18 research outputs found
Aktivitas Antibakteri Pigmen Ekstraseluler Marennine Terhadap Vibrio alginolyticus dan Bacillus cereus (Kajian Suhu dan Lama Waktu Pemanasan)
Tingkat konsumsi produk perikanan setiap tahunnya terus mengalami
peningkatan, sehingga pemenuhan kebutuhan banyak dibebankan dari hasil budidaya.
Usaha budidaya tidak lepas dari ancaman kerugian akibat timbulnya penyakit hasil infeksi
bakteri patogen terlebih pemicu kematian massal seperti vibriosis oleh bakteri Vibrio
alginolyticus. Pencarian terhadap senyawa alami sebagai agen antibakteri menjadi opsi
setelah diketahui penggunaan antibiotik memiliki banyak kerugian diantaranya harga yang
relatif mahal, dapat meninggalkan senyawa berbahaya dalam tubuh organisme,
menyebabkan polusi lingkungan, dan berpotensi mengembangkan resistensi pada
bakteri. Penelitian in vitro terhadap ekstraseluler marennine yang dihasilkan Haslea
ostrearia membuktikan adanya aktivitas biologis antibakteri bahkan pada konsentrasi
rendah.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kemampuan antibakteri marennine,
menguji konsentrasi terendah marennine dalam menghambat dan membunuh bakteri,
serta mengetahui stabilitas dan efektivitas marennine ketika diberi perlakuan suhu dan
lama waktu pemanasan. Metode penelitian yang digunakan diantarannya uji aktivitas
antibakteri, uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC), dan uji Minimum Bactericidal
Concentration (MBC). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok Faktorial dengan 2 faktor perlakuan untuk uji antibakteri yaitu suhu pemanasan
30˚C, 40˚C, 50˚C dan lama waktu pemanasan 5, 10, 15, 20, 25, 30 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik untuk menghasilkan
aktivitas antibakteri marennine berada pada faktor perlakuan suhu pemanasan 40˚C
dengan lama waktu pemanasan 20-30 menit yang menghasilkan rentangan rerata
diameter zona hambat sebesar 2,00 ± 0,00 – 2,17 ± 0,29 mm untuk bakteri Bacillus
cereus dan 1,93 ± 0,12 – 2,17 ± 0,29 mm untuk bakteri Vibrio alginolyticus. Pengujian
konsentrasi terendah pada kedua bakteri uji berada pada konsentrasi tertinggi pengujian
yaitu 1 ppm diikuti dengan hasil keseluruhan sampel berwarna keruh yang artinya masih
terjadi pertumbuhan bakteri. Adanya bakteri uji yang tumbuh pada media agar pengujian
MBC menyimpulkan bahwa marennine memiliki aktivitas antibakteri bersifat bakteriostatik
bukan bakterisida
Uji Aktivitas Senyawa Antikanker Ekstrak Fukoidan Fraksi HCl dari Sargassum cristaefolium pada Cell Line MCF-7 secara In-vitro
Sargassum cristaefolium merupakan salah satu spesies dari rumput laut coklat
genus Sargassum sp. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kasar Sargassum
sp. memiliki sifat farmakologis, termasuk antikanker, antiinflamasi, antioksidan, dan
aktivitas antibakteri. Fukoidan adalah polisakarida sulfat dalam ekstrak kasar Sargassum
sp. Fuokidan dari Sargassum cinereum, Sargassum ilicifolium, Turbinaria sp., dan Padina
sp telah menunjukkan aktivitas antikankernya. Berdasarkan uraian di atas, fukoidan
berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen kemopreventif yang dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak fukoidan dari fraksi HCl
S. cristaefolium terhadap sitotoksisitas dan apoptosis sel kanker payudara MCF-7. Aktivitas
sitotoksisitas dilakukan dengan uji MTT selama 24 jam menggunakan variasi ekstrak
fucoidan 12,5; 25; 50; 100; 200; 400 dan 800 ppm. Selanjutnya viabilitas sel hidup dihitung
menggunakan hemositometer dengan variasi waktu inkubasi 24, 48, dan 72 jam. Uji
apoptosis dilakukan dengan pewarnaan sel menggunakan Hoechst 33342 dengan variasi
waktu 24, 48 dan 72 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IC50 fukoidan fraksi HCl dari S.
cristaefolium pada kultur sel kanker payudara MCF-7 adalah 287,5 ppm. Jumlah sel hidup
meningkat dengan lamanya waktu inkubasi, tetapi viabilitas sel menurun. Uji ANOVA dan
uji Tukey menunjukkan bahwa waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap jumlah sel.
