4 research outputs found

    Assessment of Infrastructures Assets Induced by Water Level Fluctuation along the Bengawan Solo River

    Get PDF
    The stability of infrastructure along river channel, such as bridges and embankments, is paramount to continuing service and public safety, and therefore, is essential consideration in the design, construction and maintenance. During the design process, infrastructure stability is often assumed to be static, and considered by implementing a safety factor which is produced by an analysis of extreme condition. However, this has failed to consider the variability of natural factors and importantly, the escalating threat of extreme environmental condition, induced by global climate change. This assumption should, therefore, be revisited for developing a more resilient design and maintenance regime. To demonstrate the changing infrastructure stability, an assessment of safety factor of river embankment and bridge foundation as nearby infrastructures along Bengawan Solo River’s channel and estuary is presented. This was undertaken to determine the impact of water level fluctuation during two extreme conditions during dry and rainy seasons in several critical locations. The river characteristics (i.e. morphology, water fluctuations, velocity, and sub-soil characteristics), embankment conditions and bridge pile foundation were investigated in-situ to assess the change of safety factor. The laboratory investigation focused on river and embankment characteristics including the analysis of the drying-wetting conditions. In-situ and laboratory investigations found an extreme condition which the infrastructures are subjected into, where the water level and flow velocity were 3 m and 0.04 - 0.27 m/s during dry season; and 10 m and 0.46 - 0.84 m/s during rainy season. Furthermore, from the analysis, it can be concluded that certain areas in the river do not meet the minimum requirements for bridge foundation and embankment stability

    Studi Pengaruh Pembebanan Statis Dan Dinamis Terhadap Pondasi Dangkal Dengan Perkuatan Tiang Buis Dari Komposisi Optimal Beton Yang Menggunakan Material Limbah Di Kabupaten Gresik (Pemodelan Di Laboratorium)

    Full text link
    Tanah merupakan bagian penting dalam suatu konstruksi yang mempunyai fungsi menyangga konstruksi di atasnya. Salah satunya adalah tanah alluvial yang ada di Kabupaten Gresik. Tanah alluvial merupakan tanah lempung yang memiliki nilai kembang susut yang cukup tinggi, sehingga belum tentu tanah tersebut baik digunakan untuk pendukung kekuatan struktur. Tidak mengherankan apabila sering terjadi naik turunnya tanah pada pondasi bangunan rumah sederhana tiga lantai yang diakibatkan penurunan tanah. Dalam perkembangan konstruksi saat ini, kebutuhan material konstruksi semakin meningkat sehingga menghasilkan inovasi-inovasi baru teknologi konstruksi. Adanya berbagai material baru yang diambil dari limbah-limbah industri yang bisa digunakan sebagai pengganti beberapa material yang lain. Beberapa limbah industri yang masih bisa dimanfaatkan adalah flyash, batu putih, dan copper slag, yang ada di Kabupaten Gresik. Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium dengan menggunakan tanah yang dikondisikan seperti tanah di daerah Gresik, yaitu tanah yang dibuat dari campuran pasir 66,34% bentonit 33,66% dengan nilai LL 62,43%. Pemodelan pondasi yaitu model segitiga dan persegi (L/B = 2) dengan/tanpa perkuatan tiang buis beton dengan beban arah vertikal sebesar 10 kg, 20kg, 30kg, 40kg. Pondasi dengan komposisi campuran 50%:50% memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan komposisi campuran 80% flyash:20% semen. Luas telapak pondasi yang lebih kecil (persegi L/B= 2) memiliki penurunan lebih besar dibandingkan dengan luas telapak besar (segitiga). Pondasi tanpa perkuatan memiliki penurunan terbesar dari pada pondasi dengan perkuatan dan penurunan pondasi pada percepatan gempa 0,2g lebih besar dari pada 0,15g dan semakin besar volume berat tanah (γt), geser tanah (C), derajat kejenuhan (Sr), dan porositas (n) penurunan besar sedangkan semakin kecil angka pori (e) penurunan besar

    Perencaan Sel Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Controlled Landfill pada TPA Lubuk Binjai - Lubuklinggau

    Full text link
    Kota Lubuklinggau merupakan salah satu daerah administratif tingkat II di daerah administratif tingkat I/Provinsi Sumatera Selatan. Kepadatan penduduk di kota Lubuklinggau adalah sekitar 578 jiwa/km² dengan peningkatan penduduknya yaitu rata rata 3000 jiwa tiap tahunnya memberikan pengaruh terhadap berbagai sektor, salah satunya adalah infrastruktur persampahan. TPA Petanang yang merupakan tempat penampungan sampah di wilayah Kota Lubuklinggau telah mencapai kapasitas maksimumnya. Dari permasalahan tersebut, maka diperlukan perencanaan TPA baru yaitu TPA Lubuk Binjai dengan pembangunan pada sel C dan D. Dalam tugas akhir ini dilakukan beberapa perencanaan diantaranya perencanaan tanggul dari timbunan tanah yang dipadatkan meliputi dimensi tanggul dengan perkuatan menggunakan geotextile, dan analisa stabilitas timbunan sampah dengan perkuatan cerucuk. Kondisi eksisting pada masing – masing sel harus sesuai persyaratan dalam penentuan lokasi sel TPA menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 3 Tahun 2013. Hasil analisa tanggul untuk sel D memiliki variasi ketinggian menyesuaikan elevasi dasar sampah dengan tinggi terendah 3 m hingga tertingginya 6.7m. Untuk perencanaan sel C tanggul dibuat setinggi 6m. Timbunan sampah sel C dan D direncanakan setinggi 15m dan terbagi menjadi 3 lift. Perencanaan sel D memiliki variasi ketinggian lift sampah, sedangkan untuk sel C memiliki tinggi lift sampah yang seragam yaitu sebesar 5m. Perkuatan geotextile dan cerucuk setiap sel mengikuti kebutuhan masing masing tanggul dan timbunan sampah sesuai analisa yang didapatkan

    Dynamic Ratio Correlation of N:P in relation to the Diatom Abundance in the Intensive System of the Vannamei (Litopenaeus vannamei) Shrimp Pond

    Get PDF
    Diatoms are one type of aquatic phytoplankton that has an important role. Diatoms, or Bacillariophycyae, are a phytoplankton that suits the needs of the shrimp cultivation in the pond because diatoms are an abundant primary producer and are needed as natural feed. Diatom needs nitrogen and phosphate in its life, while the nutrient itself in the water is not always in a stable condition. The research aimed to determine the dynamic ratio correlation of N:P in relation to the diatom abundance in intensive system vannamei (Litopenaeus vannamei) shrimp ponds in order to maintain aquatic stability or living media within intensive system vannamei shrimp cultivation. The main parameters observed were Ammonium, Nitric, Nitrate and Phosphate, as well as the abundance of diatom plankton. The supporting parameters measured were pH and clarity in the intensive vannamei shrimp pond in Banyuwangi. Based on results of the data analysis and the study about correlation of dynamic ration N:P toward abundance of Diatom, it can be concluded that the ratio value of N:P influences the composition of the level classification of the phytoplankton in aquatic cultivation. The differences in the level of ammonium, nitric, nitrate and phosphate provide different influences on the diatom abundance in the water. A high level of nitrate indicates an abundance of diatoms
    corecore