22 research outputs found

    DIMENSI FUTURISTIK PROBABILITAS KOHABITASI PRODUKTIF ARSITEK-KOMPUTER-KLIEN DALAM PROSES DESAIN (Bagian Ke-tiga dari Essay : Arsitektur Futurovernakularis – Suatu Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek)

    Get PDF
    Tulisan ini merupakan bagian ketiga dari essay penulis yang berjudul “Arsitektur Futurovernakularis – Sebuah Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek”. Pemikiran utama dalam essay ini adalah tentang probabilitas tergerusnya otoritas profesional arsitek seiring waktu yang ditandai dengan kehadiran karya arsitektur yang dilabel penulis dengan istilah futurovernakularis. Sebutan ini berasosiasi dengan karya arsitektural masa nanti (futuro) yang tercirikan sebagai karya yang hadir tanpa campur tangan arsitek profesional (vernakularis), sebagaimana salah satu premis dasar definisi politetis arsitektur vernakular. Dalam essay yang lengkap, argumentasi hipotesis di atas dielaborasi melalui sejumlah pendekatan argumentatif. Dalam tulisan ini secara khusus akan dipaparkan argumentasi premis ini berdasarkan pemahaman terhadap kondisi otoritas arsitek dalam konteks probabilitas pola dinamika interaksi antara sang arsitek dengan pasangan simbiotikal klasiknya yakni sang klien, serta kehadiran entitas “komputer” yang memiliki posisi unik dalam interaksi tersebut dan berpeluang merombak pola kohabitasi produktif tersebut di masa yang akan datang. Secara garis besar, tulisan ini akan diawali dengan pemahaman umum tentang proses evolusi komputer sejak diciptakan hingga peluang perkembangannya di masa yang akan datang. Pada bagian selanjutnya akan dipaparkan tentang bagaimana introduksi komputer dalam praktik perancangan arsitektur serta polemik yang menyertainya, terkait dengan potensi kemampuan komputer dalam mengeksekusi hal-hal yang diyakini sebagai skill eksklusif dari seorang arsitek. Bagian akhir tulisan akan mengungkap bagaimana perkembangan pola interaksi arsitek-klien yang diwarnai dengan kehadiran komputer sebagai entitas simbiotikal ke-tiga yang dalam perspektif futuristik akan sangat potensial merombak pola interaksi klasik yang dikenal selama ini. Melalui pemaparan dalam tulisan ini dapat disimpulkan bahwa tendensi degradasi otoritas arsitek dalam aktivitas rancang bangun juga terkonfirmasi melalui potensi perubahan pola interaksi arsitek-klien di masa yang akan datang, terutama terkait dengan keberadaan komputer dalam interaksi tersebut. Evolusi komputer diyakini berpeluang untuk berkembang sedemikian rupa sehingga dapat “memainkan” peran yang serupa dengan kompetensi seorang arsitek. Namun demikian, keberadaan komputer masih saja diprediksikan untuk tidak bisa mandiri, dalam pengertian bahwa masih dibutuhkan sosok eksekutor operasionalisasinya. Dalam pola-pola simbiosis klasik, seorang arsitek masih dipandang sebagai eksekutor formal dari komputer dalam interaksinya dengan seorang klien. Dalam hal ini, interaksi arsitek-komputer pun dapat dilihat sebagai suatu bentuk kohabitasi produktif yang spesifik. Tulisan ini pada akhirnya ingin mengajak untuk melihat pola-pola relasi ini secara utuh dimana dalam konteks rancang bangun dewasa ini yang terjadi sebenarnya merupakan suatu pola simbiosis tripartis antara klien, arsitek dan komputer. Dalam perspektif futuristik, ada peluang bahwa peran eksekutor komputer secara simbiotikal tidak lagi berada di tangan sang arsitek tapi dipegang langsung oleh sang klien. Skim simbiotikal baru ini ditengarai akan menjadi awal dari hadirnya apa yang dilabel dengan istilah arsitektur futurovernakularis. Kata kunci : simbiosis / kohabitasi produktif, arsitek, komputer, klie

