29 research outputs found

    KANESIA 10 - KANESIA 13: EMPAT VARIETAS KAPAS BARU BERPRODUKSI TINGGI

    Get PDF
    ABSTRAKProgram perbaikan varietas kapas bertujuan meningkatkanproduktivitas dan mutu serat. Sembilan hasil persilangan kapas tahun 1997dan 1998 yang melibatkan dua tetua dari Amerika Serikat (DeltapineAcala 90 dan Deltapine 5690), tiga tetua dari India (LRA 5166, Pusa 1,dan SRT 1), dan satu tetua dari Asia Tengah (Tashkent 2) telah melaluitujuh pengujian di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan SulawesiSelatan untuk menilai potensi produksi, mutu serat, dan tingkat ketahananterhadap beberapa hama di lahan tadah hujan dengan atau tanpa diproteksidengan insektisida. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok(RAK) yang diulang tiga kali dalam kondisi diproteksi ataupun tanpadiproteksi dengan insektisida pada petak-petak percobaan berukuran 40-50m2 dengan jarak tanam (100 x 25) cm. Pengendalian hama pada ulanganulanganyang diproteksi dengan insektisida adalah penambahan insektisidabenih Imidachloprit 10 ml/kg benih dan pengendalian hama H. armigerasebanyak 5-6 kali menggunakan pestisida nabati Organeem (Azadirachtin1%). Hasil pengujian menunjukkan bahwa Kanesia 10 – Kanesia 13mampu berproduksi lebih tinggi apabila diproteksi dengan insektisidadengan potensi produksi berturut-turut 19,32, 21,75, 17,05, dan 21,7%lebih tinggi dari Kanesia 8, dan rata-rata produktivitas berturut-turutadalah 2.457,2, 2.507,3, 2.410,5, dan 2.506,8 kg kapas berbiji per hektar.Kanesia 10 dan Kanesia 11 memiliki kandungan serat berturut-turut 27,2%dan 8,11% lebih tinggi dibandingkan Kanesia 8. Pada rekayasa Kanesia10 - Kanesia 13 ini tidak diperoleh kemajuan genetik yang nyata padaparameter mutu serat, akan tetapi mutu serat dari empat galur tersebut diatas memenuhi kriteria industri tekstil yaitu dengan rata-rata karakteristikmutu serat yaitu panjang serat 26,92 – 29,34 mm, kekuatan 27,13 – 29,50g/tex, kehalusan 4,38-5,08 micronaire, dan keseragaman serat 83,3 –84,6%.Kata kunci : Gossypium hirsutum, kemajuan genetik, produktivitas, mutuseratABSTRACTKanesia 10- Kanesia 13: Four New High Yielding Cotton VarietiesThe cotton breeding program is focusing on the increase ofproductivity and fiber properties. The 1997 and 1998 crossing programinvolving two parents introduced from the United States of America(Deltapine Acala 90 and Deltapine 5690), three parents introduced fromIndia (LRA 5166, Pusa 1, and SRT 1), and one variety originated fromCentral Asia (Tashkent 2), have resulted in nine crosses which had beentested in seven locations at East Java, West Nusa Tenggara, and SouthSulawesi to evaluate their yield potentials, fiber properties, and resistancelevel to insect pests on rainfed areas with or without protection.Experiments were arranged in randomized block design (RBD) with threereplications either with or without insecticide spray on 40-50 m2 plots with(100 x 25) cm planting space. Insect controls were done by treating cottonseed with 10 ml Imidachloprit per kg seed and 5-6 applications ofbotanical pesticide Organeem (Azadirachtin 1%). Experimental resultsshowed that Kanesia 10-Kanesia 13 yield better when insects arecontrolled. Their yield potentials are 19.32, 21.75, 17.05, and 21.7%higher than Kanesia 8, respectively, and means of yield are 2,457.2,2,507.3, 2,410.5, and 2,506.8 kg seed cotton, respectively. Kanesia 10 andKanesia 11 have 27.2 and 8.11% higher gin turnout, respectively thanKanesia 8. On the engineering of Kanesia 10-Kanesia 13, there is noimprovement on the fiber properties, although they meet the textileindustries’ criteria i.e. staple length 26.92 – 29.34 mm, fiber strength 27.13– 29.50 g/tex, fiber fineness 4.38-5.08 micronaire, and uniformity ratio83.3 – 84.6%.Key words : Gossypium hirsutum, genetic improvement, productivity,fiber propertie

    Ketahanan Plasma Nutfah Kapas terhadap Hama Pengisap Daun, Amrasca Biguttula (ISHIDA)

