776 research outputs found

    Pendugaan Skala Usaha Usahatani Padi Sawah Dengan Fungsi Keuntungan

    Full text link
    EnglishThis research estimates the short run rice farming returns to scale condition by using Cobb-Douglas profit function model. Size of rice field is assumed as fixed input. Data from six desas in the area of Cimanuk River Basin, West Java, collected by Rural Dynamic Study were analyzed. The analysis was based on the rainy season 1982/1983 data. Results of this analysis show the average size of rice area 0.433 ha has not given a maximum profit yet, and the rice farming activities is at the "increasing returns to scale". The analysis also shows that price of urea, pesticides, size of rice area, and fixed cost were significant (at 1% level) with respect to rice farm actual profit function.IndonesianPenelitian ini menduga kondisi skala USAha USAhatani padi sawah dalam jangka pendek dengan model fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Luas lahan garapan diperlakukan sebagai input tetap. Data yang digunakan adalah data input output USAhatani dari penelitian resurvey yang dilakukan oleh Studi Dinamika Pedesaan (SDP) pada enam desa di wilayah DAS Cimanuk, Jawa Barat. Analisa dilakukan pada musim tanam MH 1982/1983. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa USAhatani dengan luas garapan rata-rata 0,433 ha masih belum memberikan tingkat keuntungan maksimum kepada petani pengelolanya dan skala USAha masih berada pada kondisi "increasing returns to scale". Hasil analisa juga menunjukkan bahwa harga pupuk urea, nilai obat-obatan, luas lahan garapan dan biaya tetap (lain-lain) mempunyai pengaruh yang nyata (∝= 0,01) terhadap keuntungan aktual USAhatani padi

    Kajian Pengembangan Industri Furniture Kayu melalui Pendekatan Kluster Industri di Jawa Tenga H

    Full text link
    Produk furniture kayu Propinsi Jawa Tengah sangat potensial untuk dikembangkan mengingat keunggulan komparatif yang dimiliki industri tersebut berupa potensi jenis kayu jati yang khas belum dimanfaatkan dengan nilai tambah yang optimal dan keterampilan tenaga kerja (pengrajin furniture kayu) belum dihargai secara wajar. Ekspor yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia masih melalui perantara ( buyer ), sehingga industri furniture sangat tergantung pada pembeli dari luar negeri dan nilai tambahnya banyak dinikmati oleh pihak di luar negeri. Untuk itu industri furniture kayu perlu melakukan Perubahan strategi kepada strategi ekspor langsung. Salah satu alternatif pengembangan strategi tersebut digunakan pendekatan kluster industri yang didasarkan pada aspek penciptaan “kompetensi inti” ( Core Competence ). Pengembangan industri furniture kayu dengan pendekatan kluster industri merupakan upaya dalam mengatasi berbagai permasalahan melalui pendekatan yang terintegrasi, realistik dan efektif. Tulisan ini bertujuan mengkaji pengembangan industri furniture kayu melalui pendekatan kluster industri khususnya di Jawa Tengah. Analisis data dilakukan dengan secara deskriptif dengan lokasi pengkajian didasarkan pada banyaknya sentra industri furniture kayu yaitu Kabupaten Jepara, Sukoharjo dan Semarang. Hasil kajian menunjukan bahwa ada 4 faktor yang menyusun daya saing dalam pengembangan industri furniture kayu di Jawa Tengah yaitu; (i) strategi Perusahaan, struktur dan persaingan, (ii) kondisi faktor-faktor, (iii) kondisi permintaan (demand), dan (iv) industri pendukung. Keunggulan komparatif industri tersebut adalah kekayaan alam dan keunggulan kompetitif yaitu hasil kreasi sumberdaya manusia seperti kemampuan manajemen dan keunggulan teknologi. Kluster industri furniture kayu secara garis besar terdiri dari sub kluster industri inti (utama), sub kluster industri pendukung, dan sub kluster infrastruktur dan lembaga penunjang. Komisi kluster dibentuk dengan anggota Kadin Daerah, Asmindo Daerah, PEMDA (propinsi dan kabupaten) dan kluster industri untuk menjembatani pemerintah dan industri dengan tujuan menjaga kelangsungan/daya saing kluster industri serta sinkronisasinya dengan pengembangan ekonomi wilayah. Diharapkan pengembangan ini dapat mencapai efisiensi kolektif yang tercipta dari sinergisme antara sub kluster Perusahaan inti, industri pendukung, dan lembaga-lembaga penunjang

    Penegakkan Hukum Tindak Pidana Korupsi Secara Restorative Justice Berdasarkan Teori Hukum Social Engineering

    Get PDF
    Menggunakan prinsip keadilan restoratif dan filosofi hukum rekayasa sosial, pemberantasan korupsi. Dalam terang teori hukum rekayasa sosial, esai ini berfokus pada bagaimana menjalankan undang-undang korupsi dengan cara keadilan restoratif. Karena jenis penelitian ini bersifat normatif, maka data sekunder dari segi hukum, sumber dari literatur terkait, serta kamus data tersier, media, dan ensiklopedia, semuanya digunakan sebagai sumber data. Untuk mendapatkan data untuk makalah ini, tinjauan literatur digunakan. Temuan dari penelitian ini antara lain Beberapa individu masih percaya bahwa hanya melalui tindakan penindas korupsi dapat dikalahkan karena, dalam pandangan mereka, tindakan tersebut dapat berfungsi sebagai pencegah aktivitas atau perilaku korup. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik saat ini telah memungkinkan terjadinya korupsi yang meluas, terorganisir, dan sistematis di berbagai bidang, termasuk lembaga negara, lembaga pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, lembaga perbankan dan jasa keuangan, serta seperti di sejumlah bidang kehidupan publik lainnya. Dan penulis menyarankan, sesuai dengan teori hukum rekayasa sosial, diharapkan pembuat undang-undang, aparat penegak hukum, masyarakat pencari keadilan, dan kelompok masyarakat lainnya dapat berpartisipasi aktif dalam menciptakan suatu produk hukum dengan melaporkan setiap dugaan tindak pidana korupsi mulai dari lingkungan RT/RW sampai dengan tingkat provinsi. Untuk mencapai keseimbangan kepentingan, negara juga harus memberikan apresiasi kepada mereka yang melaporkan tindak pidana korupsi di masyarakatnya, sejalan dengan poin-poin utama Roscoe Pound

