27 research outputs found

    Gambaran Kuman Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Patologi Klinik Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Periode Januari-Desember 2010

    Get PDF
    Methicillin resisten Staphylococcus aureus (MRSA) masih menjadi permasalahan kesehatan yang penting karena frekuensinya cenderung meningkat di dunia sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kuman MRSA yang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi dan pemantauan terhadap program pengendalian infeksi serta pencegahan terhadap kejadian MRSA. Penelitian potong lintang deskrptif ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Patologi Klinik Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) periode Januari-Desember 2010 dengan menggunakan data sekunder pemeriksaan biakan dan resistensi antibiotika dengan hasil isolat MRSA. Data karakteristik subyek dengan isolat MRSA meliputi usia, jenis kelamin, jenis kasus dan data isolat MRSA meliputi jumlah, jenis spesimen dan asal spesimen. Pada penelitian ini didapatkan jumlah isolat MRSA 32%. Gedung A lantai 7 merupakan ruangan asal isolat MRSA terbanyak dan sebagian besar merupakan ruang perawatan kasus Ilmu penyakit dalam. Spesimen terbanyak isolat MRSA berasal dari pus dan sebagian besar akibat infeksi kulit dan jaringan lunak. Evaluasi dan pemantauan penggunaan antibiotika perlu dilakukan untuk mengendalikan dan mencegah peningkatan angka kejadian MRSA

    Hubungan Kadar Komponen Besi Darah Pendonor terhadap Kualitas Packed Red Cells (PRC) di UDD PMI Provinsi Sumatera Selatan

    Get PDF
    Iron is the essential component of our body especially used to make Hemoglobin. If the intake of iron enters from our food less than issued, it makes our reserve iron will be used, and it can cause iron deficiency. There are three pathogenesis stages of iron deficiency, first marked by reduced iron reserve or the absence of iron reserved, ferritin levels decreased, while other parameters to determinate the presence of iron deficiency( Serum Iron, TIBC, Hb, Transferrin Saturation) are still normal. The purpose of this study was to analyze the relationship level of donor iron components and quality of Packed Red Cells (PRC) in UDD PMI Provinsi Sumatera Selatan. This research is an analytic observational study with a cross-sectional design. The result of the research was conducted in April 2021, using 86 blood samples from donors. It showed there were 15 samples with iron deficiency. Consisted of 9 samples with iron deficiency in the first stage and 6 samples in the second stage. It is known that there are 6 samples with poor PRC quality; all of them are iron deficiency in the second stage. In conclusion, there is a significant relationship iron component level of the donor and the quality of PRC p<0,05

    THE COMPARISON OF EFFECTIVENESS AND SAFETY BETWEEN WARFARIN AND RIVAROXABAN IN HYPERCOAGULATED CENTRAL NERVOUS SYSTEM TUMORS

    Get PDF
    Abstract:                                                                                                                                           Background: Central nervous system (CNS) tumors originate from the brain and spinal cord, and have complications, such as hypercoagulation. The administration of anticoagulants (warfarin and rivaroxaban) has been able to reduce hypercoagulation-related morbidity and mortality, however, the effectiveness and safety of their use has not been well studied. This study aims to compare the effectiveness and safety of anticoagulant drugs between warfarin and rivaroxaban in hypercoagulated CNS tumors. Methods: This was a randomized clinical trial study, double-blinded, conducted on CNS tumor patients from September-November 2020 at Mohammad Hoesin Hospital. The patients were given warfarin and rivaroxaban for 3 weeks. Coagulation status was measured before and after. Data were analyzed using SPSS ver.24. Results: The mean age of 20 patients was 42.70+8.14 years and majority were female (80%), with tumor characteristics were primary (80%), single (85%), and located in the brain (95%). In the warfarin group (n=10), there were significant improvements in PT (p 0.008), INR (p 0.013), Fibrinogen (p 0.041), and D-Dimer (p 0.008) value, also the rivaroxaban group (n=10) in PT (p 0.013), APTT (p 0.012), INR (p 0.028), Fibrinogen (p 0.047), D-Dimer (p 0.032), and Anti Fxa (p 0.028). However, there was no significant difference between groups, except when comparing the Anti Fxa delta (p 0.041). There was 1 person with major bleeding using warfarin, and 1 person (excluded) with GIT bleeding using rivaroxaban. Conclusion: There was a significant improvement of coagulation value in both groups, also side effects were seen as well. Keyword: CNS Tumor, Hypercoagulation, Warfarin, Rivaroxaba