Pada uji apoptosis dengan menggunakan zat warna Hoechst 33342 menunjukkan bahwa
pada waktu inkubasi 24 dan 48 jam sel mulai mengalami apoptosis yang ditunjukkan
dengan banyaknya luminescence biru dan kodifikasi kromatin serta pengurangan volume
sel dan pada inkubasi 72 jam sel telah sepenuhnya terdefragmentasi. Dapat disimpulkan
bahwa fukoidan fraksi HCl S. cristaefolium menunjukkan kemampuannya sebagai senyawa
antikanker dan tergolong senyawa antikanker yang cukup akti
Uji Aktivitas Antikanker Ekstrak Fukoidan Fraksi HCl dari Sargassum filipendula terhadap Sel MCF-7
Sargassum filipendula merupakan salah satu alga dengan pigmen berwarna coklat
dari genus Sargassum. Berdasarkan beberapa penelitian secara in vitro, diketahui bahwa
ekstrak kasar Sargassum mengandung polisakarida heterogen tersulfatasi yang disebut
fukoidan. Fukoidan memiliki bioaktivitas pada sel berupa induksi apoptosis, antikanker,
antiproliferasi, dll. Kemampuan fukoidan tersebut berpotensi untuk dijadikan sebagai agen
kemopreventif maupun antikanker pada berbagai jenis sel kanker, termasuk sel kanker
payudara. Kanker payudara merupakan penyakit yang menyerang 30,9% wanita di Indonesia
dan menempati urutan kedua penyebab kematian terbanyak pada populasi wanita di
Indonesia. Pengobatan yang diberikan pada pasien memiliki efek samping jangka pendek
dan jangka panjang yang memengaruhi kualitas hidup serta kegagalan terapi yang diberikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak fukoidan dari fraksi HCl S.
filipendula terhadap sitotoksisitas dan apoptosis sel kanker payudara MCF-7. Aktivitas
sitotoksik dilakukan dengan menggunakan MTT assay dengan variasi konsentrasi sampel
fukoidan 12,5; 25; 50; 100; 200; 400 dan 800 ppm dengan waktu inkubasi 24 jam. Uji
apoptosis dilakukan menggunakan metode pewarnaan Hoechst 33342 dengan konsentrasi
IC50 serta variasi waktu inkubasi 24, 48, dan 72 jam. Selanjutnya dilakukan konfirmasi uji
sitotoksik menggunakan metode direct counting untuk menghitung jumlah sel hidup dengan
konsentrasi IC50 serta variasi waktu inkubasi 24, 48, dan 72 jam.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak fukoidan S. filipendula mampu
menghambat pertumbuhan sel kanker dengan nilai IC50 sebesar 222,619 µg/ml. Pada uji
apoptosis menggunakan pewarna Hoechst 33342 menunjukkan dengan pemberian
konsentrasi IC50 dan waktu inkubasi 24 hingga 72 jam mampu membuat sel mengalami
apoptosis yang ditunjukkan oleh adanya pendaran warna biru pada sel. Keadaan apoptosis
terbanyak dikonfirmasi pada perhitungan jumlah sel dengan direct counting, dimana pada
waktu 24 jam, sel mengalami kematian terbanyak sebanyak 54%, 48 jam sebanyak 41% dan
72 jam sebanyak 28%. Selajutnya dilakukan uji ANOVA dan uji lanjut Tukey yang
menunjukkan waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap jumlah sel.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fukoidan S. filipendula fraksi HCl memiliki
kemampuan sebagai senyawa antikanker dan termasuk dalam kategori sitotoksik moderat
atau cukup aktif yang dapat dijadikan acuan pengembangan senyawa untuk menghambat
pertumbuhan sel kanker. Saran dari penelitian ini dilakukan penelitian lebih lanjut guna
mengidentifikasi jalur kematian sel serta perbandingan penghambatan pertumbuhan sel
dengan kanker
Uji Aktivitas Sitotoksisitas dan Apoptosis Ekstrak Fukoidan Fraksi Air dari Sargassum Cristaefolium pada Sel Kanker Payudara MCF-7
Senyawa fukoidan merupakan kelompok polisakarida bersulfat yang
terdapat pada alga coklat. Senyawa ini memiliki struktur dan komposisi kimia yang
sangat beragam tergantung pada jenis dan kondisi lingkungannya. Diketahui
fukoidan memiliki aktivitas biologis seperti antioksidan, antivirus dan antibakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak fukoidan dari
alga coklat Sargassum cristaefolium fraksi air terhadap sitotoksisitas dan
apoptosis sel kanker payudara MCF-7. Aktivitas sitotoksisitas dilakukan dengan uji
MTT selama 24 jam menggunakan variasi ekstrak fukoidan sebesar 12,5; 25; 50;
100; 200; 400 dan 800 µg/ml. Selanjutnya viabilitas sel hidup dihitung
menggunakan Haemocytometer dengan variasi waktu inkubasi sebesar 24, 48 dan
72 jam. Uji apoptosis dilakukan dengan pewarnaan sel menggunakan pewarna
Hoechst 33342 dengan variasi 24, 48 dan 72 jam.
