7 research outputs found

    DETERMINANT OF FINANCIAL PERFORMANCE ON INDONESIAN BANKS THROUGH RETURN ON ASSETS

    Get PDF
    Financial banking performance that needs the more attention is how far it affects to return onassets in the contribution to the benefit of banking. This study aims to find out whether the return on assetsin Indonesian banks is influenced by cash and loan deposits in performing their business activities so it has theimpact to the level of probability or not, especially on return on assets. The data used in this study is secondarydata, it use 2011-2015 financial reports from 10 banks in Indonesia that listed on the Indonesian Stock Exchange.This study used multipleregression as data analysis method in its discussion. Based on the analysis and discussionconducted, it is known that the return on assets is positively and significantly influence it, but not affected byloan deposit on the return on assets.In addition, it was found that Cash ratio (CR) and loan deposit ratio didnot have a positive influence on return on asset performance.From the analysis conducted, it can be concludedfrom this study that collectively the ratio of cash and loan to deposit ratio is not a significant determinant ofthe performance of return on assets in Indonesian Banks

    Pengenalan Kelor (Moringa Oleifera) sebagai Sumber Pangan dan Pakan Fungsional di Kwt Melati Muaro Jambi, Jambi

    No full text
    ABSTRAK Pangan dan pakan fungsional merupakan bahan pangan atau pakan yang tidak hanya berperan sebagai sumber untuk pemenuhan nutrisi bagi manusia dan ternak namun juga mempunyai potensi membantu menjaga metabolism tubuh dan daya yahan tubuh. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PPM) ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan Wanita Tani tentang kelor (Moringa oleifera) sebagai pangan dan pakan fungsional di masa pandemi. Kegiatan ini dilaksanakan di KWT Melati Dusun Karang Mulyo, Muaro Jambi, Jambi. Pengenalan kelor dilakukan dengan menyediakan dan memberikan benih dan bibit serta informasi tentang kelor dan manfaatnya dengan metode Pendidikan Masyarakat melalui kegiatan penyuluhan. Setelah kegiatan PPM ini seluruh anggota KWT Melati telah mengetahui lebih banyak manfaat Moringa baik sebagai pangan maupun sebagai pakan ternak. Anggota KWT Melati sangat antusias untuk mengetahui proses fortifikasi pangan dengan Moringa. Anggota KWT Melati mau mengadopsi dengan menanam Moringa di lahan pekarangan setelah mengetahui Moringa sangat mudah untuk dibudidayakan dan manfaatnya sebagai pangan dan pakan fungsional. Kata Kunci: Moringa Oleifera, Pangan Dan Pakan Fungsional, Peningkatan Pengetahuan  ABSTRACT Functional food and feed are food or feed ingredients that not only act as a source of nutrition for humans and livestock but also have the potential to help maintain the body's metabolism and immune system. The purpose of this community service activity was to increase farmer women's understanding of Moringa oleifera as functional food and feed which is very useful during the Covid 19 pandemic. This activity was carried out at the Melati Women Farmers Group (WFG) Karang Mulyo Village, Muaro Jambi Regency, Jambi Province. The introduction of Moringa plants is done by providing Moringa seeds and seedlings as well as information about Moringa and its benefits with Public Education method through outreach activities. XXX. After the outreach activity, all members of WFG of Melati have known more benefits of Moringa for food as well as feed. Members of WFG are very enthusiastic to know how to process Moringa as food fortification. Members of WFG are willing to plant Moringa in their yard after learning that Moringa is very easy to be cultivated and its benefit for functional food and feed. Keywords: Moringa Oleifera, Functional Food And Feed, Knowledge Improvemen

    Photodegradation of bisphenol A from aqueous solution over reduced graphene oxide supported on tetraagonal silica-zirconia nanocatalyst: optimization using RSM

