11 research outputs found

    Peningkatan Kadar Bioaktif Fitoestrogen Tumbuhan Semanggi (Marsilea Crenata Presl.) Melalui Pengelolaan Lingkungan Tanaman

    No full text
    Tumbuhan semanggi (Marsilea crenata Presl.) termasuk salah satu tumbuhan paku-pakuan yang biasa tumbuh di lingkungan berlumpur, tanah lembab atau tempat berair. Tumbuhan semanggi belum banyak dibudidayakan oleh petani, kebanyakan petani hanya mengumpulkan semanggi yang tumbuh secara liar di sawah. Habitat tumbuhan semanggi ini biasa tergenang, karena semanggi merupakan salah satu jenis tanaman air. Masyarakat tahu bahwa semanggi merupakan salah satu gulma padi sawah dan memiliki kemampuan sebagai tumbuhan fitoremediasi (Jiang et al., 2018). Selain berfungsi sebagai sayur, tumbuhan ini juga memiliki khasiat obat untuk pencegah osteoporosis pasca menopause bagi kaum wanita. Kandungan yang diharapkan untuk bisa mengobati penyakit ini adalah kandungan fitoestrogen (Isoflavon). Hal penting yang harus diperhatikan dalam budidaya semanggi ini adalah media yang baik untuk menghasilkan biomasa dan kandungan bioaktif (fitoestrogen) tinggi guna pemenuhan kebutuhan sayuran dan bahan baku obat yang aman terbebas dari kontaminasi bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan akibat kemampuannya menyerap logam berat (fitoremediasi). Selain itu untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi habitat tumbuh yang sesuai untuk tumbuhan semanggi, kemudian menemukan media tumbuh yang mampu meningkatkan kandungan bioaktif tinggi serta memberikan unsur hara berupa pupuk organik dan an-organik guna peningkatan biomasanya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pertumbuhan dan kadar bioaktif fitoestrogen paling tinggi pada tumbuhan semanggi yang tumbuh di habitat berbeda. Memperoleh teknik budidaya yang tepat untuk menghasilkan kadar bioaktif fitoestrogen tinggi pada tumbuhan semanggi. Mengetahui pengaruh penambahan pupuk an-organik (N dan K) dan organik (pupuk kotoran sapi) untuk peningkatan biomasa dan kadar bioaktif fitoestrogen tumbuhan semanggi. Penelitian pertama dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2017 dilaksanakan di tiga habitat yang memiliki perbedaan media tumbuh yaitu di Desa Sememi, Kecamatan Benowo Kota Surabaya dengan media basah atau tergenang, di Desa Wringinanom, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang dengan media sedang dan di Desa Bungur, Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung dengan media kering, menggunakan metode survei dengan tujuan untuk mengetahui pertumbuhan tumbuhan semanggi yang memiliki kandungan bioaktif tinggi dari habitat atau lokasi tumbuh berbeda. Penelitian kedua dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2019 yang bertempat di kebun Percobaan Jatimulyo Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur pada ketinggian antara 460 m dpl dengan tujuan untuk menghasilkan kadar bioaktif senyawa fitoestrogen tumbuhan semanggi yang optimal melalui teknologi cekaman air yang tepat. Penelitian ini merupakan percobaan pot, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial, terdiri dari 6 perlakuan, yaitu: K1 = Kering (Kurang dari 40% Kapasitas Lapang); K2 = Tanpa Genangan (Kapasitas Lapang); K3 = Genangan Air Ketinggian 2 cm; K4 = Genangan Air Ketinggian 4 cm; K5 = Genangan Air Ketinggian 6 cm; K6 = Genangan Air Ketinggian 8 cm. Penelitian ketiga dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2020, lokasi penelitian sama dengan pada penelitian kedua. Tujuan penelitian untuk meningkatkan biomasa dan bioaktif tumbuhan semanggi melalui aplikasi pupuk organik (kompos dan pupuk kotoran hewan), pupuk anorganik (N dan K). Penelitian ini merupakan percobaan pot. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor yang terdiri dari 8 perlakuan kombinasi jenis tanah dan pupuk an-organik (N, K), pupuk organik (kotoran sapi). Perlakuan terdiri dari: P0 = tanah, tanpa pupuk N dan K; P1 = tanah, N 138 kg ha-1; P2 = tanah, K 136 kg ha-1; P3 = tanah, N 138 kg ha- 1; dan K 136 kg ha-1; P4 = tanah, pupuk kotoran sapi 20.103 kg ha-1; P5 = tanah, pupuk kotoran sapi 20.103 kg ha-1, N 138 kg ha-1; P6 = tanah, pupuk kotoran sapi 20.103 kg ha-1, K 136 kg ha-1; P7 = tanah, pupuk kotoran sapi 20.103 kg ha-1, N 138 kg ha-1; K 136 kg ha-1. Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa tumbuhan semanggi jenis Marsilea crenata Presl. yang tumbuh pada habitat tergenang asal desa Sememi, Kota Surabaya menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan tumbuhan semanggi asal desa Wringinanom, Kabupaten Malang dan tumbuhan semanggi asal desa Bungur, Kabupaten Tulungagung. Berikut ini hasil dari pertumbuhan tumbuhan semanggi asal desa Sememi, panjang tangkai pada 4 MST (18,20 cm), jumlah daun (189,60 rumpun- 1), panjang akar (10,90 cm), jumlah anakan 77,20 cm) dan hasil kandungan bioaktif fitoestrogen turunan isoflavon yaitu daidzin (26,63 μg g-1), formononentin (30,63 μg g-1), genistin (28,80 μg g-1), daidzein (12,70 μg g-1), biochanin A (22,07 μg g-1), genistein (14,45 μg g-1 ), 6‘-O-malonylgenistin (12,46 μg g-1),dan biochanin A-7-O-β-D- glucoside-6‘‘-O-malonate (34,15 μg g-1). Sedangkan pada penelitian tahap kedua memperoleh teknik budidaya tumbuhan semanggi jenis Marsilea crenata Presl. dengan media kapasitas lapang mampu meningkatkan kandungan bioaktif fitoestrogen daidzin sebesar (87,03%), biochanin A (88,89%), genistein (88,92%), formo-nonetin (87,01%), genistin (87,03%), 6''-O-malony (88,92%), daidzein (87,01%), dan biochanin A-7-O-Beta-D-glucoside-6''-O-malonate (87,45%). Penelitian tahap ketiga menunjukkan bahwa komposisi media tanah, pupuk organik (pupuk kotoran sapi) dengan dosis 20.103 kg. ha-1 dapat meningkatkan biomasa bobot segar total panen (235,9 g petak panen-1), bobot kering total panen (45,78 g bak panen-1) dengan ukuran bak 42 x 32 x 14 cm dan kandungan bioaktif fitoestrogen tumbuhan semanggi sebesar (daidzin 174%, genistin 168%, biochanin A1606''-O- malony 177%, formo-nonetin 168%, daidzein 147%, genistein 175%, biochanin A-7- O-Beta-D-glucoside-6''-O-malonate 174%)

