8 research outputs found

    ANALISIS FAKTOR RISIKO PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RS-X di JAKARTA

    Get PDF
    Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi dan biaya yang tinggi. Beberapa faktor pemicu PGK bersifat dapat dirubah, dengan harapan untuk menurunkan risiko terjadinya PGK, dan menurunkan tingkat keparahan PGK yang dialami pasien. Kebanyakan PGK akan mengacu pada kegagalan ginjal, sehingga membutuhkan pembiayaan yang akan semakin tinggi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah pembiayaan yang tinggi ini tentunya dengan melakukan penanganan dini dan untuk itu perlu mengidentifikasi faktor risiko dari penyakit tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko gagal ginjal, dimana mengidentifikasi faktor risiko gagal ginjal merupakan salah satu cara untuk mengurangi beban ekonomi yang muncul karena penyakit gagal ginjal. Beberapa faktor risiko dapat diubah, akan tetapi faktor risiko dipengaruhi oleh banyak faktor, dimana faktor risiko pada suatu populasi akan berbeda dari populasi lainnya. Penelitian menggunaan metoda case control dengan perbandingan 1:1, dimana data primer diperoleh melalui wawancara langsung deng pasien dan/atau keluarga pasien. Berdasarkan analisis regresi logistik diperoleh hasil faktor yang berkaitan dengan hemodialisis adalah  umur (OR=17,175, p-value=0,006), riwayat penyakit (OR=1248,87, p-value=0,000), konsumsi obat/jamu dengan efek cespleng (OR=23,2, p-value=0,001), konsumsi air dalam sehari (OR=10,6, p-value=0,004), kebiasaan minum berisiko (OR=19,1, p-value=0,029), sumber air minum (OR=6,24, p-value=0,036), dan konsumsi makanan tinggi garam (OR=0,056, p-value=0,033). Kesimpulan: faktor utama pencetus hemodialisis di RS-X adalah pasien dengan riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi dan kelainan jantung

    BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA PADA KELUARGA NELAYAN DI KECAMATAN SEMARANG UTARA, KOTA SEMARANG

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan beberapa factor yang berhubungan dengan status gizi anak balita pada keluarga nelaan di kecamatan semarang utara, kota saemarang dan secara khusus bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan dengan konsumsi energi dan protein anak balita serta kejadian penyakit infeksi pada ank balita; juga menganalisis hubungan antara konsumsi energi dan protein anak balita, serta kejadian penyakit infeksi pada anak balita dengan status gizi anak balita. Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan dengan sedain cross sectional dan metode survei. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara pengukuran berat badan dan tinggi badan serta penghitungan konsumsi pangan anak balita dengan metode Food Frequency Questionaire (FFQ). Populasi penelitian adalah semua anak balita dari keluarga nelayan yang berusia 13-59 bulan yang berada di kelurahan Bandarharjo (RW II dan III) dan kelurahan Tanjung Masyarakat (RW XIII sampai XVI), kecamatan semarang utara kora semarang sebanyak 95 balita . sample yang diambil merupakan total populasi. Analisis data dilakukan secara diskriptif dan analitik. Analisis secara analitik menggunakan uji korelasi Product Moment untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan dengan konsumsi energi dan protein pada ank balita serta hubungan antara konsumsi energi dan protein anak balita dengan status gizi anak balita. Sedangkan untuk hubungan antara pengetahuan gizi dan kesehatan dengan kejadian penyakit infeksi serta kejadian penyakit infeksi dengan status gizi anak balita diuji dengan menggunakan Uji Chi Square. Dari hasil penelitian di ketahui bahwa pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan cukup baik. Rata-rata konsumsi energi anak balita perhari 1065,8 kkal dan rata-rata konsumsi protein anak balita per hari 30,9 gram. Jumlah anak balita yang sakit dalam satu bulan terakhir 38,9%, terdiri dari 33,7% ISPA, 6,3% diare dan 1,1% cacar air. Status gizi anak balita menurut indeks BB/U terdapat 3,2% anak balita yang berada dalam kategori gizi buruk, juga pada indeks BB/TB ada 2,1% dan indeks TB/U ada 4,2% anak balita. Dari hasil uji korelasi product moment menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan dengan konsumsi energi anak balita (p=0,002) dan konsumsi energi dengan status gizi anak balita dengan indeks BB/U (p=0,003) dan indeks BB/TB (p=0,003). Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan dengan konsumsi protein anak balita, konsumsi energi dengan status gizi anak balita dengan indeks TB/U serta konsumsi protein dengan status gizi anak balita dengan indeks BB/U, BB/TB dan TB/U (p>0,05). Sedangkan berdasarkan uji Chi square tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan dengan kejadian penyakit infeksi pada anak balita , juga antara kejadian penelitian infeksi dengan status gizi anak balita. Bagi ibu-ibu anak balita dianjurkan agar lebih ditingkatkan pengetahaunnya melalui penyuluhan tentang gizi dan kesehatan dalam hubungannya dengan status gizi ank balita. Juga diharapkan ada penelitian lebih mendalam dengan memasukkan factor kesehatan lingkungan dan praktek perawatan anak balita. Kata Kunci: STATUS GIZI, KELUARGA NELAYAN, PENGETAHUAN, KOSUMSI ENERGI DAN PROTEIN, PENYAKIT INFEKSI, FOOD FREQUENCY QUESTIONAIRE, BALITA, KOTA SEMARAN