Hasil penelitian menunjukkan adanya aktivitas sitotoksisitas sel MCF-7
dengan nilai IC50 sebesar 319,134 µg/ml. Hasil pada uji apoptosis menunjukkan
bahwa ekstrak fukoidan dari Sargassum cristaefolium fraksi air mampu
menginduksi apoptosis sel MCF-7. Hal tersebut menunjukan bahwa waktu
inkubasi memiliki pengaruh signifikan pada viabilitas sel MCF-7. Pada perlakuan
24, 48 dan 72 jam dihasilkan persen viabilitas sel hidup sebesar 50,27%, 34,56 %,
dan 29,97 %
Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama Waktu Ekstraksi menggunakan Metode MAE (Microwave Assisted Extraction) terhadap Aktivitas Antibakteri Ekstrak Mikroalga Nannochloropsis oculata
Nannochloropsis oculata merupakan jenis mikroalga uniseluler yang
masuk dalam filum Chlorophyta. N.oculata mengandung beberapa senyawa
seperti fenol, flavonoid, dan senyawa lain yang berpotensi sebagai antibakteri.
Tingginya potensi yang dimiliki oleh N.oculata menjadikan mikroalga tersebut terus
dikembangkan dalam berbagai penelitian, salah satunya adalah tentang potensi
antibakteri yang dimiliki. Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi (MAE)
(Maseration Assisted Extraction) untuk mendapatkan ekstrak kasar N.oculata yang
kemudian dilanjutkan dengan uji aktivitas antibakteri metode difusi cakram
terhadap bakteri Gram Negatif (Escherichia Coli) dan Gram Positif
(Staphylococcus aureus), uji KHM dan KBM. Penelitian ini dilakukan
menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2
faktor, yaitu jenis pelarut dan lama waktu ekstraksi. Jenis pelarut yang digunakan
adalah metanol, etanol dan etil asetat, sedangkan lama waktu ekstraksi adalah 10
menit, 20 menit dan 30 menit. Analisa data hasil pengamatan menggunakan
analisa ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 5%. Analisa lanjutan
menggunakan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test). Penetapan perlakuan
terbaik dilakukan menggunakan metode multiple attribute. Berdasarkan hasil
penelitian, terdapat interaksi antara jenis pelarut dengan waktu ekstraksi terhadap
rendemen dan aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji. Rendemen tertinggi
ekstrak yang dihasilkan adalah pada ekstrak dengan pelarut metanol dengan
waktu ekstraksi selama 30 menit yaitu sebanyak 12,30%. Aktivitas antibakteri
terbaik yang diperoleh berdasarkan pengukuran diameter zona bening pada
bakteri uji E.coli adalah sebesar 2,48 mm pada pelarut metanol dengan waktu
ekstraksi 20 menit, sedangkan pada bakteri S.aureus adalah sebesar 15,79 mm
pada pelarut etanol dengan waktu ekstraksi 20 menit. Uji KHM (Konsentrasi
Hambat Minimum) yang dilakukan menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri uji
setelah diinkubasi selama 24 jam, sehingga tidak konsentrasi yang dibutuhkan
lebih besar untuk dapat menghambat bakteri uji selama inkubasi. Hasil pengujian
KHM yang tidak menunjukkan adanya hambatan, mengakibatkan tidak ada
sampel yang bisa dilanjutkan untuk uji KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum
The Hepatoprotective Effect of Honey in Paracetamol Honey Suspension On Male Sprague Dawley Rats (An Examination of Alanine Transaminase, Aspartate Transaminase Serum, and Liver Histopathology
Banyak zat farmakologis diketahui menyebabkan kerusakan hati dan
parasetamol adalah salah satunya. Parasetamol digunakan untuk mengobati nyeri rendah hingga sedang dan
demam. Paracetamol Honey Suspension (PHS) adalah sejenis obat-obatan
suspensi yang telah dikembangkan untuk anak-anak dan orang dewasa yang mungkin mengalami kesulitan
menelan bentuk padat. Tujuan dari suspensi farmasi adalah untuk menutupi
rasa PCM yang tidak enak, menawarkan ketahanan terhadap degradasi obat, dan
mencegah oksidasi atau pembusukan mikroba. Madu telah menunjukkan dalam pra-klinis baru-baru ini
mempelajari efek menguntungkan pada penurunan gagal hati karena kemampuannya untuk berfungsi
sebagai antioksidan. Madu juga dikenal sebagai spesies oksigen reaktif (ROS)
pemulung, melawan stres oksidatif, dan mengurangi hiperglikemia karena rendah
indeks glikemik. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efek hepatoprotektif dan
aktivitas antioksidan madu dalam suspensi madu parasetamol yang diinduksi pada tikus.
