71 research outputs found

    PENGARUH KOSENTRASI NAA DAN TDZ (THIDIAZURON) TERHADAP ORGANOGENESIS KALUS KENCUR (Kaempferia galanga L.)

    Get PDF
    The production of kencur (Kaempferia galanga L.) with tissue culture is an alternative in kencur plant cultivation as a provider of seeds. In tissue culture, growth regulators can affect the formation of plant organs (organogenesis). The combination of growth regulators NAA and TDZ was used in this study to induce callus kencur organogenesis. The purpose of this research was to determine the effect of giving NAA and TDZ on the organogenesis of kencur callus, as well as the optimal combination of the two in the organogenesis of kencur callus. The design used was factorial RAL with two factors: NAA (0; 0.5 and 1 ppm) and TDZ (0; 2 and 4 ppm). Observation variables included number of shoots, shoot length, number of leaves, leaf length, number of roots, root length, fresh weight, and the first time shoots appeared. The results showed that the single NAA treatment affected the number of shoots, number of leaves, number of roots, root length, and fresh weight. In comparison, the single TDZ treatment affected shoot length, leaf length, number of roots, root length, and fresh weight. The optimal treatment combination was 1 ppm NAA and 2 ppm TDZ (N1T2), which gave the highest number of shoots. Higher concentrations of cytokinins can stimulate shoot growth

    Pengaruh 2,4-D (Asam Diklorofenoksi Asetat) dan BAP (Benzyl Amino Purin) terhadap Proliferasi Kalus dan Produksi Metabolit Sekunder dari Kalus Kencur (Kaemferia galanga L.)

    Get PDF
    The aim of this research is to fi nd combination of 2,4-D (diclorophenoxy acetic acid) and BAP (benzyl amino purine) concentration which give the best infl uence to callus proliferation and to know the effect of interaction between 2,4-D and BAP to obtain good growth culture of Kaemferia galanga L callus and able to produce secondary metabolite. The design used for callus proliferation was a combination of 2.4 D (1–3 mg/L) and BAP (0-0.2 mg/L). All were randomly arranged in a complete randomized design (RAL) with three replicates, and each treatment unit used 10 bottles of culture. The combination of eff ective treatment for callus proliferation was 2,4 D concentrations of 1 to 3 mg/L and without the addition of BAP (B0). 2,4 D with 1 mg/L concentration gave the best callus proliferation rate indicated at callus volume, fresh weight of callus, dried weight callus and the weakness high and white light colour with friable nature. The higher concentration of 2.4 D to 3 mg/L in the formation of callus color to green and on the process of organogenesis (shoot and root formation). Based on qualitative analysis test using thin layer chromatography (TLC), extract methanol callus Kaemferia galanga research results contain secondary metabolite compounds in the form of alkaloids, flavonoids, tannins, saponins, steroids and ethyl para-methoxycinnamate.Penelitian ini bertujuan mencari kombinasi konsentrasi 2,4-D (asam diklorofenoksi asetat) dan BAP (benzyl amino purin) yang memberikan pengaruh terbaik terhadap proliferasi kalus serta mengetahui pengaruh interaksi antara 2,4-D dan BAP terhadap peroleh kultur kalus kencur yang pertumbuhannya baik dan mampu menghasilkan metabolit sekunder kencur. Perlakuan untuk proliferasi kalus yaitu kombinasi 2,4 D (1–3 mg/L) dan BAP (0-0,2 mg/L). Semuanya disusun acak dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan, dan setiap unit perlakuan menggunakan 10 botol kultur. Kombinasi perlakuan yang efektif untuk proliferasi kalus adalah 2,4 D konsentrasi 1–3 mg/L dan tanpa penambahan BAP (B0) dimana menunjukkan hasil proliferasi kalus yang terbentuk memiliki volume kalus, bobot segar kalus, bobot kering kalus serta morfologi kalus (keremahan dan warna kalus) yang lebih baik dibandingkan dengan penambahan BAP, 2,4 D dengan konsentrasi 1 mg/L memberikan tingkat proliferasi kalus terbaik diantaranya volume kalus , bobot segar kalus, bobot kering kalus, keremahan kalus yang tinggi dan warna kalus yang putih, krem dan jernih. Semakin tinggi konsentrasi 2,4 D hingga 3 mg/L berpengaruh pada pembentukan warna kalus menjadi hijau dan mengarah pada proses organogenesis (pembentukan tunas dan akar). Berdasarkan uji analisis kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT), ekstrak metanol kalus kencur hasil penelitian mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid dan etil para-metoksisinamat