    Neraca Pertumbuhan, Hasil dan Betasianin Bit Merah (Beta vulgaris L.) pada Perbedaan Jenis dan Dosis Pupuk Nitrogen, Fosfor dan Kalium

    No full text
    Betasianin bit merah adalah antioksidan yang digunakan luas dalam industri makanan, kosmetik dan farmasi. Di Indonesia, bit merah mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan potensial dibudidayakan karena mempunyai adaptasi yang luas. Upaya peningkatan produktifitas terkendala oleh potensi penurunan kadar betasianin yang dapat menyebabkan rendahnya hasil betasianin yang dicapai. Unsur hara adalah faktor lingkungan yang paling sering menjadi pembatas produktivitas tetapi sangat memungkinkan dikelola. Aplikasi jenis dan dosis yang tepat diharapkan mampu mencapai hasil umbi dan hasil betasianin yang tinggi. Tujuan penelitian adalah 1) mempelajari pengaruh perbedaan jenis dan dosis N, P dan K pada pertumbuhan, hasil umbi dan betasianin bit merah. 2) mendapatkan neraca optimal antara hasil umbi dan betasianin pada perbedaan jenis dan dosis N, P dan K melalui pendekatan modeling pertumbuhan. 3) mempelajari korelasi komponen pertumbuhan, komponen hasil umbi dan kadar betasianin bit merah. Penelitian dilaksanakan di greenhouse kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang berada di Jatimulyo kecamatan Lowokwaru Kota Malang (7° 56’ 22” S, 112° 37’ 23” T) dengan ketinggian tempat ± 460 mdpl, pada bulan Januari – Desember 2021. Penelitian terdiri dari 3 seri percobaan yaitu 1) Optimasi dosis dari beberapa jenis pupuk nitrogen (N) di mana faktor jenis N terdiri dari 5 taraf yaitu Calcinit, NPK, NPKnit, ZA, dan Urea sedangkan faktor dosis N terdiri dari 3 taraf yaitu 75, 150 dan 225 kg N/ha. 2) Optimasi dosis dari beberapa jenis pupuk fosfor (P) di mana faktor jenis P terdiri dari 5 taraf yaitu Amofos, Biofosfat, Fertifosfat, Guano dan SP36 sedangkan faktor dosis terdiri dari 3 taraf yaitu 50, 100 dan 150 kg P2O5/ha. 3) Optimasi dosis dari beberapa jenis pupuk kalium (K) di mana faktor jenis K terdiri dari 4 taraf yaitu KCl, KNO3, PK dan ZK sedangkan faktor dosis terdiri dari 3 taraf yaitu 50, 100 dan 150 kg K2O/ha. Pada masing-masing seri percobaan ditambah satu perlakuan tanpa penambahan N, P dan K sebagai kontrol. Setiap seri percobaan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan faktor pertama adalah jenis dan faktor kedua adalah dosis. Pengulangan dilakukan tiga kali. Analisis data terdiri dari 1) sidik ragam 2) uji beda nyata menggunakan BNT, 3) analisis korelasi, 4) efisiensi agronomi penggunaan unsur dan konsumsi pupuk 5) pemodelan dan persamaan regresi linier, polinomial, pemodelan logistik dan beta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Pemupukan meningkatkan pertumbuhan, hasil dan betasianin bit merah. 2) Estimasi 170 kgN/ha Urea dan 210 kg N/ha Calcinit meningkatkan hasil umbi masing-masing sampai dengan 63% dan 39% dan meningkatkan hasil betasianin sampai dengan 35% dan 50% secara berturutan. 3) Estimasi 150 kg P2O5/ha SP36 meningkatkan hasil umbi sampai dengan 41% dan hasil betasianin 34%. 4) Sedikitnya dibutuhkan 50 kg K2O/ha untuk meningkatkan hasil umbi dan hasil betasinin sampai 29% dan 28% secara berurutan dibanding tanpa pemupukan. 5) Pertumbuhan berkorelasi positif terhadap hasil umbi sedangkan hasil umbi berkorelasi negatif dengan kadar betasianin