    KORELASI DENSITAS PENDUDUK DAN PERSEBARAN KASUS COVID-19 DI KOTA MANADO

    Get PDF
    Covid-19 is a new disease that causes a serious pandemic disaster. In theory, transmission of infectious diseases is often facilitated by congested areas. This raises a question whether the density theory applies conceptually in Manado City, which is the capital as well as the main gateway with the largest population in North Sulawesi Province. Population density is one of the important indicators in identifying the spatial structure of a city. And going forward, it is very necessary to develop an ideal urban spatial structure and respond to a pandemic. The purpose of this study was to analyze the relationship between density indicators, both static and dynamic, and the distribution of Covid-19 in Manado City. The method used is quantitative-qualitative which consists of the origin-destination preference survey method as an identification of the movement pattern of the Manado City population which becomes the dynamic density and Pearson correlation as an analytical tool. The results showed that there was no correlation between population density on built-up land (static density) and the distribution of Covid-19 cases in Manado City. However, the results of the identification of the type of spatial structure of Manado City which tend to be mono-polycentric based on indicators of population movement (dynamic density) correlated with the distribution of existing cases. Especially for the trip to work, recreation, and to health facilities, it has a significant correlation coefficient with the increase in cases during the peak (first wave) Covid-19 in Manado City. Based on the research findings, the recommended spatial structure model to prevent and reduce problems arising from the pandemic is themodel Polycentric City.Keyword : Static Density, Dinamic Density, Covid-19, Pearson Correlatio

    Analisis Kebijakan Transportasi Kota Tomohon Berdasarkan Pola Pergerakan Masyarakat Sebagai Indikator Struktur Ruang Kota

    Get PDF
    Melalui penelitian tahun 2017, Norlyvia Jaya Toding P1 , Octavianus H.A. Rogi², & Raymond Ch Tarore3, “Komparasi Struktur Ruang Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu Berdasarkan Distribusi dan Profil Densitas” peneliti telah mencoba mengidentifikasikan tipe struktur spasial kota Tomohon yang ditelusuri melalui pendekatan densitas statis dengan indikator distribusi dan profil densitas yang menunjukan tendensi struktur spasial yang polisentris. Hal ini masih perlu diverifikasi atau validasi lagi melalui penelusuran berdasarkan densitas dinamis, Dari pernyataan ini lah peneliti ingin meneliti tentang densitas “dinamis” pada Kota Tomohon melalui indikator pola pergerakan harian. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi pola struktur spasial kota Tomohon berdasarkan parameter pola pergerakan harian masyarakat serta Mengelaborasi opsi tipe kebijakan sistem trasnportasi yang kompatibel dengan pola struktur spasial kota yang teridentifikasi. Metode yang digunakan secara khusus ialah teknik kuantifikasi dan tabulasi untuk pengembangan “matriks asal-tujuan (Origin Destination Survey) dengan format kuesioner atau wawancara terstruktur, serta visualisasi matriks asal- tujuan tersebut dalam wujud peta pola perjalanan harian yang juga sering disebut dengan peta “desire line”. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu; (1) Berdasarkan hasil analisa pola pergerakan masyarakat sebagai indikator struktur ruang kota, yang terepresentasikan pada desire line map struktur spasial Kota Tomohon dapat dikategorikan sebagai struktur polisentris. (2) berdasarkan Struktur Ruang Kota Tomohon yang berciri Polisentris, kebijakan yang perlu dipertimbangkan mencakup :Penyiapan jalur transportasi publik yang menghubungkan pusat-pusat pelayanan sekunder / lokal dengan titik-titik terminal transit pada segmen pusat- pusat pelayanan primer kota,Penguatan daya dukung pusat-pusat pelayanan lokal yang dapat menjadi alternative tujuan perjalanan selain pusat pelayanan primer, Peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur jaringan jalan yang memfasilitasi pergerakan mobiltas interkoneksi serta pergerakan antar zona peri urban atau antar pusat- pusat pelayanan lokal / sekunder secara langsung melalui peningkatan kapasitas dan kualitas jalur-jalur jalan lingkar kota. Kata kunci: Struktur Spasial,Transportasi, Pola Pergerakan Harian, Origin Destination Surve

