan Robert mengklaim bahwa sepanjang sejarah Amerika Latin, belum pernah ada begitu
banyak negara yang mempercayakan urusan negaranya kepada para pemimpin kiri. Penelitian ini
fokus pada empat negara di kawasan Amerika Latin yaitu Venezuela (era pemerintahan Hugo
Chavez), Argentina (era pemerintahan Nestor Krichner), Brasil (era pemerintahan Lula da Silva)
dan Bolivia (era pemerintahan Evo Morales). Hasil penelitian terhadap empat negara ini
memperlihatkan bahwa pergeseran ke kiri Amerika Latin memperlihatkan dua pola yang berbeda
sebagai ekspresi atas pertarungan antara negara dan pasar dalam rangka mencapai kesejahteraan
masyarakat Amerika Latin. Pola pertama adalah kiri negara (the left wing-state) yang
direpresentasikan oleh Venezuela dan Bolivia. Pola kedua adalah kiri pasar (the right wing-state)
yang direpresentasikan oleh Brasil dan Argentina. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari jurnal, buku dan media online.
Keyword: pink tide, amerika latin, kiri negara, kiri pasa
Legalisasi Deklarasi HAM ASEAN
On November 18, 2012, ASEAN countries signed ASEAN Human Rights Declaration. Since structured as a draft, this declaration has drawn controversy. The supporters argued that the declaration is a starting point for ASEAN countries to respect human rights. The Opponents considered that the declaration actually provide opportunities for ASEAN countries to commit human rights violations. Although both arguments are right, there is one thing that need to be underlined that the ten ASEAN countries have already signed the ASEAN Human Rights Declaration. This paper will examine the legalization of the ASEAN Human Rights Declaration. By examining its three dimensions -obligation, precision and delegation- ASEAN Human Rights Declaration is categorized as a soft legalization. The obligation of ASEAN Human Rights Declaration is low because it has no binding force. All ASEAN countries do not have obligation to implement the articles of the declaration. The precision of the declaration is also low because the words used in the declaration are ambiguous. It provides opportunities for the members of ASEAN countries to interpret them in different ways. Finally, the delegation of the declaration is also low because there is no third party that has authority to monitor the states’ compliance to the declaration and resolve conflicts that arise in case of human rights violations
STRATEGI PEMIMPIN POPULIS BARU INDONESIA MENCAPAI KEKUASAAN
AbstractIndonesia has already had a populist leader, Ir.Soekarno. He is the first President of the RepublicIndonesia. Sukarno is categorized as a populistleader because He is charismatic and close to thepeople. In 2014, Indonesia has witnessed thepresence of populist leader in national politicalarena. The new populist leader is Joko Widodo orwho is wellknown as Jokowi. This figure was chosenby the majority of the people of Indonesia as apresident because it was believed that Jokowi has apopulist style leadership. He is also close to thepeople. This paper will specifically explain Jokowi’sstrategies as a new populist leader in order to gainpower. This paper argues that in order to gainpower and also to get the support from Indonesianpeople, Jokowi relies on his organizationalexperiences, skills, leadership and achievements.He also built a coalition with organized societyespecially with PDI-P participant and alsounorganized society who is known as RelawanJokowi. The last strategy of Jokowi is to promotedemand policy oriented. Based on those strategies,this paper categorizes Jokowi as a rational populistleader.Keywords: populist leader, Jokowi, power,Indonesia, rational populism.
AbstrakIndonesia pernah memiliki pemimpin populis yaituIr. Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia.Soekarno dikategorikan sebagai pemimpin populiskarena memiliki gaya kepemimpinan yangkharismatik dan dekat dengan rakyat. Pada tahun2014, Indonesia kembali menyaksikan hadirnyapemimpin populis di kancah perpolitikan nasional.Pemimpin populis baru tersebut adalah JokoWidodo atau akrab dikenal dengan Jokowi. Tokohini dipilih oleh mayoritas rakyat Indonesia sebagaipresiden karena diyakini memiliki karakterkepemimpinan populis dan dekat dengan rakyat.Tulisan ini secara khusus akan membahas strategiJokowi sebagai pemimpin populis Indonesia barudalam rangka mencapai kekuasan. Tulisan iniberargumen bahwa Jokowi mengandalkanpengalaman organisasi, skill dan leadership danprestasi yang dimilikinya, membangun koalisi baikdengan masyarakat terorganisir maupun yangtidak terorganisir serta mengedepankan kebijakanyang berorientasi pada demand (tuntutan) dalamrangka mendapatkan dukungan rakyat untukmencapai kekuasaan. Karenanya, Tulisan inimengkategorikan Jokowi sebagai pemimpinpopulis rasional.Kata kunci: pemimpin populis, Jokowi, kekuasaan,Indonesia, populisme rasiona
