Optimalisasi Fungsi Masjid Pendekatan Superimposisi (Desain Masjid Bulak)

Masjid memiliki peran penting dalam kemajuan peradaban manusia pada masa kejayaan islam. Namun saat ini di Indonesia masjid mengalami penyempitan makna dan fungsi. Jumlahnya banyak namun tidak berkualitas dan tidak makmur. Menghadirkan peran fungsi masjid yang sebenarnya diharapkan dapat menjadikan masjid pusat kegiatan masyarakat dan menyelesaikan masalah kemiskinan di kelurahan kedung cowek. Permasalahan desain yang timbul adaalah bagaimana masjid dapat menjadi pusat dari beragam kegiatan dan ibadah masyarakat kecamatan kedung cowek. Untuk mewujudkan itu berarti masjid harus mewadahi berbagai aktivitas dengan beragam program, berarti menggabungkan tempat ibadah yang diharuskan kondusif dengan tempat umum yang kurang kondusif. Untuk menjawab permasalahan desain tersebut digunakan pendekatan desain superimposisi. Program di eksplorasi sedemikian rupa untuk menimbulkan event-event baru yang tidak terduga agar masjid hidup dan makmur. Metode desain yang dipakai adalah programmatic dissociations yang dipakai Bernard tschumi dalam mendesain Tokyo opera house. Hasil rancangan berupa masjid yang terbuka dan menjadi wadah pusat kegiatan masyarakat

Interference of five problematic weed species with rice growth and yield

Five weed species namely, Cyperus rotundus L., Cyperus difformis L., Echinochloa colonum (L.) Link., Paspalum paspaloides (Mich.) Scribner, and Marsilea minuta L. were selected for the assessment of their level of competition with two commonly grown rice varieties viz. Basmati-385 and Super Basmati. Root and shoot growth as well as grain yield, in both rice cultivars, were adversely affected due to the weed competition in the field experiments. In general, Super Basmati was found to be comparatively more tolerant to weed infestation than Basmati-385. There were 6 to 40% and 21 to 56% reduction in grain yield of Super Basmati and Basmati-385, respectively, due to different weed species. E. colonum was found to be the most damaging weed which resulted in the highest grain yield losses of 56 and 42% in Basmati-385 and Super Basmati, respectively. P. paspaloides was found to be the second most damaging weed species which caused 47% yield losses in Basmati-385. It was concluded from the study that E. colonum was the most competitive weed. It resulted in the highest yield losses in rice especially in var. Basmati-385.Keywords: Rice, weeds, yield losses

Penerapan Tema Piring dalam Perancangan Objek Wisata Kuliner

Didalam merancang terdapat berbagai cara untuk melakukan pendekatan objek rancang, salah satunya dengan tema, adapun tema yang di pilih ialah Piring, dan objek rancang yang menggunakan pendekatan tersebut ialah Pusat Wisata Kuliner Khas Sidoarjo. Wisata Kuliner ialah suatu tempat yang menampung berbagai macam jenis kegiatan kuliner serta menampung para PKL yang ada di Sidoarjo di dalam satu kawasan kuliner. Pendekatan tema rancangan yang di terapkan pada objek tersebut menggunakan pendekatan Metafora, yaitu combine metaphor. Isu yang di pilih berdasarkan dari tema piring akan diwujudkan melalui bentuk dan penataan ruang luar. Hasil rancangan berupa bangunan yang mengambil karakter dari susunan vertikal piring yang fleksibel, sedangkan bagian ruang luar menggunakan karakter piring sebagai tempat sajian, ruang luar akan di rancang sebagai tempat yang menyajikan tempat kuliner yang menarik

Konsep Perancangan Menara Surabaya sebagai Landmark dalam Fenomena Iconisation

Keunikan dan keistimewaan adalah hal yang penting yang harus dimiliki untuk mendapatkan perhatian. Citra yang dihasilkan dari keunikan inilah yang akan membentuk suatu keistimewaan yang akan menjadi pembeda akan suatu hal lainnya. Arsitektur merupakan cara dalam pembentukan citra pada lingkup kota, salah satunya adalah dengan menghadirkan Titik Orientasi Visual (Landmark). Ikonisasi Menara Surabaya hendaknya memiliki tolak ukur untuk menentukan keberhasilan dari kehadirannya. Dengan dirumuskan terlebih dahulu mengenai kriteria yang tepat, maka dihasilkan konsep perancangan Menara Surabay

