13 research outputs found

    Sifat Fisis Dan Pengeringan Lima Jenis Bambu

    Get PDF
    Informasi mengenai sifat fisis bambu penting untuk memahami kestabilan dimensi bambu, sedangkan informasi tentang sifat pengeringan dibutuhkan sebagai dasar untuk menetapkan suhu optimum pengeringannya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh jenis bambu dan posisi bagian batang terhadap sifat fisis bambu serta sifat pengeringannya. Lima jenis bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu temen (Gigantochloa verticillata Munro), ori (Bambusa blumeana Bl. ex Schult.f.), ater (Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz ex Munro), ampel (Bambusa vulgaris Schrad.), dan peting (Gigantochloa levis (Blanco) Merr.). Pengujian sifat fisis dilakukan pada arah diameter dan tebal batang bambu. Penetapan suhu pengeringan berdasarkan metode yang diadaptasi dari metode pengeringan kayu, dilanjutkan dengan pengamatan cacat pengeringan seperti deformasi (mencekung & mengeriput) dan pecah ujung/buku. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang erat antara kadar air segar bambu dengan kerapatan dan penyusutan batang bambu. Berdasarkan sifat pengeringannya (pangkal-tengah), suhu optimum (suhu awal dan suhu akhir) untuk bambu temen dan ori 45 – 70°C, ampel dan ater 40 – 60°C, sedangkan bambu peting 33 – 50°

    KETAHANAN ALAMI JENIS-JENIS BAMBU YANG TUMBUH DI INDONESIA TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)

    Get PDF
    Ketahanan alami setiap jenis bambu berbeda sehingga informasi mengenai ketahanan alami setiap jenis bambu penting diketahui sebagai dasar pemanfaatannya. Tulisan ini mempelajari ketahanan alami dan pengelompokan dua puluh jenis bambu terhadap serangan rayap tanah. Dua puluh jenis bambu yang tumbuh dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Kebun Raya Bogor, dan Lampung diuji ketahanannya terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren berdasarkan SNI 7204-2014. Parameter yang diamati meliputi persentase penurunan berat bambu, persentase jumlah rayap yang hidup, dan derajat serangan secara subyektif. Berdasarkan persentase penurunan berat, tiga jenis bambu termasuk dalam kelas ketahanan I, lima jenis kelas II, tiga jenis kelas III, tujuh jenis kelas IV, dan dua jenis kelas V. Berdasarkan jumlah rayap yang hidup, satu jenis termasuk dalam kelas ketahanan I, empat jenis kelas II, satu jenis kelas III, 11 jenis kelas IV, dan tiga jenis kelas V

    FIESTA DEL AGUA [Material gráfico]

    Get PDF
    Copia digital. Madrid : Ministerio de Educación, Cultura y Deporte. Subdirección General de Coordinación Bibliotecaria, 201

    PENGGOLONGAN 23 JENIS ROTAN INDONESIA BERDASARKAN KERAPATAN DAN KUAT TARIK SEJAJAR SERAT

    Get PDF
    Pemanfaatan rotan utamanya ditentukan oleh sifat fisis dan mekanisnya yaitu kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat, yaitu semakin tinggi nilai fisis dan mekanis tersebut, semakin baik kualitas batang rotan. Di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia, dua dari delapan marga rotan, Calamus dan Daemonorops termasuk rotan komersial. Namun demikian, sebagian besar sifat fisis dan mekanis jenis rotan kurang dikenal belum dipelajari secara mendalam. Tulisan ini mempelajari dan mengelompokan 23 jenis rotan yang belum dikenal ke dalam empat kelas berdasarkan kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat. Kerapatan diukur berdasarkan metode gravimetri dan keteguhan tarik sejajar serat diuji menggunakan Universal Testing Machine (UTM). Hasil penelitian menunjukkan satu jenis termasuk kelas I (sangat baik), 12 jenis termasuk kelas II (baik) dan III (sedang), serta sepuluh jenis rotan termasuk kelas IV (buruk). Diantara 23 jenis rotan yang dipelajari, jenis yang direkomendasikan sebagai rotan komersial adalah Calamus holttumii Furt., Calamus nematospadix Becc., dan Korthalsia celebica Becc., sedangkan jenis Calamus sp., Korthalsia rostrata Blume dan Daemonorops sabut Becc. tidak direkomendasikan

    ANATOMICAL INVESTIGATION OF FIVE GENERA THE LEAST-KNOWN TIMBER OF APOCYNACEAE AND THEIR POTENTIAL UTILIZATION

    Get PDF
    Doubtlessly, wood identification is critically important for a number of sectors, including government organizations, the wooden-based industry, museums, law enforcement, and scientists working in botany, ecology, forestry, and wood technology. Unfortunately, most wood species listed as “the least-known species” lack essential knowledge or their anatomical features and basic properties to promote their usage. This research aimed to investigate the anatomical characteristics and fiber quality of the least-known timber species of Apocynaceae family, which are authentic wood collection from Xylarium Bogoriense, namely, Ervatamia sphaerocarpa, E. aurantiaca, Kopsia flavida, Lepiniopsis ternatensis, Plumeria acuminata, P. rubra, and Voacanga foetida. Wood samples have indistinct growth ring boundaries, diffuse-porous vessels in diagonal and/or radial pattern, vessels in radial multiples of 4 or more cells, simple perforation plate, alternate intervessel pits; distinct borders of vessel-ray pits, similar with those of intervessel pits in size and shape throughout the ray cell, and septate fibers with simple pits to minutely bordered pits which are common in radial and tangential walls. Based on the fiber length and the derived values of fiber dimension, some species are classified into Quality Class II and III, and the rest of them are classified into Quality Class II or III for pulp and paper manufacturing. Based on general characteristics, commonly Apocynaceae can be used as handicrafts raw material. Based on the fiber quality, some species which are classified into Quality Class II, are predicted to have potential as pulp and paper material with medium quality

