114 research outputs found
Assessment of Policies and Programs That Apply Adverse Childhood Experiences (ACE) Study Research
Introduction: Adverse Childhood Experiences (ACE) are common among the population. Based on the reported data and studies, the prevalence of ACEs related health issues is significantly high throughout the U.S. While policies and programs exist to address ACEs, more information is needed to understand the number of states that have legislation and the specific initiatives that fall under the legislation.
Method: To preliminarily answer this question, several online search engines were utilized: Google, PubMed, ACEs Connection Website, ACE Too High, CDC Website, state health department website, and ASTHO. From these sources, documented state legislations on ACEs were identified using the search terms policies, programs, state legislation, ACEs, toxic stress, childhood trauma, and childhood adversity. Information was organized within Excel Spreadsheets by sector, initiative, for each state.
Result: Based on the CDC website, only 12 states and the District of Columbia utilized the Optional ACE module from 2009 to 2012. Throughout the US, only half of the states have ACE-related legislations within four main sectors identified as education, healthcare, child welfare and juvenile justice. The information on Puerto Rico and U.S. territories for ACEs legislation was not evident. Among the 24 states that have legislation to address ACEs, California and Vermont have 7 specific initiatives, Washington state has 6, Massachusetts has 5, and Oregon and Tennessee have 4. House and Senate Bills were identified for four states including Massachusetts, Tennessee, Virginia, and Washington state. Most legislation are associated with child welfare and education sectors. Juvenile justice sector had the greatest gaps.
Conclusion: From the present assessment it appears that there is a lack of data on the prevalence of ACEs among adults across states. Furthermore, most of the initiatives around ACEs are focused on child welfare and education sectors. However, to have a strong impact on ACEs prevention, legislation should exist that cover multiple sectors. The role of monitoring the population through data collection is needed to inform policies set for the prevention and treatment of ACEs
Analisis Kinerja Pelayanan Angkutan Umum Pedesaan Trayek Bangko - Jangkat
Kota Bangko sebagai Ibu Kota Kabupaten Merangin menjadi pusat
perekonomian dan pusat pemerintahan yang akan berdampak besar terhadap
peningkatan pergerakan dan mobilitas. Tingginya interaksi tersebut berdampak pada
peningkatan permintaan terhadap moda transportasi. Tingginya intensitas dan
mobilitas pergerakan penduduk merupakan salah satu penyebab dari munculnya
permasalahan transportasi di perkotaan saat ini, hal ini juga terjadi di Kabupaten
Merangin dimana Kota Bangko sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan
kegiatan lainnya. Dengan rendahnya kinerja pelayanan angkutan umum pedesaan
maka pengguna jasa angkutan umum pedesaan beralih untuk menggunakan angkutan
umum illegal atau tidak resmi.
Studi ini dilakukan mengidentifikasi kondisi eksisting dengan membandingkan
terhadap standar pelayanan minimal yang dilihat dari atribut-atribut menjadi tolok
ukur yang telah ditetapkan serta mengidentifikasi persepsi penumpang terhadap
atribut-atribut pelayanan angkutan umum pedesaan trayek Bangko – Jangkat yakni
atribut keamanan, keselamatan, kenyamanan, aksesibilitas/kemudahan, biaya,
kesetaraan dan keteraturan. Dalam studi ini data yang tekait di dapatkan melalui
survey primer dengan observasi langsung kelapangan dan penyebaran kuesioner di
dalam bus dan surney sekunder yakni kajian literatur, kebijakan serta studi instansi
yang terkait.
Studi ini dilakukan untuk menganalisis kinerja pelayanan angkutan umum
pedesaan trayek Bangko – Jangkat. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah keamanan, keselamatan, kenyamanan, aksesibilitas/kemudahan, biaya,
kesetaraan dan keteraturan. Hasil penelitian yang dilakukan adalah Karakteristik
pengguna angkutan umum pedesaan trayek Bangko – Jangkat dominasi oleh lakilaki
56%
usia
produktif
26
-
35
tahun
28%
tingkat
pendidikan
terakhir
mendominasi
SLTA
47%
pekerjaan
didominasi
wiraswasta
33
%
pendapatan
per
bulan
antara
Rp
1.000.000
–
Rp.