La place du traitement non opératoire des contusions abdominales dans les pays en voie de développement

le traitement non opératoire des contusions de l’abdomen représente une approche thérapeutique nouvelle des traumatismes fermés del’abdomen. La disponibilité d’un plateau technique performant constitue classiquement une des principales conditions pour la réussite de cetteattitude. Nous essayons d’étudier les différents aspects épidémiologiques, diagnostiques et thérapeutiques de cette affection dans le contexte d’unpays en voie de développement, à travers les résultats d’une série de 106 malades. une série de 106 patients est prise en charge par le traitementnon opératoire. La gravité des lésions est appréciée par les données cliniques et paracliniques, ainsi que la morbidité et la mortalité sont analysées. les accidents de la circulation étaient la première cause des contusions abdominales, dans notre contexte. Les lésions hépatiques étaient les plus fréquentes (65% des cas), suivit des lésions spléniques chez 19 patients. La notion de polytraumatisme était très fréquente. La durée moyenne de surveillance était de 9,5 jours. Seize malades étaient transfusés, et le nombre moyen de culots globulaires (CG) était de 3,5 culots par patient. Une laparotomie en urgence était indiquée chez 10 patients (9.4%) devant l’instabilité hémodynamique. Trois malades ont nécessité un traitement chirurgical secondaire. On avait noté un taux de mortalité de 3.7% soit 4 cas. il semble à partir de notre expérience que l’abstention chirurgicale peut constituer, dans des conditions strictes de surveillance, une alternative thérapeutique de référence dans les pays en voie de développement, sûre et justifiée à une chirurgie d’urgence toujours difficile

Biofilter for generation of concentrated sulphuric acid from H2S

Biofilters are used for the conversion of odorous hydrogen sulphide to odourless sulphate in wastewater treatment plants under the right conditions of moisture and pH. One of the consequences of maintaining the suitable pH and moisture content is the production of large volumes of weakly acidic leachate. This paper presents a biofilter with a maximum H2S elimination capacity of 16.3 g m−3 h−1 and removal efficiency greater than 95 % which produces small volumes (1 mL of solution L−1 of reactor day−1) of sulphuric acid with a concentration greater than 5.5 M after 150 days of continuous operation. The concentrated sulphuric acid was produced by intermittently trickling a minimum amount of nutrient solution down the upflow biofilter which created a moisture and pH gradient within the biofilter resulting in an environment at the top for the bacterial conversion of H2S, while sulphuric acid was accumulated at the base. Genetic diversity profiling of samples taken from different sections of the biofilter confirms that the upper sections of the biofilter had the best environment for the bacteria to convert H2S to sulphate. The formation of concentrated sulphuric acid presents an opportunity for the recovery of sulphur from the waste stream as a usable product

Glucose-induced down regulation of thiamine transporters in the kidney proximal tubular epithelium produces thiamine insufficiency in diabetes

Increased renal clearance of thiamine (vitamin B1) occurs in experimental and clinical diabetes producing thiamine insufficiency mediated by impaired tubular re-uptake and linked to the development of diabetic nephropathy. We studied the mechanism of impaired renal re-uptake of thiamine in diabetes. Expression of thiamine transporter proteins THTR-1 and THTR-2 in normal human kidney sections examined by immunohistochemistry showed intense polarised staining of the apical, luminal membranes in proximal tubules for THTR-1 and THTR-2 of the cortex and uniform, diffuse staining throughout cells of the collecting duct for THTR-1 and THTR-2 of the medulla. Human primary proximal tubule epithelial cells were incubated with low and high glucose concentration, 5 and 26 mmol/l, respectively. In high glucose concentration there was decreased expression of THTR-1 and THTR-2 (transporter mRNA: −76% and −53% respectively, p<0.001; transporter protein −77% and −83% respectively, p<0.05), concomitant with decreased expression of transcription factor specificity protein-1. High glucose concentration also produced a 37% decrease in apical to basolateral transport of thiamine transport across cell monolayers. Intensification of glycemic control corrected increased fractional excretion of thiamine in experimental diabetes. We conclude that glucose-induced decreased expression of thiamine transporters in the tubular epithelium may mediate renal mishandling of thiamine in diabetes. This is a novel mechanism of thiamine insufficiency linked to diabetic nephropathy