6 research outputs found

    Peningkatan Kadar Bioaktif Fitoestrogen Tumbuhan Semanggi (Marsilea Crenata Presl.) Melalui Pengelolaan Lingkungan Tanaman

    No full text
    Tumbuhan semanggi (Marsilea crenata Presl.) termasuk salah satu tumbuhan paku-pakuan yang biasa tumbuh di lingkungan berlumpur, tanah lembab atau tempat berair. Tumbuhan semanggi belum banyak dibudidayakan oleh petani, kebanyakan petani hanya mengumpulkan semanggi yang tumbuh secara liar di sawah. Habitat tumbuhan semanggi ini biasa tergenang, karena semanggi merupakan salah satu jenis tanaman air. Masyarakat tahu bahwa semanggi merupakan salah satu gulma padi sawah dan memiliki kemampuan sebagai tumbuhan fitoremediasi (Jiang et al., 2018). Selain berfungsi sebagai sayur, tumbuhan ini juga memiliki khasiat obat untuk pencegah osteoporosis pasca menopause bagi kaum wanita. Kandungan yang diharapkan untuk bisa mengobati penyakit ini adalah kandungan fitoestrogen (Isoflavon). Hal penting yang harus diperhatikan dalam budidaya semanggi ini adalah media yang baik untuk menghasilkan biomasa dan kandungan bioaktif (fitoestrogen) tinggi guna pemenuhan kebutuhan sayuran dan bahan baku obat yang aman terbebas dari kontaminasi bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan akibat kemampuannya menyerap logam berat (fitoremediasi). Selain itu untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi habitat tumbuh yang sesuai untuk tumbuhan semanggi, kemudian menemukan media tumbuh yang mampu meningkatkan kandungan bioaktif tinggi serta memberikan unsur hara berupa pupuk organik dan an-organik guna peningkatan biomasanya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pertumbuhan dan kadar bioaktif fitoestrogen paling tinggi pada tumbuhan semanggi yang tumbuh di habitat berbeda. Memperoleh teknik budidaya yang tepat untuk menghasilkan kadar bioaktif fitoestrogen tinggi pada tumbuhan semanggi. Mengetahui pengaruh penambahan pupuk an-organik (N dan K) dan organik (pupuk kotoran sapi) untuk peningkatan biomasa dan kadar bioaktif fitoestrogen tumbuhan semanggi. Penelitian pertama dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2017 dilaksanakan di tiga habitat yang memiliki perbedaan media tumbuh yaitu di Desa Sememi, Kecamatan Benowo Kota Surabaya dengan media basah atau tergenang, di Desa Wringinanom, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang dengan media sedang dan di Desa Bungur, Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung dengan media kering, menggunakan metode survei dengan tujuan untuk mengetahui pertumbuhan tumbuhan semanggi yang memiliki kandungan bioaktif tinggi dari habitat atau lokasi tumbuh berbeda. Penelitian kedua dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2019 yang bertempat di kebun Percobaan Jatimulyo Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur pada ketinggian antara 460 m dpl dengan tujuan untuk menghasilkan kadar bioaktif senyawa fitoestrogen tumbuhan semanggi yang optimal melalui teknologi cekaman air yang tepat. Penelitian ini merupakan