9 research outputs found

    Pengaruh Umur Bibit dan Dosis Pupuk Nitrogen pada Pertumbuhan Awal Tanaman Pepaya (Carica Papaya) Varietas California

    No full text
    Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam salah satu buah daerah tropis. Pepaya memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomi tinggi dan dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan serta sumber ketersedian gizi. Pepaya memiliki banyak manfaat, diantaranya melacarkan sistem pencernaan, melawan bakteri dan dapat menjaga kesehatan jantung. Tanaman pepaya di indonesia, produksi pepaya selama dua tahun, mulai dari tahun 2016-2017 cenderung menurun yaitu 904.284 ton dan 875.112 ton (BPS, 2017) Pepaya California merupakan varietas pepaya yang sangat digemari para petani karena menjanjikan keuntungan dengan permintaan pasar sangat tinggi. Pepaya varietas California memiliki keunggulan buah tersendiri, rasanya lebih manis, warna oren kemerahan, textur buah keras, masa simpan buah tahan lama dan panen lebih cepat dibandingkan pepaya varietas lain. Pepaya California banyak diminati karena ukurannya tidak terlalu besar, kulitnya lebih halus dan mengkilat. Pohon pepaya California sudah bisa dipanen setelah berumur tujuh bulan dan dapat berbuah hingga umur empat tahun. Dalam satu bulan, pohon pepaya California tersebut bisa dipanen sampai delapan kali. Pemupukan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan hasil budidaya tanaman pepaya, terutama unsur hara nitrogen (N) yang termasuk unsur hara makro. Pupuk nitrogen dapat mempengaruhi luas dan kapasitas fotosintesis pada daun, terlibat meningkatkan laju fotosintesis dan alokasi karbohidrat. Sehingga mendorong pertumbuhan buah, memperpanjang umur simpan, meningkatkan ukuran dan warna buah. Selain pupuk, ada faktor lain yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman yaitu umur bibit. Pemindahan bibit pada umur yang berbeda dapat mengganggu pertumbuhan akar. Kemampuan tanaman untuk menumbuhkan akar akan dipengaruhi umur tanaman. Perbedaan kecepatan pemulihan akar akan mempengaruhi penyerapan nutrisi dan metabolisme tanaman. Sistem perakaran baru yang lebih baik, dengan cadangan makanan seperti pupuk makro yang terpenuhi dapat meningkatkan pertumbuhan. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2021 hingga April 2022 yang bertempat di Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2021 hingga April 2022 yang bertempat di Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Secara geografis memiliki ketinggian rata-rata sekitar 3-6,1 mdpl. Sebagian besar dataran merupakan tanah organosol yaitu tanah yang banyak mengandung bahan organik. Suhu udara rata-rata antara 26°C sampai dengan 32°C. Musim hujan biasanya terjadi sekitar bulan September – Januari dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 809 - 4.078 mm/tahun. Periode musim kering (musim kemarau) biasanya terjadi antara bulan Februari hingga bulan Agustus. Bahan yang digunakan adalah benih tanaman pepaya Varietas California, pupuk urea, pupuk KCl, kapur dolomit dan pupuk kandang ayam. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, kamera, meteran atau penggaris, form pengamatan, alat tulis. Pelaksanaan penelitian meliputi proses pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, dan perawatan. Variabel pengamatan yang akan diamati yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, lebar kanopi, waktu berbunga, jumlah bunga, dan jumlah buah. Data pengamatan yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam ANOVA dan dilanjutkan dengan uji lanjut F 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan umur bibit dan pemberian pupuk urea pada tanaman pepaya. Apabila diperoleh hasil perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi nyata antara perlakuan umur bibit dan pemberian dosis pupuk nitrogen terhadap jumlah daun dan jumlah buah tanaman pepaya. Penggunaan umur bibit 30 HSS dengan pemberian dosis pupuk nitrogen 150 kg ha-1 dan 200 kg ha-1 memberikan pengaruh yang sama terhadap rerata jumlah daun tanaman pepaya. Perlakuan umur bibit 60 HSS dengan pemberian dosis pupuk nitrogen 100 kg ha-1 memiliki jumlah buah tanaman pepaya yang lebih banyak dibandingkan dengan pemberian dosis pupuk nitrogen 250, 150, dan 200 kg ha-1. Perlakuan umur bibit 30 HSS dan 45 HSS memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman pepaya. Sementara itu, umur bibit 60 HSS memberikan umur berbunga yang lebih cepat, serta jumlah bunga dan jumlah buah yang lebih banyak daripada 30 HSS dan 45 HSS. Pemberian dosis pupuk nitrogen 150 kg ha-1 memberikan tinggi tanaman lebih tinggi, diameter batang yang lebih besar, serta lebar kanopi yang lebih lebar dibandingkan dengan pemberian dosis pupuk nitrogen 100, 200, dan 250 kg ha-1

    Inovasi Teknologi Budidaya Untuk Meningkatkan Hasil Pokem (Setaria Italica L. Beauv) Di Papua

