12 research outputs found

    PENGGUNAAN DEDAK PADI SEBAGAI SUMBER KARBON ORGANIK PADA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus var) DI BAK TERPAL

    Get PDF
    Komoditas ikan air tawar yang memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var). Upaya yang dilakukan agar dapat mengembangkan dan meningkatkan produksi ikan lele yaitu melakukan budidaya dengan teknologi penambahan sumber karbon organik dalam meningkatkan pertumbuha bakteri heterotrof untuk merombak bahan organik di lingkungan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan, kelangsungan hidup, feed convertion ratio (FCR), dan rasio C/N terhadap keberhasilan budidaya ikan lele sangkuriang di bak terpal. Perlakuan yang diterapkan adalah pemeliharaan ikan lele sangkuriang dengan rasio C/N 0, C/N 20, C/N 25, dan C/N 30 dengan padat pebaran ikan lele 500 ekor/m3. Hasil penelitian ini adalah penambahan rasio C/N 20 berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele yang dipelihara di bak terpal. Hasil yang terbaik terdapat pada perlakuan rasio C/N 20 dengan growth rate (0,68 gram/hari), survival rate (86%), dan feed convertion ratio (0,85). Selain itu, perlakuan rasio C/N 20 dapat menurunkan kandungan amoniak pada media budidaya ikan lele.Komoditas ikan air tawar yang memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var). Upaya yang dilakukan agar dapat mengembangkan dan meningkatkan produksi ikan lele yaitu melakukan budidaya dengan teknologi penambahan sumber karbon organik dalam meningkatkan pertumbuha bakteri heterotrof untuk merombak bahan organik di lingkungan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan, kelangsungan hidup, feed convertion ratio (FCR), dan rasio C/N terhadap keberhasilan budidaya ikan lele sangkuriang di bak terpal. Perlakuan yang diterapkan adalah pemeliharaan ikan lele sangkuriang dengan rasio C/N 0, C/N 20, C/N 25, dan C/N 30 dengan padat pebaran ikan lele 500 ekor/m3. Hasil penelitian ini adalah penambahan rasio C/N 20 berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele yang dipelihara di bak terpal. Hasil yang terbaik terdapat pada perlakuan rasio C/N 20 dengan growth rate (0,68 gram/hari), survival rate (86%), dan feed convertion ratio (0,85). Selain itu, perlakuan rasio C/N 20 dapat menurunkan kandungan amoniak pada media budidaya ikan lele

    PENDEDERAN UDANG VANAME (Litopenaeus vaname) DENGAN SISTEM BIOFLOK

    Get PDF
    Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) memiliki prospek sangat bagus untuk dikembangkan. Ketersedian juvenil (benih) udang vaname yang berkualitas sangat diperlukan untuk kegiatan pembesaran. Pendederan udang vanname memiliki beberapa kendala karena dalam proses pelaksanaannya menggunkaan padat tebar tinggi dan jumlah pakan yang dibutuhkan semakin tinggi. Kondisi penggunaan pakan yang tinggi tersebut dapat berdampak terhadap kualitas air budidaya. Hasil limbah dari metabolisme dan sisa pakan yang tidak termakan dapat menjadi toksik bagi udang. Teknologi yang dapat mengurangi resiko terhadap limbah yang bersifat toksik pada udang salah satunya adalah teknologi bioflok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan Survival Rate (SR) pendederan udang vaname menggunakan teknologi Bioflok. Metode penelitian yang digunakan yaitu membandingkan secara langsung dengan analisis secara desnkriptif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan wadah bak permanen yang dilapisi terpal dengan ukuran 3m x 5m x 1,2m sebanyak 2 buah. Tiap bak diisi air laut dengan salinitas 30 ppt sebanyak 12.000 liter dilengkapi dengan 24 titik aerasi dan sebuah mikro bubble. Benih udang vaname yang digunakan berukuran PL 10 dengan bobot rerata 0.01 g/ekor dengan padat tebar 1.500 ekor/m3 (18.000 ekor/bak) dan 2000 ekor/m3 (24.000 ekor/bak). Lama waktu pemeliharaan selama 28 hari. Selama pemeliharaan diberi pakan komersil dengan dosis 5%-10% dari total bobot biomassa perhari. Hasil penelitian menunjukkan panjang dan bobot akhir rata rata yang terbaik didapat pada perlakuan A (1500 ekor/m3) yaitu sebesar 5.15 cm dan 2.32 gram/ekor dengan nilai survial rate (SR) sebesar 89,7%.Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) memiliki prospek sangat bagus untuk dikembangkan. Ketersedian juvenil (benih) udang vaname yang berkualitas sangat diperlukan untuk kegiatan pembesaran. Pendederan udang vanname memiliki beberapa kendala karena dalam proses pelaksanaannya menggunkaan padat tebar tinggi dan jumlah pakan yang dibutuhkan semakin tinggi. Kondisi penggunaan pakan yang tinggi tersebut dapat berdampak terhadap kualitas air budidaya. Hasil limbah dari metabolisme dan sisa pakan yang tidak termakan dapat menjadi toksik bagi udang. Teknologi yang dapat mengurangi resiko terhadap limbah yang bersifat toksik pada udang salah satunya adalah teknologi bioflok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan Survival Rate (SR) pendederan udang vaname menggunakan teknologi Bioflok. Metode penelitian yang digunakan yaitu membandingkan secara langsung dengan analisis secara desnkriptif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan wadah bak permanen yang dilapisi terpal dengan ukuran 3m x 5m x 1,2m sebanyak 2 buah. Tiap bak diisi air laut dengan salinitas 30 ppt sebanyak 12.000 liter dilengkapi dengan 24 titik aerasi dan sebuah mikro bubble. Benih udang vaname yang digunakan berukuran PL 10 dengan bobot rerata 0.01 g/ekor dengan padat tebar 1.500 ekor/m3 (18.000 ekor/bak) dan 2000 ekor/m3 (24.000 ekor/bak). Lama waktu pemeliharaan selama 28 hari. Selama pemeliharaan diberi pakan komersil dengan dosis 5%-10% dari total bobot biomassa perhari. Hasil penelitian menunjukkan panjang dan bobot akhir rata rata yang terbaik didapat pada perlakuan A (1500 ekor/m3) yaitu sebesar 5.15 cm dan 2.32 gram/ekor dengan nilai survial rate (SR) sebesar 89,7%