    Full text link
    Karakteristik morfologi daun kapas mempunyai peran penting pada ketahanan terhadap hama pengisap. Di antara sifat morfologi tersebut, kerapatan bulu daun sangat berperan dalam menghambat serangan pengisap sehingga sifat ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi aksesi kapas yang tahan A. biguttula. Penelitian ketahanan aksesi kapas terhadap hama pengisap, A. biguttula dilakukan di KP. Asembagus Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat mulai Januari hingga Desember 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi kapas tahan A. biguttula. Sebanyak 50 aksesi kapas digunakaan sebagai perlakuan yang masing-masing disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga kali ulangan. Ukuran petak adalah 10 m x 3 m yang terdiri atas 2 baris aksesi yang diuji dan 1 baris Tamcot SP 37 sebagai tanaman penarik A. biguttula. Parameter yang diamati adalah kerapatan (jumlah) bulu daun, panjang bulu daun, populasi nimfa A. biguttula, dan skor kerusakan tanaman. Aksesi dengan kerapatan bulu daun yang tinggi dan berbulu panjang secara nyata menurunkan frekuensi pencapaian populasi ambang kendali dan kerusakan tanaman. Sebelas aksesi kapas dengan jumlah bulu berkisar 121-360 helai/cm2, populasi nimfa rendah (frekuensi ambang rendah, 0-2 kali) dan skor kerusakan rendah (1,0-1,8) adalah SATU 65; VAR 78443; Sukothai 14; GM5U/4/2; Samir 730; L1; L4 x Rex/1; Paymaster 404; ISA 205B; Albar 72B; dan Tashkent 2. Aksesi ini berpotensi sebagai materi genetik untuk ketahanan terhadap A. biguttula

    SKRINING GENOTIPE KAPAS (Gossypium sp.) UMUR GENJAH BERDAYA HASIL TINGGI

    Get PDF
    ABSTRAKPenggunaan genotipe berumur genjah di daerah pengembangankapas yang mempunyai musim hujan pendek dapat dilakukan karenagenotipe genjah dapat lolos dari kekeringan yang terjadi pada akhirmusim. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasirian,Lumajang dan di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, pada bulan Februarisampai dengan September 2008. Tujuan penelitian ini adalah untukmendapatkan genotipe kapas berumur genjah berdaya hasil tinggi sehinggadapat digunakan sebagai kultivar komersial atau sebagai tetua di dalamperakitan kultivar baru. Sebagai perlakuan digunakan 40 genotipe kapashasil introduksi termasuk KI. 243 TAMCOT SP-37 yang digunakansebagai pembanding umur genjah dan KI. 28 SK 32 sebagai pembandingumur dalam. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK)dengan dua ulangan. Setiap genotipe ditanam dalam petakan berukuran 3 x10 m 2 dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm satu tanaman per lubang.Pupuk yang diberikan yaitu ZA, urea, SP-36, dan KCl masing-masingdengan dosis 100 kg/ha. Pemeliharaan tanaman disesuaikan dengankebutuhan tanaman. Jumlah hujan selama pertumbuhan tanaman diAsembagus sebesar 123 mm dalam 13 hari hujan (hh) dengan ditambahdua kali pengairan, sedangkan di Pasirian sebesar 411 mm dalam 34 hhtidak ada tambahan pengairan. Parameter yang diamati adalah: hasil kapasberbiji, hasil dan persentase panen pertama, umur tanaman, jumlah danbobot buah, skor kerusakan daun akibat serangan A. biguttula, jumlah buludaun, dan mutu serat. Hasil dari penelitian ini adalah delapan genotipeyang berumur genjah (umur 132-133 hari), persentase panen pertama >80%, dengan hasil kapas berbiji > 1900 kg/ha. Ke delapan genotipetersebut adalah KI 83 Var 731N x 1656-12-76-2, KI 95 Var 619-998 x541-2-3-77-2-2, KI 96 HG P-6-3, KI 97 Var 7042-5W-79N, KI 119 Var1073-16-6 x 491L-619-4-77, KI 122 NC-177-16-C2, KI 675 PSJ I dan KI243 TAMCOT SP 37. Mutu serat genotipe-genotipe terpilih memenuhisyarat untuk industri tekstil dalam negeri maupun untuk duniaperdagangan yaitu: kehalusan serat 4,0 – 4,9 mic (sedang), kekuatan serat29,0 - 31,7 g/tex. (rendah - sedang), panjang serat 1,19 - 1,42 inci atau30,2 – 36,0 mm (panjang - sangat panjang), kerataan serat 85,4 - 87,2%,dan mulur serat 5,2 - 6,1%. Genotipe KI 83 Var 731N x 1656-12-76-2,KI 95 Var 619-998 x 541-2-3-77-2-2, dan KI 675 PSJ I memiliki rata-rata produktivitas kapas berbiji paling tinggi yaitu sebesar 2.419, 2.470,dan 2.503 kg/ha. Semua genotipe terpilih rentan terhadap Amrascabiguttula.Kata kunci : Gossypium sp., umur genjah, produksi tinggi, mutu serat,Amrasca biguttulaABSTRACTScreening of Early Maturing High Yielding Cotton(Gossypium sp.) GenotypesEarly maturing genotypes can be grown in cotton cultivation areawith short rainy season due to escaping from drought in a late season. Theresearch was conducted in Pasirian Lumajang and in AsembagusSitubondo Experimental Stations, East Java, from February to September2008. Objective of the study was to find out high yielding early maturingcotton genotypes which could be used as commercial varieties or as parentlines for engineering new varieties. As many as 40 introduced cottongenotypes were tested including KI 243 TAMCOT SP-37 and KI 28 SK32 used as control for early and late maturing genotypes. All genotypeswere arranged in a randomized block design with two replicates. Plot sizewas 3 x 10 m 2 with 100 cm x 25 cm plant spacing, one plant per hill.Fertilizer dosage were 100 kg ZA + 100 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kgKCl per hectare. During the growing period, the plants at Asembagus werewatered with 123 mm rain within 13 rainy days and two times extrairrigation. While in Pasirian, they were watered only with 411 rain within34 rainy days. Parameters observed were: Total seedcotton yield,seedcotton yield at first harvest, persentage of first harvest, maturity date,bolls count, bolls weight, score of leaf damage caused by A. biguttula, leafhair density, and cotton fiber quality. From the experiment there had beenselected eight early maturing (at 132-133 days) genotypes, with firstpicking percentage more than 80%, and productivity more than 1900 kgscottonseed per hectare. The selected genotypes were KI 83 Var 731N x1656-12-76-2, KI 95 Var 619-998 x 541-2-3-77-2-2, KI 96 HG P-6-3,KI 97 Var 7042-5W-79N, KI 119 Var 1073-16-6 x 491L-619-4-77, KI122NC-177-16-C2, KI 675 PSJ I and KI 243 TAMCOT SP 37. Cotton fiberquality of those genotypes suitable for domestic textile industries as wellas for bussiness, i.e: micronair 4.0 – 4.9 mic (average), fiber strength29.0 – 31.7 g/tex. (low – average), fiber length 1.19 – 1.42 inch or 30.2 –36.80 mm (long – very long), uniformity 85.4 – 87.2%, and elongation5.2 – 6.1. Averaged seed cotton productivities of KI 83 Var 731N x 1656-12-76-2, KI 95 Var 619-998 x 541-2-3-77-2-2 and KI 675 PSJ Igenotypes were around 2419, 2470, dan 2503 kg/ha, respectively. All theselected genotypes were susceptible to Amrasca biguttula.Key words : Gossypium sp., early maturing, high yielding, fiber quality,Amrasca biguttul

    EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA PENGISAP DAUN PADA KAPAS

    Get PDF
    ABSTRAKRekomendasi cara pengendalian hama pengisap daun, Amrascabiguttula (ISHIDA) pada  tanaman  kapas masih  mengandalkanpenggunaan kombinasi varietas tahan dan perlakuan benih denganinsektisida kimia sistemik imidakloprid. Namun, tidak jarang petanimelakukan penyemprotan insektisida kimia pada kanopi tanaman yangjuga dapat membunuh serangga berguna, termasuk musuh alami. Tujuanpenelitian adalah untuk mengetahui keefektifan teknik pengendalian A.biguttula pada kapas menggunakan varietas dan insektisida. Penelitiandilakukan di KP Asembagus mulai Januari sampai dengan Nopember2010. Perlakuan petak utama, yaitu teknik pengendalian: (1) perlakuanbenih dengan imidakloprid (PB), (2) tanpa perlakuan benih maupunpenyemprotan kanopi tanaman atau kontrol (TPB), (3) perlakuan benih +penyemprotan kanopi (PBS), dan (4) penyemprotan kanopi (S). Perlakuananak petak adalah tiga galur/varietas kapas, yaitu: (1) galur 98050/9/2/4,(2) KI 645, dan (3) Kanesia 10. Pola tanam yang diterapkan adalahtumpangsari kapas dan kacang hijau yang ditanam di antara baris kapas.Setiap perlakuan disusun dalam rancangan petak terbagi dengan tiga kaliulangan. Ukuran anak petak adalah 10 m x 15 m. Pengamatan dilakukanterhadap (1) populasi nimfa A. biguttula dan predatornya, (2) frekuensipencapaian populasi ambang ekonomi, (3) skor kerusakan tanaman kapas,(4) hasil kapas berbiji dan kacang hijau, dan (5) analisis ekonomiperlakuan. Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  setiap  teknikpengendalian yang diuji berpengaruh terhadap perkembangan populasi A.biguttula dan predatornya. Rata-rata pencapaian populasi ambangekonomi pada perlakuan benih (PB) dan kontrol lebih rendah (0,5–2 kali)dibandingkan dengan kombinasi perlakuan benih dan penyemprotankanopi (PBS) serta penyemprotan kanopi saja (S) yang mencapai 3–4 kali.Pada galur/varietas kapas yang diuji, pencapaian populasi ambangekonomi paling rendah terjadi pada galur 98050/9/2/4, diikuti oleh Kanesia10 dan KI 645. Perlakuan benih saja (PB) selain menurunkan populasi A.biguttula dan tidak menurunkan populasi predator, juga lebih efisiendibanding perlakuan lainnya dengan nilai marginal rate of return 1,38 danpeningkatan bersih 14,3%. Makna dari hasil yang diperoleh adalahpengendalian A. biguttula pada kapas dengan cara menyemprot kanopilebih baik dihindari apabila benih masih dapat diperlakukan, sedapatmungkin dikombinasikan dengan penggunaan varietas tahan/toleran.Kata kunci : Amrasca biguttula, imidakloprid, ambang ekonomi, galur/varietas, kapas, predator, marginal rate of return (MRR)ABSTRACTEffectiveness and Efficiency of Different ControlTechniques of Cotton Jassid, Amrasca biguttulaRecommendation for controlling jassid (A. biguttula) of cotton still relieson the use of combination of resistant variety and seed treatment(imidachloprid). Farmers, however, often spray chemical insecticides overplant canopy that also kill beneficial insects, including natural enemies.This study was conducted at Asembagus Experimental Station fromJanuary to November 2010. The objective of the study was to find out theeffectiveness and efficiency of control techniques against cotton jassid, A.biguttula. This field study consisted of two factors. First factor consistedof three different control techniques i.e. (1) seed treatment (PB), (2)without seed treatment and foliar application or control (TPB), (3)combination between seed treatment and foliar application (PBS), and (4)foliar application alone (S). Second factor consisted of three cottonvarieties, e.g. 98050/9/2/4, KI 645, and Kanesia 10. Treatments werearranged in a split plot design with three replicates. Cotton intercroppedwith mung bean planted in between cotton rows. Population of A. biguttulaand its predator, economic threshold achievement, score of plant injury,yields of cotton and mung bean were observed. Economic analysis of thetreatments was evaluated at the end of the experiment. Results showed thateach control techniques caused different effect on jassid and its predatordevelopment. The average of economic threshold achievement in seedtreatment application (PB) and control (TPB) were lower (0.5-2.0 times)compared to combination between seed treatment and foliar sprayed(PBS), also only foliar sprayed (3-4 times). Averaged of economicthreshold achievement on 98050/9/2/4 line was the lowest, followed byKanesia 10 and KI 645. Application of seed treatment (PB) not onlyreduced jassid population but also less effective on predator population. Itwas more efficient than other treatments with marginal rate 1.38 and didincrease net income by 14.3%. It means that foliar sprays to control A.biguttula on cotton should be ignored, if applying seed treatment andresistant/tolerant varieties.Key words: Amrasca biguttula, imidachloprid, economic threshold,cotton cultivar/variety, predator, marginal rate of return(MRR

