9 research outputs found

    PERBEDAAN DERAJAT FIBROSIS HEPAR TIKUS WISTAR YANG DILAKUKAN LIGASI DUKTUS KOLEDOKUS ANTARA KELOMPOK PEMBERIAN KOMBINASI UDCAGLUTATHIONE DENGAN PEMBERIAN TUNGGAL UDCA

    Get PDF
    Background: Cholestasis leads liver cell death, fibrosis, cirrhosis, and eventually liver failure. Despite limited benefits, ursodeoxycholic acid (UDCA) is the only Food and Drug Administration–approved treatment for cholestatic disorders. Glutathione (GSH) plays important roles in antioxidant defense and regulation of cellular processes, including cell differentiation, proliferation and apoptosis. Disturbances in GSH balance have been associated with liver diseases. Objective: To evaluate the differences of the degree of liver fibrosis between supplementation of UDCA-Glutathione and UDCA in bile duct-ligated rats. Method: This true experiment research design with “posttest only control group design“ using 15 Wistar rat strain, divided into 3 group K, P1 and P2. Each rat undergoes bile duct ligation. Group K act as control with no treatment, P1 received UDCA 20 mg orally, P2 received UDCA 20 mg orally and Glutathione 15 mg intramuscular. After 21 days of intervention, all subjects were terminated and livers were taken and stained with Masson-trichrome for microscopic examination. Degrees of fibrosis were evaluated using Laennec’s scoring system. Kruskal-Wallis were used and followed by Mann-Whitney test. Result: The evaluation demonstrates statistically significant differences of degree of liver fibrosis in P2 – K group (p = 0.013) and P2 - P1 group (p = 0.006) but there was no difference between P1 and K group (p= 0.469). Conclusion: Combination of UDCA-Glutathione improved liver histology with decreased fibrosis Keywords: Cholestasis, UDCA, Glutathione, Fibrosi

    STUDI EKSPERIMEN UJI KEKERASAN DAN FOTO MIKRO MATERIAL KOMPOSIT ALUMUNIUM - SILIKON METODE METALURGI SERBUK

    Get PDF
    Limbah kaca dan kaleng aluminium merupakan limbah yang tidak bisa terurai secara alami. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk memanfaatkan limbah tersebut agar tidak mencemar ilingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan material baru berupa komposit dengan memanfaatkan limbah kaca dan kaleng aluminium. Limbah kaleng aluminium sebagai material aluminium (Al) dan kaca sebagai material Silikon (Si). Limbah kaca dan aluminium diolah menjad iserbuk dengan ukuran lolos mesh 150. Material dibuat dengan metode metalurgi serbuk sehingga terbentuk material komposit aluminium dan silikon. Komposisi aluminium dan silikon dibuat dengan tiga variasi perbandingan Al 100%:0 % Si; Al 80%:20% Si; dan Al 70%:30% Si. Campuran serbuk aluminium dan silikon di campurdenganmesin pencampur sehinggakemudian dimasukkan kedalam cetakan. Proses kompaksi dilakukan dengan tekanan 3500 psi. proses sintering dilakukan dengan suhu 500oC yang ditahan selama 40 menit. Pengujian material dilakukan dengan uji kekerasan dengan metode Vickers dan foto mikro. Hasil pengujian kekerasan menunjukan material dengan komposisi Al 100%:0 % Si memiliki kekerasan 28,78 HVN, komposisi Al 80%:20% Si memiliki kekerasan 36,04 HVN, dan komposisi  Al 70%:30% Si memiliki kekerasan 46,74 HVN. Dari foto terlihat adanya porositas yang ditunjukkandengan bagianberwarnagelap. Struktur mikro aluminium terlihat gumpalan berwarna putih, sedangkan struktur mikro silikon terlihat gumpalan memanjang berwarna abu-abu

    KORELASI ANTARA BODY MASS INDEX DENGAN PLANTAR ARCH INDEX : Studi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