    Perbandingan Pemberian Larutan Gula Pasir, Air Cucian Beras Dan Air Kelapa Tua Pada Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus

    No full text
    Indonesia memiliki jenis jamur yang bermacam-macam untuk dibudidayakan, salah satu jenis jamur yang perlu dikembangkan di Indonesia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota yang saat ini cukup populer dan banyak digemari masyarakat karena rasanya yang lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi protein, dan rendah lemak. Produksi jamur di Indonesia pada tahun 2011 adalah 43.047.029 kg, dengan jumlah penduduk sebesar 437.737.582 jiwa, maka konsumsi jamur di Indonesia rata-rata adalah 0,197 kg per kapita per tahun. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi jamur berpengaruh positif terhadap permintaan pasokan yang meningkat mencapai 20-25% per tahun. Prospek yang baik dan minat masyarakat yang semakin meningkat dalam mengkonsumsi jamur tiram putih, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi dari jamur tiram putih. Salah satu upaya untuk meningkatan hasil produksi jamur tiram ialah dengan memberikan larutan tambahan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan jenis dan komposisi larutan gula pasir, air cucian beras dan air kelapa yang terbaik pada pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih. Hipotesis dari penelitian ini ialah pada pemberian larutan campuran gula pasir, air cucian beras dan air kelapa tua dengan komposisi 1:1:1 atau masing-masing 13 ml/baglog memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Percobaan ini dilaksanakan di Desa Junggo, Kecamatan Bumiaji, Kabupaten Batu dengan ketinggian tempat 1612 m dpl, suhu berkisar 18-24 ºC, dan kelembaban udara sekitar 75-98%. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 sampai dengan bulan Januari 2019. Alat yang digunakan pada penelitian ini ialah sekop, mesin pencampur media, alat pengepres baglog, alat sterilisasi berupa drum, selang air, pipa, termometer, higrometer, plastik polipropilen, cincin baglog serta penutup, gelang karet, kertas, bunsen, spatula, korek api, alat semprot, gelas ukur, pisau, timbangan, penggaris, kamera dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada penelitian ini ialah alkohol 70%, spirtus, benih jamur tiram putih, serbuk kayu, bekatul, CaCO3, CaSO4, air, gula pasir, air cucian beras, dan air kelapa. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) meliputi 8 perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan yang digunakan ialah L0: Tanpa penambahan larutan (kontrol), L1: Penambahan larutan gula pasir 40 ml/baglog, L2: Penambahan larutan air cucian beras 40 ml/baglog, L3: Penambahan larutan air kelapa tua 40 ml/baglog, L4: Penambahan 40 ml/baglog larutan campuran air kelapa tua dan air cucian beras (1:1) atau masing-masing 20 ml/baglog, L5: Penambahan 40 ml/baglog larutan campuran air kelapa tua dan larutan gula pasir (1:1) atau masing- masing 20 ml/baglog, L6: Penambahan 40 ml/baglog larutan campuran gula pasir dan air cucian beras (1:1) atau masing-masing 20 ml/baglog, dan L7: Penambahan 40 ml/baglog larutan campuran gula pasir, air cucian beras dan air kelapa tua (1:1:1) atau masing-masing 13 ml/baglog. Pengamatan dilakukan secara non-destruktif (panjang miselium, pertumbuhan miselium saat memenuhi baglog, dan umur jamur tiram putih pada saat muncul pinhead), komponen hasil dan panen (umur panen, interval hari panen, diameter tudung jamur, jumlah tudung jamur, bobot segar, dan total panen per baglog). Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata pada perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terhadap perlakuan pemberian larutan pada parameter panjang miselium, pertumbuhan miselium saat memenuhi baglog, umur jamur tiram putih pada saat muncul pinhead, umur panen, bobot segar, jumlah tudung jamur, interval hari panen dan panen jamur tiram putih. Kemudian pada parameter diameter tudung menunjukkan tidak adanya pengaruh pada pemberian larutan. Perlakuan pemberian larutan yang terbaik yakni pada perlakuan pemberian larutan campuran gula pasir dan air kelapa (L5) dengan perbandingan komposisi 1:1 dengan hasil yang didapatkan bobot segar panen yang lebih bai

    Pengaruh Komposisi Media MS dan Konsentrasi BAP terhadap Pertumbuhan Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) pada Tahap In Vitro Hingga Aklimatisasi.