percobaan pot, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial, terdiri dari 6 perlakuan, yaitu: K1 = Kering (Kurang dari 40% Kapasitas Lapang); K2 = Tanpa Genangan (Kapasitas Lapang); K3 = Genangan Air Ketinggian 2 cm; K4 = Genangan Air Ketinggian 4 cm; K5 = Genangan Air Ketinggian 6 cm; K6 = Genangan Air Ketinggian 8 cm. Penelitian ketiga dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2020, lokasi penelitian sama dengan pada penelitian kedua. Tujuan penelitian untuk meningkatkan biomasa dan bioaktif tumbuhan semanggi melalui aplikasi pupuk organik (kompos dan pupuk kotoran hewan), pupuk anorganik (N dan K). Penelitian ini merupakan percobaan pot. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor yang terdiri dari 8 perlakuan kombinasi jenis tanah dan pupuk an-organik (N, K), pupuk organik (kotoran sapi). Perlakuan terdiri dari: P0 = tanah, tanpa pupuk N dan K; P1 = tanah, N 138 kg ha-1; P2 = tanah, K 136 kg ha-1; P3 = tanah, N 138 kg ha- 1; dan K 136 kg ha-1; P4 = tanah, pupuk kotoran sapi 20.103 kg ha-1; P5 = tanah, pupuk kotoran sapi 20.103 kg ha-1, N 138 kg ha-1; P6 = tanah, pupuk kotoran sapi 20.103 kg ha-1, K 136 kg ha-1; P7 = tanah, pupuk kotoran sapi 20.103 kg ha-1, N 138 kg ha-1; K 136 kg ha-1. Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa tumbuhan semanggi jenis Marsilea crenata Presl. yang tumbuh pada habitat tergenang asal desa Sememi, Kota Surabaya menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan tumbuhan semanggi asal desa Wringinanom, Kabupaten Malang dan tumbuhan semanggi asal desa Bungur, Kabupaten Tulungagung. Berikut ini hasil dari pertumbuhan tumbuhan semanggi asal desa Sememi, panjang tangkai pada 4 MST (18,20 cm), jumlah daun (189,60 rumpun- 1), panjang akar (10,90 cm), jumlah anakan 77,20 cm) dan hasil kandungan bioaktif fitoestrogen turunan isoflavon yaitu daidzin (26,63 μg g-1), formononentin (30,63 μg g-1), genistin (28,80 μg g-1), daidzein (12,70 μg g-1), biochanin A (22,07 μg g-1), genistein (14,45 μg g-1 ), 6‘-O-malonylgenistin (12,46 μg g-1),dan biochanin A-7-O-β-D- glucoside-6‘‘-O-malonate (34,15 μg g-1). Sedangkan pada penelitian tahap kedua memperoleh teknik budidaya tumbuhan semanggi jenis Marsilea crenata Presl. dengan media kapasitas lapang mampu meningkatkan kandungan bioaktif fitoestrogen daidzin sebesar (87,03%), biochanin A (88,89%), genistein (88,92%), formo-nonetin (87,01%), genistin (87,03%), 6''-O-malony (88,92%), daidzein (87,01%), dan biochanin A-7-O-Beta-D-glucoside-6''-O-malonate (87,45%). Penelitian tahap ketiga menunjukkan bahwa komposisi media tanah, pupuk organik (pupuk kotoran sapi) dengan dosis 20.103 kg. ha-1 dapat meningkatkan biomasa bobot segar total panen (235,9 g petak panen-1), bobot kering total panen (45,78 g bak panen-1) dengan ukuran bak 42 x 32 x 14 cm dan kandungan bioaktif fitoestrogen tumbuhan semanggi sebesar (daidzin 174%, genistin 168%, biochanin A1606''-O- malony 177%, formo-nonetin 168%, daidzein 147%, genistein 175%, biochanin A-7- O-Beta-D-glucoside-6''-O-malonate 174%)