2.500.000
sebesar
42%. Dari hasil analisis Load Faktor angkutan
umum trayek Bangko – Jangkat kurang maksimal karena memiliki faktor muatan
sebesar 22,64%, Dari hasil analisis kinerja pelayanan variabel yang kondisi
eksisting dan menurut persepsi penumpang masih rendah yaitu yang berkaitan
dengan keselamatan seperti peralatan keselamatan dan dana pertanggungan wajib
kecelakaan harus ditingkatkan seperti melengkapi peralatan keselamatan setiap
armada angkutan tersebut dan memberi asuransi kecelakaan jiwa bagi setiap
pengguna jasa angkutan umum pedesaan trayek Bangko – Jangkat.
Kata Kunci : Kinerja Pelayanan Angkutan Umum Pedesaa
ANALISA TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA KERETA API DIESEL PATAS BANDUNG - CICALENGKA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat puasan pengguna KA Komuter Bandung – Cicalengka terhadat pelayanan yang di berikan oleh PT.KAI Daop II Bandung yang pada akhirnya merupakan masukan untuk perbaikan sarana dan prasaran kereta api menurut para pengguna. Dalam mencapai tujuan studi ini, maka dilakukan pengumpulan data baik primer maupun sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan penyebaran quesioner kepada 100 orang pengguna secara acak pada hari kerja (Senin-Jumat) maupun hari libur (Sabtu-Minggu), dimana pengguna diminta menilai terhadap variabel-variabel yang terkait dengan kereta api dan stasiun kereta api. Metodologi yang di gunakan adalah pendekatan deskriptif dengan menggunakan metoda analisis tingkat kepuasan dan tingkat pelayanan. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang memerlukan perbaikan menurut pengguna kereta api yaitu variabel yaitu keleluasaan ketika berada di dalam kereta api, dan variabel ketersediaan udara/sirkulasi di dalam gerbong kereta api, variabel keamanan di dalam kereta api, variabel ketepatan waktu kedatangan dan variabel ketepatan waktu keberangkatan dan kedatangan kereta api dan variabel waktu tunggu kedatangan kereta api, variabel kebersihan di dalam kereta api, dan variabel ketersediaan papan informasi jadwal. 
“Identifikasi Bangkitan Pergerakan Kampus Universitas Kristen Maranatha Terhadap Kinerja Arus Lalu Lintas Di Ruas Jalan Prof. Drg. Surya Sumantri ”.
ABSTRAK
Kemacetan lalu lintas adalah salah satu masalah yang sering terjadi di wilayah Kota
Bandung dan sekitarnya. Penyebab terjadinya kem acetan diantaranya adalah meningkatnya
jumlah volume kendaraan yang tidak diimbangi oleh pertumbuhan jaringan jalan. Pola
pergerakan yang ada di Kota Bandung cenderung menuju ke pusat kota, sehingga masalah masalah lalu lintas seringkali terjadi pada jalan -jalan yang menjadi penghubung antara wilayah
pinggiran kota dengan pusat kota. Pembebanan jaringan jalan pada Kota Bandung tidak
hanya berasal dari penduduk Kota Bandung itu sendiri, tetapi pergerakan dari luar Kota
Bandung juga turut mempengaruhi volume ken daraan yang harus dilayani oleh sistem
jaringan jalan. Hal ini dikarenakan daya tarik Kota Bandung yang cukup besar sebagai pusat
kegiatan untuk wilayah disekitarnya.
Studi yang dibahas di dalam laporan tugas akhir ini adalah Identifikasi Bangkitan
Pergerakan Kampus Universitas Kristen Maranatha Terhadap Kinerja Arus Lalu Lintas dRuas Jalan Prof. Drg. Surya Sumantri. yang meliputi, volume kendaraan Kampus UniversitaKristen Maranatha, volume Ruas Jalan Prof. Drg Surya Sumantri, kecepatan kendaraankapasitas jalan, rasio volume perkapasitas (V/C), tundaan, hambatan samping jalan, dan
tingkat pelayanan ( Level Of Service ).