    No full text
    Bisphenol A (BPA) is an endocrine disruptor, and removing it from contaminated water is a major environmental concern. Herein, graphene derivatives such as graphene (G), graphene oxide (GO), and reduced graphene oxide (rGO) supported silica-zirconia (SZ) were successfully synthesized for photodegradation of BPA. The photodegradation of BPA was ordered as follows: rGO/SZ (88%)>GO/SZ (63%)>G/SZ (58%)>SZ (55%). This is because rGO has bigger regions for π-π stacking and less negatively charged carboxyl groups, which BPA has a higher adsorption affinity than GO. In addition, the highest degradation is predominantly due to the high number of carbon-support interactions and defects sites, including oxygen vacancy. This encouraged effective mobility of charge carriers and subsequently enhanced photoactivity. In this study, the rGO/SZ catalyst was chosen to optimize further the reaction parameters including catalyst dosage, pH and initial concentration of BPA. According to the analysis of variance, the catalyst dosage was the most important variable in the degradation of BPA, followed by pH and initial concentration. The optimum BPA degradation predicted from response surface methodology is 88% at conditions of 8.09 mg L−1 using 0.469 g L−1 of rGO/SZ at pH 6.1, which is reasonably close to the predicted value (89.8%). The rGO/SZ catalyst was found to be stable even after five cycles in the reusability testing