Dalam penelitian ini, tikus percobaan diacak menjadi empat
kelompok normal, suspensi gula parasetamol 2g/KgBB, madu parasetamol
suspensi 2g/KgBW, dan madu saja 30g/KgBW. Hasilnya menunjukkan level
fenol dan flavonoid dalam madu murni adalah 45,68 ± 2,46 mg GAE/100 g dan
18,71 ± 1,32 mg QE / 100 g. Padahal, kadar fenol dan flavonoid dalam
suspensi madu parasetamol adalah 332,44 ± 8,83 mg GAE / 100 g dan 124,40 ±
6,42 mg QE / 100 g. Studi in vivo menunjukkan bahwa pemberian parasetamol
suspensi pada dosis toksik berpengaruh nyata (α = 0,05) terhadap serum ALT, AST,
dan histopatologi hati. Kadar ALT serum PSS dan PHS adalah 314,83 ±
32,58 U/L dan 86,33 ± 20,03 U/L, yang 6,54 & 1,79 kali lebih besar dari yang
dari kelompok biasa. Pemberian madu saja pada 30g/KgBW telah menghasilkan
pada ALT serum sebesar 42,67 ± 3,27 U/L, dan mengalami penurunan sebesar 6,22%. serum AST
kadar PSS dan PHS 1223,50 ± 174,64 U/L dan 305,5 ± 38,10 U/L, yang
8,65 dan 2,16 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. administrasi dari
madu saja pada 30g/KgBB menurunkan 12,13% kadar AST serum. tikus PHS
menunjukkan derajat histopatologi hati yang lebih rendah dibandingkan dengan suspensi normalnya
Studi Pembuatan Jelly Daun Kecombrang (Etlingera fulgens) Kajian Konsentrasi Daun Kecombrang dan Karagenan Terhadap Karakteristik Kimia dan Fisik
Kecombrang (Etlingera fulgens) merupakan tumbuhan yang tersebar
cukup luas di Indonesia dan merupakan salah satu jenis tanaman rempah-
rempah asli Indonesia yang termasuk dalam famili Zingiberaceae. Penelitian
beberapa tahun terakhir menunjukan adanya aktivitas antioksidan, antibakteri,
dan senyawa fenolik dari tanaman kecombrang sehingga berpotensi
dikembangkan sebagai produk pangan. Sehingga pada penelitian kali ini
kecombrang digunakan menjadi produk pangan berupa jelly guna meningkatkan
pemanfaatan dari tanaman kecombrang ini. Dalam pembuatan jelly, daun
kecombrang digunakan sebagai bahan utama dan karagenan digunakan sebagai
bahan pembentuk gel. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi daun kecombrang dan karagenan terhadap karakteristik
fisik dan kimia jelly daun kecombrang
Potensi Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Sebagai Koagulan pada Pembuatan Keju Ricotta Berbahan Dasar Whey
Keju ricotta adalah salah satu jenis keju segar yang dapat dibuat dari berbagai jenis bahan baku, salah satunya adalah whey. Whey adalah produk samping berupa cairan yang merupakan sisa dari proses industri produk susu. Whey digolongkan sebagai limbah sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk mencegah pembuangan langsung ke lingkungan. Salah satu alternatif pemanfaatan whey adalah dengan mengolahnya menjadi keju ricotta. Proses pembuatan keju ricotta melibatkan tahap penggumpalan whey. Penggumpalan whey dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya adalah metode pengasaman langsung. Pada penelitian ini, proses pembuatan keju ricotta dilakukan dengan metode pengasaman langsung menggunakan sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental dengan rancangan percobaan metode rancangan acak lengkap satu faktor yaitu faktor konsentrasi sari buah belimbing wuluh. Konsentrasi sari buah belimbing wuluh yang digunakan adalah 0,3%, 0,5%, 0,7%,0,9%, dan 1,0%. Keju ricotta yang dihasilkan kemudian diuji kualitas fisikokimianya (rendemen, kadar air, kadar protein, kadar lemak) serta tingkat kesukaan (warna, aroma, rasa, tekstur, keseluruhan). Hasil pengujian kemudian dianalisis secara ANOVA pada taraf kepercayaan 5% dan diuji lanjut dengan uji BNT. Pada analisis