Ruas Jalan Prof. Drg. Surya Sumantri sebagai jalan kolektor sekunder merupakasalah satu pintu keluar -masuk dari ke Kota Bandung dengan daerah -daerah disekitarnydibagian barat seperti Kota Cimahi. Tingginya arus ulang alik kendaraan di daerah tersebumengakibatkan besarnya proporsi arus lalu lintas menerus pada Ruas Jalan Prof. Drg. Surya
Sumantri. Ruas Jalan Prof. Drg, Surya Sumantri menghubungkan bagian barat Kota Bandung
dengan pusat Kota melalui Jalan Djunjunan di sebelah selatan da n Jalan Prof. Dr Sutami dsebelah utara menjadi tidak optimal dalam mendukung pergerakan kendaraan yang
melewatinya. Hal ini tercermin dari kondisi lalu -lintas di jalan kolektor sekunder dimana
sering terjadi gangguan lalu -lintas berupa kemacetan terutama pada saat jam sibuk ( peak hourdi pagi dan sore hari. Pengukuran kinerja jalan ini didasarkan pada tiga variabel, yaitu tingkat
pelayanan jalan (LOS), kecepatan perjalanan dan waktu tempuh.
Dengan adanya Kampus Universitas Kristen Maranatha di Ruas Jalan Prof. DrgSurya Sumantri ternyata hanya mempengaruhi rata-rata sekitar 11,17% terhadap volumkendaraan yang ada di Ruas Jalan Prof. Drg. Surya Sumantri, sedangkan sisanya 89,54%
adalah arus menerus dan arus yang tidak mempunyai kepentingan terhadap KampuUniversitas Kristen Maranatha, atau me mpunyai kepentingan terhadap guna lahan yang ada
di sepanjang Ruas Jalan Prof. Drg. Surya Sumantri.
Sedangkan dari peningkatan VCR yang diakibatkan oleh Kampus Universitas
Kristen Maranatha yang memiliki kontrib usi terbesar yakni pada hari Senin pada interval paghari yakni pada jam 07.00 - 08.00 dimana pada saat Kampus sedang dimulai kegiatan
perkuliahan, yakni sebesar 0.18 . untuk hari Kamis terjadi pada interval pagi hari yakni pada
jam 07.00 - 08.00 yakni sebesar 0.18, sedangkan untuk Sabtu Terjadi pada interval pagi haryakni pada jam 07.00 - 08.00 yakni sebesar 0,14, konstribusi terkecil terjadi pada hari Senin
Terjadi pada interval malam hari yakni pada jam 20.00 - 22.00 yakni 0,02, untuk hari Kamiterjadi pada interval malam hari yakni pada jam 20.00 - 21.00 yakni sebesar 0,03, untuk harSabtu terjadi pada interval malam hari yakni pada jam 20.00 - 21.00 yakni sebesar 0,02.
Untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja jaringan jalan tersebut, maka perlu
dilaksanakan tindakan -tindakan penanganan masalah lalu lintas yang terjadi. Rekomendasalternatif penanganan yang diusulkan di tinjau dari dua sisi, yaitu dari sisi siste m kegiatan dan
dari sistem lalu lintas. Penanganan dari sistem lalu lintas terdiri dari dua macam yaitu
penanganan berupa manajemen sistem lalu lintas dan penambahan supply prasarana jalan
IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN KOTA PURWAKARTA DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL KEPENDUDUKAN DAN PENGGUNAAN LAHAN
Kota Purwakarta merupakan salah satu kawasan perdagangan dan jasa
di Kabupaten Purwakarta, yang perkembangannya dianggap sangat signifikan
sekali dikarenakan Kota Purwakarta sebagai Kota persinggahan anatara
Bandung dan Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi perkembangan Kota yang ditinjau dari aspek sosial penduduk
dan penggunaan lahan. Kota Purwakarta telah mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun.
Pada Tahun 2000 Kota Purwakarta di mulai pembangunan-pembanguna
fasilitas-fasilitas yang mendukung suatu perkotaan, seperti failitas pendidikan,
perdagangan dan jasa dan kawasn militer, sehingga menimbulkan kegiatankegiatan
lain disekitarnya yang akan mendukung kegiatan tersebut.