    Ketahanan Aksesi Kapas terhadap Hama Pengisap Daun, Amrasca Biguttula (ISHIDA)

    Full text link
    Amrasca biguttula (Ishida) adalah salah satu hama utama kapas di Indonesia. Nimfa dan dewasanya meru-sak dengan cara mengisap cairan daun yang menyebabkan gejala seperti terbakar, kekeringan, dan gugur. Pengendalian hama ini semakin sulit karena terjadinya resistensi dan resurgensi hama akibat penggunaan insektisida kimia sintetis yang kurang bijaksana. Berkaitan dengan ketahanan terhadap A. biguttula, karakter morfologi tanaman kapas, khususnya trikom daun memegang peranan penting dalam mekanisme ketahan-an. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh aksesi-aksesi kapas yang tahan terhadap A. biguttula. Pene-litian evaluasi ketahanan plasma nutfah kapas terhadap A. biguttula (Ishida) dilakukan di KP Asembagus, Si-tubondo, mulai Januari hingga Desember 2008. Sebanyak 50 aksesi kapas digunakan sebagai perlakuan yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), dengan tiga kali ulangan. Ukuran plot perlakuan 10 m x 3 m, dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm, satu tanaman per lubang. Parameter yang diamati adalah: po-pulasi nimfa A. biguttula, tingkat kerusakan tanaman, dan karakter trikom daun yang meliputi: kerapatan, panjang, dan posisi trikom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan trikom daun berhubungan de-ngan ketahanan terhadap A. biguttula. Aksesi dengan kerapatan trikom daun yang tinggi lebih tahan ter-hadap serangan A. biguttula dibanding aksesi dengan sedikit trikom atau tidak bertrikom. SK 32, LAXMI, dan SK 14 adalah aksesi kapas yang tahan terhadap serangan A. biguttula, sedangkan SATU 65, LASANI 1, G-cot-10, SAMARU 70, NH4, L 18, dan NIAB adalah aksesi-aksesi dengan tingkat ketahanan sedang (moderat). Selain itu, aksesi yang termasuk sangat rentan adalah: Stoneville 825, 7042-5W-79N, 1073-16-6x491L-619-4-77, dan M35-5-8, sementara aksesi lainnya termasuk rentan terhadap serangan. Terdapat korelasi negatif antara kerapatan trikom daun dan populasi nimfa (Y=-170,8x + 296,6; R2 = 0,414) dan antara kerapatan trikom daun dan tingkat/skor kerusakan tanaman (Y=-0,005x + 2,916; R2 = 0,622). Se-dangkan korelasi positif terjadi antara populasi nimfa dan tingkat/skor kerusakan tanaman (Y=0,469x – 0,071; R2 = 0,672). The cotton jassid, Amrasca biguttula (Ishida) is a key pest of cotton in Indonesia. The nymphs and adults suck the leaves resulting in hopperburn, drying, and shedding of leaves. The management of this pest is more difficult due to the insect resistance to chemical insecticides and resurgence caused by unwise applications of synthetic insecticides. Related to jassid resistance, morphology of cotton mainly hairiness of leaf, plays an important role in mechanism on the plant resistance. The objective of the study was to screen a large number of cotton accessions for susceptible or resistant to A. biguttula. The study was conducted at Asembagus Experimental Station from January to December 2008. Fifty accessions of cotton were planted in 10 m x 3 m of plot size with 100 cm x 25 cm of plant distance. All accessions were designed in randomized block with three replications. Each plot consists of two rows cotton accession and one row susceptible varie-ty, TAMCOT SP 37 as a attractant plant. Parameters observed were nymph population, plant damage, tri-chome characters and its density, length, and position on the leaf lamina. Results showed that cotton acces-sions with higher trichome density were more resistant to jassid compared to the less trichome of accession. SK 32, LAXMI, and SK 14 were more resistant accession to A. biguttula, while SATU 65, LASANI 1, G-cot-10, SAMARU 70, NH4, L 18, and NIAB were categorized as intermediate resistant accessions to the pest. Sto-neville 825, 7042-5W-79N, 1073-16-6x491L-619-4-77, and M35-5-8 were found as the most susceptible to A. biguttula. Negative correlation was occured between trichome density and nymph population (Y=-170,8x + 296,6; R2 = 0,414) and between trichome density and damage score (Y=-0,005x + 2,916; R2 = 0,622), while positive correlation was found between nymph population and damage score (Y=0,469x – 0,071; R2 = 0,672)