    Get PDF
    Latar Belakang: Mahasiswa fakultas kedokteran diduga mempunyai faktor risiko obesitas atau overweight. BMI dapat digunakan untuk menghitung lemak tubuh dan dapat memperkirakan komposisi tubuh. Kelebihan berat badan dapat meningkatkan risiko deformitas flat foot pada orang dewasa. Deformitas flat foot dapat dinilai dengan Plantar Arch Index. Tujuan: Mengetahui korelasi antara Body Mass Index terhadap Plantar Arch Index mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Sampel adalah 32 mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling Dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk dihitung Body Mass Index. Dicetak foot print pada kertas lalu dihitung Plantar Arch Index. Uji statistik menggunakan uji Saphiro Wilk dan uji Spearman. Hasil: Terdapat 40.6% mahasiswa dikategorikan mempunyai BMI yang tinggi dan 3.1% mahasiswa dikategorikan mempunyai Plantar Arch Index yang tinggi. Terdapat hubungan bermakna dan korelasi positif kuat antara Body Mass Index terhadap Plantar Arch Index (p= 0,000 dan r=0,694) Kesimpulan: Body Mass Index berkorelasi positif terhadap Plantar Arch Index dan bermakna secara statistik. Kata Kunci: Body Mass Index, Plantar Arch Inde

    HUBUNGAN ANTARA WAIST HIP RATIO DENGAN PLANTAR ARCH INDEX PADA MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

    Get PDF
    Latar Belakang: Mahasiswa Fakultas Kedokteran mempunyai faktor risiko overweight dan obesitas. Pengukuran lemak tubuh dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan Waist Hip Ratio (WHR). WHR dapat mencerminkan banyaknya timbunan lemak terutama yang ada di perut dan panggul. Kelebihan berat badan dapat menyebabkan musculus, tendon, dan ligamen yang menyangga arcus pedis khususnya arcus longitudinalis medialis meregang dan melemah, tulang dan sendi kaki dapat bergeser, kolaps sehingga menimbulkan nyeri dan flat foot deformity. Arcus longitudinalis medialis dapat diukur menggunakan Staheli’s plantar arch index. Tujuan: Mengetahui hubungan antara waist hip ratio dengan plantar arch index pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah 30 mahasiswi tahun ketiga Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro yang memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan sampel dengan metode simple random sampling. Dilakukan pengukuran lingkar pinggang, lingkar panggul, dan plantar arch index dari foot print responden. Uji statistik menggunakan uji Saphiro-Wilk dan uji korelasi Spearman. Hasil: Dari 30 subjek penelitian, terdapat 12 subjek penelitian (40%) yang tergolong obesitas sentral dan 18 subjek (60%) yang tergolong non obese. Pengukuran PAI menunjukkan terdapat 2 subjek (6,67%) yang mempunyai PAI tinggi dan 28 subjek (93,33%) dengan PAI normal. Korelasi WHR dengan PAI berdasarkan uji korelasi Spearman didapatkan nilai p=0,535 dan r=0,118. Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi signifikan antara Waist Hip Ratio (WHR) dengan Plantar Arch Index (PAI) pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Kata Kunci: Waist Hip Ratio, Plantar Arch Inde

    PERBEDAAN KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS WISTAR YANG DILAKUKAN LIGASI DUKTUS KOLEDOKUS ANTARA KELOMPOK YANG DIBERI KOMBINASI UDCA-GLUTATHIONE DENGAN PEMBERIAN TUNGGAL UDCA

    Get PDF
    Latar Belakang: Kolestasis memicu akumulasi asam empedu hidrofobik, stress oksidatif, kematian sel, dan kegagalan fungsi hepar. Obat yang direkomendasikan FDA untuk kolestasis adalah Ursodeoxycholic acid (UDCA). Efikasi UDCA hanya terbukti untuk PBC. Glutathione merupakan antioksidan endogen poten. Penurunan glutathione menyebabkan stress oksidatif pada hepar. Kombinasi UDCA-glutathione diharapkan memberi hasil lebih baik untuk penurunan kadar bilirubin. Tujuan: Mengetahui pengaruh kombinasi UDCA-Glutathione terhadap kadar bilirubin tikus Wistar yang diligasi duktus koledokusnya. Metode: Penelitian True Experimental dengan rancangan post test only control group design menggunakan 15 ekor tikus Wistar. Sampel dibagi menjadi kelompok K, P1, dan P2. Tiap sampel diligasi duktus koledokusnya. Kelompok K sebagai kontrol dan tidak diberi terapi, P1 diberi UDCA 20 mg per oral, dan P2 diberi kombinasi UDCA 20 mg per oral dan glutathione 15 mg im. Setelah intervensi 21 hari, seluruh tikus diambil darahnya dari vena retroorbita. Sampel darah disentrifugasi untuk didapatkan serum dan kemudian dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin total dan direk melalui metode AutoAnalyzer reagen diazo. Uji statistik menggunakan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan uji Mann Whitney. Hasil: Pemeriksaan kadar bilirubin total dan direk menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok K dan P1, K dan P2, serta P1 dan P2 (p>0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan kadar bilirubin bermakna pada kelompok kombinasi. Kata kunci: Kolestasis, UDCA, Glutathione, Bilirubi