INTERNATIONAL GENERAL LECTURE: “The South Africa’s Policy to Achieve the Sustainable Development Goals on Peace, Justice, Strong Institutions and Global Partnership”
LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENGADOPSIAN MODEL NEOLIBERAL DI AMERIKA LATIN
Penelitian ini menganalisa penyebab negara-negara Amerika Latin mengadopsi model neoliberal dan implikasinya terhadap Amerika Latin dan dunia internasional. Kasus ini menarik untuk diteliti karena negara-negara Amerika Latin pada tahun 1930-1960an dikenal sangat mengedepankan peran negara dalam aktvitas ekonomi politik sementara itu dengan mengadopsi model neoliberal maka peran negara dalam aktivitas ekonomi politik akan diminimalisir atau dibatasi. Penelitian ini memiliki dua argumen. Pertama, peneliti berargumen bahwa pergeseran ke arah model neoliberal disebabkan oleh empat hal. Pertama, keterbatasan model ISI. Kedua, krisis utang yang dialami oleh negara-negara tersebut. Ketiga, adanya pengaruh dari para intelektual neoliberal yang mendorong pengadopsian model neoliberal dan keempat, kesuksesan yang diraih oleh negara-negara Asia Timur yang berhasil mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi (Asian Miracle) dengan mengadopsi model ekonomi yang berorientasi pada ekspor. Argumen kedua bahwa pengadopsian model neoliberal berhasil meningkatkan aliran modal ke Amerika Latin dan hubungan dagang baik antara sesame negara Amerika Latin maupun antara negara-negara Amerika Latin dengan negara-negara di luar kawasan. Namun disisi lain, pengadopsian model neoliberal telah enyebabkan kemerosotan layanan publik yang mengarah pada kemiskinan dan ketimpangan sosial. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari jurnal, buku dan internet. Semua data yang digunakan adalah yang berkaitan dengan penerapan model neoliberal di Amerika Latin
POPULISME DAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI DI INDONESIA
On October 20, 2014, Joko Widodo or familiarly known as Jokowi was sworn in as the Seventh President of the Republic of Indonesia. The majority of Indonesian society supports Jokowi because He is simple, honest and populist. The presence of populist leaders in international politics often attracts the attention of Western countries, particularly the United States. Populist leaders are often considered as the authoritarian leaders, anti-democratic, anti-Western, anti-foreign and anti-market. Hugo Chavez from Venezuela and Mahmoud Ahmadinejad from Iran are the examples. Chavez and Ahmadinejad are considered as threats by the United States because they challenge the United States led regional and global order.This article will examine the direction of Jokowi’s foreign policy. This article argues that Jokowi is a moderate populist leader. Jokowi is friendly to other countries including the West but still prioritize the national interests. Thus, Indonesia under Jokowi is not a threat to other countries and the West. In fact, they can work together to achieve their common national interests
KITES FOR PEACE: EDUKASI “PEACE” kepada anak-anak RT 07 RW 010 Kelurahan Cawang, Jakarta Timur (12 – 16 Juli 2021)
Pendidikan perdamaian penting bagi semua orang, terutama bagi anak-anak yang masih
membangun identitas dan nilai-nilai yang dipegangnya. Ketika kita mengajar anak-anak untuk
menjadi damai, kita membiarkan mereka menjadi panutan yang positif bagi orang dewasa di
sekitar mereka. Ketika ini terjadi, dampaknya menciptakan efek riak di komunitas mereka, dan
keindahan sifat relasional dari pendidikan perdamaian terungkap. Pusat Kajian Center for
Social Justice and Global Responsibility, LPPM UKI mengadakan kegiatan pengabdian
kepada Masyarakat (PKM) yang bertema Kites for Peace: Edukasi Perdamaian kepada Anak�anak RT 008 RW 010 Kelurahan Cawang, Jakarta Timur. Kegiatan ini bertujuan untuk
memberikan pengetahuan kepada anak akan pentingnya rasa “damai”. Damai bukan hanya
berarti bebas dari perang atau kekerasan tetapi sebuah dunia dimana anak - anak bisa
melakukan sesuatu secara bebas dan bahagia. Kegiatan ini menggunakan dua metode yaitu
ceramah dan melukis layangan. Hasil kegiatan PKM ini menunjukkan tiga hal. Pertama, anak
dapat mendefinisikan “damai” versi mereka sendiri misalnya mereka merasa damai ketika
mereka bisa membaca buku cerita kesukaan mereka tanpa diganggu oleh adik/kakak mereka,
mereka merasa damai ketika mereka bisa berbagi mainan dengan teman-teman mereka.
Kedua, anak bisa mengidentifikasi perbuatan – perbuatan mereka yang bisa menciptakan
harmoni di lingkungan sekitar mereka seperti mereka berjanji akan menuruti nasehat orangtua
mereka, mereka berjanji akan membantu teman yang kesusahan. Ketiga, anak dapat
menuangkan perasaan damai mereka saat melukis layangan.
Kata kunci: perdamaian, kites for peace, anak-anak RT 008 RW 010 kelurahan cawang jakarta
timu