    Neraca Pertumbuhan, Hasil dan Betasianin Bit Merah (Beta vulgaris L.) pada Perbedaan Jenis dan Dosis Pupuk Nitrogen, Fosfor dan Kalium

    No full text
    Betasianin bit merah adalah antioksidan yang digunakan luas dalam industri makanan, kosmetik dan farmasi. Di Indonesia, bit merah mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan potensial dibudidayakan karena mempunyai adaptasi yang luas. Upaya peningkatan produktifitas terkendala oleh potensi penurunan kadar betasianin yang dapat menyebabkan rendahnya hasil betasianin yang dicapai. Unsur hara adalah faktor lingkungan yang paling sering menjadi pembatas produktivitas tetapi sangat memungkinkan dikelola. Aplikasi jenis dan dosis yang tepat diharapkan mampu mencapai hasil umbi dan hasil betasianin yang tinggi. Tujuan penelitian adalah 1) mempelajari pengaruh perbedaan jenis dan dosis N, P dan K pada pertumbuhan, hasil umbi dan betasianin bit merah. 2) mendapatkan neraca optimal antara hasil umbi dan betasianin pada perbedaan jenis dan dosis N, P dan K melalui pendekatan modeling pertumbuhan. 3) mempelajari korelasi komponen pertumbuhan, komponen hasil umbi dan kadar betasianin bit merah. Penelitian dilaksanakan di greenhouse kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang berada di Jatimulyo kecamatan Lowokwaru Kota Malang (7° 56’ 22” S, 112° 37’ 23” T) dengan ketinggian tempat ± 460 mdpl, pada bulan Januari – Desember 2021. Penelitian terdiri dari 3 seri percobaan yaitu 1) Optimasi dosis dari beberapa jenis pupuk nitrogen (N) di mana faktor jenis N terdiri dari 5 taraf yaitu Calcinit, NPK, NPKnit, ZA, dan Urea sedangkan faktor dosis N terdiri dari 3 taraf yaitu 75, 150 dan 225 kg N/ha. 2) Optimasi dosis dari beberapa jenis pupuk fosfor (P) di mana faktor jenis P terdiri dari 5 taraf yaitu Amofos, Biofosfat, Fertifosfat, Guano dan SP36 sedangkan faktor dosis terdiri dari 3 taraf yaitu 50, 100 dan 150 kg P2O5/ha. 3) Optimasi dosis dari beberapa jenis pupuk kalium (K) di mana faktor jenis K terdiri dari 4 taraf yaitu KCl, KNO3, PK dan ZK sedangkan faktor dosis terdiri dari 3 taraf yaitu 50, 100 dan 150 kg K2O/ha. Pada masing-masing seri percobaan ditambah satu perlakuan tanpa penambahan N, P dan K sebagai kontrol. Setiap seri percobaan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan faktor pertama adalah jenis dan faktor kedua adalah dosis. Pengulangan dilakukan tiga kali. Analisis data terdiri dari 1) sidik ragam 2) uji beda nyata menggunakan BNT, 3) analisis korelasi, 4) efisiensi agronomi penggunaan unsur dan konsumsi pupuk 5) pemodelan dan persamaan regresi linier, polinomial, pemodelan logistik dan beta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Pemupukan meningkatkan pertumbuhan, hasil dan betasianin bit merah. 2) Estimasi 170 kgN/ha Urea dan 210 kg N/ha Calcinit meningkatkan hasil umbi masing-masing sampai dengan 63% dan 39% dan meningkatkan hasil betasianin sampai dengan 35% dan 50% secara berturutan. 3) Estimasi 150 kg P2O5/ha SP36 meningkatkan hasil umbi sampai dengan 41% dan hasil betasianin 34%. 4) Sedikitnya dibutuhkan 50 kg K2O/ha untuk meningkatkan hasil umbi dan hasil betasinin sampai 29% dan 28% secara berurutan dibanding tanpa pemupukan. 5) Pertumbuhan berkorelasi positif terhadap hasil umbi sedangkan hasil umbi berkorelasi negatif dengan kadar betasianin

    Perbandingan Pemberian Larutan Gula Pasir, Air Cucian Beras Dan Air Kelapa Tua Pada Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus

    No full text
    Indonesia memiliki jenis jamur yang bermacam-macam untuk dibudidayakan, salah satu jenis jamur yang perlu dikembangkan di Indonesia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota yang saat ini cukup populer dan banyak digemari masyarakat karena rasanya yang lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi protein, dan rendah lemak. Produksi jamur di Indonesia pada tahun 2011 adalah 43.047.029 kg, dengan jumlah penduduk sebesar 437.737.582 jiwa, maka konsumsi jamur di Indonesia rata-rata adalah 0,197 kg per kapita per tahun. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi jamur berpengaruh positif terhadap permintaan pasokan yang meningkat mencapai 20-25% per tahun. Prospek yang baik dan minat masyarakat yang semakin meningkat dalam mengkonsumsi jamur tiram putih, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi dari jamur tiram putih. Salah satu upaya untuk meningkatan hasil produksi jamur tiram ialah dengan memberikan larutan tambahan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan jenis dan komposisi larutan gula pasir, air cucian beras dan air kelapa yang terbaik pada pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih. Hipotesis dari penelitian ini ialah pada pemberian larutan campuran gula pasir, air cucian beras dan air kelapa tua dengan komposisi 1:1:1 atau masing-masing 13 ml/baglog memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Percobaan ini dilaksanakan di Desa Junggo, Kecamatan Bumiaji, Kabupaten Batu dengan ketinggian tempat 1612 m dpl, suhu berkisar 18-24 ºC, dan kelembaban udara sekitar 75-98%. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 sampai dengan bulan Januari 2019. Alat yang digunakan pada penelitian ini ialah sekop, mesin pencampur media, alat pengepres baglog, alat sterilisasi berupa drum, selang air, pipa, termometer, higrometer, plastik polipropilen, cincin baglog serta penutup, gelang karet, kertas, bunsen, spatula, korek api, alat semprot, gelas ukur, pisau, timbangan, penggaris, kamera dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada penelitian ini ialah alkohol 70%, spirtus, benih jamur tiram putih, serbuk kayu, bekatul, CaCO3, CaSO4, air, gula pasir, air cucian beras, dan air kelapa. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) meliputi 8 perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan yang digunakan ialah L0: Tanpa penambahan larutan (kontrol), L1: Penambahan larutan gula pasir 40 ml/baglog, L2: Penambahan larutan air cucian beras 40 ml/baglog, L3: Penambahan larutan air kelapa tua 40 ml/baglog, L4: Penambahan 40 ml/baglog larutan campuran air kelapa tua dan air cucian beras (1:1) atau masing-masing 20 ml/baglog, L5: Penambahan 40 ml/baglog larutan campuran air kelapa tua dan larutan gula pasir (1:1) atau masing- masing 20 ml/baglog, L6: Penambahan 40 ml/baglog larutan campuran gula pasir dan air cucian beras (1:1) atau masing-masing 20 ml/baglog, dan L7: Penambahan 40 ml/baglog larutan campuran gula pasir, air cucian beras dan air kelapa tua (1:1:1) atau masing-masing 13 ml/baglog. Pengamatan dilakukan secara non-destruktif (panjang miselium, pertumbuhan miselium saat memenuhi baglog, dan umur jamur tiram putih pada saat muncul pinhead), komponen hasil dan panen (umur panen, interval hari panen, diameter tudung jamur, jumlah tudung jamur, bobot segar, dan total panen per baglog). Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata pada perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terhadap perlakuan pemberian larutan pada parameter panjang miselium, pertumbuhan miselium saat memenuhi baglog, umur jamur tiram putih pada saat muncul pinhead, umur panen, bobot segar, jumlah tudung jamur, interval hari panen dan panen jamur tiram putih. Kemudian pada parameter diameter tudung menunjukkan tidak adanya pengaruh pada pemberian larutan. Perlakuan pemberian larutan yang terbaik yakni pada perlakuan pemberian larutan campuran gula pasir dan air kelapa (L5) dengan perbandingan komposisi 1:1 dengan hasil yang didapatkan bobot segar panen yang lebih bai

    Pengaruh Dosis Pupuk Organik Cair pada Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas Bululawang

    No full text
    Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman iklim tropis yang memiliki kandungan nira pada bagian batang yang dapat diolah menjadi gula. Fisik tanaman tebu umumnya berbulu, memiliki duri halus dan beruas-ruas yang diantara ruasnya dapat tumbuh mata tunas yang akan menjadi pucuk tanaman baru (Harjanti, 2014). Salah satu cara meningkatkan produktifitas tebu adalah dengan mengupayakan pemupukan yang dapat meningkatkan hasil tanaman, untuk itu penelitian dilakukan pada penelitian ini sangat penting untuk mengetahui komposisi dosis pupuk organik cair terhadap pertumbuhan awal tanaman tebu. Bahan dasar yang dapat digunakan sebagai pupuk organik cair adalah limbah tetes tebu yang difermentasikan. Tetes tebu merupakan sisa sirup terakhir dari stasiun masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali. Penggunaan tetes tebu dalam pertanian meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara dan meningkatkan aktivitas biologi tanah (Ummu, 2022). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2022 di desa Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang, sebelah Timur Selatan Kota Malang. Bahan utama yang dibutuhkan dalam penelititn ini yaitu bibit tanaman tebu varietas Bululawang (BL), pupuk organik cair, pupuk anorganik Urea, SP-36, KCl, dan air. Alat yang digunakan dalam penanaman dan pengamatan tanaman, dibutuhkan antara lain: gembor meteran ukur, papan nama tanda tiap perlakuan, pasak bambu, drum berukuran 150 liter sebagai tempat pupuk, bor pengaduk, gelas ukur, jangka sorong, kamera dan alat tulis. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan total 28 petak percobaan dengan populasi tiap perlakuan terdiri dari 266 tanaman.. Perlakuan yang dilakukan T1: Kontrol (Tanpa pupuk); T2: 100% NPK; T3: 100% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik – K; T4: 50% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik – K; T5: 150% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik – K; T6: 200% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik – K; T7: 100% Pupuk organik cair. Parameter yang diamati terdiri dati tinggi batang, jumlah batang, diameter batang, dan jumlah anakan per rumpun. Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dari rancangan acak kelompok (RAK) dengan taraf 5% dan uji DMRT. Berdasarkan hasil penelitian uji dosis pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) dapat disimpulkan bahwa penggurangan dosis pupuk anorganik berpengaruh terhadap pertumbuhan awal tinggi batang, jumlah batang, diameter batang, jumlah daun dan anakan per rumpun tanaman tebu