fisikokimia, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa variasi konsentrasi sari buah belimbing wuluh berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, dan kadar protein keju ricotta, sedangkan untuk kadar lemak tidak menunjukkan pengaruh nyata. Pada analisis tingkat kesukaan, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa variasi konsentrasi sari buah belimbing wuluh berpengaruh nyata terhadap atribut sensori rasa, tekstur, dan keseluruhan, sedangkan untuk atribut sensori warna dan aroma tidak menunjukkan pengaruh nyata
Pengaruh Suhu Dan Waktu Pemanasan Terhadap Aktivitas Antioksidan Dan Total Fenol Pigmen Marennine Mikroalga Haslea Ostrearia
Antioksidan memiliki peran penting untuk mencegah terjadinya oksidasi
dengan cara mengikat radikal bebas yang sangat reaktif. Radikal bebas dalam tubuh
manusia dapat mengganggu keutuhan sel, hal tersebut dikarenakan radikal bebas
dapat bereaksi dengan komponen sel. Antioksidan dapat diperoleh dari berbagai
sumber alami serta buatan atau sintesis dari laboratorium. Rendahnya sistem
pertahanan tubuh manusia terhadap antioksidatif berlebih, sehingga tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen untuk menangkal radikal bebas. Marennine
merupakan pigmen biru yang dihasilkan oleh mikroalga Haslea Ostrearia. Pigmen
marennine banyak dimanfaatkan oleh petani laut sebagai penghijau tiram secara
alami. Pigmen marennine memiliki beberapa aktivitas biologis yang dapat
dimanfaatkan lebih lanjut, yaitu untuk aplikasi bioteknologi seperti antibakteri,
antivirus, serta antioksidan.
Pada penelitian ini, aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan
metode DPPH, sedangkan total fenol diuji dengan menggunakan Folin-Ciocalteu.
Penelitian ini dilakukan menggunakan RAK faktorial dengan faktor suhu (300C, 500C,
dan 700C) dan waktu pemanasan (5, 10,15, 20, 25, 30 menit). Data yang diperoleh
kemudian dianalisis menggunakan software MiniTab 17 dengan Analysis Of Variance
(ANOVA) serta dikomparasi dua faktor (suhu dan waktu pemanasan), dan dilihat juga
interaksi dari suhu serta waktu pemanasan terhadap respon. Uji lanjut dilakukan
terhadap faktor yang berpengaruh nyata dengan metode Pairwise Tukey dengan
tingkat kepercayaan 95%.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor suhu pemanasan
berpengaruh nyata terhadap aktivitas total fenol dari pigmen marennine ekstraselular,
sedangkan faktor waktu dan interaksi antara suhu dan waktu pemanasan tidak
berpengaruh nyata. Nilai total fenol tertinggi dari faktor perlakuan suhu 700C dan
waktu pemanasan 15 menit dengan nilai total fenol 5,340 μg GAE/g, sedangkan yang
terendah berada pada perlakuan suhu 300C dan waktu pemanasan 5 menit dengan
nilai 3,367 μg GAE/g. Aktivitas antioksidan menunjukkan adanya pengaruh nyata
pada faktor suhu dan waktu pemanasan, sedangkan interaksi antara suhu dan waktu
pemanasan tidak berpengaruh nyata. Nilai IC50 diperoleh 0,448 ppm pada
konsentrasi 5 ppm perlakuan suhu 500C dengan waktu pemanasan selama 30 menit
yang masuk dalam kategori antioksidan sangat kuat. Hasil aktivitas antioksidan dan
total fenol cenderung menghasilkan nilai yang lebih tinggi pada suhu diatas 500C,
selain itu hasil yang diperoleh juga menunjukkan peningkatan seiring lama nya waktu
pemanasan yang digunakan. Pigmen marennine menunjukkan stabilitas yang baik
terhadap faktor pemanasa
Peningkatan Produksi Pigmen Nannochloropsis oculata dan Porphyridium sp. dengan Induksi Poliploidi dan Potensinya Sebagai Anti Kanker Payudara secara In Silico