    No full text
    Tanaman pokem sangat penting untuk diperhatikan pengembangannya karena pokem memiliki nilai gizi yang tinggi terutama karbohidrat, protein, lemak, serat kasar dan mineral. Keanekaragaman dan penyebaran pokem sangat bervariasi, oleh karena itu untuk pengembangan kedepan diperlukan identifikasi dan karakterisasi morfologi maupun hasilnya yang berguna sebagai sumber plasma nutfah dan pelestarian pokem kedepannya. Pokem sebagai sumber daya lokal, oleh masyarakat di daerah Numfor, kabupaten Biak Numfor Papua biasanya ditanam pada lahan atau areal yang baru dibuka secara tradisional dengan cara disebar dan monokultur sehingga hasil yang diperoleh masih rendah. Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman, kompetisi tanaman dan keefisienan penggunaan cahaya, mempengaruhi kompetisi dalam menggunakan air dan hara, dengan demikian akan mempengaruhi hasil. Selanjutnya, perlu adanya tindakan rekayasa teknologi budidaya agar dapat meningkatkan hasil pokem sebagai salah satu pangan lokal yang dapat digunakan sebagai pangan alternatif. Penelitian 1 bertujuan mengindetifikasi dan mengkaji kearifan lokal yang telah dilakukan/masih dilakukan oleh masyarakat Numfor dalam budidaya dan pelestarian beberapa aksesi tanaman pokem. Merupakan percobaan lapangan yang dilakukan pada bulan Mei-Juni 2018, di Pulau Numfor, Kabupaten Biak Numfor Papua. Percobaan menggunakan metode deskriptif dengan observasi partisipatif, studi pustaka dan wawancara. Hasil penelitian 1 menunjukkan bahwa budidaya tanaman pokem di pulau Numfor dilakukan 3 (tiga) kali dalam setahun. Budidaya yang dilakukan masih dengan sistem ladang berpindah dan dengan pola tanam monokultur tanpa pemisahan warna biji yang masih ada, yaitu warna hitam, merah dan kuning. Adat istiadat dalam pembudidayaan tanaman pokem terutama sasi masih berlaku hingga saat ini mulai dari proses pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. Hal tersebut telah dilakukan secara turun temurun sejak tanaman pokem dikenal oleh masyarakat di pulau Numfor; Kearifan lokal yang selama ini diterapkan dalam pembudidayaan tanaman pokem dianggap sebagai hal yang penting karena selain dapat menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan, dapat juga mempertahankan plasma nutfah tanaman-tanaman yang selama ini menjadi tanaman lokal khas di pulau Numfor salah satunya adalah pokem. Penelitian 2 bertujuan: (1). Mengindentifikasi hubungan kekerabatan antara aksesi tanaman pokem yang berbeda berdasarkan komponen morfologinya; (2). Menemukan aksesi pokem yang memiliki potensi hasil dan kandungan nutrisi terbaik yang dibudidayakan secara ex-situ; (3). Menemukan aksesi pokem asal pulau Numfor yang memiliki kandungan senyawa fitokimia (kualitatif), total fenolik, total flavonoid dan aktifitas senyawa antioksidan terbaik. Merupakan percobaan lapangan yang dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2018, di kebun percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Papua, Kabupaten Manokwari Papua Barat. Rancangan percobaan menggunakan RAK yang terdiri dari 15 aksesi tanaman yaitu: Kameri 1/KM1 (hitam), Kameri 2/KM2 (merah), Kameri 3/KM3 (kuning), Kansai 1/KN1 (hitam), Kansai 2/KN2 (merah), Kansai 3/KN3xi (kuning), Namber 1/NM1 (hitam), Namber 2/NM2 (merah), Namber 3/NM3 (kuning), Rimba Raya 1/RR1 (hitam), Rimba Raya 2/RR2 (merah), Rimba Raya 3/RR3 (kuning), Sub Manggunsi 1/SM1 (hitam), Sub Manggunsi 2/SM2 (merah) dan Sub Manggunsi 3/SM3 (kuning). Hasil penelitian 2 menunjukkan bahwa komponen yang berkontribusi terhadap keragaman meliputi komponen posisi malai di batang, panjang helai daun, lebar daun bendera, panjang batang, diameter batang, panjang malai, warna bulir, waktu pembungaan dan jumlah ruas panjang dengan keragaman kumulatif sebesar 74,29%. Terdapat 2 aksesi pokem asal pulau Numfor yang memiliki kemiripan terbesar adalah aksesi Kameri 2 (KM2) dan Kansai 2 (KN2), sedangkan aksesi yang memiliki jarak genetik yang jauh adalah aksesi Kameri 1 (KM1) dan Rimba Raya 3 (RR3) yang dapat dijadikan sebagai tetua persilangan. Komponen yang menunjukkan keragaman terbesar berdasarkan hasil biplot adalah panjang batang dan panjang helai daun, sedangkan aksesi yang menunjukkan keragaman terbesar berdasarkan komponen agronominya adalah aksesi Kameri 1 (KM1) dan Rimba Raya 3 (RR3). Ditemukan 3 (tiga) aksesi yang memiliki potensi hasil terbaik adalah aksesi berwarna kuning, hitam dan merah, dimana aksesi Sub Manggunsi 3 (kuning) memiliki potensi hasil sebesar 2023 kg ha-1, kemudian diikuti oleh aksesi Sub Manggunsi 1 (hitam) sebesar 1958 kg ha-1 dan aksesi Kansai 2 (merah) sebesar 1936 kg ha-1. Ditemukan tanaman pokem yang memilliki potensi kandungan nutrisi karbohidrat tertinggi yaitu pada aksesi Namber 2 sebesar 73,1%, potensi kandungan protein tertinggi pada Sub Manggunsi 3 dan Kansai 3 sebesar 13,0%, sedangkan potensi kandungan lemak tertinggi dihasilkan oleh aksesi Kameri 3 dan Rimba Raya 2 sebesar 3,6%. Ditemukan senyawa fitokimia (kualitatif) pada tanaman pokem yang dibudidayakan di Pulau Numfor yaitu alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, glikosida terutama pada aksesi Kansai 3, Namber 1, Namber 2, Namber 3, Rimba Raya 1, Rimba Raya 2, Rimba Raya 3, Sub Manggunsi 1, Sub Manggunsi 2 dan Sub Manggunsi 3. Setelah dibudidayakan secara ex-situ, kandungan senyawa fitokimia yang ditemukan hanya alkaloid, saponin, fenolik, flavonoid, triterpenoid dan glikosida. Ditemukan kandungan total flavonoid dan total fenol terbaik dihasilkan masingmasing berturut-turut oleh aksesi Kameri 1 sebesar 936,0 ppm dan aksesi Rimba Raya 2 sebesar 354,8 ppm. Sedangkan aktivitas aktioksidan terbaik dihasilkan oleh aksesi Kansai 1/KN1 (hitam) dengan nilai IC50 sebesar 62,34 ppm. Penelitian 3 bertujuan: menemukan paket teknologi budidaya yang mampu meningkatkan hasil beberapa aksesi tanaman pokem. Merupakan percobaan lapangan yang dilakukan pada bulan April-Agustus 2019. Rancangan percobaan menggunakan rancangan faktorial RAK yang terdiri atas 3 faktor yaitu: (1). Aksesi yang terdiri dari 3 aksesi (hitam, merah, kuning); (2). Pola tanam yang terdiri dari 2 pola tanam (monokultur dan tumpangsari); (3). Jarak tanam yang terdiri dari 3 jarak tanam (sebar, 50x25 cm, 75x25 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa paket teknologi yang meningkatkan hasil pokem (jumlah anakan, jumlah malai, bobot malai, bobot 1000 biji, bobot biji per rumpun dan hasil) adalah kombinasi budidaya dengan aksesi kuning dan merah y

