5 research outputs found

    Construction Hybrid immunoglobulin All Four Dengue serotype Using Mesenchymal Stem

    Get PDF
    The dengue virus is a member of vector-borne diseases that causes zoonotic disease and spreads rapidly in the world. No single treatment or vaccine yet is available that is recommended and there is no correlation with protectiveness against this disease. The heavy chain (VH) and light chain (VL) variables are molecules of immunoglobulin G (IgG) is the smallest part of the antibody. Although the part-time domain variable is short, it can be used as a long-term and rapid immune booster in the immune system. In this study we tried to clone an encoding gene that was able to influence the adaptive immune response to dengue 1-4 by using MSC as a gene carrier. The target scFv-IgG gene has been successfully integrated into the plasmid. Plasmids that we have linearly transfected into the MSC. From the cDNA synthesis results continued with PCR synthesis with primer FGHV and RGHA obtained bands in accordance with the target of 404 bp. The scFv gene encoding IgG can be integrated with MSC Keywords: immunetherapy; dengue; hybrid; scFv-IgG; mesenchymal

    Kasus Penyakit Protozoa Ikan Hubungannya Dengan Kualitas Air Di Tempat Pembenihan Ikan Di Sidoarjo Jawa Timur

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan: (1) Jenis-jenis penyakit protozoa apa saja yang menginfeksi ikan air tawar pada tempat pembenihan di Sidoarjo (2) Apakah kasus penyakit protozoa pada ikan di daerah Sidoarjo Jawa Timur masih cukup tinggi, mengingat di daerah tersebut potcnsial dalam budidaya ikan air tawar, serta (3) Apakah timbulnya penyakit protozoa ada hubungannya dengan kualitas air kolam pembenihan. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui prevalensi penyakit protozoa pada ikan di beberapa kolam pembenihan di Sidoarjo Jawa Timur dan jenis protozoa apa saja yang menginfeksinya serta (2) Mengetahui kuaIitas air kolam pembenihan apakah ada indikasi untuk timbulnya penyakit protozoa. Penelitian ini mengambiI sampel ikan sebanyak 112 ekor dari empat tempat pembenihan ikan di Sidoarjo Jawa Timur untuk diidentifikasi dengan pemeriksaan secara natief dan pewarnaan Giemsa 10% untuk ulas darah. Identifikasi jenis-jenis protozoa dilakukan dengan scrapping (kerokan) pada bagian kulit seIuruh permukaan tubuh, insang dan bagian mukosa usus. Kejadian penyalcit protozoa dihitung dengan persentase . Identifikasi kualitas air kolam berdasarkan beberpapa parameter yaitu : pH, suhu, salinitas, 02, CO2, bahan organik, NO2, NO3, Nas, NH3, H2S, Fe dan Cu. Pemeriksaan kualitas air di Laboratorium Kimia ITS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi (kejadian) penyakit protozoa sebesar 98% atau 110 ekor positif dari 112 ekor ikan contoh. Jenis-jenis protozoa yang teridentifikasi ada 8 genus yaitu Trichodina sp., khihiobodo sp., Ichthyophihirins sp., Tetrahymena sp., Vorticella sp., Paramecium isp., Chi/odonella sp., dan Myxobolus sp. sedangkan beberapa protozoa lain yaitu kclas ciliata, flagellata, koksidia, amoeba dan myxospora, belum teridentilikasi genusnya. Hasil analisis kualitas air kolam pembenihan menunjukkan bahwa nilai beberapa parameter (pH, suhu, salinitas, No3, NH4, Fe dan Cu) masih norma, kacuali 02, Co2, bahan organic, No2, dan H2S menunjukkan nilai rendah. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kualitas air kolam pembenihan yang rendah mempunyai indikasi terjadinya kasus penyakit protozoa. Berdasarkan hasil penelitian disarankan penelitian lebih lanjut dengan penyakit parasit lain (helminth,arthropoda) yang dihubungkan antara kualitas air dan umur ikan. serta penelitian faktor-faktor biologis yang dapat mempengaruhi kualitas air

    IDENTIFIKASI DAN PRODUKSI ANTI BODI POLIKINAL, PROTEIN SPESIFIK EKSKRESI SEKRESI Haemonchus Contortus SEBAGAI BAHAN DIAGNOSTIK HAEMONCHHOSIS PADA DOMBA DAN KAMBING