    Pengembangan Kultur Kalus Kencur (Kaempferia Galanga Linn) dan Metode Elisitasi Ultraviolet-B untuk Produksi Senyawa Bioaktif Fenol

    Get PDF
    Kencur (Kaempferia galanga Linn.) merupakan sumber bahan kimia bioaktif yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional (jamu), fitofarmaka, penyedap makanan dan minuman, rempah-rempah, dan kosmetik. Kandungan utama K. galanga berupa senyawa fenolik terutama golongan fenilpropanoid, seperti flavonoid, etil-sinamat dan etil p-metoksisinamat. Dalam bidang kedokteran, K. galanga telah dimanfaatkan sebagai antiradang dan analgesik, pengobatan sakit kepala, sakit gigi, rematik, antitumor dan kanker, obat penenang, antimikroba, dan obat cacing. Produksi K. galanga selama ini memiliki beberapa keterbatasan terutama pada lama waktu produksi (9-12 bulan) dan konsistensi kualitas produk. Sebagaimana diketahui secara luas bahwa kualitas produk dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Selain itu, perubahan iklim yang terjadi saat ini juga mempengaruhi produktivitas tanaman dalam berbagai hal, seperti perubahan suhu, suhu, curah hujan, kadar karbon dioksida, dan kejadian cuaca ekstrem. Perubahan-perubahan ini dapat mengubah waktu pertumbuhan dan reproduksi tanaman, mengurangi ketersediaan unsur hara, meningkatkan tekanan hama dan penyakit, serta menyebabkan stres air. Perubahan tersebut juga berdampak pada produktivitas dan kualitas tanaman K. galanga. Kultur in vitro, khususnya kultur kalus, merupakan salah satu pendekatan alternatif yang dapat digunakan untuk produksi metabolit sekunder. Kultur kalus telah berhasil diterapkan pada produksi metabolit sekunder (Vitis vinifera L, Eurycoma longifolia Jack, Jatropha curcas L dan masih banyak lagi). Namun, produksi metabolit sekunder telah dipengaruhi oleh diferensiasi jaringan pertumbuhan, dan perkembangan tanaman. Selain itu, produksi metabolit sekunder juga dipengaruhi oleh medium, yaitu kandungan sukrosa, jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh, serta kondisi lingkungan yaitu pH, intensitas cahaya, serta fotoperiode. Memang, elisitor telah terbukti sebagai faktor utama untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder. Salah satu elisitor yang dapat digunakan dalam kultur in vitro adalah radiasi UV-B. Penelitian perlakuan radiasi UV-B pada kultur kalus C. Sinensis menginduksi peningkatan kadar fenolik, peningkatan produksi trans-resveratrol pada kalus V. vinifera sebesar 2,5 kali lipat, dan peningkatan konsentrasi camptothecin pada camptotheca sebesar 11 kali lipat. budaya sel. Perlakuan radiasi UV menghasilkan alkaloid kantin-6-one 3,5 kali lebih banyak dan pirolidin 1,5 kali lebih banyak dibandingkan tanpa perlakuan radiasi UV pada kultur kalus E. longifolia. Perlakuan yang sama diterapkan pada kultur suspensi sel C. roseus, planlet Deschampsia Antarctica, dan pada kalus J. curcas. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatur produksi metabolit sekunder pada kultur kalus adalah dengan memodifikasi sumber karbon pada media, salah satunya dengan konsentrasi sukrosa. Sukrosa telah dikenal sebagai senyawa yang dapat dimanfaatkan tanaman sebagai sumber karbon yang dapat mempengaruhi metabolisme, perkembangan, pertumbuhan, transduksi sinyal, dan ekspresi gen. Sukrosa terbukti mempengaruhi pertumbuhan dan produksi metabolit sekunder A. absinthium, W. somnifera, G.procumbens Merr, H. perforatum, P. vulgaris L, dan lainnya yang ditanam secara in vitro. Pada kencur pendekatan kultur kalus untuk produksi metabolit sekunder xvii belum pernah dilaporkan, begitu pula penelitian mengenai penggunaan elisitasi pada kultur kalus kencur belum pernah dilaporkan. Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian seri melalui empat tahap penelitian. Dilaksanakan dari bulan November 2018 sampai dengan Agustus 2022, bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Laboratorium Kimia Analisis Terpadu, Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan Laboratorium Penelitian Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Versi 6.400 dari program perangkat lunak Costat digunakan untuk memproses data. Dengan menggunakan uji Anova, data yang berdistribusi normal dan homogen diperiksa. Analisis Kruskal-Wallis digunakan untuk analisis data jika data tidak sesuai dengan kondisi. Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) dan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) digunakan pada pengujian selanjutnya, dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kalus berhasil diinduksi dari eksplan mata tunas K. galanga dengan perlakuan kombinasi 2,4-D dan BAP, dimana perlakuan 1 mg.L-1 2,4-D memberikan hasil terbaik untuk parameter waktu induksi kalus, persentase kalus tumbuh dan bobot segar kalus masing-masing sebesar 29,78±2,03 hari, 74,08±22,21 % dan 0,20±0,07 g dengan tekstur kalus yang terbentuk remah dan berwarna putih kecoklatan. Konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin dan fotoperiode berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi senyawa fenol pada kalus K. galanga. Perlakuan fotoperiode 16/8 jam (terang/gelap) yang dikombinasikan dengan perlakuan auksin 2,4-D 1 mg.L-1 menghasilkan bobot segar maksimum 5,52±0,29 g, tidak berbeda nyata dengan kombinasi penyinaran 16/8 jam (terang/gelap) dan perlakuan NAA 1,5 mg.L-1 . Bobot kering kalus terbaik yaitu 0,26±0,05 g diperoleh setelah perlakuan penyinaran 16/8 jam (terang/gelap). Perlakuan 2,4-D menghasilkan kalus yang remah berwarna putih hingga putih kecoklatan, sedangkan auksin NAA menghasilkan kalus dengan warna kehijauan dan kompak (terdiferensiasi). Kajian fitokimia ekstrak kalus K. galanga menunjukkan akumulasi fenol dan flavonoid tertinggi pada fotoperiode 16/8 jam (terang/gelap), masing-masing 0,483±0,065 mg GAE.g-1 BK kalus dan 0,108±0,07 mg QE.g-1 BK kalus. Senyawa etil para-metoksisinamat (EPMS) terbentuk di hampir pada semua perlakuan. Kadar EPMS tertinggi terbentuk pada perlakuan NAA 2 mg.L-1 dengan fotoperiode 12/12 jam (terang/gelap) sebesar 0,37 mg.g-1 BK kalus. Profil metabolit sekunder pada ekstrak etanol kalus didominasi senyawa aldehida, hidrokarbon jenuh, asam lemak, dan turunannya. Perlakuan jenis auksin dan radiasi UV-B berpengaruh terhadap karakteristik pertumbuhan, morfologi, fitokimia dan fisiologi kalus. Perlakuan auksin dan radiasi UV-B berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus diantaranya bobot segar, bobot kering kalus, dan morfologi kalus yang terbentuk. NAA tanpa radiasi UV-B memberikan bobot kalus segar dan bobot kalus kering terbaik yaitu masing-masing sebesar 5,58±0,36 g dan 0,38±0,01 g. Terhadap karakteristik fitokimia, perlakuan auksin berpengaruh nyata terhadap parameter total fenol, total