Perkembangan Kota Purwakarta sangat mencolok sekali setelah di bangunnya
Tol Cipularang pada tahun 2005 yang mengakibatkan Kota Purwakarta semakin
pesat perkembangannya di bidang perdagangan dan jasa dan meningkatkan
pertumbuhan permukiman penduduk Kota Purwakarta. Perkembangan Kota
Purwakarta dari Kota administratif mulai meningkatkan penduduk yang
berdatangan di Kota Purwakarta setelah di bangunnya Tol Cipularang tersebut
sehingga perubahan sangat signifikan sekali pada permukiman penduduk Tahun
1995 (1.50 Ha) dan pada btahun 2005 mencapai (1950) sedangkan untuk Tahun
2009 permukiman penduduk meningkat sangat signifikan sekali dari tahun 2005
mencapai (3284,8 Ha).
Hasil analisis korelasi menunjukan bahwa Kota Purwakarta yang
mempunyai tingkat hubungan korelasi yang tinggi yaitu antara laju pertumbuhan
penduduk dengan total perubahan penggunaan yaitu sebesar (0,81), sedangkan
yang mempunyai tingkat hubungan korelasi sangat rendah yaitu antara tingkat
partisipasi angkatan kerja berdasrkan lapangan usaha perdagangan dan jasa
dengan perubahaan penggunaan lahan perdagangan dan jasa dengan nilai
(0,06),. Jadi dapat di tarik kesimpulan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk
menyebabkan perubahan penggunaan lahandari tahun 1995-2009 perubahannya
sangat signifikan sekali, sedangkan untuk
ARAHAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN GARUT BAGIAN SELATAN
Wilayah Garut Selatan sebagian besar merupakan daerah pertanian baik
berupa pertanian lahan basah maupun lahan kering. Wilayah Garut Selatan
merupakan wilayah yang memiliki sumber daya alam yang cukup banyak berupa
kesuburan tanah, air yang berlimpah, barang tambang, pemandangan alam yang
idah dan lain-lain. Di samping itu, sumber daya manusia cukup besar merupakan
potensi yang harus diberdayakan untuk mengelola sumber daya alam yang
melimpah tersebut. Pengelolaan sumber daya alam yang baik dapat
mensejahterakan penduduk tanpa menimbulkan bencana yang tidak diinginkan.
Apabila dilihat dari potensinya, maka dapat dilihat bahwa Wilayah Garut
Selatan sangat potensial untuk dikembangkan dalam sektor perkebunan. Kendala
dalam pembangunan Garut Selatan antara lain sulitnya meraih investor, karena
kurang tersedianya sarana dan prasarana yang dapat menunjang perekonomian
serta faktor geografis yang rentan bencana serta keterbatasan Sumber Daya
Manusia (SDM). Selain itu, kondisi fisik Wilayah Garut Selatan yang rentan
terhadap bahaya lingkungan dari aspek geologi menjadikan hampir sebagian besar
Wilayah Jawa Barat Selatan ditetapkan sebagai kawasan lindung berdasarkan
RTRW Propinsi Jawa Barat dan RTRW Kabupaten Garut.
Kontribusi produksi perkebunan di Kabupaten Garut Bagian Selatan
terhadap Kabupaten Garut untuk komoditas yang disesuaikan adalah 142.271 ton
(atau 59,48%). Berarti dengan kata lain sektor perkebunan di Kabupaten Garut
Bagian Selatan cukup dominan didalam memberikan kontribusi produksi pada
Kabupaten Garut, yang menunjukkan tingginya potensi perkebunan di Kabupaten
Garut Bagian Selatan.
Persoalan yang sedang dihadapi terutama dalam mengembangkan
komoditas perkebunan adalah arahan pengembangan untuk komoditas perkebunan
belum jelas, penyebaran komoditas perkebunan yang potensial belum jelas,
Wilayah Garut Bagian Selatan relatif masih tertinggal dibandingkan dengan
Wilayah Garut Bagian Utara, sektor perkebunan di PDRB Kabupaten Garut telah
digarap, namun masih tertinggal dibandingkan dengan sektor lainnya.