Keanekaragaman hayati Indonesia sangat melimpah, salah satunya adalah mikroalga. Mikroalga merupakan mikroorganisme yang dapat berfotosintesis dan memiliki pigmen untuk membantu proses tersebut. Pigmen pada mikroalga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna pada makanan dengan potensi kesehatan. Produksi pigmen alami lebih menarik karena dinilai lebih aman dibanding pewarna sintetis, namun terkendala dengan produksinya yang masih kurang. Induksi poliploidi dapat dilakukan pada mikroalga untuk meningkatkan produksi pigmen mikroalga dengan menggandakan genomnya. Nannochloropsis oculata dan Porphyridium sp. secara berturut-turut memiliki warna dominan hijau muda dan merah yang dapat digunakan sebagai subtitusi pewarna terkait. Pigmen mikroalga ini dapat dieksplorasi kemampuannya dalam menghambat beberapa reseptor yang berperan sebagai biomarker dan progresi kanker payudara. Kanker payudara yang menjadi salah satu jenis kanker yang paling banyak dialami wanita di seluruh dunia dan dapat dipicu oleh pewarna sintetis tertentu. Kanker payudara luminal A ditandai dengan estrogen reseptor positif (ER-1) dan progesteron positif (PR), memiliki prevalensi paling banyak, sedangkan kanker payudara luminal B yang kedua terbanyak ditandai dengan positif human epidermal growth factor 2 (HER2). Studi in silico kemampuan pigmen mikroalga tersebut berikatan dengan reseptor yang berperan penting sebagai biomarker dan progresi kanker payudara dapat membantu studi kemampuan pigmen mikroalga dalam menghambat kanker payudara.
Penelitian akan dilaksanakan antara Bulan Maret hingga Oktober 2022 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, Bioteknologi dan Laboratorium Sentral Ilmu Hayati (LSIH), Universitas Brawijaya, Malang. N. oculata dan Porphyridium sp. dikultivasi dalam air laut dan diberi nutrisi menggunakan pupuk F/2 Walne (N. oculata) dan F/2 (P. sp.) komersial. Screening menggunakan LC-HRMS terhadap kandungan di dalam mikroalga yang dapat bermanfaat terhadap kanker. Uji eksperimental dilaksanakan dengan membagi sel menjadi kelompok kontrol, induksi kolkisin 0; 10; 100; 1.000 dan 10.000 ppm kolkisin selama 24, 48 dan 72 jam. Mikroalga dikultivasi selama 8 hari untuk N. oculata dan 7 hari untuk Porphyridium sp. dan diukur kepadatannya setiap hari. Mikroalga kemudian diukur dengan Pengukuran jumlah DNA dengan spektrofotometer dan flow cytometer, serta pengukuran pigmen yang ada pada mikroalga.
Hasil profiling kandungan komponen aromatik pada N. oculata dan Porphyridium sp. menunjukkan jika mikroalga ini mengandung GABA, trigonelin, dan 2-Amino-1,3,4-octadecanetriol yang berpotensi sebagai anti kanker dengan menghambat pertumbuhannya maupun memicu kematian sel. Mikroalga ini juga terdeteksi mengandung asam amino yang justru bersifat “pro” terhadap kanker karena dapat digunakan sebagai sumber energi untuk perkembangan sel kanker. Asam amino tersebut seperti prolin, tirosin, fenilalanin, valin, dan metionin. GABA, dan cryptoxanthin berpotensi menghambat ER-1, sedangkan fikoeritrobilin berpotensi menghambat PR dan HER2.
Ukuran sel N. oculata dan Porphyridium sp. yang diinduksi kolkisin pada beberapa sel mengalami peningkatan dan sebagian lainnya berukuran relatif sama dengan wild type. Jumlah DNA pada kelompok N148 mengalami peningkatan menjadi 1,84 pg/sel, sedangkan pada Porphyridium sp. meningkat pada kelompok N448 menjadi 48,83 pg/sel. Hasil pengujian flow cytometry pada umumnya hanya teramati pergeseran puncak sel yang meningkat DNA-nya pada N. oculata, sedangkan pada Porphyridium sp. terdapat 2 puncak pada kelompok wild type, pergeseran puncak pada mutan atau perubahan koloni sel menjadi satu kelompok sel