flavonoid, aktivitas antioksidan dan aktivitas enzim PAL. Perlakuan auksin NAA memberikan nilai parameter produksi metabolit sekunder lebih baik dibandingkan perlakuan 2,4-D dengan rerata nilai total fenol sebesar 0,96±0,18 mgGAE.g -1 BK kalus, aktivitas antioksidan sebesar 61,28±3,79% dan aktivitas enzim PAL sebesar 1,57±1,02 unit.mg-1 protein. Radiasi UV-B tidak berpengaruh nyata terhadap produksi senyawa metabolit sekunder kalus kencur, kecuali pada kadar total flavonoid. xviii Senyawa EPMS terbentuk pada semua perlakuan auksin NAA yang dikombinasi dengan radiasi UV-B dimana kadar EPMS tertinggi terdapat pada perlakuan NAA dengan radiasi UV-B 140 µW.cm- ² selama 4 jam yaitu sebesar 1,1±0,59 mg.g -1 BK kalus. Perlakuan jenis auksin, radiasi UV-B dan konsentrasi sukrosa berpengaruh terhadap karakteristik pertumbuhan, morfologi, fitokimia dan fisiologi kalus kalus kencur. Perlakuan sukrosa 30 g.L-1 memberikan bobot kalus tertinggi, tidak berbeda nyata dengan perlakuan sukrosa 15 g.L-1 yaitu masing-masing seberat 7,39±1,67 dan 7,36±0,5 g, sampai pada tingkat optimum konsentrasi sukrosa (30 g.L-1 ) peningkatan konsentrasi sukrosa menyebabkan penurunan bobot kalus segar. Perlakuan tanpa sukrosa pada kalus kompak menunjukkan hasil tertinggi untuk parameter TPC, TFC, kadar EPMS dan aktivitas antioksidan masing-masing sebesar 1,52±0,16 mg GAE.g-1 bobot kering kalus; 2,12±0,77 mg QE.g -1 bobot kering kalus; 0,57±0,23 mg.g -1 bobot kering kalus dan 76,62±4,05%. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan pada semua parameter pertumbuhan dan fitokimia yang terbentuk pada kalus remah. Radiasi UV-B menyebabkan peningkatan kandungan fenol total dan kandungan flavonoid total, namun tidak berpengaruh nyata pada kapasitas antioksidan dan pembentukan EPMS pada kalus K. galanga. Perlakuan radiasi UVB mampu meningkatkan nilai TPC dan TFC kalus masing-masing sebesar 1,13 dan 1,7 kali lipat dibandingkan tanpa radiasi UV-B. Perlakuan radiasi UV-B dan konsentrasi sukrosa tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim PAL. Diambil kesimpulan bahwa kalus dapat diinduksi dari eksplan mata tunas kencur dengan perlakuan 2,4-D dan BAP, dimana kalus yang dihasilkan memiliki tekstur remah dengan warna putih kecoklatan. Pengkondisian faktor lingkungan khususnya lingkungan cahaya (fotopriode) dan kesesuaian zat pengatur tumbuh auksin yang digunakan menunjukkan bahwa fotoperiode berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus dan morfologi kalus yang terbentuk. Fotoperiod 16/8 jam terang dan gelap secara umum menghasilkan pertumbuhan kalus yang cukup baik dan kalus yang dihasilkan mampu memproduksi senyawa fenol. Karakteristik morfologi kalus dengan penggunaan auksin 2,4-D menghasilkan kalus yang bertekstur remah dan berwarna putih kecoklatan, sedangkan perlakuan auksin NAA menghasilkan kalus bertekstur kompak dan berwarna hijau. Perlakuan elisitasi radiasi UV-B mampu meningkatkan kapasitas produksi senyawa fenol dalam kalus, dan pemiskinan sukrosa (tanpa sukrosa) dalam media menginduksi produksi senyawa fenol lebih tinggi dibandingkan jika kalus ditumbuhakn dalam kondisi konsentrasi sukrosa diatas konsentrasi optimumnya (30 g.L-1 ). Kalus bertekstur kompak memiliki kapasitas produksi fenol lebih tinggi dibandingkan kalus remah pada semua perlakuan elisitasi radiasi UV-B maupun sukrosa