Tujuan yang akan dicapai yaitu “Menentukan Arahan Pengembangan
Komoditas Perkebunan di Kabupaten Garut Bagian Selatan”. Pengetahuan akan
prioritas jenis-jenis komoditas perkebunan yang diharapkan dapat memberikan
suatu masukan bagi pemerintah dalam kaitannya dengan pembangunan daerah
secara umum dan pembangunan komoditas perkebunan secara khusus.
Teknik analisis yang digunakan yaitu berupa analisis kesesuaian lahan,
analisis LQ, koefisien lokalisasi, koefisien spesialisasi, analisis Mix Share, dan
analisis permintaan pasar (ekspor dan impor).
Output yang akan dihasilkan yaitu berupa komoditas perkebunan yang
sesuai dan dapat dikembangkan secara maksimal di setiap kecamatan yang
terdapat di Kabupaten Garut Bagian Selatan. Untuk itu diperlukan beberapa
arahan pengembangan komoditas perkebunan yang terbagi menjadi arahan
pengembangan komoditas potensial dan arahan pengembangan pendukung
meliputi permintaan pasar, sumber daya manusia dan infrastruktur (jalan)
KONSEP PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI PUSAT KOTA BANDUNG (KELURAHAN NYENGSERET)
ABSTRAK
Kota Bandung merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Sebagai Ibu
Kota Provinsi tidak terlepas dari adanya permasalahan permukiman terutama
keberadaan permukiman kumuh. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat yang
suka hidup mengelompok dan membangun rumah dibantaran sungai dengan
membangun seadanya tanpa memperhatikan tata ruang dan lingkungan
permukiman. Kurang perhatiannya pemerintah daerah dalam menata secara baik
mengakibatkan kawasan permukiman memberi gambaran visual yang kurang
baik.
Kajian ini diawali dengan melakukan identifikasi kondisi kawasan dan
mencari beberapa konsep atau model penanganan permukiman kumuh
(Peremajaan Kota dan Peningkatan Kualitas Lingkungan) yang sesuai untuk
diterapkan pada kawasan permukiman kumuh Nyengseret, kemudian melihat
bagaimana peran aktor pembangunan, dalam hal ini pemerintah, swasta dan
masyarakat dalam mengimplementasikan konsep atau model tersebut sehingga
pada akhirnya dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak terutama
masyarakat yang berada pada lokasi kajian. Dari beberapa kajian seperti
kepadatan bangunan, kepemilikan tanah, kepadatan penduduk, ketersediaan
sarana dan prasarana yang dimiliki oleh masyarakat di lokasi kajian ternyata
pendekatan konsep yang diterapkan adalah konsep Peningkatan Kualiatas
Lingkungan dan peremajaan kota.
Konsep ini dapat dilaksanakan apabila seluruh komponen masyarakat,
terutama Pemerintah Kota Bandung dan swasta bersama – sama dalam
mengimplementasikan konsep penanganan tersebut. Konsep ini diharapkan dapat
mendorong partisipasinya masyarakat dalam mewujudkan peningkatan kapasitas
kominitas dalam rangka pemberdayaan yang dimulai dari perencanaan hingga
pelaksanaan yang mencakup kegiatan sosialisasi program, perencanaan
partisipatif dan pelaksanaan pembangunan fisik secara bersama – sama.
Kata Kunci : Permukiman Kumuh, Pusat Kota, Strategi Penanganan
ABSTRACT
Bandung is the capital city of West Java Province. As a provincial capital can not
be separated from the issue of settlements, especially the existence of slums. This
is because the culture of the people who like to live in groups and build a hou se
dibantaran river by building a makeshift regardless of the spatial and settlements.
Less attention of local governments in managing the well resulted in the
settlement area gives a visual picture is not good.
This study begins by identifying the condition of the area and looking for
some concepts or models handling of slums (Revitalization and Improvement of
Environmental Quality) suitable for application in areas of slums Nyengseret,
then see how the role of development actors, in this case the government, private
and public in implementing the concept or model that can eventually be accepted
and implemented by all parties, especially the people who are at the study site.