    Tata Kelola Obat JKN: Peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-K) dalam Belanja Obat Strategis

    Get PDF
    The National Health Insurance System (JKN) has social and equity insurance principles aiming participants receive basic health benefits. This raises must-have other requirements for circulated medicine, namely availability and accessibility. Thus, this must meet the elements of safety, efficacy/ benefits, good quality, market availability, and easy accessibility. However, drug shortages problem still occurs and ranks 3rd for BPJS Kesehatan services complaints. This study is to identify opportunities and constraints of BPJS in strategic health purchasing to increase access to JKN medicine . This is a crosssectional study using quantitative and qualitative methods. Quantitative research uses Structural Equation Modelling (SEM), while qualitative uses Focus Group Discussion (FGD). This found the problem roots related to JKN medicine shortages, including limited human resource capabilities, in optimal planning processes, e-purchasing method constraints, e-purchasing system and manual purchases medicine prices differences, medicines ordering long lead time, and in optimal BPJS Kesehatan role as a strategic health purchaser. Therefore, it is to increase BPJS Kesehatan’s role as an active purchaser by making an information system for all medicine use in JKN services, forming a Drugs Advisory Board/JKN drug working group and coordination between policy-making institutions to optimize BPJS Kesehatan role in ensuring JKN medicines access.Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memiliki prinsip asuransi sosial dan ekuitas, yang bertujuan menjamin peserta memperoleh manfaat dasar kesehatan. Obat-obat program JKN harus memenuhi unsur keamanan, khasiat, bermutu, tersedia di pasaran, dan6 mudah diakses. Sampai saat ini masalah kekosongan obat masih terjadi dan menempati urutan ke-3 pengaduan pelayanan BPJS Kesehatan. Tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi peluang dan kendala BPJS Kesehatan (BPJS-K) dalam belanja obat strategis untuk meningkatkan akses ketersediaan obat JKN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional menggunakan metode campuran penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif menggunakan teknik Structural Model Equation (SEM), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD). Hasil dari studi menemukan akar permasalahan kekosongan obat JKN antara lain kemampuan SDM yang terbatas, proses perencanaan yang tidak optimal, kendala proses pengadaan dengan e-purchasing, perbedaan harga obat pada sistem e-purchasing dan pembelian manual, waktu tunggu pemesanan obat yang lama, serta peran BPJS-K sebagai strategic purchaser yang masih dapat ditingkatkan. Berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan rekomendasi untuk meningkatkan peran BPJS-K sebagai active purchaser dalam belanja obat strategis adalah dengan membuat sistem informasi penggunaan seluruh obat dalam pelayanan JKN, membentuk Drugs Advisory Board JKN dan koordinasi antar lembaga pemangku kebijakan untuk mengoptimalkan peran BPJS Kesehatan dalam menjamin akses obat JKN

    Substandard and falsified medicines: Proposed methods for case finding and sentinel surveillance