    EVALUASI PEMANFAATAN LAHAN SEMPADAN SUNGAI SA’DAN

    Get PDF
    Abstrak Pemanfaatan lahan yaitu rangkaian kegiatan manusia di darat, seperti pemukiman, perdagangan, pertanian, dll. Setiap daerah berpotensi memanfaatkan sebidang tanah sebagai sumber kehidupan manusia. Perkembangan kota merupakan proses urbanisasi berkelanjutan yang akan membawa beban spasial pada kehidupan kota, yaitu memenuhi kebutuhan permukiman, perumahan atau perdagangan dan jasa. Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan permintaan akan perumahan kurang proporsional dengan luas lahan yang tersedia. peningkatan jumlah pendudukpun semakin meningkat dan kebutuhan lahanpun meningkat serta lahan yang dapat diakses semakin mengecil , sehingga tidak mampu menjawab isu-isu penduduk yang sedang berkembang seperti ketersediaan lahan yang terbatas pada suatu 2 kota. Selain itu, sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Toraja Utara Tahun 2012- 2032 ditetapkan sebagai peruntukan kawasan lindung. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengidentifikasi pemanfaatan lahan sempadan sungai sa’dan di Kecamatan Tallunglipu,Rantepao dan Kesu’ Kabupaten Toraja Utara dan Untuk menganalisis kesesuaian lahan di sempadan sungai sa’dan di Kecamatan Tallunglipu,Kecamatan Rantepao dan Kecamatan Kesu’, Kabupaten Toraja Utara. Teknik Pengumpulan data dalam penelitian adalah observasi, Telaah pustaka, dan studi dokumentasi. Untuk Teknik  analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis spasial (deskriptif kuantitatif dan overlay). Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang dibahas bahwa pemanfaatan lahan sempadan sungai Sa’dan pada Kecamatan Tallunglipu yaitu RTH,rumah tinggal,perdagangan jasa,sarana peribadatan,sarana kesehatan dan pendidikan,kebun campuran dan persawahan,pada Kecamatan Rantepao terdapat RTH,rumah tunggal,perdagangan jasa,perkantoran,sarana pendidikan dan sarana peribadatan,kebun campuran dan persawahan,pada Kecamatan Kesu terdapat RTH,rumah tinggal,industri,perdagangan jasa,sarana kesehatan,dan peribadatan.Hasil analisis kesesuain lahan pada Kecamatan Tallunglipu pemanfaatan lahan tidak sesuai seluas 7,83Ha dan sesuai seluas 4,84Ha,Kecamatan Rantepao pemanfaatan lahan tidak sesuai seluas7,26Ha dan sesuai seluas 21,79Ha,Kecamatan Kesu pemanfaatan lahan tidak sesuai seluas 2,54Ha dan sesuai seluas 1,92Ha. Kata Kunci: Evaluasi, Pemanfaatan Lahan, Sempadan Sunga