    No full text
    RINGKASAN Saviera Hayu Nurtalitha. 186040200111014. Pengaruh Komposisi Media MS dan Konsentrasi BAP terhadap Pertumbuhan Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) pada Tahap In Vitro Hingga Aklimatisasi. Di bawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Ellis Nihayati, MS. Sebagai Pembimbing Utama dan Prof. Dr. Ir. Nurul Aini, MS. Sebagai Pembimbing Kedua Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) merupakan tanaman pemanis yang mengandung steviosida, rebaudiosida A dan steviol pada daunnya. Namun saat ini pengembangan stevia di Indonesia masih terkendala oleh perbanyakan bibit baik secara vegetatif maupun generatif. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk mengatasinya yaitu perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh komposisi media kultur. Komposisi media yang mempengaruhi perbanyakan secara in vitro adalah komponen mineral, sumber karbon, dan zat pengatur tumbuh. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk mendapatkan kombinasi media MS dan konsentrasi BAP yang tepat untuk pertumbuhan dan kemampuan aklimatisasi stevia. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kombinasi media MS dan konsentrasi BAP yang tepat untuk pertumbuhan planlet stevia yang dilakukan secara in vitro dan mendapatkan pengaruh komposisi media MS dan konsentrasi BAP terhadap kemampuan aklimatisasi planlet stevia. Manfaat dari penelitian ini adalah didapatkan bahan tanam stevia yang memiliki pertumbuhan dan kemampuan aklimatisasi yang baik sehingga dapat digunakan dalam pertanian konvensional. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), timbangan analitik, kompor listrik, botol kultur, pengaduk, gelas beker, gelas ukur, gelas arloji, pipet hisap, pipet tetes, spatula, gelas erlenmeyer, gunting, handsprayer, karet gelang, plastik penutup, tisu, pinset, cawan petri, scalpel, pH meter, panci, magnetic stirer, air conditioner (AC), rak kultur, bunsen, autoclave, oven, cuvet, kaca preparat, kaca penutup, mikroskop, spektrofotometer, penggaris, alat tulis dan kamera. Bahan tanam yang digunakan adalah eksplan tunas aksilar (ruas) stevia. Media dasar Murashige dan Skoog (MS), sukrosa, agar, aquades steril, bayclin, spiritus, label, alkohol 70%, alkohol 96%, fungisida, bakterisida, retardan, detergen, HCl 1N, NaOH 1N, clorox 15%, cat kuku bening, kaseinhidrolisat serta media aklimatisasi (cocopeat dan arang sekam). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang dilaksanakan menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah perbanyakan secara in vitro dengan 9 perlakuan yang merupakan kombinasi dari ½ MS, 1 MS dan 1½ MS serta konsentrasi BAP yakni 0 mg.l-1, 1 mg.l-1 dan 2 mg.l-1 dengan 3 ulangan. Pada masing-masing ulangan dalam tahap perbanyakan in vitro terdapat 30 eksplan yang terdiri dari 3 eksplan dalam masing-masing botol kultur. Kemudian dilanjukan ke tahap kedua yaitu tahap pengakaran dengan bahan tanam yang berasal dari hasil perbanyakan in vitro. Pada masing-masing ulangan dalam tahap perbanyakan in vitro terdapat 30 eksplan yang terdiri dari 3 eksplan dalam masing-masing botol kultur, sehingga terdapat 10 botol kultur pada setiap ulangan sehingga didapatkan jumlah eksplan keseluruhan adalah 810 eksplan. Kemudian dilanjutkan ke tahap kedua yaitu tahap subkultur dan selanjutnya tahap aklimatisasi dengan bahan tanam yang berasal dari hasil perbanyakan in vitro. Pada masing-masing ulangan dalam tahap aklimatiasasi terdapat 24 eksplan yang terdiri dari 3 ulangan sehingga didapatkan jumlah eksplan keseluruhan adalah 648 eksplan. Pengamatan in vitro meliputi non destruktif meliputi tinggi planlet (cm), jumlah daun (helai), jumlah ii tunas, panjang akar (cm), jumlah akar, jumlah ruas, daya hidup (%), persentase kontaminasi (%) dan indeks vigor (%) serta pengamatan destruktif meliputi struktur jaringan akar dan ukuran serta kerapatan stomata (stomata.mm-2). Serta pengamatan aklimatisasi meliputi non destruktif meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), jumlah tunas, jumlah ruas dan daya hidup (%) serta pengamatan destruktif meliputi panjang akar (cm), jumlah akar, bobot basah (g.tan-1), bobot kering (g.tan-1) dan kandungan stevia. Analisis data menggunakan Analisis of Varian (Anova) dilakukan untuk menguji pengaruh perlakuan kombinasi media MS dan konsentrasi BAP yang tepat untuk pertumbuhan serta kemampuan aklimatisasi planlet stevia. Analisis dilakukan pada semua data yang meliputi parameter pertumbuhan mulai tahap in vitro hingga aklimatisasi. Apabila terdapat pengaruh nyata antar perlakuan selanjutnya akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan level media MS dan penambahan BAP pada tahapan in vitro memberikan respon berbeda nyata terhadap tinggi planlet, jumlah daun planlet, jumlah ruas planlet, jumlah stomata per bidang pandang, kerapatan stomata namun tidak berbeda nyata terhadap parameter panjang stomata per bidang pandang, lebar stomata per bidang pandang, dan planlet hidup. Pada tahap pengakaran penggunaan level media MS dan penambahan BAP didaparkan bahwa adanya perbedaan secara nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah ruas, namun tidak berbeda nyata pada parameter planlet hidup. Pada tahap aklimatisasi menunjukkan penggunaan level media MS dan penambahan BAP bahwa adanya perbedaan secara nyata pada tinggi tanaman, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman namun tidak berbeda nyata pada parameter jumlah daun, jumlah ruas, planlet hidup. Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa kombinasi perlakuan media MS dengan penambahan BAP pada perbandingan komposisi M9 : 1½ MS dengan penambahan 2 mg.l-1 menunjukkan hasil optimum pada tahap perbanyakan in vitro hingga aklimatisasi. Parameter hasil didapatkan bobot kering tanaman tahap aklimatisasi perlakuan media 1½ MS memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan media lainnya. Serta hasil planlet hidup tinggi pada tahap aklimatisasi terdapat pada perlakuan M9