    Upaya Peningkatan Pertumbuhan Dan Hasil Zukini (Cucurbita Pepo L.) Melalui Pemberian Giberelin Dan Pemupukan Nitrogen

    No full text
    Zukini (Cucurbita pepo L.) tanaman sayuran semusim kaya akan nutrisi dan senyawa bioaktif seperti vitamin A, vitamin E, vitamin C, flavonoid, asam amino, mineral karbohidrat dan tinggi serat. Kandungan nutrisi buah zukini bermanfaat untuk kesehatan, oleh karena itu tanaman zukini perlu dikembangan di wilayah indonesia. Pengembangan tanaman zukini bertujuan memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat. Budidaya zukini di wilayah Indonesia belum banyak dilakukan dan membutuhkan teknologi budidaya untuk menghasilkan produksi zukini optimal. Manajemen lingkungan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian ZPT dan pemupukan. Giberelin merupakan hormon endogen penting berperan dalam mengendalikan perkembangan dan mengatur beberapa mekanisme fisiologis tanaman. Pupuk nitrogen merupakan unsur hara utama yang dapat meningkatkan dan menghambat pertumbuhan tanaman. Sehingga penting mengetahui dosis pupuk nitrogen optimal pada tanaman zukini. Pemberian giberelin dan pupuk nitrogen diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman zukini. Penelitian bertujuan mendapatkan konsentrasi giberelin dan dosis pupuk nitrogen yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil zukini. Penelitian dilakukan Juli – Oktober 2023 di Desa Oro-Oro Ombo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Prov. Jawa Timur. Laboratorium Fisiologi dan Laboratorium Sumber Daya Lingkungan FPUB untuk beberapa pengamatan. Alat yang digunakan yaitu polybag, Memmert tipe 21037 FNR, Leaf Area Meter tipe LI – 3100, timbangan Nict Voor tipe PS 1200, sprayer 2 L, Konica Minolta Chlorophyll meter SPAD-520. Bahan yang digunakan meliputi bibit tanaman Zukini Varietas Jacky Z-6, Senyawa giberelin, pupuk kandang kambing, sekam padi, pupuk urea 46 % N, Pupuk Fertiphos 20 % P2O5 dan ZK 50 % K2O. Penelitian merupakan percobaan faktorial menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu konsentrasi giberelin terdiri dari 3 level yaitu tanpa giberelin, 150 ppm dan 300 ppm giberelin. Faktor kedua adalah dosis pupuk nitrogen terdiri dari 5 level yaitu pupuk nitrogen 50, 100, 150, 200 dan 250 kg ha-1. Data hasil pengamatan di uji menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan dilakukan dengan uji F pada tingkat kesalahan 5% jika terdapat pengaruh nyata dilakukan uji beda nyata jujur (BNJ) pada tingkat kesalahan 5% dan mengetahui pola hubungan variabel pengamatan dilakukan uji regresi. Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara pemberian giberelin dan pupuk nitrogen pada variabel luas daun, bobot kering tanaman, total nitrogen dan kandungan vitamin C. Konsentrasi giberelin 300 ppm dan dosis pupuk nitrogen 150 kg ha-1 menghasilkan kandungan vitamin C terbaik. Pemupukan lebih tinggi atau lebih rendah dari pupuk nitrogen 150 kg ha-1 menurunkan kandungan vitamin C. Konsentrasi giberelin 150 ppm menghasilkan pertumbuhan dan hasil lebih baik dibandingkan dengan tanpa giberelin. Dosis pupuk nitrogen 200 kg ha-1 menghasilkan bobot buah terbaik dibandingkan dosis pupuk nitrogen lain dan menunjukkan pertumbuhan lebih baik dibandingkan dosis pupuk 50 kg ha-1 pada semua variabel pertumbuhan dan hasil

    Penggunaan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) pada Sistem Tanam Monokultur dan di Bawah Naungan Tanaman Jeruk Manis (Citrus aurantinum)

    No full text
    Cabai rawit merupakan komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal ini merupakan indikator bahwa cabai dapat dikategorikan sebagai komoditas komersil dan potensial untuk dikembangkan. Seiring dengan permintaan akan komoditas tersebut terus mengalami peningkatan, namun produktivitas dan kepemilikan lahan oleh petani semakin menurun. Permasalahan yang timbul yaitu semakin hari maka lahan pertanian cabai rawit semakin rusak dan hal tersebut dapat menyebabkan produktivitas cabai rawit terganggu dalam jangka panjang. Dalam mengatasi masalah tersebut, maka produksi cabai rawit harus ditingkatkan salah satunya dengan menggunakan agen hayati seperti PGPR yang terdiri dari beberapa bakteri yaitu : Azotocabter sp., Azospirillum sp., Bacillus sp., Pseudomonas sp., Arthrobacter sp., Bacterium sp., dan Mycobacterium sp., PGPR dapat mempengaruhi tanaman secara langsung dan tidak langsung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan dua faktor yaitu konsentrasi PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan sistem penanaman. Perlakuan diacak pada setiap kelompok. Terdapat 8 kombinasi perlakuan konsentrasi PGPR ( Plant Growth Promoting Rhizobacteria ) dan perlakuan sistem tanam, setiap perlakuan diulang 4 kali sehingga terdapat 32 petak percobaan. Tahapan penelitian meliputi persiapan lahan, penanaman, pemupukan, penyulaman, pemberian PGPR, Pemeliharaan tanaman, panen, pengamatan. Parameter pengataman yang diamati yaitu intensitas cahaya, tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, bobot buah panen per ha, luas daun, bobot segar total tanaman, bobot kering total tanaman, serapan hara pada tanaman dan laju pertumbuhan tanaman. Penggunaan pola tanaman tumpangsari dengan tanaman jeruk menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pola tanam monokultur. Pengaplikasian PGPR dengan konsentrasi 30 ml l-1 menunjukan hasil panen tertinggi dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi 20 dan 10 ml l-1 serta perlakuan tanpa PGPR, baik pada pola tanam monokultur dan tumpangsari

    Uji Alelopati Jerami Padi Pada Pengendalian Dua Jenis Gulma Dominan di Pertanaman Kedelai.