    Hubungan antara Tingkat Aktivitas Penyakit LES dan Tingkat Depresi pada Penderita Lupus Eritematosus Sistemik di Persatuan Lupus Sumatera Selatan dan Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam

    Get PDF
    Depresi merupakan salah satu manifestasi klinis yang dapat muncul pada penderita LES. Diduga tingkat aktivitas penyakit LES dapat mempengaruhi kejadian depresi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara tingkat aktivitas penyakit LES dan tingkat depresi pada penderita Lupus Eritematosus Sistemik di Persatuan Lupus Sumatera Selatan dan Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain studi cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2017 sampai dengan November 2017 di Persatuan Lupus Sumatera Selatan dan Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Diambil sampel sebesar 42 orang penderita LES dengan metode consecutive sampling. Data diambil dari pengisian kuesioner MEX-SLEDAI dan BDI serta wawancara terhadap responden penelitian. Selain itu, diambil juga data rekam medik pasien untuk melengkapi data penelitian. Uji statistik menggunakan uji One Way ANOVA. Terdapat hubungan yang bermakna (p value = 0,000) antara tingkat aktivitas penyakit LES dan tingkat depresi pada penderita LES di Persatuan Lupus Sumatera Selatan dan Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Hubungan masing-masing kategori dari variabel penelitian, yaitu tingkat aktivitas LES ringan: 80% tidak depresi, 20% depresi ringan; tingkat aktivitas LES sedang: 44,4% tidak mengalami depresi, 33,3% depresi ringan, 22,2% depresi sedang; tingkat aktivitas LES berat: 7,1% tidak mengalami depresi, 7,1% depresi ringan, 21,4% depresi sedang, dan 64,3% depresi berat. Semakin tinggi tingkat aktivitas penyakit LES maka semakin tinggi pula tingkat depresi yang dialaminya

    PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN MULTIDRUG RESISTANT ORGANISMS TAHUN 2015 DAN 2016 PADA PASIEN GICU RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

    Get PDF
    Multidrug Resistant Organisms (MDRO) adalah organisme (bakteri) yang resisten terhadap minimal satu antimikroba dari ?3 golongan antimikroba. Transmisi MDRO paling banyak tercatat di GICU yang juga merupakan tempat berisiko tinggi terjadi infeksi nosokomial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan angka kejadian Multidrug Resistant Organismstahun 2015 dan 2016, serta sebagai acuan manajemen terapi dalam penggunaan antibiotik yang efektif pada pasien GICU (General Intensive Care Unit) RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional.Data yang digunakan merupakan hasil kultur positif bakteri dari pemeriksaan kultur dan resistensi antibiotik pasien GICU tahun 2015 dan 2016 di Instalasi Patologi Klinik dan Mikrobiologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.Sebanyak 549 dari 611 sampel (89,8%) teridentifikasi sebagai MDRO pada tahun 2015 dan sebanyak 490 dari 552 sampel (88,7%) pada tahun 2016. Pada tahun 2015, seluruh bakteri gram positif (kecuali S. viridans) dan gram negatif  (kecuali C. diversus) telah diidentifikasi mengalami MDRO. Sedangkan pada tahun 2016, seluruh bakteri gram positif (kecuali S. viridans) dan gram negatif telah diidentifikasi mengalami MDRO. Terdapat perbedaan angka kejadian MDRO pada tahun 2015 dan 2016, dimana angka kejadian MDRO pada tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2015.  Pada tahun 2015 dan 2016, infeksi bakteri pada pasien GICU lebih sering disebabkan oleh bakteri gram negatif

    Pola Gambaran Darah Tepi pada Penderita Leukimia di Laboratorium Klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