    Ketahanan Aksesi Kapas terhadap Hama Pengisap Daun, Amrasca biguttula (ISHIDA)

    Get PDF
    Amrasca biguttula (Ishida) adalah salah satu hama utama kapas di Indonesia. Nimfa dan dewasanya meru-sak dengan cara mengisap cairan daun yang menyebabkan gejala seperti terbakar, kekeringan, dan gugur. Pengendalian hama ini semakin sulit karena terjadinya resistensi dan resurgensi hama akibat penggunaan insektisida kimia sintetis yang kurang bijaksana. Berkaitan dengan ketahanan terhadap A. biguttula, karakter morfologi tanaman kapas, khususnya trikom daun memegang peranan penting dalam mekanisme ketahan-an. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh aksesi-aksesi kapas yang tahan terhadap A. biguttula. Pene-litian evaluasi ketahanan plasma nutfah kapas terhadap A. biguttula (Ishida) dilakukan di KP Asembagus, Si-tubondo, mulai Januari hingga Desember 2008. Sebanyak 50 aksesi kapas digunakan sebagai perlakuan yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), dengan tiga kali ulangan. Ukuran plot perlakuan 10 m x 3 m, dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm, satu tanaman per lubang. Parameter yang diamati adalah: po-pulasi nimfa A. biguttula, tingkat kerusakan tanaman, dan karakter trikom daun yang meliputi: kerapatan, panjang, dan posisi trikom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan trikom daun berhubungan de-ngan ketahanan terhadap A. biguttula. Aksesi dengan kerapatan trikom daun yang tinggi lebih tahan ter-hadap serangan A. biguttula dibanding aksesi dengan sedikit trikom atau tidak bertrikom. SK 32, LAXMI, dan SK 14 adalah aksesi kapas yang tahan terhadap serangan A. biguttula, sedangkan SATU 65, LASANI 1, G-cot-10, SAMARU 70, NH4, L 18, dan NIAB adalah aksesi-aksesi dengan tingkat ketahanan sedang (moderat). Selain itu, aksesi yang termasuk sangat rentan adalah: Stoneville 825, 7042-5W-79N, 1073-16-6x491L-619-4-77, dan M35-5-8, sementara aksesi lainnya termasuk rentan terhadap serangan. Terdapat korelasi negatif antara kerapatan trikom daun dan populasi nimfa (Y=-170,8x + 296,6; R2 = 0,414) dan antara kerapatan trikom daun dan tingkat/skor kerusakan tanaman (Y=-0,005x + 2,916; R2 = 0,622). Se-dangkan korelasi positif terjadi antara populasi nimfa dan tingkat/skor kerusakan tanaman (Y=0,469x – 0,071; R2 = 0,672). The cotton jassid, Amrasca biguttula (Ishida) is a key pest of cotton in Indonesia. The nymphs and adults suck the leaves resulting in hopperburn, drying, and shedding of leaves. The management of this pest is more difficult due to the insect resistance to chemical insecticides and resurgence caused by unwise applications of synthetic insecticides. Related to jassid resistance, morphology of cotton mainly hairiness of leaf, plays an important role in mechanism on the plant resistance. The objective of the study was to screen a large number of cotton accessions for susceptible or resistant to A. biguttula. The study was conducted at Asembagus Experimental Station from January to December 2008. Fifty accessions of cotton were planted in 10 m x 3 m of plot size with 100 cm x 25 cm of plant distance. All accessions were designed in randomized block with three replications. Each plot consists of two rows cotton accession and one row susceptible varie-ty, TAMCOT SP 37 as a attractant plant. Parameters observed were nymph population, plant damage, tri-chome characters and its density, length, and position on the leaf lamina. Results showed that cotton acces-sions with higher trichome density were more resistant to jassid compared to the less trichome of accession. SK 32, LAXMI, and SK 14 were more resistant accession to A. biguttula, while SATU 65, LASANI 1, G-cot-10, SAMARU 70, NH4, L 18, and NIAB were categorized as intermediate resistant accessions to the pest. Sto-neville 825, 7042-5W-79N, 1073-16-6x491L-619-4-77, and M35-5-8 were found as the most susceptible to A. biguttula. Negative correlation was occured between trichome density and nymph population (Y=-170,8x + 296,6; R2 = 0,414) and between trichome density and damage score (Y=-0,005x + 2,916; R2 = 0,622), while positive correlation was found between nymph population and damage score (Y=0,469x – 0,071; R2 = 0,672)

    PENGARUH UKURAN BRAKTEA BEBERAPA AKSESI KAPAS TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH Helicoverpa armigera (HUBNER)