    Upaya Pengembangan Tanaman Pisang Mas (Musa Paradisiaca L) Bebas Patogen melalui Metode Kultur Meristem

    Full text link
    Pisang mas (Musa paradisiaca L) merupakan salah satu tanaman pisang unggul lokal yang banyak dikembangkan di Kabupaten Banyumas khususnya di Kecamatan Baturraden. Namun petani pisang mas di Kecamatan Baturraden mengalami permasalah dalam hal penyediaan bibit yang berkualitas. Permasalahan tersebut disebabkan masih kurang tersedianya bahan tanam yang berasal dari indukan bebas penyakit busuk Fusarium oxisphorum serta kemampuan anakan yang diperoleh melalui metode konvensional memiliki produksi yang kurang baik akibat produktifitas bibit yang mengalami penurunan. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan pengadaan bibit pisang bermutu, bebas bibit penyakit dan berproduksi tinggi adalah dengan kultur meristem, yaitu kultur dengan menggunakan meristem apikal sebagai eksplan. Kelebihan kultur meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman bebas virus, penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri serta identik dengan induknya.Tujuan khusus dari penelitian ini adalah Menginduksi dan memperbanyak tunas tanaman pisang mas dari ekplan berupa jaringan meristem pisang serta memperoleh planlet tanaman pisang mas bebas patogen melalui kultur meristem.Penelitian ini menggunakan metode percobaan di laboratorium, dengan menggunakan beberapa perlakuan diantaranya induksi tunas, multiplikasi tunas dan induksi akar yang terdiri atas dua faktor yaitu konsentrasi BAP dan NAA. Kombinasi perlakuan untuk induksi tunas yaitu BAP dengan taraf 2,4 dan 6 ppm serta NAA 0,1 ppm; , kombinasi perlakuan untuk multiplikasi tunas yaitu BAP dengan taraf 2,4,6 ppm serta NAA dengan taraf 0,1; 0,2 dan 0,3 ppm dan kombinasi perlakuan untuk induksi akar dengan kombinasi perlakuan NAA dengan taraf 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 ppm dengan tanpa penambahan BAP ( 0 ppm). Semuanya disusun secara faktorial dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan, dan setiap unit perlakuan menggunakan 5 botol kultur. Pemberian kombinasi NAA dan BAP berpengaruh pada peningkatan keberhasilan perkembangbiakan eksplan tanaman pisang mas dengan metode kultur meristem, diantaranya pada peningkatan kecepatan waktu yang diperlukan untuk induksi tunas, jumlah tunas yang terbentuk dari eksplan jaringan meristem yang digunakan dan peningkatan jumlah tunas yang terbentuk pada berbagai media yang digunakan serta mampu terbentukan akar pada medium induksi akar. Perlakuan BAP 4 ppm yang diberikan pada medium induksi tunas memberikan hasil terbaik hampir pada semua variabel pengamatan diantaranya waktu induksi tunas selama 4.67 minggu, jumlah tunas dari jaringan meristem sebanyak 2,0 tunas. Sedangkan pada medium multiplikasi tunas kombinasi perlakuan NAA dan BAP yang ditambahkan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dan panjang . Sedangkan untuk jumlah akar terbanyak terdapat pada kombinasi perlakuan NAA 0.4 ppm dan NAA 0,5 ppm yaitu sebanyak 3,2 akar. Dalam penelitian ini penggunaan eksplan meristem pisang mas pada perbanyakan secara in vitro diperoleh bibit pisang mas yang bebas patogen , hal ini dapat dilihat dari persentase eksplan yang dapat tumbuh cukup tinggi yaitu rata-rata diatas 80 %

    Pengembangan Metode Sterilisasi pada Berbagai Eksplan Guna Meningkatkan Keberhasilan Kultur Kalus Kencur (Kaemferia Galangal L)

    Full text link
    Dewasa ini penggunaan obat tradisional yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan dimasyarakat semakin meningkat sebagai dampak dari konsep hidup kembali ke alam (back to nature). Salah satu tumbuhan yang dikembangkan sebagai tanaman obat di Indonesia adalah kencur (Kaemferia galanga). Kencur banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu), fitofarmaka, industri kosmetika,penyedap makanan dan minuman, rempah, serta bahan campuran saus rokok pada industri rokok kretek. Secara empirik kencur digunakan sebagai penambah nafsu makan, infeksi bakteri, obat batuk, disentri, tonikum, ekspektoran, masuk angin, sakit Perut karena rimpangnya mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain saponin, flavonoid, fenol serta minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Johnny, 1991). Tahap awal keberhasilan kultur kalus yang dilakukan tidak lepas dari ketepatan pemilihan bahan dasar eksplan yang akan digunakan dan juga teknik sterilisasi yang dilakukan selama kultur kalus. Ketepatan pemilihan sterilan dan lamanya waktu pemberian sterilan pada berbagai macam eksplan ternyata memberikan respon yang berbeda. Penelitian ini merupakan upaya dalam perolehan metode sterilisasi yang tepat pada berbagai macam sumber eksplan berupa daun, akar dan irisan rhizome dalam media MS yang digunakan dalam kultur in vitro khususnya kultur kalus tanaman kencur (Kaemferia galanga), sehingga akan diperoleh metode sterilisasi yang sesuai untuyk perbanyakan kalus kencur. Hasil penelitian menujukkan bahwa kombinasi perlakuan yang efektif untuk menekan pertumbuhan dan perkembangan sumber kontaminasi adalah Natrium hipoklorit (NaOCl 10 %), 5 menit + Alkohol 70 % ,1 menit pada eksplan daun, kombinasi perlakuan Natrium hipoklorit (NaOCl 5 %), 5 menit + Alkohol 70 % ,1 menit untuk eksplan akar dan kombinasi perlakuan Alkohol 70 % ,1 menit + Kaporit (Ca(ClO)2) 6%, 20 menit untuk eksplan rimpang kencur. Sumber kontaminan yang dominan tumbuh adalah bakteri dan jamur dari jenis Mucor dan Rhizopus dengan cirri morfologi hifa berwarna putih hingga kelabu hitam