    No full text
    Mekanisme alelopati yang dimiliki oleh suatu tumbuhan donor diketahui mempengaruhi ekologis dan fisiologis tumbuhan target. Tumbuhan target yang dimaksud adalah gulma. Keberadaan populasi gulma yang melebihi ambang batas dapat menurunkan hasil budidaya tanaman. Jerami padi yang melimpah mengandung beberapa alelokimia diantaranya asam fenolat (fenol), momilakton, indol, steroid dsb. (Khanh et al., 2007). Ekstrak jerami menghambat pertumbuhan gulma Echinochloa crusgalli (Anuar et al., 2015). Sehingga, ekstrak jerami padi diuji coba pada dua jenis gulma dominan yang ada di pertanaman kedelai. dua jenis gulma tersebut adalah Amaranthus spinosus dan Eleusine indica. ekstrak jerami diharapkan dapat menghambat pertumbuhan gulma tetapi tidak mengganggu pertumbuhan kedelai. selain itu, ekstrak jerami padi diharapkan menjadi sumber bioherbisida yang dapat mengurangi pemakaian herbisida kimia berlebihan. Penelitian dilakukan di rumah plastik yang terletak di Kelurahan, Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Oktober 2022. Rancangan Petak Terpisah (RPT) dengan dua faktor diulang sebanyak 3 kali. Faktor pertama adalah jenis tanaman (T) yang terdiri dari T1: Amaranthus spinosus, T2: Eleusine indica dan T3: kedelai. Faktor kedua adalah tingkat konsentrasi jerami padi (K) yang terdiri dari K1: 0% (kontrol), K2: 25%, K3: 50%, K4: 75% dan K5: 100%. Setiap perlakuan terdiri dari 20 polibag (2 polibag untuk pengamatan non destruktif, 12 polibag (masing-masing 3 polibag untuk pengamatan destruktif). Pada kedelai terdapat 3 polibag untuk panen. Setiap polibag berisi 2 gulma atau 2 tanaman. Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, indeks klorofil, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, waktu muncul bunga, jumlah polong total, jumlah polong isi, bobot segar polong + biji dan berat kering polong + biji. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji regresi pada setiap jenis tumbuhan dan pada setiap hari pengamatan. Maka dari pengujian ini diperoleh model regresi dan koefisien regresi (koefisien determinasi). Setiap konsentrasi ekstrak jerami padi berpengaruh nyata terhadap variabel pertumbuhan gulma, kedelai dan hasil dari kedelai. Hal itu ditunjukkan dari nilai koefisien regresi diatas 0,5 serta F hitung > F significance. Jumlah daun dan luas daun kedelai yang diaplikasikan konsentrasi 100% menunjukkan kenaikan pertumbuhan yang terendah (penghambatan tertinggi) di semua spesies tumbuhan yaitu di 35 HSA hingga 49 HSA. Bobot segar gulma dan kedelai yang diaplikasikan konsentrasi ini juga menunjukkan kenaikan pertumbuhan terendah pada 35 HSA ke 49 HSA. Namun, pada variabel indeks klorofil dan bobot kering gulma dan kedelai justru menunjukkan kenaikan pertumbuhan terendah di 7 HSA ke 21 HSA. sementara itu, bobot segar biji + polong kedelai dihambat lebih tinggi yaitu 4,61% saat diaplikasikan 100% ekstrak jerami padi. Selain itu, 100% ekstrak jerami padi menghambat bobot kering biji + polong kedelai lebih tinggi dari perlakuan lainnya yaitu 21,67%

    Analisa Tingkat Naungan Dan Pemupukan Kalium Pada Kualitas Hasil Aksesi Tanaman Kencur (Kaempferia Galanga L)

    No full text
    Kencur merupakan obat yang hidup didaerah tropis dan subtropis. Pemanfaatan kencur baik pada kalangan industry maupun rumah tangga bukan hanya digunakan sebagai obat namun bisa juga sebagai makanan, minuman yang kaya akan manfaat bagi kesehatan. Manfaat pada tanaman kencur biasanya berasal dari rimpang.Rimpang kencur secara umum dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu rimpang utama yang berukuran besar dan rimpang cabang yang ukurannya lebih kecil. Tanaman kencur banyak dibudidayakan di lahan kering yang ternaungi dikarenakan tanaman kencur merupakan salah satu tanaman dengan tingkat toleran baik terhadap naungan. Selain faktor cahaya, dalam tahap pertumbuhan tanaman kencur juga memerlukan nutrisi yang cukup dari unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Tanah tidak selalu dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi optimalnya pertumbuhan tanaman. Pemupukan menjadi sangat penting dilakukan agar pertumbuhan tanaman kencur tidak terhambat. jika tanaman kekurangan unsur K maka kadar pati menurun, karbohidrat akan larut dan senyawa N menumpuk. Kendala yang sering dijumpai pada lahan perkebunan karena tingginya tingkat erosi adalah rendahnya tingkat kesuburan tanah yang antara lain dicirikan dengan rendahnr a ketersediaan unsur hara makro seperti kalium (K). Intensitas cahaya matahari yang rendah akan mempengaruhi rendahnya serapan nutrisi karena transpirasi menurun, nutrisi yang diserap melalui aliran massa juga akan menurun sehingga unsur hara dalam tanah harus lebih banyak tersedia, terutama unsur hara kalium. Penelitan dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 hingga Mei 2021 yang bertempat di Kebun percobaan Agro Techno Park Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang dengan ketinggian 400 mdpl. Petak utama (main plot) merupakan dua tingkat naungan yaitu tingkat naungan (N25) dan (N50). Anak petak (subplot) terdiri dari 2 aksesi (A1) Kabupaten 1 dan (A2) Kabupaten 2. Anak-anak petak terdiri dari dosis pupuk Kalium dengan empat tingkatan dosis yaitu (K0) Pupuk 0 kg ha-1 K2O; (K120) Pupuk 120 kg ha-1K2O; (K180) Pupuk 180 kg ha-1 K2O; dan (K240) Pupuk 240 kg ha-1 K2O. Adapun parameter yang diamti meliputi: Pengamatan naungan, parameter pertumbuhan tanaman, parameter panen, analisis pertumbuhan tanaman dan analisis kandungan kimia. Hasil penelitian menunjukkan respon terbaik tanaman kencur adalah Naungan 50%, dosis pupuk Kalium yang optimal pada hasil tanaman pada aksesi Nganjuk yaitu 240 kg ha-1 dengan persentase bobot susut sebesar 21,33% pada 28 hari setelah panen, pada akasesi Lumajang yaitu 120 kg ha-1 dengan persentase bobot susut sebesar 22,38% pada 28 hari setelah panen. Hal yang sama terjadi pada kualitas kencur yaitu kandungan EPMS (etil p-metoksisinamat) dimana pada kedua aksesi menunjukkan penanaman pada naungan 50% dan dosis pupuk 240 kg ha-1 kandungan EPMS yang paling tingg