    Get PDF
    ABSTRAKHingga kini teknik perakitan varietas kapas tahan hama masihdilakukan secara konvensional berdasarkan beberapa karakter morfologitanaman, seperti: bulu daun, daun okra, braktea berpilin, nektar, dangosipol tinggi. Karakter-karakter ini diketahui erat hubungannya denganketahanan terhadap hama, khususnya H. armigera. Berkaitan denganserangan H. armigera pada buah, diduga ada bagian-bagian buah kapasyang berkontribusi secara langsung pada serangan hama ini, misalnyabraktea buah. Namun demikian, besarnya pengaruh braktea terhadapkerusakan buah kapas perlu dipelajari dalam upaya meminimalkankerusakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuranbraktea terhadap tingkat kerusakan buah oleh H. armigera pada beberapaaksesi kapas. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai PenelitianTanaman Tembakau dan Serat, di Asembagus, Situbondo, Jawa Timurmulai bulan Januari hingga Desember 2006. Sebanyak 18 aksesi dari 50aksesi kapas dengan berbagai variasi ukuran braktea digunakan sebagaiperlakuan. Setiap perlakuan (aksesi) disusun dalam rancangan acakkelompok (RAK), dengan tiga kali ulangan. Lima tanaman kapas darimasing-masing aksesi ditentukan secara acak, dan sebanyak 5 buah kapasmuda (diameter ± 4 cm) dipetik dari masing-masing tanaman sampel,kemudian dibawa ke laboratorium untuk diukur luas braktea dan buahnya.Selain itu dilakukan pula pengamatan kerusakan buah dan hasil kapasberbiji di lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran brakteaberkorelasi positif dengan tingkat kerusakan buah (R 2 = 0,9014), sehinggabraktea berukuran besar dan lebar serta menutupi buah secara totalberpotensi mengalami kerusakan akibat serangan H. armigera lebih tinggidibanding braktea berukuran kecil dan sempit. Ukuran panjang dan lebarbraktea pada 18 aksesi kapas bervariasi antar aksesi dan masing-masingberkorelasi positif dengan luas (R 2 = 0,876; R 2 = 0,894). Hasil penelitianini dapat dimanfaatkan dalam merakit varietas tahan hama, dankombinasinya dengan karakter-karakter morfologi kapas yang sudah adauntuk menghasilkan varietas kapas baru dengan tingkat ketahanan yanglebih tinggi terhadap hama penggerek buah H. armigera.Katakunci : Braktea, Helicoverpa armigera, aksesi kapas, karaktermorfologi.ABSTRACTEffects of bract size of several cotton accessions toAmerican bollworm injury levelConventional  method  by  crossing  technique  based  onmorphological characters of plant is now still used in providing resistantvarieties of cotton against insect bollworms. A number of geneticcharacters are now available and have been studying for their assosiationwith insect pests resistance such as hairiness, okra leaf, frego bract,nectariless, and high gossypol. Regarding to boll damage by H. armigera,it can be mentioned that there are many other morphological characters ofcotton attributable to bollworm damage, such as floral bract. As a part ofboll, it is estimated that bracts assosiated with bollworm attacked due totheir larger size compared with boll size. Objective of the study was to findout the effect of bract size in relation to bollworm damage on cottonaccessions. The study was conducted at Experimental Station ofIndonesian Tobacco and Fiber Crops Research Institute in Asembagus,Situbondo, East Java from January to December 2006. Eighteen of fiftycotton accessions were used as treatment and they were arranged inRandomized Block Design (RBD) with three replications. Five randomlycotton plants from each accession and five young bolls were sampledfrom the selected plant with about 4 cm of diameter were brought in thelaboratory to collect information on bract and boll sizes. Bollwormdamage was determined by counting the damaged bolls in the field as wellas the seed cotton yield. Result showed that bract size was positivelycorrelated with boll damage (R 2 = 0.9014). Higher damaged bolls occuredon bolls which is covered completely by bracts. There is variation betweenlength and wide size of bracts among cotton accessions and both showedpositive correlation to bract area (R 2 = 0.876; R 2 = 0.894). Based on thisstudy, higher resistance of cotton variety against H. armigera willpossiblly be provided through combination between bract size and anyother morphological characters of cotton.Key words : Floral bract, Helicoverpa armigera, cotton accession,morphological characte

    PENGARUH KERAPATAN BULU DAUN DAN KELENJAR GOSIPOL TERHADAP INFESTASI HAMA PENGISAP DAUN Amrasca biguttula ISHIDA DAN PENGGEREK BUAH Helicoverpa armigera HUBNER PADA KAPAS