    MEMBACA PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD

    Get PDF
    Kini penetrasi internet mendisrupsi seisi negeri. Semua gagap dan tergopoh-gopoh menghadapi. Gagap gempita menyambut kelahiran Revolusi Industri 4.0. Belum usai menjadi bahan diskusi, kini kita dihadapkan pada pandemi. Covid-19 menerjang seisi bumi. Namun, seiring berjalannya waktu, kita dipaksa new normal, memang di dunia tidak ada yang kekal. Di tengah dua isu itu, dunia pendidikan pun terkena imbas. Semua tata kelola berubah, seluruh pemangku sibuk mengatur strategi dan selebihnya hanya memelas. Lalu berkelindan, pada sisi tertentu internet menjadi solusi pandemi. Terasa jauh menerawang, acapkali hanyalah angan-angan, ketika membincangkan situasi terkini. Dunia pendidikan babak belur, semua program sulit diukur. Namun alhamdulillah, kami merasa mendapat vaksin, ketika beberapa mahasiswa menyerahkan draft naskah buku yang isinya menyoal pendidikan. Sejenak kita bisa mendedahkan kegamangan situasi, dengan menkonsumsi artefak literasi. Membincang dunia pendidikan, diakui atau tidak kita selalu digiring memulainya dari soal “sekolah” Sama seperti halnya membincangkan kebudayaan, selalu diawali dengan “kesenian”. Oleh karena itu, demi memahami alur berpikir tulisan-tulisan yang disajikan dalam buku ini, kami memandang mengawalinya dari perbincangan mengenai “sekolah.” Baik, mari sejenak menjelajahi Yunani Kuno pada ratusan tahun silam. Konon istilah “sekolah” berasal dari bahasa Latin schola atau skhole yang bermakna “waktu luang” atau “waktu senggang”. Kemudian kita menyerapnya dari orang Eropa, dari kata “school” dan menjadi “sekolah”, atau urang Sunda acapkali menyebutnya “sakola” atau “iskola”. Konon, bangsa Yunani Kuno mengisi waktu senggangnya dengan berkumpul untuk mendiskusikan atau sekedar menerima hal-hal baru dari paragurunya, yang kelak dikenal sebagai filusuf. Seiring perubahan jaman, makna sekolah pun bergeser menjadi aktivitas kegiatan belajar-mengajar bahkan lebih sempit lagi menjadi aktivitas di ruang kelas. Makna terakhir inilah yang kita akan bincangkan di sini. Bagaimana pendekatan, model, metode dan strategi yang efektif demi mewujudkan sekolah bermutu dan proses pembelajaran yang menyenangkan. Kenapa demikian, sebab aktivitas pendidikan di ruang-ruang kelas inilah yang menjadi bahan kajian polemis hingga kini. Dari ragam kajian itu, hadirlah pendekatan Balanced Scorecard (BSC). Teori yang mulai dipopulerkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1992 ini, kemudian ditelanjangi oleh paramahasiswa yang menulis dalam buku ini dengan cara menelisik sejauh mana teori Kaplan dan Norton tersebut dapat diimplementasikan pada bidang pendidikan, khususnya wahana pendidikan formal, mulai jenjang SD sampai Universitas. Bahkan beberapa tulisan, secara khusus membincangkan pendekatan BSC secara konseptual dan dipadupadankan dengan persoalan pentingnya perspektif pelanggan dalam dunia pendidikan. Umumnya, mereka seperti dalam kondisi gelisah. Memang kegelisahan-kegelisahan ihwal mutu pendidikan (dalam hal ini proses pembelajaran di ruang kelas) kemudian yang menginspirasi Anies Baswedan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2014-2016) membangunkan kembali visi besar Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara tentang “Sekolah sebagai Taman”. Intinya bahwa anak harus merasa senang ketika sedang belajar dan berada di sekolah, layaknya mereka sedang bermain di sebuah taman. Anak tidak lagi terkungkung atau terpenjara ketika berada di ruang kelas atau lingkungan sekolah. Kemudian, gagasan ini pula yang kelak menginspirasi Nadiem Anwar Makarim (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kini) memunculkan konsep “Merdeka Belajar”. Secara umum, maknanya jelas bahwa belajar harus menyenangkan, anak diberi kebebasan kreativitas, sekolah menjadi tempat menyenangkan. Ini menurut kami, semacam kembali memaknai konsep awal “sekolah”. Anak bisa nyaman ketika berada di lingkungan sekolah, merdeka berkreativitas, dan tentu terasa seperti mengisi waktu senggang atau luang. Kemudian, sejauh pembacaan kami, sepilihan tulisan dalam buku ini pada dasarnya menangkap kegelisahan sebagaimana tema diskusi kita. Kegelisahan bagaimana agar sekolah bisa menyenangkan, belajar bisa bermutu, dan mengelola kegiatan di dalamnya secara terpadu. Isi tulisan mengupas bagaimana tata kelola pendidikan mulai jenjang dasar, memengah, sampai perguruan tinggi memakai pendekatan BSC. Alhasil tujuannya terasa sama, bagaimana agar kelembagaan pendidikan bisa terkelola dengan baik dan menjadi wadah yang menyenangkan demi menghasilkan kualitas pembelajaran. Berdasarkan hal itu, kemudian kami sepakat, sepilihan tulisan dalam buku ini dibagi ke dalam tiga bagian: Bagian I: Teroka Sepintas Pendekatan BSC pada Bidang Pedidikan. Isinya mengupas secara umum teori atau pendekatan BSC dalam bidang pendidikan. Bagian II: Tinjauan Pendekatan BSC pada Bidang Pendidikan jenjang Dasar dan Menengah. Isinya bagaimana pendekatan BSC diimplementasikan dalam tata kelola sekolah SD, SMA, dan SMK. Kemudian terakhir Bagian III: Tinjauan Pendekatan BSC dalam Bidang Pendidikan jenjang Perguruan Tinggi. Isinya mengupas implementasi pendeatan BSC dalam tata kelola kampus. Secara umum, sepilihan tulisan dalam buku ini terasa lengkap dan kontekstual. Hanya saja, kualitas tulisan belum merata benar. Masih terdapat beberapa tulisan yang perlu penajaman konsep, gaya penulisan, dan bagaimana mendudukkan teori ke dalam analisis implementasi. Hal lain, pembahasan konsep BSC masih terasa kaku, akibat belum dipadukannya dengan teori-teori pendukung. Padahal jika pendekatan BSC dipadukan dengan teori-teori interdisipliner lain, membaca tulisan ini akan terasa bergizi. Bagaimana pun, kami mengapresiasi sangat tinggi kehadiran rampai tulisan yang kini menjadi buku ini. Penegasan-penegasan gagasan di dalamnya dapat ditangkap, baik secara vulgar maupun samar-samar, bahwa penyumbang tulisan secara umum sedang dihinggapi gejala kegelisahan sama: Bagaimana “masa depan pendidikan” dan akan seperti apa “pendidikan masa depan”? Selanjutnya, biarlah kegelisan ini dibaca bersama agar melahirkan tawaran gagasan baru bagi pembaca untuk bangkit menjajal rimba literasi meski di tengah pandemi. Selamat kepada penulis dan kepada sidang pembaca, saran kami sesekali bacalah pada pagi hari seraya meneguk secangkir kopi. Itulah nikmatnya berliterasi. **
    corecore