    Pengaruh Pemberian Urea dan Volume Penyiraman terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus)

    No full text
    Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) merupakan salah satu tanaman obat Indonesia yang memiliki banyak khasiat. Tanaman kumis kucing bermanfaat untuk membantu mengobati batu ginjal, melancarkan pengeluaran urine, reumatik, dan menurunkan kadar glukosa dalam darah. Menurut Jayanti et al (2019), pemanfaatan kumis kucing mengalami peningkatan pada permintaan simplisia tanaman kumis kucing 20 ton/tahun di tahun 2005. Pribadi et al (2014) mengatakan zat sinensetin merupakan senyawa flavonoid dan bahan aktif yang paling stabil pada kumis kucing, sehingga zat tersebut menjadi salah satu zat identifikasi simplisia. Tanaman kumis kucing jarang dibudidayakan oleh petani, karena nilai jual yang tidak terlalu tinggi. Umumnya tanaman kumis kucing dibudidayakan sebagai tanaman tumpang sari sehingga pertumbuhannya tidak diperhatikan dan kurangnya pengetahuan petani tentang standar budidaya tanaman kumis kucing menyebabkan simplisia yang dihasilkan tidak memenuhi syarat tanaman obat. Sedangkan tanaman obat memiliki kriteria zat yang spesifik. Tanaman kumis kucing harus memiliki 0,10% jumlah flavonoid untuk dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kementerian Kesehatan RI (2017), yang mengatakan daun kumis kucing harus mengandung paling sedikit 0,10% flavonoid sinensetin. Unsur hara dan penyiraman yang tidak diperhatikan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari tanaman. Hal ini disebabkan tanaman kumis kucing membutuhkan unsur hara N yang cukup untuk memenuhi pertumbuhannya tetapi perlu dilakukan stress pada tanaman sehingga kadar flavonoid pada tanaman ikut\ud meningkat. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempelajari respon tanaman kumis kucing terhadap pemberian dosis urea dan volume penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kumis kucing dan untuk mengetahui dosis urea dan volume penyiraman yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kumis kucing. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah terdapat interaksi urea dan volume penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kumis kucing serta pemberian dosis urea dan volume penyiraman yang tepat dapat menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman yang terbaik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2022 hingga April 2023, di Green House Lahan Percobaan Jatimulyo pada ketinggian kurang lebih 460 mdpl dengan suhu 20°C-28°C dan kelembaban udara antara 50-80%. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) secara faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama ialah dosis urea yang terdiri dari tiga taraf yaitu P1 dengan urea 75 kg urea/ha, P2 dengan urea 150kg urea/ha, dan P3 dengan urea 225kg urea/ha. Faktor kedua yaitu volume penyiraman terdiri dari tiga taraf A1 dengan 350 ml air, A2 dengan 700 ml air dan A3 dengan 1.050 ml air. Penelitian ini diulang sebanyak tiga ulangan dengan 9 plot perlakuan dan memiliki 9 tanaman per plot. Pengamatan terdiri dari 2 bagian yaitu pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang dan luas daun sedangkan pengamatan panen meliputi berat basah total dan berat basah daun, berat kering total dan berat kering daun, pengujian kadar flavonoid. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji pada taraf nyata 5% (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh nyata pada perlakuan yang diberikan, jika hasil analisis ragam terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji perbandingan antara perlakuan dengan menggunakan Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.vi Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dan volume penyiraman terhadap kandungan flavonoid tanaman kumis kucing. Volume penyiraman 350 ml/tan dengan dosis urea 225 kg/ha mampu meningkatkan kandungan flavonoid. Volume penyiraman 700 ml/tan dengan dosis urea 75 kg/ha mampu memberikan pengaruh terhadap kandungan flavonoid pada tanaman kumis kucing. Volume penyiraman 1050 ml/tan dengan dosis urea 150 kg/ha dan 225 kg/ha mampu meningkatkan kandungan flavonoid pada tanaman kumis kucing, tetapi pada dosis urea 150 kg/ha memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan dosis urea 225 kg/ha. Dosis urea 75 kg/ha mampu menghasilkan rerata pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dosis urea 150 kg/ha dan 225 kg/ha pada jumlah daun umur 20-50 HST dan luas daun umur 40-50 HST. Volume penyiraman 700 ml mampu menghasilkan rerata pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan volume penyiraman 350 ml dan 1050 ml pada tinggi tanaman umur 20-50 HST dan luas daun umur 20-30 HST

    Pengaruh Dosis Pupuk Hayati Dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Varietas Batu ijo.