    Pengaruh Media Tanam dan Konsentrasi AB mix Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada Siomak (Lactuca sativa L.) pada Sistem Wall Growing Bag d

    No full text
    Tanaman selada siomak merupakan salah satu sayuran yang mempunyai nilai komersil dan prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Namun, pada saat ini untuk mendapatkan lahan yang subur, produktif, dan strategis untuk pembudidayaan tanaman tidak mudah. Oleh karena itu, dalam sistem budidaya perlu adanya inovasi untuk memanfaatkan lahan sempit secara maksimal, seperti budidaya tanaman secara vertikultur. Faktor lain yang mempengaruhi produksi adalah media tanam dan nutrisi. Media tanam berupa campuran tanah dengan cocopeat ataupun dengan arang sekam sesuai sebagai media tanam pada teknik budidaya vertikultur. Oleh sebab itu, penelitian mengenai budidaya selada siomak dengan menggunakan teknik budidaya vertikultur dengan memperhatikan komposisi media tanam dan nutrisi AB mix, perlu dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari penggunaan media tanam dan konsentrasi nutrisi AB mix yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman selada siomak, dengan hipotesis bahwa perlakuan media tanah + arang sekam (1:1) dengan penambahan 1600 ppm AB mix mampu menunjukkan peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman selada siomak yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2021 di Jl. Eka Warni, Kecamatan Medan Johor, Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dengan 8 perlakuan. Perlakuan tersebut antara lain M1P1: tanah + cocopeat (1:1)+ 400 ppm nutrisi AB mix, M1P2 : tanah + cocopeat (1:1) + 800 ppm nutrisi AB mix, M1P3 : tanah + cocopeat (1:1)+ 1200 ppm nutrisi AB mix, M1P4 : tanah + cocopeat (1:1)+ 1600 ppm nutrisi AB mix, M2P1: tanah + arang sekam (1:1) + 400 ppm nutrisi AB mix, M2P2: tanah + arang sekam (1:1) + 800 ppm nutrisi AB mix, M2P3: tanah + arang sekam (1:1)+ 1200 ppm nutrisi AB mix, dan M2P4: tanah + arang sekam (1:1)+ 1600 ppm nutrisi AB mix Setiap perlakuan akan diulang sebanyak 4 kali, dengan jumlah tanaman untuk tiap perlakuan ialah 6 tanaman. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji keragaman (uji F) dengan taraf nyata 5%. Apabila hasil pengujian diperoleh pengaruh yang nyata maka dilanjutkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% untuk membandingkan semua rata-rata perlakuan dengan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam tanah + arang sekam menghasilkan pertumbuhan dan hasil yang lebih baik dari pada media tanam yang menggunakan cocopeat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa konsentrasi ABmix 1600 ppm meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik dari pada konsentrasi AB mix yang lebih rendah. Faktor perlakuan media tanam tanah + arang sekam yang dikombinasi dengan konsentrasi larutan nutrisi AB mix 1600 ppm menghasilkan interaksi terbaik dari pada kombinasi perlakuan lainnya

    Penampilan Karakteristik Agronomis dan Kandungan Senyawa Allisin Kultivar Bawang Putih (Allium sativum L.) Lokal di Dataran Tinggi