    PENGARUH PEMBERIAN PHOSPHODIESTERASE TYPE 5 INHIBITORS PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY JANTAN YANG DILAKUKAN TINDAKAN TORSI-DETORSI TESTIS

    Get PDF
    Background: Testicular torsion is an emergency that needs to be treated less than 6 hours (golden period) to prevent further tissue damage permanently. One of methods to prevent further tissue damage is administrating antioxidant substance. Phosphodiesterase Type 5 Inhibitors is one of antioxidant substances that work specifically in testicular tissue. Administration of Phosphodiesterase Type 5 Inhibitors is predicted to rejuvenate tissue damage in testicular torsion. Objectives: Determine the difference of inflammatory degree in male Sprague Dawley rats with testicular torsion between sample and control. Methods: This study was true experimental study with post only controlled group design. This study was using 10 Male Sprague Dawley rats divided into 2 groups of sample and control. Results: Mann Whitney statistic test has shown significant difference (p<0,014) in inflammatory degree of histopathology between sample and control Conclusion: There is a difference of inflammatory degree among Phosphodiesterase Type 5 Inhibitors administrated male Sprague Dawley rats with testicular torsion compared to without Phosphodiesterase Type 5 Inhibitors administrated male Sprague Dawley rats with testicular torsion. Keywords:Testicular Torsion, Phosphodiesterase Type 5 Inhibitor

    Effects of ursodeoxycholic acid and glutathione combination in spleen TNF-α and apoptotic index in rats with cholestasis

    Get PDF
    Background: Cholestasis is a disorder of the formation or flow of bile. Among its contributors, tumour necrosis factor (TNF)-α stands out as the most influential inducer of apoptosis. Meanwhile, ursodeoxycholic acid (UDCA) is a valuable agent with choleretic properties, protecting the hepatobiliary system. Glutathione (GSH) enhances endothelial response and prevents liver fibrosis Objectives: This study evaluates the effect of a combination of GSH-UDCA on splenic TNF-α expression and apoptosis index in Sprague Dawley (SD) rats with cholestasis Methods: This experiment with a post-tests-only control group design involving 28 male SD rats. They were randomly into four groups: group (K) with 20 mg UDCA, group 1 (P1) with 10 mg UDCA + 10 mg GSH, group 2 (P2) was given UDCA 20 mg + GSH 15 mg, and group 3 (P3) was given UDCA 30 mg + GSH 20 mg. Cholestasis was obtained by ligation of the common bile duct through a laparotomy. During three weeks of trial, rats were administered daily with UDCA orally and GSH intramuscularly. On day 22, rats were sacrificed and spleen samples were taken for anatomical pathology examination. Results: There were significant differences in TNF-α expression between groups K vs P3; P1 vs P3, and P2 vs P3 (p=0.002). There was a significant difference in the apoptotic index between groups K vs P1 (p<0.001); K vs P2 (p=0.004), and K vs P3 (p=0.005). Conclusions: The UDCA-GSH combination demonstrated a prophylactic effect in SD rats with cholestasis and might be an effective supplemental therapy with UDCA for cholestatic diseases. The difference in TNF-α expression and apoptotic index was lower in SD rats UDCA-glutathione combination group than single dose UDCA. Between TNF-α and the apoptotic index, there is a moderate positive relation

    Pengaruh Pemberian Kombinasi Vitamin E Dalam Olive Oil Topikal Dengan Ketorolac Intramuskular Terhadap Kadar TGF β Cairan Peritoneum Dan Derajat Adhesi Penelitian Eksperimental Pada Tikus Wistar yang Dilakukan Abrasi Ileum