    Get PDF
    ABSTRAKSebagai hama utama tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.),pengisap daun Amrasca biguttula Ishida dan penggerek buah, Helicoverpaarmigera Hubner merupakan faktor pembatas produktivitas. Kedua hamaini dapat dikendalikan secara efektif dan efisien jika menggunakan varietastahan yang sumber ketahanannya berasal dari karakteristik morfologi(antixenosis), terutama kerapatan bulu daun, dan antibiosis (kelenjargosipol). Bulu daun berperan sebagai penghalang serangan hama pengisap,A. biguttula, sedangkan gosipol bersifat racun terhadap hama H. armigera.Penelitian ini dilakukan di  Kebun Percobaan  Asembagus danLaboratorium Patologi Serangga, Balai Penelitian Tanaman Pemanis danSerat, Malang mulai Maret sampai Juli 2011. Tujuan penelitian adalahuntuk mengetahui pengaruh kerapatan bulu daun dan kelenjar gosipol 15aksesi kapas terhadap infestasi hama A. biguttula dan H. armigera.Sebanyak 15 aksesi kapas, yaitu (1) HSCY 52, (2) DPL 55, (3) Deltapine(DP) 340, (4) PTY 800, (5) Chinese x 229, (6) GLK 320 x 359 x 339 x448/8, (7) GLK 135 x 182 x 351 x 268/9, (8) GLK 351 x 268/4, (9) GLK135 x 182/8, (10) GLK 135 x 182/10, (11) Kanesia 15, (12) CEA N 886(hirsute), (13) Stoneville 825 (blackseed), (14) DPL 55 B, dan (15) HSC 5digunakan sebagai perlakuan ditanam dalam petak berukuran 10 x 3 mdengan jarak tanam 100 x 25 cm dengan satu tanaman per lubang. Setiapperlakuan (aksesi) disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) denganempat kali ulangan. Parameter yang diamati adalah kerapatan bulu daundan populasi nimfa A. biguttula pada 3 daun tanaman sampel berbeda,kerapatan kelenjar gosipol diamati pada batang, daun dan buah kapas, danpopulasi larva H. armigera diamati dari 5 kanopi tanaman sampel dilapangan. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam.Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi kapas yang memilikikerapatan bulu daun tinggi (200-268 helai/cm 2 ) dengan populasi nimfa A.biguttula rendah (kurang dari 2 ekor/tanaman) adalah GLK 320 x 359 x339 x 448/8, GLK 135 x 182 x 351 x 268/9, GLK 351 x 268/4, GLK 135 x182/8, GLK 135 x 182/10, Kanesia 15, CEA N 886 (hirsute), dan DPL 55B. Korelasi negatif yang kuat antara kerapatan bulu daun dan populasinimfa A. biguttula (r = -0,711; y = -0,012x + 3,836) menyebabkanpenurunan jumlah nimfa/tanaman pada aksesi dengan kerapatan bulu daunyang tinggi. Keberadaan kelenjar gosipol, khususnya pada buah, efektifmengurangi infestasi larva H. armigera, karena berkorelasi negatif (r =-0,579; y = -3,796x + 51,886). Populasi larva H. armigera pada aksesiHSCY 52, DP 340, PTY 800, Kanesia 15, dan CEA N 886 lebih rendahdan kerapatan kelenjar gosipol pada buah rata-rata lebih tinggi (43-57kelenjar/cm 2 ) dibanding aksesi lainnya (34-44 kelenjar/cm 2 ). Terdapat duaaksesi kapas yang menunjukkan tahan terhadap A. biguttula maupun H.armigera, yaitu: Kanesia 15 dan CEA N 886 (hirsute) sehingga keduanyaberpotensi sebagai materi genetik pembawa sifat tahan terhadap A.biguttula dan H. armigera.Kata kunci: aksesi, Amrasca biguttula, kelenjar gosipol, Gossypiumhirsutum, Helicoverpa armigeraABSTRACTAs major insect pests, A. biguttula and H. armigera have beenlimiting factors of cotton productivity. These insect pests could beeffectively controlled by using resistant varieties based on plantmorphological characters (antixenosis), especially leaf hair density, andantibiosis resistance mechanism. Leaf hair density prevented the nymph ofA. biguttula to suck the leaf sap freely while gossypol gland toxics to H.armigera larvae. This study was conducted at Asembagus ExperimentalGarden and Insect Pathology Laboratory of Indonesian Sweeteners andFiber Crops Research Institute in Malang from March to July 2011. Theobjective of study was to find out the effect of leaf hairs and gossypolglands density of fifteen cotton accessions to infestation of sucking pest, A.biguttula and bollworm H. armigera. Fifteen cotton accessions: (1) HSCY52, (2) DPL 55, (3) Deltapine (DP) 340, (4) PTY 800, (5) Chinese x 229,(6) GLK 320 x 359 x 339 x 448/8, (7) GLK 135 x 182 x 351 x 268/9, (8)GLK 351 x 268/4, (9) GLK 135 x 182/8, (10) GLK 135 x 182/10, (11)Kanesia 15, (12) CEA N 886 (hirsute), (13) Stoneville 825 (blackseed),(14) DPL 55 B, and (15) HSC 5 were used as treatments and planted in 10x 3 m of plot size with 100 x 25 cm of row spacing with one plant perhole. Each treatment (accession) was arranged in Randomized CompleteDesign (RCD) with four replications. Parameter observed were leaf hairdensity and population of A. biguttula nymph on three sample leaves fromdifferent plant, gossypol gland density was observed on stem, leaves andboll of sample plant, and population of H. armigera larvae was recordedfrom plant canopy. Data observed were analized with analysis of variance.Results showed that cotton accessions with lower leaf hair density (200-268 pieces/cm 2 ) and less than 2 nymphs/plant were GLK 320 x 359 x 339x 448/8, GLK 135 x 182 x 351 x 268/9, GLK 351 x 268/4, GLK 135 x182/8, GLK 135 x 182/10, Kanesia 15 and CEA N 886 (hirsute) and DPL55 B. Negative correlation (r = -0,711 and y = -0.012x + 3.836) betweenleaf hair density and population of A. biguttula nymph reduced the nymphpopulation when leaf hair density increased. Gossypol gland density,mainly on bollwall, effectively reduced the larval population due tonegative correlation between the two parameters (r = -0.579 and y = -3.796x + 51.886). Lower population of H. armigera larvae was counted onHSCY 52, DP 340, PTY 800, Kanesia 15, and CEA N 886 (hirsute) due tohigher gossypol density (43-57 glands/cm 2 ) compared to other accessionswith lower gossypol density (34-44 glands/cm 2 ). Kanesia 15 and CEA N886 (hirsute) were seemed to be the potential genetic materials fordeveloping resistant varieties against A. biguttula and H. armigera.Key words: accession, Amrasca biguttula, gossypol gland, Gossypiumhirsutum, Helicoverpa armiger

