72 research outputs found

    A Long Journey of Historical Research and Scientific Publication

    Get PDF
    This paper describes the steps of historical research as well as the possibility of publishing the results in international journals. Historical research is an attempt to reconstruct various events in the past in the form of stories that can be read again by the wider community. The main problem faced in writing historical articles is usually related to relevance. Relevance in historical writing means that historical narratives are written suggested to have links or affinity with contemporary conditions. If the historical narrative presented has no relevance to the present, it is considered to have low use value for the reader. Historical research starts from the process of finding sources or what is known as heuristics. Some historians consider written sources as the main sources, even though there are alternative sources that are no less important, namely oral sources that have the same value and use as written sources. Historians are also required to publish their research results in journals, especially in international journals. Publication is considered as a manifestation of the responsibility of researchers to the wider community. This paper was written using the literature study method. The sources of the literature are read, analyzed for their contents, and become a reference in writing this paper

    Arkeologi Transportasi Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Keresidenan Banyumas 1830-1940an

    Get PDF
    Salah satu sifat manusia adalah bergerak, aktif berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pergerakan manusia pada awalnya hanya mengandalkan kaki yang mereka miliki dengan cara berjalan kaki atau berlari, namun cara semacam itu memiliki keterbatasan jarak tempuh dan keterbatasan jumlah barang yang bisa ikut dibawa dalam berpindah. Ketika keinginan manusia terhadap jarak tempuh semakin jauh, merekapun membutuhkan alat bantu berupa sarana transportasi tidak saja membantu manusia menempuh jarak yang jauh, namun juga membantu membawa barang dalam jumlah yang lebih banyak

    Kajian Tentang Sejarah Perkotaan di Indonesia Pada Masa Kolonial Sampai Awal Kemerdekaan

    Get PDF
    Historiografi perkotaan di Indonesia oleh Kuntowijoyo dianggap sebagai hal baru dan sampai tahun 1990an belum diperhatikan secara serius oleh para sejarawan, khususnya sejarah Indonesia. Perhatian para sejarawan sampai periode tersebut masih tertuju pada wilayah pedesaan, bahkan di beberapa jurusan sejarah hal tersebut menjadi bahan kajian utama. Hal tersebut tidak bisa disalahkan karena secara politis pedesaan dianggap lebih mewakili sebagian besar realitas Indonesia sejak masa kolonial. Kebijakan politik kekuasaan Indonesia sejak masa kolonial sampai paling tidak masa orde baru masih tertuju pada wilayah-wilayah pedesaan yang dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi (misalnya kebijakan Tanam Paksa) serta menguntungkan secara politis (misalnya kebijakan revolusi hijau)

    Kisah Hidup Mantan Tahanan Politik Pulau Buru di Pedesaan Kabupaten Banjarnegara Tahun 1979-2004

    Get PDF
    Pemberotakan G 30 S/PKI tahun 1965 merupakan tragedi kemanusiaan terbesar seiarah Bangsa lndonesia sejak bangsa ini merdeka. Tidak saja karena pemberontakan yang gagal itu telah merenggut tujuh nyawa jenderal, tetapi peristiwa yang paling mengerikan justru terjadi pasca pemberontakan yaitu lenyapnya ratusan ribu nyawa manusia para perngikut Partai Komunis Indonesia (PKI) akibat dibantai oleh lawan-lawan politik mereka. Jumlahnya mencapai ratusan ribu, bahkan beberapa peneliti asing sebagaimana dikutip oleh Hermawan Sulistyo menyebut angka yang sangat fantastis yaitu satu juta orang (Sulistyo, 2000: 44-45

    Penduduk dan Hubungan Antar Etnis di Kota Surabaya pada Masa Kolonial

    Get PDF
    Hubungan antar etnik di kota-kota kolonial di Indonesia, terutama hubungan antara orang-orang kulit putih Eropa dengan penduduk lokal cukup unik. Dalam banyak kasus hubungan mereka murni dalam kerangka hubungan antara penjajah dan yang terjajah. Hubungan semacam ini kadang-kadang sangat menindas bagi yang terjajah. Pada waktu dan tempat yang berbeda hubungan mereka sering kali juga dilandasai oleh semangat dan motivasi kemanusiaan, yaitu hubungan yang murni berdasarkan status sosial tanpa dilandasi sentimen politik dan rasial. Jika hubungan tersebut terjalin antara majikan yang Eropa dan buruh yang Bumiputera, maka baik buruknya hubungan tersebut hanya bisa dinilai dari kelas sosial mereka yang berbeda, bukan karena perbedaan ras. Hubungan semacam itu bisa terjalin pada konteks yang berbeda-beda tergantung dengan situasi dan kondisi