    ADAPTASI BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA KENAIKAN SALINITAS YANG BERBEDA

    Get PDF
    Tilapia fish is a freshwater fish commodity that has the potential to be developed for fisheries business. Tilapia fish have many advantages such as easy breeding, fast-growing, and can survive at high salinity. To increase durability at high salinity it is necessary to prepare saline tilapia seeds produced from parentage that is tolerant to high salinity or through the salination process since the size of the seed. The purpose of this study was to determine the survival rate, absolute growth, and water quality during the adaptation period of increasing salinity of tilapia juvenile. The experimental design used was a completely randomized design with three replications. The salinity increase treatments used were A (1 ppt salinity), B (2 ppt salinity), C (3 ppt salinity), D (4 ppt salinity), and E (5 ppt salinity). The results showed the survival rate of tilapia seeds each treatment is treatment A (1 ppt) by 100%, treatment B (2 ppt) by 100%, treatment C (3 ppt) by 100%, treatment D (4 ppt) by 99.2%, and treatment E (5 ppt) by 98.6%. The results of each absolute growth of each treatment are treatment A (1 ppt) of 0.002 grams / day, treatment B (2 ppt) of 0.002 grams / day, treatment C (3 ppt) of 0.001 grams / day, treatment D (4 ppt) of 0.0007 grams / day, and treatment E (5 ppt) of 0.001 grams / day. It can be concluded that the adaptation of fish seeds at different salinities (1 ppt, 2 ppt, 3 ppt, 4, ppt, and 5 ppt) still shows a good survival rate, but the absolute growth of tilapia seeds on the adaptation of salinity increases of 4 ppt and 5 ppt has not been optimal.Ikan nila merupakan komoditas ikan air tawar yang sangat potensial untuk dikembangkan bagi usaha perikanan. Ikan nila memiliki banyak kelebihan seperti mudah berkembangbiak, tumbuh cepat, serta dapat bertahan hidup pada salinitas yang tinggi. Untuk meningkatkan daya tahan pada salinitas tinggi perlu disiapkan benih nila salin yang diproduksi dari indukan yang toleran terhadap salinitas tinggi maupun melalui proses salinasi sejak ukuran benih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan mutlak, dan kualitas air pada masa adaptasi kenaikan salinitas benih ikan nila. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Perlakuan kenaikan salinitas yang digunakan yaitu A (salinitas 1 ppt), B (salinitas 2 ppt), C (salinitas 3 ppt), D (salinitas 4 ppt), dan E (salinitas 5 ppt). Hasil penelitian menunjukkan tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila setiap perlakuan yaitu perlakuan A (1 ppt) sebesar 100 %, perlakuan B (2 ppt) sebesar 100 %, perlakuan C (3 ppt) sebesar 100 %, perlakuan D (4 ppt) sebesar 99,2 %, dan perlakuan E (5 ppt) sebesar 98,6 %. Hasil masing-masing pertumbuhan mutlak setiap perlakuan yaitu perlakuan A (1 ppt) sebesar 0,002 gram/hari, perlakuan B (2 ppt) sebesar 0,002 gram/hari, perlakuan C (3 ppt) sebesar 0,001 gram/hari, perlakuan D (4 ppt) sebesar 0,0007 gram/hari, dan perlakuan E (5 ppt) sebesar 0,001 gram/hari. Dapat disimpulkan bahwa pengadaptasian benih ikan pada salinitas yang berbeda (1 ppt, 2 ppt, 3 ppt, 4, ppt, dan 5 ppt) masih menunjukan tingkat kelangsungan hidup yang baik, namun pertumbuhan mutlak benih ikan nila pada adaptasi kenaikan salinitas 4 ppt dan 5 ppt belum optimal