From several studies such as the density of buildings, land ownership, population
density, availability of facilities and infrastructure owned by communities in the
study turned out to approach the concept applied is the concept kualiatas
Improved Environmental and urban renewal.
This concept can be implemented if all components of society, particularly
the Government of Bandung and private together - together in implementing the
concept of such treatment. This concept is expected to encourage community
participation in creating kominitas capacity building in order to empower the
planning stage to the implementation of the program which include socialization,
participatory planning and implementation of physical development together -together.
Keywords: Slum, City Center, Coping Strategie
STUDI KARAKTERISTIK KEBUTUHAN PARKIR PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA BANDUNG
Selama pergerakannya, kendaraan tidak terlepas dari kegiatan parkir, baik kegiatan
bekerja, berbelanja, berdagang, rekreasi dan kegiatan yang lain. Kecenderungan peningkatan
penggunaan kendaraan pribadi akan meningkatkan kebutuhan fasilitas parkir di pusat kota.
Selain itu angkutan umum yang dinilai masih belum dapat memberikan ketepatan waktu,
kenyamanan dan keamanan mendorong peningkatan penggunaan kendaraan pribadi untuk
bepergian. Tempat parkir merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus dipenuhi dalam
pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Bandung. Pada waktu terjadi puncak kunjungan,
beberapa pusat perbelanjaan di Kota Bandung masih dapat ditemui antrian mobil yang tidak
dapat memasuki pelataran parkir karena lahan parkir yang disediakan sudah penuh sehingga
besar kemungkinan kendaraan cenderung akan di parkir di badan jalan. Sementara di beberapa
pusat perbelanjaan lainnya, permintaan parkir terhadap tempat atau gedung parkir lebih rendah
dengan indikator adanya petak parkir kendaraan roda empat yang masih belum terisi.
Tujuan dari studi ini adalah mengkaji karakteristik kinerja parkir dan kebutuhan Satuan
Ruang Parkir (SRP) pusat perbelanjaan di Kota Bandung dengan berdasarkan pendekatan
penyediaan dan permintaan parkirnya. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai untuk mencapai
tujuan ada tiga, yaitu pertama, mengkaji variabel-variabel yang mempengaruhi kebutuhan parkir
pada pusat perbelanjaan, kedua, mengidentifikasi pemanfaatan ruang parkir di pusat
perbelanjaan berdasarkan permintaan dan penyediaan parkirnya, ketiga, menentukan kebutuhan
Satuan Ruang Parkir (SRP) di pusat perbelanjaan berdasarkan permintaan dan penyediaan
parkirnya. Berdasarkan penetapan kriteria pemilihan lokasi, pusat perbelanjaan yang ditentukan
dalam studi ini adalah Bandung Indah Plaza, Bandung Supermall, Bandung Elektronik Center,
Mall Pasar Baru dan Jogya Kepatihan.
Secara garis besar, materi studi yang dibahas dalam penelitian ini ada tiga, yaitu pertama
adalah mengkaji hubungan antara variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kebutuhan
parkir mobil pada pusat perbelanjaan dengan menggunakan analisis korelasi ( r ), regresi linier (
r
2
) dan regresi linier berganda. Kedua, menganalisis kinerja perparkiran di pusat perbelanjaan
dengan menghitung akumulasi parkir, tingkat pergantian kendaraan (parking turn over), waktu
rata-rata parkir, indeks parkir dan tingkat efisiensi penggunaan petak parkir. Ketiga,
menganalisis karakteristik kebutuhan parkir mobil pada masing-masing pusat perbelanjaan.