    Keteguhan Rekat Kayu Lapis Sengon Menggunakan Perekat Lignin-Formaldehida dengan Dua Macam Bahan Pengisi (Bonding Strength of Sengon Plywood Using Lignin-Formaldehyde Adhesive with Two Types of Fillers)

    No full text
    Various efforts have been done to reduce the cost, such as finding a suitable mixture of fillers in the adhesive formulation. The aim of this study was to determine the characteristic of lignin-formaldehyde (LF) adhesive and the effect of different content of coconut shell flour and kaolin in the adhesive of lignin on the bonding strength of sengon plywood. Coconut shell flour and kaolin filler content were varied, i.e. 0%, 10%, 20%, 30%, and 40%. The plywood of (20x20x1.5) cm3 size was prepared using a liquid lignin-formaldehyde (LF) with a glue spread of 170 g m-2 surfaces. Bonding strength of plywood was tested to determine the quality of sengon plywood. The results showed that LF adhesive was appeared as a reddish-brown liquid and there were no foreign substances, solid resin content ranges from 31.85 to 35.68%, viscosity of 1.2 poise, acidity (pH) of 11.5, and gelatinized time ranges from 24.20-25.96 minutes. The type and filler content had a significant effect on the bonding strength of sengon plywood. Increasing of the filler content tended to increase the bonding strength of sengon plywood to 30%. The bonding strength of sengon plywood produced using the content of either coconut shell or kaolin flour fillers up to 30% complied with German Standards requirement. The maximum bonding strength value was obtained on adhesives using both types of fillers as much as 10 %

    Penentuan dan Aplikasi Formula Perekat Nabati dari Ekstrak Kulit Kayu Mahoni pada Laminasi Kayu Jabon (Anthocephalus Cadamba)

    Full text link
    Kebutuhan perekat kayu berbasis fenolik dalam negeri tetap tinggi sedangkan bahan tersebut sampai saat ini merupakan bahan impor, sehingga diperlukan perekat alternatif. Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik tanin mahoni dan formulasi efektif perekat alternatif berbahan baku ekstrak kulit pohon mahoni dengan ekstender tepung tapioka dan terigu industri untuk diaplikasikan pada produk komposit atau produk rekatan. Kulit kayu mahoni dipotong berukuran 2 cm x 1 cm x 0,1 cm, diekstraksi dengan air panas (70–80º C) pada perbandingan 1:3 (b/b, bahan/air) selama 3 jam dengan 2 kali pengulangan. Setelah produk ekstraksi disaring, filtratnya dikopolimerisasi menggunakan resorsinol dan formaldehida pada kondisi basa dan suhu kamar untuk menghasilkan resin tanin resorsinol formaldehida (TRF). Campuran tepung tapioka dan terigu industri (1:1 b/b) sebagai ekstender digunakan dalam aplikasi TRF pada pembuatan produk komposit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak cair kulit pohon mahoni ini dapat dikopolimerisasi membentuk resin yang dapat diaplikasikan sebagai perekat kayu dengan proses kempa dingin. Formula optimum perekat yang diperoleh adalah menggunakan campuran 0,25 mol resorsinol dan formaldehida 1 mol, dengan ekstender 15%, serta katalis (NaOH 40%) sebanyak 4% dari total bobot formula perekat. Karakteristik perekat tanin mahoni menyerupai perekat golongan fenolik tipe eksterior

    KETEGUHAN REKAT DAN EMISI FORMALDEHIDA PAPAN LAMINA ROTAN MENGGUNAKAN PEREKAT TANIN FORMALDEHIDA

    No full text
    Produk komposit dari rotan memiliki nilai dekoratif dan berpotensi untuk dikembangkan terhadap minat pasar saat ini. Papan rotan lamina diharapkan dapat digunakan sebagai bahan substitusi mebel kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan papan rotan lamina dari jenis rotan besar berdiameter lebih dari 30 mm dengan perekat berbasis fenol dari kulit kayu mangium, kulit kayu mahoni, dan serbuk kayu gergajian merbau. Papan lamina rotan berukuran 1,5 cm x 7,5 cm x 90 cm terbuat dari lima lapis yang dilabur pada salah satu sisi permukaan dan dikempa panas dengan tekanan spesifik 10 kg/cm2 selama tiga jam. Pengujian produk papan lamina rotan meliputi keteguhan rekat dan emisi formaldehida, serta nilai keteguhan rekat contoh uji dari Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keteguhan rekat dan emisi formadehida papan lamina rotan dipengaruhi oleh interaksi jenis bahan baku tanin, suhu kempa dan bobot labur. Kualitas rekat papan rotan terbaik diperoleh pada penggunaan perekat tanin formaldehida mangium berbobot labur 200 g/m2 permukaan dan suhu kempa 100oC, dengan emisi formaldehida yang masih dalam batas aman. Lebih lanjut, dari sekitar 28% papan lamina rotan hasil percobaan, nilai keteguhan rekatnya melebihi nilai keteguhan rekat papan PIRNas yang menggunakan perekat sintetis impor berbasis fenolik
    corecore