    EVALUASI PEMANFAATAN TERHADAP KEMAMPUAN LAHAN DI KOTA BITUNG

    Get PDF
    Dalam perkembangan Kota, tidak terlepas dari kebutuhan lahan yang akan terus meningkat, yang menyebabkan kondisi fisik alamiah Kota Bitung sejak RTWR Tahun  2013 mengalami perubahan penggunaan lahan hingga saat ini, diketahui pada tahun 2013 aspek fisik alamiah Kota Bitung seluas 30090.02 ha atau 97% dan ditahun 2018 aspek fisik alamiah seluas 29011.91 ha atau 93%, yang mengalami pengurangan lahan fisik alamiah sebesar -1078.11 ha atau -4% aspek alamiah tersebut berupa hutan, padang rumput, rawa, perkebunan dan sungai. Kemampuan lahan merupakan pencerminan kapasitas fisik lingkungan yang dicerminkan oleh keadaan topografi, tanah, hidrologi, dan iklim, serta dinamika yang terjadi khususnya erosi, banjir dan lainnya. Kemampuan lahan menurut peraturan menteri negara lingkungan hidup No 17 tahun 2009 tentang pedoman penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam penataan ruang wilayah adalah karakteristik lahan yang mencakup sifat-sifat tanah, topografi, drainase, dan kondisi  lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan atau kegiatan pada suatu hamparan lahan. Pemanfaatan Lahan merupakan perwujudan proses interaksi antar komponen lingkungan hidup yaitu antara manusia sebagai komponen biotik, dan lahan sebagai komponen abiotic, Interaksi kedua komponen tersebut berlangsung dengan bervariasi dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Kemampuan lahan Kota Bitung dan mengevaluasi kesesuaian pemanfaatan lahan kota Bitung terhadap kemampuan lahan Kota Bitung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif dan komparatif dengan pendekatan spasial untuk mengetahui daya dukung lahan Kota Bitung. Berdasarkan hasil studi, Bedasarkan hasil analisis Kemampuan Lahan Kota Bitung, dapat diinterpretasikan dalam 5 kelas kemampuan lahan kelas a dan kelas b merupan kawasan yang di peruntukan untuk kawasan lindung  untuk kelas c, d, dan kelas e merupakan kawasan yang di peruntukan untuk kawasan budidaya. Analisis evaluasi kesesuaian pemanfaatan lahan terhadap kemampuan lahan Pemanfaatna lahan menujukan bahwa diinterpretasikan 3 kelas kesesuaian pemanfaatan lahan terhadap kemampuan lahan, kelas sesuai, sesuai bersyarat dan tidak sesuai. Kelas sesuai seluas 70% yang lebih mendominasi di Kota Bitung.Kata Kunci : Kemampuan Lahan, Pemanfaatan Ruang, Pulau Bunaken, Manad

    Mitigasi Risiko Bencana Banjir di Kota Makassar

    Get PDF
    Indonesia merupakan negara yang sering terjadi bencana di mana salah satunya bencana banjir dan salah satu wilayah yang rawan bencana banjir adalah Kota Makassar (BNPB, 2016). Berdasarkan BMKG Kota Makassar kriteria curah hujan Kota Makassar dikategorikan sangat lebat. Secara geomorfologi Makassar merupakan daerah resapan dengan kerucut gunung api yang mengelilingi dan memanjang di sepanjang jalur utara-selatan melewati puncak Gunung Lompobatang, sehingga daerah Makassar mempunyai potensi air tanah yang besar. Kota Makassar tidak lepas dari permasalahan banjir. Kurangnya area penghijauan serta area rawa yang sebagai tempat penampungan air hujan sudah berubah ahli fungsi lahan menjadi area perumahan, perdagangan dan jasa. Terkadang pembangunan yang dilakukan memberikan dampak yang merugikan, salah satunya menimbulkan dampak banjir. Mitigasi yang dilakukan di Kota Makassar belum cukup tanggap terhadap bencana banjir karena masih cukup banyak kerugian akibat bencana tersebut, maka dari itu diperlukan mitigasi terkait kebijakan agar dapat mengurangi risiko (kerugian) pada saat terjadi bencana. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat risiko bencana banjir berdasarkan 3 aspek (ancaman, kerentanan, kapasitas) dan merumuskan kebijakan mitigasi risiko bencana banjir berdasarkan aspek tingkat risiko. Penelitian ini menggunakan analisis dengan metode penelitian kuantitaif dengan pendekatan deskriptif. Analisis dilakukan berdasarkan PERKA BNPB No. 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Hasil penelitian ini yaitu didapatkan 133 kelurahan tingkat risiko tinggi, 4 kelurahan tingkat risiko sedang dan 2 kelurahan tingkat risiko rendah. Perumusan kebijakan dilakukan berdasarkan tingkat risiko dengan memeprhatikan kontributor utamanya (kerentanan) yang di bagi pada masing-masing kelurahan.KATA KUNCI: Mitigasi, Bencana Banjir, Tingkat RisikoIndonesia is a country with frequent disasters, one of which is flood disaster and one of the areas prone to flooding is Makassar City (BNPB, 2016). Based on the BMKG Makassar City, the rainfall criteria for Makassar City are categorized as very heavy. Geomorphologically, Makassar is a catchment area with volcanic cones that surround and extend along the north-south route past the summit of Mount Lompobatang, so that the Makassar area has great groundwater potential. Makassar City cannot be separated from flood problems. The lack of greening areas and swamp areas that serve as rainwater reservoirs have turned land function experts into housing, trade and service areas. Sometimes the construction carried out has an adverse impact, one of which is the impact of flooding. Mitigation carried out in Makassar City is not sufficiently responsive to flood disasters because there are still quite a lot of losses due to the disaster, therefore mitigation is needed related to policies in order to reduce risks (losses) when a disaster occurs. The purpose of this research is to analyze the level of flood risk based on 3 aspects (threat, vulnerability, capacity) and formulate a flood disaster risk mitigation policy based on the risk level aspect. This research uses analysis with quantitative research methods with a descriptive approach. The analysis was carried out based on PERKA BNPB No. 02 of 2012 concerning General Guidelines for Disaster Risk Assessment. The results of this study were 133 high-risk sub-districts, 4 medium-risk sub-districts and 2 low-risk sub-districts. The formulation of policies is carried out based on the level of risk by taking into account the main contributor (vulnerability) which is divided into each sub-district.Keyword: Mitigation, Flood Disaster, Risk Leve