    PREVALENSI PARASIT DAN PENYAKIT BENIH IKAN JELAWAT (LEPTOBARBUS HOEVENII) YANG DIPELIHARA DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA

    Get PDF
    Kendala yang sering dihadapi pada kegiatan budidaya ikan jelawat adalah serangan penyakit. Penyakit pada ikan merupakan merupakan kendala utama dalam kegiatan budidadaya ikan. Penyakit yang meyerang ikan jelawat berupa virus, bakteri, dan parasit. Salah satu jenis penyakit yang sering menyerang ikan jelawat yaitu parasit. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi jenis-jenis parasit dan penyakit pada ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii) dengan kepadatan yang optimal. Metode penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan. Penebaran benih ikan jelawat terdiri atas tiga percobaan, yaitu (A) 100 ekor/m3, (B) 300 ekor/m3, dan (C) 500 ekor/m3. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis parasit yang ditemukan ada 5 jenis yaitu Trichodina sp, Ichtyophtirius multifiliis, Lernaea sp, dan Acanthocephala. Nilai pevalensi yang menginfeksi ikan Jelawat berkisar 23,33 % - 63,33 %. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada percobaan A sebesar 93 %.Kendala yang sering dihadapi pada kegiatan budidaya ikan jelawat adalah serangan penyakit. Penyakit pada ikan merupakan merupakan kendala utama dalam kegiatan budidadaya ikan. Penyakit yang meyerang ikan jelawat berupa virus, bakteri, dan parasit. Salah satu jenis penyakit yang sering menyerang ikan jelawat yaitu parasit. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi jenis-jenis parasit dan penyakit pada ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii) dengan kepadatan yang optimal. Metode penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan. Penebaran benih ikan jelawat terdiri atas tiga percobaan, yaitu (A) 100 ekor/m3, (B) 300 ekor/m3, dan (C) 500 ekor/m3. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis parasit yang ditemukan ada 5 jenis yaitu Trichodina sp, Ichtyophtirius multifiliis, Lernaea sp, dan Acanthocephala. Nilai pevalensi yang menginfeksi ikan Jelawat berkisar 23,33 % - 63,33 %. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada percobaan A sebesar 93 %

    Komposisi Kimia Daging Udang Vanamei Dan Udang Windu Dengan Sistem Budidaya Keramba Jaring Apung

    Get PDF
    Salah satu terobosan untuk meningkatkan produksi udang adalah memanfaatkan laut dengan keramba jaring apung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan komposisi kimia dari udang putih (Litopenaeus vannamei) dan daging udang windu (Penaeus monodon) yang dibudidayakan di keramba jaring apung. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa daging udang putih memiliki kandungan protein dan abu yang lebih tinggi daripada daging udang windu. Komposisi langsung pada otot udang diatur oleh banyak faktor, termasuk spesies, tahap pertumbuhan, pakan dan musim