    Get PDF
    The World Health Organization and others warn that substandard and falsified medicines harm health and waste money, especially in low- and middle-income countries. However, no country has measured the market-wide extent of the problem, and no standardized methods exist to estimate the prevalence of either substandard or falsified medicines. This is, in part, because the task seems overwhelming; medicine markets are huge and diverse, and testing medicines is expensive. Many countries do operate some form of postmarket surveillance of medicine, but their methods and goals differ. There is currently no clear guidance on which surveillance method is most appropriate to meet specific public health goals. In this viewpoint, we aimed to discuss the utility of both case finding and risk-based sentinel surveillance for substandard and falsified medicines, linking each to specific public health goals. We posit that choosing the system most appropriate to the goal, as well as implementing it with a clear understanding of the factors driving the production and sale of substandard and falsified medicines, will allow for surveillance resources to be concentrated most efficiently. We adapted principles used for disease outbreak responses to suggest a case-finding system that uses secondary data to flag poor-quality medicines, proposing risk-based indicators that differ for substandard and falsified medicines. This system potentially offers a cost-effective way of identifying “cases” for market withdrawal, enhanced oversight, or another immediate response. We further proposed a risk-based sentinel surveillance system that concentrates resources on measuring the prevalence of substandard and falsified medicines in the risk clusters where they are most likely to be found. The sentinel surveillance system provides base data for a transparent, spreadsheet-based model for estimating the national prevalence of substandard and falsified medicines. The methods we proposed are based on ongoing work in Indonesia, a large and diverse middle-income country currently aiming to achieve universal health coverage. Both the case finding and the sentinel surveillance system are designed to be adaptable to other resource-constrained settings

    Substandard and falsified medicines

    No full text
    The World Health Organization and others warn that substandard and falsified medicines harm health and waste money, especially in low- and middle-income countries. However, no country has measured the market-wide extent of the problem, and no standardized methods exist to estimate the prevalence of either substandard or falsified medicines. This is, in part, because the task seems overwhelming; medicine markets are huge and diverse, and testing medicines is expensive. Many countries do operate some form of postmarket surveillance of medicine, but their methods and goals differ. There is currently no clear guidance on which surveillance method is most appropriate to meet specific public health goals. In this viewpoint, we aimed to discuss the utility of both case finding and risk-based sentinel surveillance for substandard and falsified medicines, linking each to specific public health goals. We posit that choosing the system most appropriate to the goal, as well as implementing it with a clear understanding of the factors driving the production and sale of substandard and falsified medicines, will allow for surveillance resources to be concentrated most efficiently. We adapted principles used for disease outbreak responses to suggest a case-finding system that uses secondary data to flag poor-quality medicines, proposing risk-based indicators that differ for substandard and falsified medicines. This system potentially offers a cost-effective way of identifying “cases” for market withdrawal, enhanced oversight, or another immediate response. We further proposed a risk-based sentinel surveillance system that concentrates resources on measuring the prevalence of substandard and falsified medicines in the risk clusters where they are most likely to be found. The sentinel surveillance system provides base data for a transparent, spreadsheet-based model for estimating the national prevalence of substandard and falsified medicines. The methods we proposed are based on ongoing work in Indonesia, a large and diverse middle-income country currently aiming to achieve universal health coverage. Both the case finding and the sentinel surveillance system are designed to be adaptable to other resource-constrained settings.</p

    Supplementary material for Pisani et al: Substandard and falsified medicines: proposed methods for case finding and sentinel surveillance

    No full text
    These tables provide additional details to those presented in the manuscript. They include a more complete list of potential indicators, with alternatives depending on data availability; potential data sources; and suggested scoring methods. They accompany the draft paper Pisani et al: Substandard and falsified medicines: proposed methods for case finding and sentinel surveillanc

    Supplementary material for Pisani et al: Substandard and falsified medicines: proposed methods for case finding and sentinel surveillance

    No full text
    These tables provide additional details to those presented in the manuscript. They include a more complete list of potential indicators, with alternatives depending on data availability; potential data sources; and suggested scoring methods. They accompany the draft paper Pisani et al: Substandard and falsified medicines: proposed methods for case finding and sentinel surveillance (2020-02-03
    corecore