    Synthesis of NaP Zeolite Based on Bauxite Red Mud Using Hydrothermal Method on Mole Ratio of SiO2/Al2O3 Variations

    Get PDF
    Red mud is a bauxite industrial waste of reddish-brown mud with high alkalinity. Red mud has relatively high silica and alumina content, so it can be utilized as a raw material in the synthesis of zeolite. This study aims to synthesize high-purity NaP zeolite from red mud at various SiO2/Al2O3 mole ratios. The synthesis begins with neutralizing the red mud, followed by decomposition using the alkaline fusion method at a ratio of red mud:NaOH = 1:1 (w/w). The filtrate produced by the alkaline fusion was adjusted to the mole ratio of SiO2/Al2O3 = 2.0; 2.5; 3.0; and 4.0, respectively, by adding sodium silicate, followed by a hydrothermal process using an autoclave at 120oC for 16 hours. The synthesized zeolites were characterized using XRD and FTIR spectrophotometry. The XRD results showed that the zeolite produced in all variations of the SiO2/Al2O3 mole ratio studied was a type of high-purity NaP with no other zeolite crystalline phases found as impurities. The structure formed is tetragonal with a degree of crystallinity of 74.54%; 76.47%; 78.94%; 75.64%, and crystal size 80.2286; 54.3437; 37.7099 and 40.1226 nm for zeolite with SiO2/Al2O3 mole ratio 2.0; 2.5; 3.0; and 4.0, respectively. Based on the results of the study, pure NaP zeolite can be synthesized from red mud material using the hydrothermal method at the ratio of moles SiO2/Al2O3 = 2.0 – 4.0

    Development of Fusarium Disease Control Technology with Biological Agent in Mas Cultivar Banana in Land Infected

    Full text link
    Based on the data of General Director of Production and Horticulture, the damage of plantation areas in banana plantation centers in Indonesia always increases in years, this is due to Fusarium attack caused by fungus Fusarium oxisphorum and causing damage of 30- 70 % banana plantation areas.The aim of this empirically for due to biological control technology Fusarium wilt effective and environmentally friendly to the infected area in District Baturaden, Banyumas through soil solarization treatments and utilization of biological agents..The Research was conducted at the wilt disease endemic Fusarium land located in the village Pamijen, District Baturraden, Banyumas. The research design was a Split Plot Design consisting of 2 treatments, the main plot treatments is soil solarization, whereas treatment subplot is the type and dose of biological agents antagonist. The results showed that the treatment given soil solarization proved to increase the temperature of the surface of the soil up to 8.8 ° C compared with without solarization and reduces demand Fussarium population at ground level up to 53.61%, whereas without solarization Fussarium population decline by 22, 33%. Provision of biological agents Trichoderma, Gliocladium and P. Fluoroscens during the study proved to provide inhibition of the development of Fussarium on seedling disease, indicated by the appearance of symptoms of the disease until the end of the study. This is possible due to the formation of phenolic compounds such as tannins, saponins and glicosida and colonization between biological agents with the root system of plants in which the contact between pathogen inhibition with banana plant seedlings root system so that it protects the roots of the disease-causing pathogen infection Fussarium wilt. Treatment of biological agents proved capable of providing better vegetative growth when compared to the untreated biological agents (control) in which had significant effect on the number of root parameters, but had no significant effect on plant height parameter, number of leave's, and stem's diameter. However, the provision of Trichoderma 100 g / planting hole showed the best results in almost all plant vegetative growth parameters at the end of the reseach. Key word: solarize, biological agents, banana plants, infected with Fusarium lan