Berdasarkan hasil analisis, parameter penentu kebutuhan parkir pada pusat perbelanjaan
adalah luas lantai total ( r
2
= 0,7957 ), luas lantai terpakai ( r
2
= 0,8037 ), jumlah pegawai total (
r
2
= 0,8314 ), jumlah pengunjung ( r
2
= 0,8075 ) dan gabungan jumlah pegawai total & jumlah
pengunjung ( r
2
= 0,905 ). Pada hari kerja, puncak parkir terjadi antara jam 15.00-16.00 WIB
kecuali BSM puncak parkirnya terjadi antara jam 19.00-20.00 WIB. Pada hari libur, puncak
parkir terjadi antara jam 12.00-18.00 WIB. Rata-rata tingkat pergantian kendaraan (parking turn
over) pada hari kerja adalah 2,19 kendaraan/petak sedangkan pada hari libur adalah 3,31
kendaraan/petak. Waktu rata-rata parkir kendaraan paling lama pada hari kerja dan hari libur
adalah gedung/pelataran parkir BSM yaitu 2,99 jam/kendaraan dan 3,15 jam/kendaraan
sedangkan yang paling sebentar adalah gedung parkir BIP yaitu 1,78 jam/kendaraan dan 2,15
jam/kendaraan. Indeks parkir pada hari kerja adalah antara 0,17-0,94 dengan rata-rata indeks
sebesar 0,55 sedangkan pada hari libur adalah antara 0,47-1,18 dengan rata-rata indeks sebesar
0,87. Tingkat efisiensi penggunaan petak parkir pada hari kerja rata-rata sebesar 25,7 %
sedangkan pada hari libur rata-rata sebesar 44,1 %. Untuk range kebutuhan parkir pusat
perbelanjaan BIP, BSM, BEC, Pasar Baru dan Yogja Kepatihan adalah luas lantai total antara
0,99-3,67 SRP per 100 m
2
dan luas lantai terpakai antara 1,05-3,67 SRP per 100 m
.
EVALUASI KINERJA PELAYANAN TEMPAT PERHENTIAN ANGKUTAN UMUM BUS DAMRI TRAYEK LEDENG – LEUWI PANJANG KOTA BANDUNG
ABSTRAKSI
Pada dasarnya sistem transportasi perkotaan harus ditunjang dengan sarana dan
prasarana transportasi perkotaan yang dapat menunjang kebutuhan transportasi
penduduknya dengan aman, nyaman dan memiliki aksessibilitas yang tinggi. Sarana
transportasi yang sangat berperan dalam pelayanan transportasi perkotaan adalah bus
dan tentunya perlu ditunjang dengan sarana penunjang berupa tempat perhentian
angkutan umum bus yang memiliki lokasi sesuasi kebutuhan , dan memiliki kinerja
pelayanan yang baik. Fungsi tempat perhentian sendiri adalah untuk memfasilitasi
angkutan umum perkotaan agar tidak melakukan kegiatan paratransit yang sering
menimbulkan kemacetam yang terjadi di sepanjang rute angkutan umum yang dilalui.
Rendahnya pemanfaatan halte saat ini masih sangat rendah dan kondisinya yang belum
sesuai dengan standar yang ada adalah salah satu penyebab dari kegiatan paratransit.
Dalam melakukan evaluasi dan dalam menyusun konsep peningkatan kinerja
pelayanan halte pada halte bus (Damri) trayek Ledeng –Leuwipanjang, perlu mengetahui
sebelumnya bagaimana karakteristik dan kondisi halte, karaktersitik penggunanya, serta
bagaimana melihat preferensi pengguna halte dan juga perlu meninjau kinerja
pelayanan halte dari segi standar pelayanan minimum halte.
Karakterstik halte ditinjau berdasarkan ada tidaknya bangunan, ada tidaknya
celukan bus dan kelengkapan utilitas yang menunjangnya, dan preferensi kepuasan
pengguna halte ditinjau dari hasil analisis Importance Perfomance Analisis yang diukur
dari beberapa faktor yang di antaranya adalah kehandalan, kemudahan, keamanan,
kesetaraan dan keteraturan, di samping itu evaluasi juga dilakukan dengan pendekatan
Standar pelayanan Minimanl terkait dengan pelayanan halte bus .