    Identifikasi Struktur Ruang Berdasarkan Indikator Pola Pergerakan Masyarakat di Kota Bitung

    Get PDF
    Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bitung sebagai wilayah penelitian telah memasuki tahap revisi saat penelitian ini diangkat, dan perlu dilihat bahwa pusat keramaian kota saat ini lebih banyak terjadi di kecamatan Girian yang merupakan Sub-Pusat Kota daripada kecamatan Maesa yang merupakan Pusat Kota sesuai yang tertera di dalam RTRW Kota Bitung, sehingga perlu dilihat pusat pelayanan dalam Struktur Ruang Kota dengan melihat indikator Pola Pergerakan Masyarakat lewat metode “Origin Destination Survey”. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi struktur ruang kota Bitung berdasarkan indikator pola pergerakan masyarakat di kota Bitung dengan metode “Origin Destination Survey” dan mengidentifikasi permasalahan yang berpotensi terjadi sesuai dengan struktur ruang yang telah diidentifikasi. Metode pengumpulan data adalah melakukan survey dalam bentuk wawancara kuesioner kepada masyarakat kota Bitung dan metode analisis yang digunakan adalah Deskriptif Kuantitatif yaitu melihat visualisasi pergerakan masyarakat lewat Matriks Asal Tujuan dan Peta “Desire Line”. Hasil penelitian saat ini: (1) Struktur ruang kota Bitung yang diidentifikasi adalah kota dengan Struktur Ruang Kota Polisentris. (2)Adapun permasalahan yang akan terjadi di kota Bitung dengan struktur ruang kota polisentris, yaitu : Kota Polisentris dengan arahan pembangunan cenderung horizontal membuat jarak beberapa zona ke pusat pelayanan jauh sehingga masyarakat akan bergantung pada kendaraan bermotor sebagai transportasi, investasi untuk penyediaan transportasi publik tidak efektif dan mahal sehingga masyarakat akan cenderung bergantung pada transportasi pribadi, dan kecenderungan masyarakat bergantung pada kendaraan bermotor bisa berakibat pada polusi udara dari emisi bahan bakar yang bisa berakibat buruk pada lingkungan sekitar. Kata kunci: Struktur Ruang; Pola Pergerakan Masyarakat; Origin Destination Surve