    Get PDF
    Diagnosis terhadap penyakit cacing gastrointestinal sampai saat ini ditetapkan melalui pemeriksaan tinja dengan metode konsentrasi maupun apung, natnun untuk mendiagnose haemonchosis masih harus melakukan nekropsi dan dilanjutkan dengan cara pemupukan tinja untuk mengidentiflkasi stadium larva sehingga bisa ditentukan spesiesnya. Diagnosis secara serologis untuk menentukan spesies secara tepat dan cepat sampai saat ini di Indonesia belum ada laporan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memproduksi antibodi poliklonal protein spesifik ekskresi sekresi cacing fl. contortus. Diharapkan dengan didapatkan protein spesifik ekskresi sekresi dan dilanjutkan produksi antibodi poliklonal, dapat digunakan sebagai bahan diagnosis molekular haemonchosis pada domba dan kambing. Protein ekskresi sekresi yang bersifat imunogenik selanjutnya dapat dikembangkan sebagai bahan vaksin sub unit dalam penanggulangan haemonchosis pada domba dan kambing. Cacing H. contortus betina dewasa dikultivasi dalam medium PBS untuk tujuan isolasi protein ekskresi sekresi dan isolasi protein Whole didapat dengan metode sonikasi cacing utuh. Hasil isolasi protein kemudian dilakukan elektroforesis dengan SDS-Page untuk menentukan fraksi protein yang dihasilkan. Protein selanjutnya diinjeksikan pada kelinci untuk mendapatkan antibodi poliklonal yang akan digunakan proses imunobloting untuk mendapatkan protein imunogenik. Identifikasi protein imunogenik dilakukan dengan western blot dan protein ekskresi-sekresi yang imunogenik dipisahkan dengan kolum kromatografi. Protein ekskresi sekresi yang imunogenik basil pemisahan dengan kromatografi digunakan sebagai bahan produksi antibodi poliklonal protein spesifik pada kelinci. Pengukuran titer antibodi yang didapat dilakukan dengan uji ELISA. Setelah mencapai titer antibodi yang tinggi, kelinci dibunuh untuk mendapatkan serum yang mengandung antibodi terhadap protein spesifik ekskresi sekresi H. contortus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein ekskresi sekresi dengan bet-at molekul 33,5 kDa dan 29,4 kDa merupakan protein imunogenik dan dapat diproduksi pada kelinci. Disarankan penelitian lebih lanjut penggunaan protein ekskresi sekresi yang bersifat imunogenik dan protein dari stadium lain untuk pengembangan vaksin sub unit terhadap haemonchosis. Antibodi poliklonal yang didapatkan sebelum digunakan sebagai bahan diagnostik perlu dilakukan sensitivitas dan spesifitas serta dilanjutkan uji silang dengan protein cacing Nematoda lain khususnya kelompok Strongyloidc, sehingga antibodi poliklonal yang dipakai hanya spesilik terhadap fl. con/ rIus pada kambing dan domba di lapangan

    IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN PREOFIL PROTEIN TUNGAU SARCOPTES SCABIEI PADA KAMBING DAN KELINCI

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi morfologi, Sarcoptes scabiei yang diisolasi dari kambing dan kelinci serta mengkarakterisasi profil protein S.scabiei. Kambing dan kelinci yang menunjukkan gejala scabies seperti timbulnya krusta dan penebalan kulit pada daerah telinga, moncong, sekitar mata atau leher dan punggung dilakukan scraping sampai timbul bintik-bintik darah untuk mengisolasi S.scabiei. Identifikasi S.scabiei berdasar morfologi (ukuran) dan karakterisasi profil protein dengan SDS-PAGE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa S.scabiei var.caprae betina dewasa berukuran rata-rata 494, 83 gm x 409,76 µm dan tungau jantan berukuran 219,46 µm x 170,84 µm, sedangkan S.scabiei var.cuniculi betina dewasa berukuran rata-rata 465,31 µm x 357,66 µm dan tungau jantan berukuran 283,75 µm x 196,44 µm. Berdasarkan analisis statistik morfologi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p >0,05) antara tungau pada kelinci dan kambing. Hasil karakterisasi protein S. scabiei var.caprae pada kambing dengan SDS-PAGE 12 % didapatkan 12 pita protein yaitu 205,8 kDa, 187,4 kDa, 125,9 kDa, 96,6 kDa, 78,3 kDa, 57,3 kDa, 48,9 kDa, 43,0 kDa, 40,0 kDa, 34,3 kDa, 27,6 kDa dan 26,1 kDa dengan 4 pita tercat tebal yaitu 205,8 kDa dan 57,3 kDa, 48,9 kDa dan 40 kDa. Hasil karakterisasi protein S. scabiei var.cuniculi pada kelinci dengan SDS-PAGE 12% didapatkan 9 pita protein yaitu 75,3 kDa, 61,9 kDa, 50,9 kDa, 44 kDa, 41,5 kDa, 39,4 kDa, 37,4 kDa, 35,1 kDa dan 24,9 kDa dengan 5 pita tercat tebal yaitu 75,3 kDa, 61,9 kDa, 50,9 kDa, 44 kDa dan 24,9 kDa
    corecore