    Pengaruh Pemberian Paklobutrazol Dan Kalium Terhadap Pertumbuhan Anggrek Bulan (Phalaenopsis Sp.) Saat Aklimatisasi

    No full text
    Anggrek (Orchidaceae) ialah tanaman hias yang sangat populer karena memiliki jenis yang beragam dan warna bunga yang indah. Bunga anggrek dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti upacara keagamaan, dekorasi ruangan, ucapan selamat dan ungkapan sukacita maupun dukacita. Anggrek Bulan memiliki keindahan bunga dan waktu mekar yang lama sepanjang tahun, sehingga membuat spesies tanaman ini paling banyak diproduksi secara komersial. Produksi anggrek sebagai bunga potong di Indonesia pada tahun 2015-2017 mengalami penurunan sebesar 7,14% dan peningkatan sebesar 0,3%. Permintaan akan kebutuhan anggrek perlu didukung dengan bibit anggrek yang berkualias dalam jumlah besar yang sering kali tidak dapat terpenuhi dengan metode perbanyakan konvensional. Sehingga diperlukan metode perbanyakan yang tepat, efisien dan cepat yaitu kultur in vitro yang dapat menghasilkan bibit yang seragam dalam jumlah banyak. Salah satu tahapan dari kultur in vitro yaitu aklimatisasi. Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian peralihan dari lingkungan heterotrof ke lingkungan autotrof pada planlet yang diperoleh melalui teknik kultur in vitro dan merupakan tahapan terakhir dari kultur in vitro. Pentingnya melalukan aklimatisasi supaya bibit anggrek (planlet) hasil kultur in vitro dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Paklobutrazol dan Kalium berperan secara sinergis dalam membatu menyesuaikan planlet terhadap lingkungan yang baru (heterotrof ke autotrof), mempertahankan kondisi tanaman yang awalnya pada lingkungan terkendali ke lingkungan yang tidak terkontrol dengan fungsi paklobutrazol dalam penghambat pertumbuhan dan pelindung stres sedangkan kalium dapat mempertahankan turgiditas sel, mangatur membuka dan menutupnya stomata untuk menguragi transpirasi berlebih. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pemberian paklobutrazol dan kalium dalam mempegaruhi kualitas plenlet anggrek bulan pada tahap aklimatisasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2019 sampai Maret 2020 di kebun Handoyo Budi Orchids Malang yang beralamat di Jl. Telasih Ds. Ngijo kec. Karangploso, Malang. Alat yang digunakan sebagai penunjang penelitian yaitu cup plastik, tray semai, hand sprayer, meteran, gunting, staples, kamera, ember, kertas label, Leaf Area Meter (LAM), mikroskop, papan nama, pengaris, alat tulis, gelas ukur dan pinset. Bahan yang akan digunakan yaitu planlet anggrek bulan, media tanam (mos putih, mos hitam dan styrofoam), paklobutrazol 50% bahan aktif, pupuk kalium cair (Ekstra-K 46SW), Dithane M-45 dan air. Penelitian ini merupakan percobaan faktorial yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah pemberian paklobutrazol yang terdiri atas 3 taraf yaitu: P0: 0 ppm, P1: 20 ppm dan P2: 30 ppm. Sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi kalium yang terdiri atas 3 taraf yaitu K0: 0 ml L-1 K1: 0,52 ml L-1 dan K2: 1,04 ml L-1. Pengamatan dilakukan secara nondistraktif (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, luas daun per tanaman dan persentase hidup tanaman) dan desktraktif (kerapatan vii stomata). Untuk pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun per tanaman dan persentase hidup tanaman akan dilakukan pada saat umur 2, 4, 6, dan 8 mst. Sedangkan pengamatan pada jumlah akar, panjang akar dan kerapatan stomata diamati pada 8 mst. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya dilakukan Analysis of Varian (ANOVA) dengan taraf 5%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata atau interaksi antar perlakuan atau faktor maka dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf 5% untuk mengetahui perbedaan pada taraf-taraf faktor yang diuji. Perlakuan paklobutrazol 20 ppm dan kalium 0,52 ml L-1 menghasilkan jumlah daun anggrek bulan lebih banyak dibandingkan dengan kalium 0 ml L-1 dengan paklobutrazol 0 ppm, kalium 0,52 ml L-1 dengan paklobutrazol 0 ppm dan kalium 1,04 ml L-1 dengan paklobutrazol 30 ppm. Pemberian paklobutrazol 20 ppm menghasilkan jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan penambahan paklobutrazol 0 ppm dan 30 ppm. Pemberian paklobutrazol 20 ppm menghasilkan jumlah akar lebih banyak dibandingkan penambahan paklobutrazol 0 ppm. Pemberian kalium pada konsentrasi 1,04 ml L-1 menghasilkan tinggi tanaman dan luas daun lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan kalium 0 ml L-