    Minyak Bumi dalam Dinamika Politik dan Ekonomi lndonesia 1950-1960an

    Get PDF
    Terbitnya buku ini merupakan momentum yang tepat, karena bangsa Indonesia sedang menghadapi persoalan pengelolaan pertambangan yang dilakukan perusahaan tambang asing. Saat ini Indonesia sedang melakukan negosiasi ulang atas kasus-kasus pengelolaan hasil tambang yang kurang berpihak pada sebesarbesar kepentingan rakyat Indonesia. Menghadapi kasus tersebut, Pemerintah Indonesia harus belajar pada sejarah pengelolaan tambang minyak bumi yang dikaji pada buku ini. Pertambangan minyak bumi adalah unit usaha warisan kolonial Belanda, yang pengelolaan awalnya murni untuk kepentingan pemerintah kolonial beserta perusahaan-perusahaan asing yang mengerjakannya secara teknis. Namun, ketika Indonesia merdeka dan telah menjadi bangsa yang berdaulat, merasa berkepentingan untuk mengambil alih pengelolaan tambang-tambang minyak yang masih dikuasai oleh perusahaan asing. Perjuangan untuk hal ini bukanlah perjuangan ringan karena di belakang perusahaan-perusahaan minyak berdiri kekuatan negara asing. Dengan satu keyakinan dan dengan semangat nasionalisme yang membara, upaya untuk mengelola pertambangan minyak bumi secara mandiri akhirnya berhasil. Keberhasilan tersebut ditandai dengan lahirnya perusahaan minyak nasional yang saat ini dikenal dengan nama PT. Pertamina

    Rakyat Miskin dan Perebutan Ruang Kota di Surabaya Tahun 1900-1960an

    Get PDF
    Surabaya is one of urban destinations for people coming from its surrounding area to seek livelihood. From time to time, the number of city dwellers increases continuously. At the same time, the city is also expanded. This condition affects the waysthe poor access city space to reside. Poor people do not have access to city space legally. In order to survive in the city, they often took over the city space ilegally. The poorhas tostruggle in various ways in order to obtain space to live in Surabaya. This paper reveals the struggle of the poor for accessing city space in Surabaya.The city was developed to be the center of government and the center of leading industry and business in Indonesia, all at once. Since the early twenty century until 1960s, the struggle for cityspace in Surabaya involving the poor can be divided into two periods. Firstly, defensive period, which went on until the infi ltration of Japan inIndonesia. In this period the struggle forcity space involved the poor, landlords and gemeente (municipality). The struggle for cityspace happened at private lands. Secondly, offensive period, which went on since the beginning of Indonesia’s independence until the 1960s. In this period the struggle for cityspace had extended to public spaces involving the poor, City Government and other communities

    Menjadi Tu(h)an di Rumah Sendiri: Pancaroba Usaha Pertambangan Minyak di Indonesia 1945-1960

    Get PDF
    Keywords: Minyak, Pertambangan, Indonesia-1945-196

    Sejarah Pemerintahan Kota Surabaya Sejak Masa Kolonial Sampai Masa Reformasi (1960-2012)

    Get PDF
    Kecintaan penulis terhadap Kota Surabaya dipupuk melalui penelitian-penelitian intensif mengenai sejarah kota tersebut. Dengan membaca berbagai literatur dan sumber-sumber sejarah tentang Kota Surabaya penulis berkesimpulan bahwa kota ini telah memiliki peranyang sangat penting sejak zaman dahulu kala. Bahkan pada periode tertentu, terutama pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20, Kota Surabaya menjadi kota paling penting dan paling besar di Indonesia mengalahkan kota-kota lainnya. Pada periode itu Kota Surabaya tumbuh menjadi kota perdagangan dan industri utama yang didukung oleh Kawasan hinterland yang sangat subur yang dieksplorasi sangat maksimal oleh pemerintah kolonial Belanda melalui kebijakan Sistem Tanam Paksa dan liberalisasi ekonomi pasca diberlakukannya Undang-Undang Agraria 1870. Kota Surabaya berangsur-angsur mengalami penurunan peran ketika Pemerintah Indonesia pada awal kemerdekaan menyatukan fungsi Jakarta sebagai ibukota negara sekaligus sebagai pusat industri dan perdagangan. Kebijakan yang sangat sentralistik tersebut tidak saja menurunkan peran Kota Surabaya sebagai kota dagang dan industri terkemuka di Jawa bagian timur, tetapi juga telah mematikan peran strategis kota tersebut sebagai simpul bagi ;'aringan ekonomi di Indonesia bagian timur. Akibat dari kebijakan tersebut dapat kita rasakan saat ini, yaitu ketidakmerataan pengembangan wilayah negara Indonesia. Kawasan barat Indonesia yang berpusat di Jakarta nyaris menikmati kesempurnaan pertumbuhan ekonomi, sedangkan kawasan lain, terutama kawasan timur Indonesia harus terengah-engah mengejar ketertinggalan. Kebijakan mengalihkan peran strategis Kota Surabaya memiliki konsekuensi yang besar tidak hanya pada kota itu saja tetapi juga pada kawasan yang lebih luas

    Rafles dan Jumlah Penduduk Kota Surabaya Awal Abad XIX

    Get PDF
    Penghitungan penduduk sebelum masa kolonial merupakan kegiatan yang belum terlalu popular. Tradisi pencatatan penduduk memang sudah diadakan di berbagai tempat, namun biasanya dengan metode yang masih sangat sederhana dengan tingkat akurasi yang kurang baik. Breman misalnya mengemukakan bahwa menurut majalah Het Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, seri 3, tahun 3, 1869, jilid II, raja Lombok telah memiliki cara pencatatan penduduk dengan suatu metode yang sederhana (Breman, 1971: 12). Lebih lanjut Breman mengemukakan bahwa raja-raja besar dengan system birokrasi seperti Mataram, telah berusaha menentukan jumlah rakyatnya untuk kepentingan penarikan pajak dan kerja rodi. Namun, karena kepentingan penghitungan penduduk pada waktu itu adalah untuk penarikan pajak dan kerja rodi, maka banyak keluarga dan kepala desa atau pemimpin komunitas lain memanipulasi jumlah penduduk
    • …
    corecore