    Get PDF
    Leukemia merupakan keganasan hematologi yang disebabkan oleh faktor imunologi, genetik, virus, dan zat kimia. Leukemia dibedakan menjadi leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfoblastik akut (LLA), leukemia mielositik kronik (LMK), dan leukemia limfositik kronik (LLK). Diagnosis awal leukemia dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah lengkap dan gambaran darah tepi (GDT). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola GDT pada penderita leukemia di laboratorium klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain potong lintang pada 98 penderita yang mengalami leukemia berdasarkan kesan pemeriksaan GDT di laboratorium klinik RSMH pada 1 Januari 2012–31 Desember 2012. Sebagian besar penderita leukemia adalah laki-laki. Penderita LMA terbanyak pada kelompok usia 31–40 tahun (27,3%), LLA terbanyak pada kelompok usia 1 bulan-10 tahun (46,2%), LMK terbanyak pada kelompok usia 21–30 tahun (23,3%), dan LLK terbanyak pada kelompok usia 51–60 tahun (100%). Pola GDT yang banyak ditemukan adalah eritrosit normokrom normositik; jumlah leukosit meningkat dan sel blas (+) pada LMA dan LLA; jumlah leukosit meningkat, sel blas (+), dan dijumpai disemua tahapan maturasi seri granulositik pada LMK; jumlah leukosit meningkat, limfosit (+), dan smudge cell pada LLK; jumlah trombosit menurun dan bentuk normal pada LMA, LLA, dan LLK; jumlah dan bentuk trombosit normal pada LMK dan LLK. Sebagian besar penderita leukemia mengalami anemia, leukositosis, dan trombositopenia. Pemeriksaan GDT merupakan pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis leukemia dan menilai respon pengobatan, sehingga diharapkan kesan hasil pemeriksaan GDT dapat tercatat dengan baik

    Prevalensi Blood Borne Virus pada Pasien Hemodialisis Kronik di Instalasi Hemodialisis RSMH Palembang

    Get PDF
    Pasien hemodialisis kronik lebih berisiko untuk mendapat infeksi Blood Borne Virus (BBV) seperti hepatitis B, hepatitis C, dan HIV karena penggunaan akses vaskular berulang. Pada pasien hemodialisis terdapat tiga faktor risiko utama mempengaruhi terjadinya penularan infeksi BBV yaitu, riwayat transfusi darah, riwayat transplantasi ginjal, dan durasi hemodialisis. Prevalensi BBV pada pasien hemodialisis berkisar 12-29%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi BBV di lingkungan hemodialisis. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional, dengan pendekatan potong lintang. Data diperoleh dari catatan medik pasien hemodialisis di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Januari 2013-31 Desember 2013. Dari 290 catatan medik pasien didapat 92 catatan medik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan 6 (6,5%) pasien terinfeksi HCV, 5 (5,4%) pasien terinfeksi HBV, 2 (2,2%) pasien terinfeksi HIV, dan tidak didapatkan pasien dengan koinfeksi. Pasien yang terinfeksi HBV dan HCV lebih banyak perempuan dari laki-laki. Infeksi Lebih banyak didapatkan pada pasien dengan riwayat transfusi darah. Rerata lama hemodialisis pasien yang terinfeksi lebih besar dibanding rerata pasien yang tidak terinfeksi dan rerata lama hemodialisis seluruh pasien. Pasien yang terinfeksi HBV dan HCV memiliki rerata usia lebih kecil dibanding dengan rerata usia pasien yang tidak terinfeksi. Prevalensi HCV pada pasien hemodialisis kronik di Instalasi Hemodialisis RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah 6,5%, prevalensi HBV adalah 5,4%, dan prevalensi HIV adalah 2,2%. Pasien perempuan lebih banyak terinfeksi HBV dan HCV. Pasien dengan riwayat transfusi darah lebih banyak terinfeksi. Rerata lama hemodialisis pasien terinfeksi lebih lama dibanding pasien yang tidak terinfeksi

    Pengaruh Low Level Laser Therapy (LLLT) terhadap Kadar Creatine Kinase (CK) dan Lactate Dehydrogenase (LDH) pada Proses Pemulihan Setelah Latihan Interval Intensitas Tinggi

    Get PDF
    Penelitian mengenai Low Level Laser Therapy (LLLT) telah diketahui memberikan hasil positif pada penyakit inflamasi, perbaikan jaringan, dan penanganan nyeri. Namun penggunaan LLLT pada bidang kedokteran olahraga masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh LLLT terhadap kadar creatine kinase (CK) dan lactate dehydrogenase (LDH) sebagai biomarker kerusakan otot setelah latihan interval intensitas tinggi.Penelitian eksperimental kuasi dengan rancangan single-blind, randomized, placebo controlled dilakukan dengan 20 orang subjek laki-laki sehat yang tidak terlatih. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok dengan LLLT aktif dan kelompok kontrol plasebo. Setiap kelompok akan melakukan latihan interval intensitas tinggi mneggunakan sepeda statis dengan intensitas kayuh 50%-80% HR maksimal selama 30 menit. Segera setelah latihan fisik kelompok perlakuan akan diberikan LLLT (810nm, 5mW, 40 Joule) menggunakan probe multi diode pada 4 titik untuk masing-masing tungkai bawah, sedangkan kelompok kontrol menerima plasebo. Terdapat perbedaan kadar CK yang signifikan antara kelompok LLLT (105,50 ± 47,12) dan kelompok kontrol (182,91 ± 49,77) (p<0,05). Hasil pengukuran kadar LDH juga menunjukan hasil yang signifikan dengan rerata kelompok LLLT 144,37 ± 15,96 dan kelompok kontrol 183,88 ± 30,19 (p<0,05)