    No full text
    Bawang Merah (Allium ascalonicum L) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Konsumsi bawang merah sektor rumah tangga Indonesia tahun 2021 naik 8,33% dibandingkan tahun 2020. Konsumsi bawang merah rumah tangga pada 2021 mencapai 790,63 ribu ton. bawang merah merupakan tanaman semusim yang membutuhkan banyak unsur hara untuk produksinya. Menurunnya produktivitas bawang merah menurun karena menurunnya kesuburan tanah yang disebabkan aplikasi pupuk anorganik yang berlebih dan terus menerus. Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga menambah tingkat kesuburan tanah. Kombinasi antara pupuk hayati dan NPK dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan juga dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap tanah, baik secara fisik, kimia dan biologi, yang tentunya dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Percobaan dilaksanakan di Desa Bocek, Kecamatan Karang Ploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia pada bulan Mei hingga Juli 2023. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih tanaman bawang merah varietas batu ijo, pupuk hayati Bioto Grow Gold (BGG), dan NPK mutiara (16-16-16). Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan yang terdiri dari 16 Perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 48 plot percobaan setiap plot memiliki 50 populasi tanaman. Variabel pengamatan dalam percobaan ini adalah panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan panen per tanaman, jumlah umbi per rumpun sampel, bobot segar tanaman, bobot segar umbi, bobot kering umbi. Data pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Uji F) pada taraf 5% untuk mengetahui ada atau tidaknya interaksi atau pengaruh nyata terhadap perlakuan. Apabila dari analisis ragam terdapat pengaruh perbedaan nyat

    Pengaruh Dosis Pupuk Organik Cair pada Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas Bululawang

    No full text
    Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman iklim tropis yang memiliki kandungan nira pada bagian batang yang dapat diolah menjadi gula. Fisik tanaman tebu umumnya berbulu, memiliki duri halus dan beruas-ruas yang diantara ruasnya dapat tumbuh mata tunas yang akan menjadi pucuk tanaman baru (Harjanti, 2014). Salah satu cara meningkatkan produktifitas tebu adalah dengan mengupayakan pemupukan yang dapat meningkatkan hasil tanaman, untuk itu penelitian dilakukan pada penelitian ini sangat penting untuk mengetahui komposisi dosis pupuk organik cair terhadap pertumbuhan awal tanaman tebu. Bahan dasar yang dapat digunakan sebagai pupuk organik cair adalah limbah tetes tebu yang difermentasikan. Tetes tebu merupakan sisa sirup terakhir dari stasiun masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali. Penggunaan tetes tebu dalam pertanian meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara dan meningkatkan aktivitas biologi tanah (Ummu, 2022). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2022 di desa Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang, sebelah Timur Selatan Kota Malang. Bahan utama yang dibutuhkan dalam penelititn ini yaitu bibit tanaman tebu varietas Bululawang (BL), pupuk organik cair, pupuk anorganik Urea, SP-36, KCl, dan air. Alat yang digunakan dalam penanaman dan pengamatan tanaman, dibutuhkan antara lain: gembor meteran ukur, papan nama tanda tiap perlakuan, pasak bambu, drum berukuran 150 liter sebagai tempat pupuk, bor pengaduk, gelas ukur, jangka sorong, kamera dan alat tulis. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan total 28 petak percobaan dengan populasi tiap perlakuan terdiri dari 266 tanaman.. Perlakuan yang dilakukan T1: Kontrol (Tanpa pupuk); T2: 100% NPK; T3: 100% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik – K; T4: 50% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik – K; T5: 150% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik – K; T6: 200% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik – K; T7: 100% Pupuk organik cair. Parameter yang diamati terdiri dati tinggi batang, jumlah batang, diameter batang, dan jumlah anakan per rumpun. Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dari rancangan acak kelompok (RAK) dengan taraf 5% dan uji DMRT. Berdasarkan hasil penelitian uji dosis pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) dapat disimpulkan bahwa penggurangan dosis pupuk anorganik berpengaruh terhadap pertumbuhan awal tinggi batang, jumlah batang, diameter batang, jumlah daun dan anakan per rumpun tanaman tebu

    Pengaruh Pemberian Paklobutrazol Dan Kalium Terhadap Pertumbuhan Anggrek Bulan (Phalaenopsis Sp.) Saat Aklimatisasi