Setelah dilakukannya evaluasi pelayanan tempat perhentian angkutan umum
Damri , disimpulkan bahwa kinerja pelayanan halte masih rendah dan banyak faktor dan
variabel yang belum memenuhi harapan pengguna dan standar pelayanan minimum dan
perlu adanya teluk bus pada setiap halte dan fasilitas penyeberangan yang disesuaikan
dengan karakteristik jaringan jalan .Sehingga diharapkan pemanfaatan angkutan umum
dan halte semakin tinggi dan angka kemacetan pada rute damri Ledeng – Leuwipanjang
dapat ditekan .
Kata kunci : Evaluasi dan Kinerja, Perhentian Angkutan Umum
ABSTRACT
Basically, an urban transportation system should be supported by urban
transportation infrastructure and medium to bolster save, comfortable resident
transportation needs and have high accessibility. Means of transportation having
particularly important role in urban transportation service is bus and, of course, it need
to be supported by the supporting medium such as stopping place for public buss ing
havingh both location appropriate to necessities and good service performance. The
function of a stopping place itself is to facilitate public urban transport to prevent
paratransit activities leading, it is frequent, to stoppage along public transport route
passed through. Low use of a stopping place today and its condition having not been
appropriate to the existing standards are causes of paratransit activities.
In making an evaluation and setting up a concept of improvement of service
performance in some stopping places for public busses (Damri) on the route of Ledeng-
Leuwipanjang, it is necessary to have earlier understanding of characteristics and
conditions of the stopping place, the characteristics and preferences of users, and of a
stopping place service performance in terms of minimum service standards.
The charactertics of a stopping place is observed based on whether or not a
building, a bus celukan and completeness of the supporting utility are present, and the
preferences of user satisfaction is observed from the results of the Importance
Performance Analysis which are measured by some factors such as reliability,
facilitation, safety, equivalence, and regularity. In addition, the evaluation was made by
using an approach to Minimal Service Standard in relation to the stopping place service
for public busses.
After evaluation of a stopping place service for public transport Damri has been
completed, it can be concluded that a stooping place service performance is still low and
many factors and variables are not yet complying with user expectations and minimum
service standards and, therefore, any buss bay in each stopping place and any crossing
facility fit the characteristics of road network are necessary. Thus, the higher use of
public transport and stopping place is anticipated, and the jamming rate on the route of
Ledeng-Leuwipanjang for Damri might be compressed.
Keywords: Evaluation and Performance, Stopping Place for Public Transpor
KAJIAN RUTE PENGANGKUTAN SAMPAH KOTA CIMAHI DALAM MENGANTISIPASI PEMINDAHAN LOKASI TPA (STUDI KASUS : KECAMATAN CIMAHI TENGAH)
Sampah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia saat ini. Hampir setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia
menghasilkan sampah, terutama aktivitas yang berupa konsumsi terhadap suatu
barang. Kecamatan Cimahi Tengah merupakan salah satu dari tiga kecamatan di
Kota Cimahi dengan rencana hirarki pusat pelayanan sebagai Pusat Pelayanan
Kawasan. Sejak tidak di operasikannya TPA Leuwigajah Kota Cimahi akibat
longsor yang terjadi pada 21 Februari 2005, sampah yang dihasilkan oleh Kota
Cimahi di buang ke TPPAS Sari Mukti Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung
Barat, tahun 2017 merupakan tahun dimana kontrak pembuangan sampah
tersebut habis dan akan dialihkan ke TPPAS Regional Legok Nangka tepatnya
pada bulan Februari 2018.
Dengan rencana pemindahan lokasi TPA tersebut maka dilakukan
penelitian mengenai rute pengangkutan sampah dari TPS ke TPPAS Legok
Nangka serta untuk mengetahui dampak dari pemindahan lokasi TPA dengan
metode deskriptif kuantitatif. Rencana pemindahan lokasi TPA berdampak pada
penurunan kemampuan ritasi menjadi 1 rit/hari dan meningkatnya beban
pengangkutan sampah terutama dalam biaya operasional pengangkutan sebesar
3 kali lipat. Untuk mengantisipasi dampak tersebut perlu dilakukan skema
SPAagar dapat menurunkan beban pengangkutan sampah Kota Cimahi.
Kata Kunci : Sampah, Pemindahan Lokasi TPA, Antisipasi, Pengangkutan, Rut
- …