    Preparasi Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Kelapa Sawit

    Full text link
    Biodiesel\u27s characteristics preparation from palm oil. Using vegetable oils directly as an alternative diesel fuel has presented engine problems. The problems have been attributed to high viscosity of vegetable oil that causes the poor atomization of fuel in the injector system and pruduces uncomplete combustion. Therefore, it is necessary to convert the vegetable oil into ester (metil ester) by tranesterification process to decrease its viscosity. In this research has made biodiesel by reaction of palm oil and methanol using lye (NaOH) as catalyst with operation conditions: constant temperature at 60 oC in atmosferic pressure, palm oil : methanol volume ratio = 5 : 1, amount of NaOH used as catalyst = 3.5 gr, 4.5 gr, 5 gr and 5.5 gr and it takes about one hour time reaction. The ester (metil ester) produced are separated from glycerin and washed until it takes normal pH (6-7) where more amount of catalyst used will decrease the ester (biodiesel) produced. The results show that biodiesels\u27 properties made by using 3.5 (M3.5) gr, 4.5 gr (M4.5) and 5 (M5.0) gr catalyst close to industrial diesel oil and the other (M5.5) closes to automotive diesel oil, while blending diesel oil with 20 % biodiesel (B20) is able to improve the diesel engine performances

    The Trajectory of Indigeneity Politics Against Land Dispossession in Indonesia

    Get PDF
    Under the New Order authoritarian regime, the state endorsed terra-nullification of the customary territories had been the basis for the stipulation of state forest (hutan negara).After the fall of the General Suharto led regime in 1998 generated a new phase for the struggles of the customary groups in different parts of the archipelago. This article examines the rise of indigeneity and counter-hegemonic indigenous legal maneuvering spearheaded by Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) against ongoing land dispossession in Indonesia since the fall of New Order authoritarian regime which includes the indigenous mobilizations (strategy, organization and tactics) in the post-authoritarian country, including the avenue of new types of legal activism when it comes to the creative destruction of global capitalism today. It focuses on two modes of policy advocacy and campaign against land dispossession: (a) the production of the Constitutional Court Ruling No. 35/PUU-X/2012, a new legal landmark that establishes the constitutional norm of the citizenship status of Indonesian indigenous peoples (masyarakat hukum adat) as rights bearing subjects, and the owners of their customary territory; and (b) the National Inquiry on Indigenous Peoples\u27 Rights held by the Indonesian National Human Rights Commission (Komnas HAM). The discussion describes The Colonialism of ‘State-Izing\u27 Customary Communities\u27 Territory, Contemporary Indigeneity Politics in Indonesia, Counter-Hegemonic Indigenous Legal Maneuvering, Judicial Review against The1999 Law No. 41on Forestry, National Inquiry on Indigenous Peoples\u27 Rights, and Connecting Counter-Hegemonic Indigenous Legal Maneuvering with the Grassroots Struggles which focuses on Mobilizing at Multiple Scales. It is concluded from this article that the efficacy of legal struggles is very much depend on the capacity to connect with the grassroots mobilization by continuously promulgating the resurgence of indigeneity politics against the destructive impacts of corporatized state under the servitude of global capitalism, the indigenous movement constituents in Indonesi

    Penganekaragaman Konsumsi Pangan Di Indonesia: Permasalahan Dan Implikasi Untuk Kebijakan Dan Program

    Full text link
    Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pencapaian tingkat penganekaragaman (diversifikasi) konsumsi pangan diIndonesiadan permasalahannya serta implikasi untuk Perumusan kebijakan dan program dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Data utama yang digunakan dalam tulisan adalah data sekunder dari berbagai instansi terkait. Hasil analisis menunjukkan bahwa upaya penganekaragaman konsumsi pangan sampai saat ini masih belum berjalan sesuai harapan. Pola pangan lokal cenderung ditinggalkan, berubah ke pola beras dan pola mi. Rata-rata kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia juga masih rendah, kurang beragam, masih didominasi pangan sumber karbo-hidrat terutama dari padi-padian. Implikasinya adalah bahwa dalam mengimplementasi kebijakan penganekaragaman pangan diperlukan penjabaran strategi pokok atau elemen-elemen penting terkait dengan kebijakan umum ketahanan pangan. Berbagai strategi yang terkait dengan upaya penganekaragaman konsumsi pangan antara lain adalah (1) Diversifikasi USAha rumahtangga diarahkan untuk meningkatkan pendapatan produsen, terutama petani, peternak dan nelayan kecil melalui pengembangan USAhatani terpadu; (2) Diversifikasi USAha atau produksi pangan dan diversifikasi konsumsi pangan dilakukan melalui pengembangan diversifikasi USAhatani terpadu bidang pangan, perkebunan, peternakan, perikanan; (3) Pengembangan pangan lokal sesuai dengan kearifan dan kekhasan daerah untuk meningkatkan diversifikasi pangan lokal; (4) Pengembangan sumberdaya manusia di bidang pangan dan gizi dilakukan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan secara lebih komprehensif
    corecore