    No full text
    Tanaman bawang putih (Allium sativum L.) merupakan tanaman hortikultura yang memiliki banyak manfaat terutama umbinya berguna sebagai bahan baku keperluan dapur, bawang putih berfungsi sebagai bumbu penyedap beragam masakan dan juga dapat digunakan untuk mengobati beberapa jenis penyakit seperti infeksi pernafasan dan untuk meningkatkan vitalitas tubuh manusia. Sebagai bahan baku obat-obatan, bawang putih memiliki khasiat untuk penyembuhan bermacam-macam penyakit, seperti penyakit infeksi pada saluran pernafasan, penyakit infeksi pada usus, penyakit batuk, penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi), gatal-gatal, penyakit kencing manis (diabetis), penyakit typus, penyakit cacingan, penyakit infeksi pada kulit dan luka bekas gigitan binatang berbisa, penyakit maag, penyakit kanker, penyakit ganorrhoe, penyakit infeksi di vagina akibat jamur candidas albicans, penyakit meningitis akibat jamur Eurytococcus neoformans, mata bengkak karena angin bahkan tidak itu saja, umbi bawang putih juga bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan wanita, mencegah penuaan sehingga tetap awet muda, untuk memperkuat otot-otot badan, dapat menambah gairah seks, mengatasi letih, lelah dan susah tidur. Bawang putih adalah salah satu tanaman umbi yang paling penting yang dihasilkan oleh petani kecil dan komersial untuk penggunaan lokal dan ekspor. Perkembangan industri herbal obat tradisional (medicine) di Indonesia dewasa ini sangat meningkat dengan pesat. Pemanfaatan sumberdaya hayati khususnya dari jenis fitofarmaka akan terus berkesinambungan sehubungan dengan kuatnya keterkaitan negara Indonesia terhadap tradisi pemakaian obat tradisional dan adanya trend gaya hidup kembali ke alam (back to nature). Namun masalah bawang putih lokal belum diketahui pola pertumbuhan, rendahnya tingkat kesuburan tanah dan rendah aspek budidaya menjadi kendala dalam peningkatkan hasil umbi tanaman bawang putih lokal sehingga ketersediaannya dipasaran terbatas dan kurang berkesinambungan serta pengupayaan hanya sebatas dataran rendah. Salah satu upaya pengembangan untuk mengetahui adaptasi dan produktivitas bawang putih lokal di dataran tinggi 1200 dan 1600 mdpl dapat dilakukan melalui rekayasa budidaya dengan menggunakan kultivar (unggul) yang dapat beradaptasi dengan ketinggian tersebut. Tujuan penelitian untuk mendapatkan pola pertumbuhan dan bobot hasil dan kualitas tanaman serta mengetahui peran pupuk sulphur yang sesuai untuk pertumbuhan, hasil umbi dan kandungan senyawa allisin pada ketinggian 1200 dan 1600 mdpl. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, dilaksanakan secara bertahap dan berurutan. Penelitian ini diadakan di 2 lokasi yang beda ketinggian dan dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2018 sampai dengan bulan Desember 2018 - Maret 2019, dan ketinggian tempat berbeda yang dimaksud tersebut diatas yakni; a. Dataran dengan ketinggian 1200 mdpl, di kebun petani bawang putih Borah, desa Wiyurejo, kecamatan Pujon kotatif Batu dengan suhu harian 15 - 20oC dan curah hujan rata-rata 21.4mm/tahun. b. Dataran tinggi 1600 mdpl, di kebun percontohan UB Cangar, kelurahan Tulungrejo, kecamatan Bumiaji kota wisata Batu dengan ketinggian tempat 1600 mdpl suhu harian 10oC-17.5oC dan curah hujan rata-rata 27.3 mm/tahun. Penelitian tahap I, Uji adaptasi kultivar pada ketinggian 1200 mdpl dan 1600 mdpl. Penelitian ini dilakukan langsung pada 4 kultivar bawang putih lokal dan melaksanakan uji penanaman untuk melihat kultivar dan ketahanan produksi masing-masing kultivar lokal dan rancangan yang digunakan yakni; Rancangan Acak kelompok faktorial dengan 4 perlakuan, yang masing-masing perlakuan 4 ulangan. Faktor pertama adalah ketinggian tempat (T) yakni; T1= 1200 m dpl dan T2= 1600 m dpl dan faktor kedua adalah kultivar (V) dengan 4 taraf yaitu; V1=Saigon dan V2= Layur, V3= Atsabe dan genotipe V4 = Sembalun. Kombinasi masing – masing ketinggian tempat dengan genotipe ada 8 kombinasi unit percobaan dan hasil penelitian terseleksi digunakan untuk tahap ke-2. Penelitian tahap II, Pemberian dosis pupuk sulfur terhadap pertumbuhan hasil produksi serta kandungan senyawa Allisin bawang putih lokal. Penelitian menggunakan rancangan Splitplot gabungan dengan dengan 4 ulangan dan faktor pertama :Kultivar (G) dengan 2 level yakni;G1 = Saigon dan G2 = Atsabe, faktor kedua : pupuk Sulfur (S) dengan dengan 5 taraf; SO = kontrol, S1 = 80 kg ha-1S, S2 = 160 kg ha-1 S, S3 = 240 kg ha-1S, dan S4 = 320 kg ha-1S dan faktor ketiga; Lokasi (L) dengan 2 taraf yakni; L1 (1200) mdpl dan L2 (1600) mdpl dengan demikian akan terdapat 10 kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri dari 4 blok sehingga terdapat 40 satuan percobaan. Hasil penelitian tahap 1) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dari hasil eksplorasi 4 kultivar, diperoleh kultivar Saigon (V1) dan Atsabe (V3) pada ketinggian T1 maupun T2 yang berinteraksi terhadap lingkungan tumbuh, baik dari aspek karateristik agronomisnya yakni; pertumbuhan vegetatif (jumlah akar, tinggi tanaman, ,jumlah daun, ILD, LPT, LAB) dan hasil (diameter umbi, jumlah siung, bobot kering tanaman) yang memiliki daya adaptasi, potensi dan indikator allisin yang baik pada Ketinggian T1 maupun T2. Hasil tahap 2) Analisis gabungan dari dua (2) jenis kultivar yang terseleksi, teknologi pemupukan S dan lokasi didapatkan bahwa hasil kering angin (t ha-1) menunjukkan interaksi antar kultivar, dosis pupuk dan lokasi, dimana Kultivar Saigon dan Atsabe pada kedua lokasi dengan dosis pupuk sulfur 240 kg ha-1 dan indiator senyawa allisin bawang putih pada kultivar Saigon yang ditanam di lokasi Pujon dan Cangar dengan dosis pupuk sulfur 160 kg ha-1S dan Titik optimum pupuk sulfur pada perlakuan kultivar Saigon dengan dosis pupuk sulfur 191 kg ha-1 di Pujon (1200) mdpl sedangkan pada lokasi Cangar (1600) mdpl pada dosis 236 kg ha-1. Pada perlakuan Kultivar Atsabe di lokasi Pujon didapatkan titik optimum pada dosis 260 kg ha-1S dan Cangar 236 kg ha-1S, yang memberikan pola respon linear kuadratik