    KAJIAN TIPOMORFOLOGI KAWASAN PERMUKIMAN TERENCANA DI KOTA MANADO

    Get PDF
    Sejumlah premis teoritik menunjukkan bahwa lepas dari tipe struktur ruang kota dan  pertumbuhannya, tipomorfologi suatu kota sangat ditentukan oleh pola pertumbuhan kawasan permukiman, baik yang terencana atau tidak. Problem yang lazim terjadi adalah degradasi kualitas ruang kota akibat perkembangan kawasan permukiman yang tidak terencana. Namun demikian, praktik pengembangan kawasan permukiman terencana tidak jarang juga bermuara pada hadirnya klaster-klaster permukiman yang berkualitas rendah bahkan cenderung kumuh. Penelitian ini mencoba untuk menelusuri lebih lanjut karakteristik tipomorfologi kawasan permukiman terencana di wilayah kota Manado, dalam kaitannya dengan indikasi permasalahan perkotaan yang disinyalir di atas. Secara khusus, penelitian ini berupaya mengidentifisir faktor apa saja yang menentukan perubahan tipomorfologi permukiman terencana di Manado. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 6 (enam) bulan. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data sekunder adalah data kondisi permukiman di kota Manado secara keseluruhan, khususnya statistik pertumbuhan kawasan permukiman terencana sejak tahun 1975 hingga tahun 2010. Data primer adalah data hasil observasi lapangan dan wawancara, serta citra satelit tentang kondisi salah satu kawasan permukiman terencana di Manado, yaitu Perumahan Alandrew di kecamatan Malalayang, yang dijadikan objek studi kasus, mewakili kategori permukiman dengan target konsumen masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Teknik analisis adalah analisis deskriptif, yaitu menganalisis langsung keadaan obyek studi melalui uraian, pengertian, ataupun eksplanasi terhadap variabel yang terukur maupun tidak. Sebagai kesimpulan, hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Pertumbuhan jumlah lokasi dan luas lahan permukiman terencana di Manado menunjukkan trend positif; (2) Secara periodik rasio okupansi lahan per unit rumah trendnya meningkat; (3) Delineasi kawasan permukiman terencana cenderung tidak beraturan dan ditentukan oleh batas legal penguasaan lahan pihak pengembang, serta batas fisik alamiah lahan efektif; (4) Aksesibilitas kawasan umumnya berupa akses tunggal, dengan sirkulasi keluar masuk kawasan yang berciri kuldesak; (5) Rencana tapak kawasan lazim dikembangkan dengan konsep dasar optimasi daya dukung lahan melalui upaya grading, dengan tatanan grid yang sumbu-sumbu orientasinya bersesuaian dengan arah kelandaian lahan serta delineasi kawasan; (6) Blok perkavlingan lazim dibedakan atas tipe unit hunian dan kavlingnya. Blok dengan kualitas terbaik biasanya ditempatkan dekat dengan akses kawasan atau di jalur jalan utama, sementara blok kavling dengan kualitas terendah menempati zona-zona “terdalam”; (7) Ragam tipologi unit hunian biasanya terdiri dari minimal 3 varian tipe, mulai dari tipe terkecil hingga yang terbesar; (8) Tipologi infrastruktur standar yang disediakan meliputi prasarana jalan, drainase, listrik dan air bersih. Sarana publik standar yang disediakan adalah ruang terbuka publik dan lahan untuk pengembangan sarana peribadatan; (9) Morfologi kawasan terutama teridentifikasi melalui perubahan fisik unit hunian, figure ground kawasan dan kondisi lingkungan terbangun sekitar kawasan; (10) Morfologi unit hunian adalah dalam hal perubahan luas lantai, pola denah, kualitas konstruksi dan fasade juga per-pagar-an; (11) Dari aspek figure ground, perubahan yang lazim adalah peralihan dominasi void ke solid secara gradual, yang menyiratkan peningkatan rasio penutupan lahan oleh bangunan; (12) Perubahan kondisi lingkungan sekitar terlihat melalui figure ground yang meningkat kuantitas elemen solidnya pada beberapa lokasi di luar delineasi kawasan. Key words : permukiman terencana, tipologi, morfolog

    Kajian Penempatan Titik-Titik Terminal Tipe A, B, Dan C di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