    PENINGKATAN NISBAH IKAN NILA JANTAN MENGGUNAKAN 17?-METILTESTOSTERON MELALUI PAKAN

    Get PDF
    The success of masculinization in tilapia shows that the use of the hormone 17?-methyltestosterone (MT) is more effective than temperature. However, the use of hormones by feeding through food has not shown better results compared to soaking the larvae. Even though the application through feeding is easier to do. Therefore, in this study, the administration of hormones through feed will be carried out with the experimental time of feeding exceeding the highest critical time, which is for 30 and 50 days. D'Cotta et al. (2007) and Ijiri et al. (2008) states that the critical time for sex change in tilapia is 9-15 days after fertilization/day post-fertilization/dpf. The objective to be achieved in this study is to obtain the optimal duration of 17? Metiltestosterone hormones through a feed to produce male tilapia mono sex. Treatment using 17?-methyltestosterone at a dose of 60 mg/kg with a treatment duration of feeding 0, 30, and 50 days. The influence of the length of time for feeding containing hormones was tested using the ANOVA test at 95% confidence intervals. The results obtained showed that the use of 17?-methyltestosterone in reversal sex with a dose of 60 mg/kg of feed with a duration of 0, 30, and 50 days showed a difference in the number of male tilapia produced. However, there was no noticeable difference in the male sex ratio at 30 and 50 days of feeding. So it can be concluded that feeding 17?-methyltestosterone hormone through the feed for 30-50 days after hatching can increase the male sex ratio in tilapia by more than 80%.Keberhasilan maskulinisasi pada ikan nila menunjukkan bahwa penggunaan hormon 17?-metiltestosteron (MT) lebih efektif dibandingkan suhu. Akan tetapi penggunaan hormon dengan cara pemberian melalui pakan belum menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perendaman larva. Padahal secara aplikasi melalui pemberian pakan lebih mudah dilakukan. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini akan dilakukan pemberian hormon melalui pakan dengan waktu percobaan pemberian pakan melebihi waktu kritis tertinggi, yaitu selama 30 dan 50 hari. D'Cotta et al. (2007) dan Ijiri et al. (2008) menyatakan bahwa waktu kritis untuk dilakukannya perubahan jenis kelamin pada ikan tilapia adalah 9-15 hari setelah pembuahan / day post fertilization / dpf. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan periode waktu pemberian hormon 17? Metiltestosteron yang optimal melalui pakan untuk menghasilkan ikan nila monosex  jantan.Perlakuan menggunakan hormon 17?-metiltestoteron dengan dosis 60 mg /kg dengan perlakuan lama pemberian pakan 0, 30 dan 50 hari. Pengaruh lama waktu pemberian pakan mengandung hormon di uji menggunakan uji anova pada selang kepercayaan 95%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan 17?-metiltestoteron dalam sex reversal dengan dosis 60 mg/kg pakan dengan lamawaktu pemberian 0, 30 dan 50 hari menunjukkan adanya perbedaan jumlah kelamin ikan nila jantan yang dihasilkan. Akan tetapi tidak terlihat adanya perbedaan nyata pada nisbah kelamin jantan pada perlakukan 30 dan 50 hari pemebrian pakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian pakan hormon 17?-metiltestoteron melalui pakan selama 30- 50 hari setelah penetasan dapat meningkatkan nisbah kelamin jantan pada ikan nila lebih dari 80%

    PENYUSUNAN FORMULASI OPTIMAL DALAM PEMANFAATAN TEPUNG MAGGOT SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN BAGI KELOMPOK UNIT PEMBENIHAN RAKYAT (UPR) JATIMAS FISH FARM BANDAR LAMPUNG

    Get PDF
    A common problem in the development of fish farming is the lack of knowledge of fish farmers in terms of implementing technical management of aquaculture, planning and effectiveness in finding alternative feed ingredients to increase the growth and income of fish farmers. The partner group in this activity is a group of fish farmers who carry out hatchery for consumption fish and ornamental fish in Bandar Lampung. In the production process, there are still problems with the supply of commercial feed, which is expensive and limited. One solution to this problem is to produce feed independently by utilizing maggot as a raw material for a source of animal protein that is cheaper and easier to cultivate. Maggot production has been carried out and developed by this partner group. The knowledge that must be understood in the manufacture of feed is to formulate a feed that will produce the appropriate composition of ingredients and nutritional content. The Pearsons Square method is one of the most commonly used methods for preparing fish feed formulations. The results of this training activity provide enthusiasm and encouragement for partners to produce feed independently because it is based on the knowledge of preparing optimal feed formulations and knowledge of fish feed raw materials. Thus it can be concluded that this training is very important and fundamental in overcoming the problem of providing feed in fish farming

    Penggunaan Alat Tangkap Bubu Lipat Terhadap Potensi Hasil Tangkapan Rajungan Portunus pelagicus di Teluk Hurun, Kabupaten Pesawaran

    No full text
    Pemanfaatan sumberdaya perairan di teluk Hurun saat ini masih sangat potensial. Salah satu pemanfaatan sumberdaya perairan yaitu optimalisasi alat tangkap bubu lipat yang ekonomis dan ramah lingkungan. Penerapan alat tangkap ini diharapkan dapat memberikan gambaran potensi rajungan yang ada di teluk Hurun. Materi yang digunakan yaitu bubu lipat dan perlengkapan penangkapan lainnya. Penggunanaan alat tangkap bubu lipat menghasilkan tangkapan rajungan sebesar 88,98 kg (market size) dan 16,82 kg (under size) dengan jumlah yang diperolah masing-masing yaitu 916 ekor (market size) dan 358 ekor (under size)

    Akuntansi BMT

    No full text
    viii, 170 hlm, 28 c
    corecore