    Pengaruh Kombinasi 2,4-d dan Benzil Amino Purin (Bap) terhadap Pembentukan Kalus pada Eksplan Daun Kencur (Kaemferia Galangal L) secara In Vitro

    Full text link
    This research aim to learn the influence of combination of concentration plant growth regulator 2,4-D and BAP to callus induction at eksplan of Koempheria galanga leaf, proliferasi callus at eksplan and also know the interaction influence between 2,4-D and BAP to obtaining culture of callus Koempheria galanga which its growth good. This research was conducted from April to September 2010, in Laboratory of Tissue Culture, FKIP, University of Muhammadiyah Purwokerto. The Trial was arranged in Complete Random Design (CRD). Perception variable cover the : time induce the callus, percentage explant growth, callus volume which grow from explants leaf , culture appearance visually and percentage contamination. Result of research indicate that the Combination of concentration of Plant growth regulator 2,4-D at concentration 0 - 2 mg / l of medium and BAP at] concentration 0 - 0,3 mg / l medium still not yet able to induce formed is callus at eksplan of leaf Koempheria galanga during research. Disability Explants form the callus because of fenol high rate enough in tissue explant and also not yet proportional it concentration 2,4 D and Benzil Aminopurin which can depress the sintesis fenol in and death at explant of koempheria galanga leaf

    PENGEMBANGAN METODE STERILISASI PADA BERBAGAI EKSPLAN GUNA MENINGKATKAN KEBERHASILAN KULTUR KALUS KENCUR (Kaemferia galangal L)

    Get PDF
    Dewasa ini penggunaan obat tradisional yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan dimasyarakat semakin meningkat sebagai dampak dari konsep hidup kembali ke alam (back to nature). Salah satu tumbuhan yang dikembangkan sebagai tanaman obat di Indonesia adalah kencur (Kaemferia galanga). Kencur banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu), fitofarmaka, industri kosmetika,penyedap makanan dan minuman, rempah, serta bahan campuran saus rokok pada industri rokok kretek. Secara empirik kencur digunakan sebagai penambah nafsu makan, infeksi bakteri, obat batuk, disentri, tonikum, ekspektoran, masuk angin, sakit perut karena rimpangnya mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain saponin, flavonoid, fenol serta minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Johnny, 1991). Tahap awal keberhasilan kultur kalus yang dilakukan tidak lepas dari ketepatan pemilihan bahan dasar eksplan yang akan digunakan dan juga teknik sterilisasi yang dilakukan selama kultur kalus. Ketepatan pemilihan sterilan dan lamanya waktu pemberian sterilan pada berbagai macam eksplan ternyata memberikan respon yang berbeda. Penelitian ini merupakan upaya dalam perolehan metode sterilisasi yang tepat pada berbagai macam sumber eksplan berupa daun, akar dan irisan rhizome dalam media MS yang digunakan dalam kultur in vitro khususnya kultur kalus tanaman kencur (Kaemferia galanga), sehingga akan diperoleh metode sterilisasi yang sesuai untuyk perbanyakan kalus kencur. Hasil penelitian menujukkan bahwa kombinasi perlakuan yang efektif untuk menekan pertumbuhan dan perkembangan sumber kontaminasi adalah Natrium hipoklorit (NaOCl 10 %), 5 menit + Alkohol 70 % ,1 menit pada eksplan daun, kombinasi perlakuan Natrium hipoklorit (NaOCl 5 %), 5 menit + Alkohol 70 % ,1 menit untuk eksplan akar dan kombinasi perlakuan Alkohol 70 % ,1 menit + Kaporit (Ca(ClO)2) 6%, 20 menit untuk eksplan rimpang kencur. Sumber kontaminan yang dominan tumbuh adalah bakteri dan jamur dari jenis Mucor dan Rhizopus dengan cirri morfologi hifa berwarna putih hingga kelabu hitam
    • …
    corecore