    Get PDF
    Terminal merupakan suatu sarana fasilitas yang sangat di butuhkan masyarakat berkaitan dengan transportasi darat. Ibu kota Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berada di Kecamatan Tutuyan. Luas daerah keseluruhan adalah 910,176 Km2 atau kira-kira 6,04 persen dari wilayah Sulawesi Utara. Sebagian besar wilayah Kecamatan berada di wilayah pesisir pantai, kecuali Kecamatan Modayag dan Modayag Barat jauh dari pesisir pantai. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian untuk mengetahui apakah titik-titik terminal yang sudah di rencanakan dalam RTRW sudah sesuai dengan Kriteria Standar Lokasi yang sudah ditentukan atau tidak. Tujuan dari penelitian ini mengidentifikasi penempatan titik-titik terminal tipe A, B,dan C dikabupaten Boltim bedasarkan standar kriteria lokasi. Metode yang di gunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan mensurvey titik-titik terminal yang ada dikabupeten dan melihat jika sudah sesuai dengan RTRW Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Berdasarkan hasil penelitian penempatan titik-titik terminal tipe A,B,dan C di Kabupaten Bolaang Mongondow, Ada 4 titik yang sudah ditentukan dalam RTRW Bolaang Mongondow Timur, Ada 2 titik yang sudah sesuai dengan standar kriteria lokasi terminal, yaitu terminal tipe A yang ada di Kecamatan Kotabunan dan yang satu lagi terminal tipe B yang ada di Kecamatan Modayag, dan 2 titik terminal yang tidak sesuai dengan standar kriteria adalah terminal tipe B yang ada diKecamatan Nuangan dan terminal tipe C yang ada di Kecamatan Modayag Barat Kata kunci: Kriteria Standar Lokasi Termina

    MAKNA EMIK RUANG PERMUKIMAN ATAS AIR DI PESISIR PANTAI PULAU NAEN

    Get PDF
    Permukiman atas air adalah kawasan yang jarang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Masyarakat Suku Bajo merupakan suku yang memiliki kebiasaan ini. Pulau Naen merupakan salah satu tempat yang menjadi tempat tinggal mereka selain dari masyarakat Sanger Talaud. Penelitian ini mencakup dua dari tiga desa yang ada di Pulau Naen yaitu Desa Nain atau juga disebut Nain Induk dan Desa Nain Satu. Bagaimana kemudian masyarakat memaknai ruang permukiman mereka merupakan salah satu masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Dengan demikian tujuan dari penelitian ini yaitu mengungkapkan makna emik ruang permukiman atas air di pesisir pantai Pulai Naen. Namun demikian dalam tulisan ini, peneliti hanya akan melaporkan tema-tema yang muncul dalam penelitian ini. Tema-tema ini akan didialogkan untuk membentuk konsep ruang permukiman. Paradigma penelitian ini menggunakan Fenomenologi Husserl dengan metode penelitian kualitatif. Analisis data menggunakan cara induktif dan pengambilan data berdasarkan purposive sampling. Tujuan sampling atau informan yaitu masyarakat yang tinggal di permukiman atas air. Hasil penelitian ditemukan 1) beberapa makna emik dalam tema-tema ruang dari penelitian yaitu a) ruang basudara, b) para-para rumah, c) jual beli rumah, d) perubahan material rumah, e) tampa fufu, f) parkir parao, g) sumur Boki Tibe Tiah, h) rumah tompal, i) kantor hukum tua, j) jalan desa.  Secara keseluruhan, tema-tema ruang ini, membentuk konsep yaitu ruang konsensus. 2) Temuan lain yaitu cara masyarakat membentuk rumah dan permukiman didasari dengan konsensus atau kesepakatan antar masyarakat. Konsensus biasanya dimulai dari komunikasi keluarga sehingga masyarakat akan membentuk atau membangun rumah mereka terletak dibelakang rumah orang tua atau keluarga terdekat dan secara linier akan berurut dan menjorok ke arah laut dan bukan ke arah darat. Untuk bangunan umum biasanya dibangun di darat ataupun di atas air tapi harus melalui kesepakan bersama. 3) Ruang konsensus berkaitan dengan kesepakatan bersama antar masyarakat yang didasari dengan aturan  tidak tertulis. Aturan tidak tertulis ini dikuasai dan dipahami oleh masyarakat kemudian menjadi dasar tindakan masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk membuat ruang-ruang dalam permukiman mereka. Kesepakatan bersama yang kemudian menjadi keputusan ini, lahir dari komunikasi, solidaritas dan kompromi dalam masyarakat
    corecore