    Pengaruh Aplikasi Dosis Pupuk Kalium Pada Dua Aksesi Tanaman Kencur (Kaempferia Galanga L.) Pada Tingkat Naungan 25%

    No full text
    Tanaman kencur memiliki banyak manfaat yang dapat dijadikan sebagai bahan rempah, penyedap makanan maupun minuman, dan obat tradisional maupun obat tablet. Terdapat berbagai jenis tanaman kencur di wilayah Indonesia khususnya di Jawa Timur, pada tahun 2020 dilakukan survey penelitian terkait aksesi di Jawa Timur dan dipilih dua aksesi pilihan yaitu aksesi Lumajang dan aksesi Nganjuk yang digunakan dalam penelitian ini. Produksi tanaman kencur yang rendah dapat dilakukan perbaikan, seperti pemberian pupuk kalium untuk meningkatkan hasil produksi tanaman kencur. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui adanya interaksi antara aplikasi pemberian dosis pupuk kalium pada dua aksesi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kencur dengan tingkat naungan 25% dengan hipotesis aksesi Lumajang dan aksesi Nganjuk pada pemberian dosis pupuk kalium 120 kg ha-1 memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kencur lebih maksimal dengan tingkat naungan 25%. Penelitian dilakukan di Kawasan Agro Techno Park (ATP) Jatikerto, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2020 hingga bulan Mei 2021. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini ialah Rancangan Petak Terbagi (RPT), yaitu dengan petak utama aksesi Lumajang dan aksesi Nganjuk dan anak petak dosis pupuk 4 taraf meliputi 0, 120, 180, dan 240 kg ha-1 K2O dengan 3 ulangan sehingga terdapat 24 petak percobaan. Analisis data menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dengan uji lanjut BNT 5%. Parameter yang diamati meliputi parameter pertumbuhan yaitu jumlah daun, luas daun, volume akar, dan persentase penutupan kanopi. Parameter panen meliputi jumlah anakan, bobot segar tanaman, bobot segar rimpang, bobot susut rimpang 7 HSP hingga 28 HSP, bobot kering tanaman, bobot kering rimpang, volume rimpang, dan hasil panen. Hasil penelitian tanaman kencur, pada aksesi yang berbeda menunjukkan perbedaan pertumbuhan tanaman yang nyata. Sedangkan pemberian dosis pupuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Interaksi antara aksesi dengan dosis pupuk kalium terjadi pada parameter panen yang meliputi bobot segar tanaman, bobot segar rimpang, bobot kering tanaman, bobot kering rimpang, dan bobot susut 7 hingga 28 HSP. Uji regresi menunjukkan bahwa produktifitas rimpang pada aksesi Lumajang mencapai titik optimum 111kg ha-1 dan aksesi Nganjuk sebesar 119 kg ha-1. Analisis usaha tani terhadap aksesi Nganjuk dengan dosis pupuk 120 kg ha-1 K2O mendapat nilai R/C ratio sebesar 3,62 yang artinya layak untuk dilakukan
    corecore