    Prevalensi Blood Borne Virus pada Pasien Hemodialisis Kronik di Instalasi Hemodialisis RSMH Palembang

    Get PDF
    Pasien hemodialisis kronik lebih berisiko untuk mendapat infeksi Blood Borne Virus (BBV) seperti hepatitis B, hepatitis C, dan HIV karena penggunaan akses vaskular berulang. Pada pasien hemodialisis terdapat tiga faktor risiko utama mempengaruhi terjadinya penularan infeksi BBV yaitu, riwayat transfusi darah, riwayat transplantasi ginjal, dan durasi hemodialisis. Prevalensi BBV pada pasien hemodialisis berkisar 12-29%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi BBV di lingkungan hemodialisis. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional, dengan pendekatan potong lintang. Data diperoleh dari catatan medik pasien hemodialisis di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Januari 2013-31 Desember 2013. Dari 290 catatan medik pasien didapat 92 catatan medik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan 6 (6,5%) pasien terinfeksi HCV, 5 (5,4%) pasien terinfeksi HBV, 2 (2,2%) pasien terinfeksi HIV, dan tidak didapatkan pasien dengan koinfeksi. Pasien yang terinfeksi HBV dan HCV lebih banyak perempuan  dari laki-laki. Infeksi Lebih banyak didapatkan pada pasien dengan riwayat transfusi darah. Rerata lama hemodialisis pasien yang terinfeksi lebih besar dibanding rerata pasien yang tidak terinfeksi dan rerata lama hemodialisis seluruh pasien. Pasien yang terinfeksi HBV dan HCV memiliki rerata usia lebih kecil dibanding dengan rerata usia pasien yang tidak terinfeksi. Prevalensi HCV pada pasien hemodialisis kronik di Instalasi Hemodialisis RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah 6,5%, prevalensi HBV adalah 5,4%, dan prevalensi HIV adalah 2,2%. Pasien perempuan lebih banyak terinfeksi HBV dan HCV. Pasien dengan riwayat transfusi darah lebih banyak terinfeksi. Rerata lama hemodialisis pasien terinfeksi lebih lama dibanding pasien yang tidak terinfeksi

    Serum nitric oxide and pediatric sepsis outcomes

    Get PDF
    Background Sepsis is the complex pathophysiologic responses of the host against systemic infection. Sepsis can cause severe conditions such as septic shock and multiple organ failure. Although we have a better understanding of the molecular basis of sepsis as well as aggressive therapy, the mortality rate remains high, between 20-80%. Nitric oxide (NO) is one of the mediators associated with cardiovascular failure, apoptosis and organ dysfunction in sepsis. Objective To evaluate for a possible correlation between NO levels and outcomes in pediatric sepsis. Methods A prospective cohort study was conducted at the pediatric intensive care unit (PICU) of Prof. Dr. R.D. Kandou General Hospital in Manado, from June to November 2012. Forty children aged one month to five year old, fulfilled the International Pediatrics Sepsis Consensus Conference 2 005 criteria were recruited. Nitrite oxide metabolites (nitrite and nitrate) levels were measured using a calorimetric assay kit (Cayman®, Catalog No.780001) from venous blood specimens collected at admission. All patients received antibiotics empirically within an hour of the diagnosis. Outcomes of patients recorded were survivor or died, and length of stay in PICU. Results Mann-Whitney U test revealed a significant difference between median serum NO levels ins urvivors and those who died (18.60 vs. 36.50 fLM/L, respectively; P= 0.016). Conclusion Serum NO concentration is higher in those who died than in survivors of pediatric sepsis. Specific NO inhibition may be beneficial in decreasing morbidity and mortality in this condition
    corecore