    No full text
    Anggrek (Orchidaceae) ialah tanaman hias yang sangat populer karena memiliki jenis yang beragam dan warna bunga yang indah. Bunga anggrek dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti upacara keagamaan, dekorasi ruangan, ucapan selamat dan ungkapan sukacita maupun dukacita. Anggrek Bulan memiliki keindahan bunga dan waktu mekar yang lama sepanjang tahun, sehingga membuat spesies tanaman ini paling banyak diproduksi secara komersial. Produksi anggrek sebagai bunga potong di Indonesia pada tahun 2015-2017 mengalami penurunan sebesar 7,14% dan peningkatan sebesar 0,3%. Permintaan akan kebutuhan anggrek perlu didukung dengan bibit anggrek yang berkualias dalam jumlah besar yang sering kali tidak dapat terpenuhi dengan metode perbanyakan konvensional. Sehingga diperlukan metode perbanyakan yang tepat, efisien dan cepat yaitu kultur in vitro yang dapat menghasilkan bibit yang seragam dalam jumlah banyak. Salah satu tahapan dari kultur in vitro yaitu aklimatisasi. Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian peralihan dari lingkungan heterotrof ke lingkungan autotrof pada planlet yang diperoleh melalui teknik kultur in vitro dan merupakan tahapan terakhir dari kultur in vitro. Pentingnya melalukan aklimatisasi supaya bibit anggrek (planlet) hasil kultur in vitro dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Paklobutrazol dan Kalium berperan secara sinergis dalam membatu menyesuaikan planlet terhadap lingkungan yang baru (heterotrof ke autotrof), mempertahankan kondisi tanaman yang awalnya pada lingkungan terkendali ke lingkungan yang tidak terkontrol dengan fungsi paklobutrazol dalam penghambat pertumbuhan dan pelindung stres sedangkan kalium dapat mempertahankan turgiditas sel, mangatur membuka dan menutupnya stomata untuk menguragi transpirasi berlebih. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pemberian paklobutrazol dan kalium dalam mempegaruhi kualitas plenlet anggrek bulan pada tahap aklimatisasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2019 sampai Maret 2020 di kebun Handoyo Budi Orchids Malang yang beralamat di Jl. Telasih Ds. Ngijo kec. Karangploso, Malang. Alat yang digunakan sebagai penunjang penelitian yaitu cup plastik, tray semai, hand sprayer, meteran, gunting, staples, kamera, ember, kertas label, Leaf Area Meter (LAM), mikroskop, papan nama, pengaris, alat tulis, gelas ukur dan pinset. Bahan yang akan digunakan yaitu planlet anggrek bulan, media tanam (mos putih, mos hitam dan styrofoam), paklobutrazol 50% bahan aktif, pupuk kalium cair (Ekstra-K 46SW), Dithane M-45 dan air. Penelitian ini merupakan percobaan faktorial yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah pemberian paklobutrazol yang terdiri atas 3 taraf yaitu: P0: 0 ppm, P1: 20 ppm dan P2: 30 ppm. Sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi kalium yang terdiri atas 3 taraf yaitu K0: 0 ml L-1 K1: 0,52 ml L-1 dan K2: 1,04 ml L-1. Pengamatan dilakukan secara nondistraktif (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, luas daun per tanaman dan persentase hidup tanaman) dan desktraktif (kerapatan vii stomata). Untuk pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun per tanaman dan persentase hidup tanaman akan dilakukan pada saat umur 2, 4, 6, dan 8 mst. Sedangkan pengamatan pada jumlah akar, panjang akar dan kerapatan stomata diamati pada 8 mst. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya dilakukan Analysis of Varian (ANOVA) dengan taraf 5%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata atau interaksi antar perlakuan atau faktor maka dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf 5% untuk mengetahui perbedaan pada taraf-taraf faktor yang diuji. Perlakuan paklobutrazol 20 ppm dan kalium 0,52 ml L-1 menghasilkan jumlah daun anggrek bulan lebih banyak dibandingkan dengan kalium 0 ml L-1 dengan paklobutrazol 0 ppm, kalium 0,52 ml L-1 dengan paklobutrazol 0 ppm dan kalium 1,04 ml L-1 dengan paklobutrazol 30 ppm. Pemberian paklobutrazol 20 ppm menghasilkan jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan penambahan paklobutrazol 0 ppm dan 30 ppm. Pemberian paklobutrazol 20 ppm menghasilkan jumlah akar lebih banyak dibandingkan penambahan paklobutrazol 0 ppm. Pemberian kalium pada konsentrasi 1,04 ml L-1 menghasilkan tinggi tanaman dan luas daun lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan kalium 0 ml L-

    Penambahan Auksin pada Berbagai Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kailan (Brassica oleraceae).