    POTENSI HASIL GALUR-GALUR F1 MANDUL JANTAN KAPAS PADA PERSILANGAN ALAMI

    Get PDF
    ABSTRAKProduksi benih varietas kapas hibrida dapat ditempuh dengan duacara, yaitu dengan persilangan manual dan dengan memanfaatkan galurmandul jantan (male-sterile line). Memproduksi benih kapas secarapersilangan manual memerlukan tenaga dan biaya yang tinggi, dan biayatersebut dapat dikurangi dengan menggunakan galur male steril. Penelitiandilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Tembakaudan Serat, di Karangploso, Malang, Jawa Timur, dari bulan April sampaiOktober 2007. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi hasilgalur-galur mandul jantan kapas untuk memproduksi benih hibrida. Tigaaksesi kapas yaitu KI 487, KI 489, dan KI 494 yang memiliki persentasetanaman mandul jantan masing-masing 60,8%, 57,5%, dan 65% telahdigunakan sebagai donor sifat mandul jantan dan telah dilakukan introgresisifat mandul jantan dari ketiga aksesi tersebut ke varietas komersialKanesia 7, Kanesia 8, dan Kanesia 9 melalui persilangan pada tahun 2006dan diperoleh 9 set kombinasi persilangan. Pada tahun 2007, evaluasipotensi galur dilakukan terhadap 8 galur F1 mandul jantan, 3 tetua jantanyaitu varietas Kanesia 7, Kanesia 8, dan Kanesia 9, serta satu varietas baruyaitu Kanesia 12 sebagai pembanding yang disusun dalam rancangan acakkelompok yang diulang 3 kali. Plot percobaan berukuran 3 x 10 m 2dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm; satu tanaman per lubang. Dosispupuk yang digunakan adalah 100 kg urea + 100kg ZA + 100kg SP 36 +100kg KCL per ha. Tidak dilakukan pengendalian hama denganinsektisida kimia selama penelitian. Pengamatan yang dilakukan adalahkemandulan benangsari secara visual dan mikroskopis, jumlah buah pertanaman, bobot buah, dan hasil kapas berbiji. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa pengamatan secara visual dan mikroskopis terhadapstruktur bunga menunjukkan bahwa semua individu tanaman dari 8 galurF1 yang diuji adalah mandul jantan. Jumlah buah galur mandul jantan 7 –96% lebih banyak tetapi ukuran buahnya lebih kecil dibandingkan denganKanesia. Galur-galur mandul jantan KI 494 x Kanesia 7 dan KI 494 xKanesia 8 memberikan hasil kapas berbiji paling tinggi masing-masing2.609kg dan 2.153kg per hektar dibandingkan dengan galur-galur lain,atau sebesar 94 % dan 95% dibandingkan dengan Kanesia 7 dan Kanesia8. Persilangan alami galur-galur tersebut bervariasi sebesar 51 – 95%.Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum. L., mandul jantan, benih hibridaABSTRACTCotton yield potential of F1 male sterile lines undernatural crossingCotton hybrid seed production can be done by manual crossing andby using male steril line methods. The manual crossing technique ishowever labor dan cost intensive, and the cost can only be reduced byusing male sterile lines. The experiment was conducted in KarangplosoExperimental Station of Indonesian Tobacco and Fiber Crops ResearchInstitute (IToFCRI), Malang, East Java, from April to Oktober 2007aiming to evaluate the yield potential of cotton male sterile lines. Threecotton accessions e.i KI 487, KI 489, and KI 494 which have male sterilitypercentage of 60.8%, 57.5%, and 65%, respectively, were used as donorfor male sterility and were then introgressed to three commercial cottonvariety, Kanesia 7, Kanesia 8, and Kanesia 9 through manual crossing, andthat resulted in nine sets of crossing combinations. In 2007, yield potentialwere studied including 8 F1 male sterile lines, 3 male parent lines (Kanesia7, Kanesia 8, and Kanesia 9), and one new cotton variety, Kanesia 12, ascontrol in a randomized block design with 3 replications. Plot size was 3 x10 m 2 with 100 cm x 25 cm plant spacing; one plant per hill. Fertilizerdosage was 100kg urea + 100kg ZA + 100kg SP 36 + 100kg KCl per ha.Chemical insecticide was not used for insect protection during theresearch. Parameters observed were plants male sterility, number of bollsper plant, boll weight, and seed cotton yield. The experimental resultshowed that both visual and microscopic observation of male sterility onindividual plants confirmed that the eight F1 lines tested were male sterile.Number of bolls per plant of male sterile lines were 7 – 96% higher thanthat of Kanesia’s, but boll size was smaller. Lines KI 494 x Kanesia 7 andKI 494 x Kanesia 8 produced highest cotton seed yield of 2609 kg and2153 kg per hectar, respectively, which were 94% and 95% of that of theirmale parents, Kanesia 7 and Kanesia 8, respectively. Natural crossing ofthose lines varied around 51 – 95%.Key words : Cotton, Gossypium hirsutum. L., male sterile, hybrid see
    corecore