    Get PDF
    Latar Belakang: Pengetahuan mengenai patofisiologi terjadinya adhesi intraperitoneum penting sebagai dasar untuk mencegah adhesi. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan adanya perbedaan derajat adhesi pada tikus wistar yang dibuat adhesi intraperitoneum, antara yang diberi kombinasi vitamin E topical intraperitoneum dengan ketorolac intramuskular, pemberian tunggal maupun yang tidak diberi, yang dimediasi oleh penurunan kadar TGF β cairan peritoneum. Metode: Penelitian eksperimental laboratorik, menggunakan tikus wistar jantan. Dua puluh empat ekor tikus wistar dilakukan abrasi ileum dan dibagi 4 kelompok : kontrol (K); perlakuan 1, diberi vitamin E topikal (P1); perlakuan 2, diberi ketorolac intramuskular (P2); perlakuan 3, diberi kombinasi vitamin E topical dengan ketorolac intramuskular (P3). Relaparotomi dilakukan 14 hari kemudian untuk melihat derajat adhesi dan kadar TGF β. Uji beda kadar TGF β dengan ANOVA. Uji beda derajat adhesi dengan Kruskal Wallis. Uji korelasi menggunakan uji Spearman. Hasil: Terdapat beda kadar TGF β yang bermakna antara kelompok K dengan semua kelompok perlakuan (p=0,000). Tidak terdapat beda bermakna antara P1- P3 (p=0,468), P2-P3 (p=1,000) dan P1-P2 (p=1,000). Terdapat beda derajat adhesi yang bermakna antara kelompok K-P1(p=0,007), K-P2(p=0,007), K-P3 (p=0,002) dan P1-P3 (p=0,026) namun tidak terdapat beda bermakna antara P1- P2 (p=0,652) dan P2-P3 (p=0,083). Terdapat korelasi yang bermakna secara kuat antara penurunan kadar TGF β dan derajat adhesi (p=0,000). Simpulan: Terdapat penurunan kadar TGF β dan derajat adhesi secara bermakna pada kelompok yang diberi perlakuan kombinasi dibanding dengan yang tidak diberi. Terdapat korelasi yang bermakna secara kuat antara penurunan kadar TGF β dan derajat adhesi. Kata Kunci: Adhesi, TGF β, vitamin E, ketorolac, abrasi ileum, laparotom

    Combination of Ursodeoxycholic Acid and Glutathione Improves Intestinal Morphology in Cholestasis by Downregulating TNF-α Expression

    No full text
    BACKGROUND: Cholestasis caused by obstruction of the common bile duct and may developed gut-derived sepsis due to reactive oxygen species (ROS) accumulation. Ursodeoxycholic acid (UDCA) and glutathione are widely known for their antioxidant properties, that might be beneficial against ROS. However, the effects of UDCA-glutathione combination against ROS have not been well elucidated in previous studies. Thus, this study was conducted to evaluate tumor necrosis factor (TNF)-α level and height of terminal ileal mucosal villus after UDCA-glutathione administration in cholestasis rat model.METHODS: Twenty-eight male Sprague Dawley rats were randomly grouped into four treatment groups, each group consisted of seven rats that had previously undergone bile duct ligation. Three groups received treatment of UDCA-glutathione combination on stratified dose, while the other one only received UDCA. Each treatment was given for 21 days. Ileal samples were collected from the rats and stained with mouse anti TNF-a antibody and hematoxylin-eosin (HE). Immunohistochemistry and histopathological examination were done using microscope and then calculated with ImageJ.RESULTS: The combination of UDCA and glutathione treatment decreased the TNF-α expression (p<0.05) compared to UDCA only group, particularly in group that received 20 mg UDCA and 15 mg glutathione supplementation (p<0.05) and group that received 30 mg UDCA and 20 mg glutathione supplementation (p<0.05). The height of the mucosa villous was higher in the UDCA-glutathione combination groups for all the three dosage variations given (p<0.05) compared to UDCA only group.CONCLUSION: UDCA-glutathione combination downregulates TNF-α expression and improves ileum mucosal villus height in cholestasis.KEYWORDS: cholestasis, glutathione, intestinal villus height, TNF-α, UDCA
    corecore