    No full text
    RINGKASAN Shofa Salsabila. 175040207111068. Penambahan Auksin pada Berbagai Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kailan (Brassica oleraceae). Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ellis Nihayati, M.S sebagai pembimbing utama. Tanaman Kailan (Brassica oleraceae) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran daun yang dikonsumsi dan diminati oleh masyarakat Indonesia. Permintaan pasar komoditas tanaman ini semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun produksi tanaman kailan di Indonesia sempat mengalami penurunan hasil produksi. Hal ini dilihat berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai produkivitas kailan di Indonesia selama tahun 2016 hingga 2017. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi adalah dengan melakukan pemeliharaan dan pemupukan dengan dosis yang tepat. Pemberian hormon dan unsur hara yang sesuai perlu dilakukan, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan ketertarikan masyarakat terhadap konsumsi kailan di Indonesia serta guna memaksimalkan pertumbuhan dan hasil tanaman kailan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan konsentrasi hormon auksin pada berbagai dosis pupuk urea yang tepat yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kailan. Serta mengetahui interaksi antara konsentrasi hormon auksin dan dosis pupuk urea terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kailan. Penelitian dilaksanakan pada Februari hingga Mei 2023 di Desa Pendem, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah perlakuan konsentrasi auksin yang berbeda (K) dengan 3 taraf; K1 = 0 ml/l, K2 = 2 ml/l dan K3 = 4 ml/l. Faktor kedua adalah dosis pupuk urea yang berbeda (P) dengan 3 taraf; P1 = 150 kg/ha, P2 = 300 kg/ha dan P3 = 450 kg/ha. Terdapat 9 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, biomassa total, biomassa ekonomis, indeks panen dan hasil perhektar. Data dianalisis menggunakan uji ANOVA dan uji BNJ dengan taraf 5%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan interaksi antara pemberian konsentrasi hormon auksin dan dosis pupuk urea pada konsentrasi auksin 4 ml/l dan dosis pupuk urea 150 kg/ha, 300 kg/ha dan 450 kg/ha mampu meningkatkan jumlah daun pada umur 2 MST dan 4 MST, tinggi tanaman pada umur 3 MST, biomassa total, indeks panen dan hasil per hektar tanaman kailan. Pemberian hormon auksin dengan konsentrasi 4 ml/l mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 0 ml/l dan 2 ml/l pada variabel jumlah daun, tinggi tanaman, luas daun, biomassa total, biomassa ekonomis, indeks panen dan hasil per hektar. Pemberian pupuk urea dengan dosis 150 kg/ha mampu meningkatkan hasil pada biomassa ekonomis tanaman kailan

    Pengaruh Kalsium-Boron Terhadap Kualitas Buah Jambu Biji (Psidium guajava) var. Kristal Putih.

    No full text
    RINGKASAN Selvia Anggriani. 195040200111222. Pengaruh Kalsium-Boron Terhadap Kualitas Buah Jambu Biji (Psidium guajava) var. Kristal Putih. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ellis Nihayati, MS. dan Dr. Mochammad Roviq, SP., MP. Budidaya jambu kristal menjadi sangat prospektif karena dapat menghasilkan buah sepanjang tahun dan berpotensi sebagai buah substitusi impor. Salah satu komoditas unggulan di PT. Great Giant Pineapple selain nanas adalah jambu kristal. Hasil panen perhektar tanaman jambu kristal di PT. GGP diperkirakan mencapai 23 ton. Namun, tidak seluruh hasil panen memenuhi kriteria sortasi untuk dipasarkan dikarenakan kualitas yang kurang baik. Selain itu, permasalahan kualitas buah terkait firmness buah yang rendah, yaitu kulit buah yang lebih lunak menyebabkan buah tidak dapat disimpan lebih lama. Upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga kualitas dari buah jambu kristal dengan memberikan unsur hara yang sesuai pada tanaman. Unsur hara kalsium diketahui dapat meningkatkan ukuran buah dan kualitas jambu biji. Kalsium berperan sebagai bahan penguat dinding sel serta perekat antara dinding-dinding sel dalam jaringan tanaman. Sedangkan unsur Boron berperan dalam pembungaan, pembuahan dan juga kualitas buah baik rasa ataupun penampilan buah. Kalsium dan Boron berfungsi sebagai integritas dinding sel. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini aplikasi pupuk kalsium dan boron dengan dosis tertentu pada tanaman jambu biji varietas kristal dapat meningkangkatkan kualitas fisik buah, yaitu kekerasan buah (firmness buah). Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2022 di PT. Great Giant Pineapple yang berlokasi di JL. Raya Arah Menggala No.Km 77, Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman jambu kristal yang telah produksi, dan kalsium oksida dan boron dalam bentuk pupuk kalsium nitrat (Ca(NO3)2). Alatalat yang digunakan adalah wadah pupuk, timbangan digital, refraktrometer, pnetrometer, cangkul, dan alat tulis. Percobaan ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 4 perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali dengan setiap ulangan terdiri dari 2 satuan unit percobaan sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Perlakuan yang dilakukan uji coba, yaitu perlakuan P0: 0 kg ha-1, P1: 9 kg CaO ha-1 0.1 kg B ha-1, P2 :18 kg CaO ha-1 0.2 kg B ha-1, dan P3 : 27 kg CaO ha-1 0.3 kg B ha-1. Parameter pengamatan pada penelitian adalah ketersediaan hara, serapan hara, jumlah buah yang terbentuk, ukuran buah, berat buah, total padatan terlarut, kelunakan buah, kandungan vitamin C, dan kandungan kimia buah. Data yang diperoleh kemudian dilakukan Analysis of Variance (ANOVA) pada taraf 5 %. Apabila hasil yang didapatkan memiliki pengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Hasil menunjukkan pemupukan kalsium-boron tidak memberikan pengaruh terhadap perkembangan buah, bobot buah, jumlah buah terbentuk, kandungan total padatan terlarut (TPT) dan kandungan kimia buah. Namun, pemupukan berpengaruh terhadap peningkatan kekerasan buah dan asam askorbat. Perlakuan dosis pupuk P1 (9 kg CaO ha-1 0.1 kg B ha-1) memberikan hasil yang terbaik dalam meningkatkan kekerasan buah dan vitamin C pada buah
    corecore