    Pengaruh Dosis Nitrogen Dan Interval Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sambiloto (Andrographis Paniculata Ness.)

    Get PDF
    Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) ialah tumbuhan liar berkhasiat obat. Penggunaan sambiloto sebagai obat tradisional semakin diminati, akan tetapi, hingga sekarang sebagian besar sambiloto masih belum banyak dibudidayakan dan mengandalkan pasokan dari alam. Tanaman obat yang masih mengandalkan pasokan dari alam memerlukan teknik budidaya yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Teknik budidaya yang perlu diperhatikan diantaranya ialah pemberian pupuk dan air pada tanaman. Kedua hal tersebut sangat penting karena pupuk digunakan sebagai tambahan hara dari luar selain dari media tanam, sedangkan air dapat mempengaruhi fotosintesis dan reaksi kimia pada organ tanaman. Sambiloto merupakan tanaman yang dipanen pada masa vegetatif, sehingga kebutuhan nitrogen harus terpenuhi. Oleh karena itu, dosis nitrogen dan interval pemberian air yang tepat diperlukan untuk mencapai produksi tanaman sambiloto yang optimal. Tujuan penelitian ini ialah untuk mempelajari pengaruh dosis nitrogen dan interval pemberian air yang tepat untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil tanaman sambiloto yang tepat. Hipotesis penelitian ini ialah terdapat interaksi atau pengaruh pemupukan nitrogen tertentu pada interval pemberian air tertentu yang dapat menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman sambiloto yang tepat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2019 sampai Mei 2019 di Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu dengan ketinggian ±700 m dpl. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi cetok, gembor, meteran, gelas ukur, timbangan, polibag berdiameter 25 cm, alat tulis, kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tanah, pupuk kandang, biji sambiloto, pupuk urea, air. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), disusun secara faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah dosis pupuk N yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0 kg N.ha-1 (N0), 46 kg N.ha-1 (N1), 92 kg N.ha-1 (N2) dan 138 kg N.ha-1 (N3). Sedangkan faktor kedua, interval pemberian air yang terdiri dari 3 taraf yaitu P1 = 1 hari sekali; P2 = 2 hari sekali; P3 = 3 hari sekali. Pengamatan tanaman sambiloto dibagi menjadi pengamatan pertumbuhan dan hasil. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap seminggu sekali. Paramater pertumbuhan yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun. Sedangkan pengamatan hasil dilakukan pada saat tanaman sudah panen yaitu saat tanaman belum berbunga. Parameter hasil yang diamati yaitu bobot segar total, bobot kering total, analisa index klorofil, analisa kandungan nitrogen pada tanaman dan analisa flavonoid. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) dengan taraf kesalahan 5% dan apabila terdapat pengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil yang diperoleh menunjukkan interaksi pemupukan Nitrogen 92 kg.ha-1 dengan penyiraman 2 hari sekali dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar dan bobot kering tanaman sambiloto. Semakin tinggi ii dosis pemupukan N dan semakin jarang interval penyiraman maka semakin tinggi kandungan flavonoid dalam tanaman sambiloto. Perlakuan Nitrogen 92 kg.ha-1 dapat meningkatkan kandungan nitrogen dan klorofil dalam tanaman sambilot
    corecore