7 research outputs found

    DISTRIBUSI DAN KELIMPAHAN IKAN PELAGIS DI LAUT FLORES BAGIAN BARAT

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi distribusi dan kelimpahan ikan pelagis di Laut Flores bagian barat dengan metode akustik. Metode yang digunakan dalam penelitian dikategorikan sebagai bagian dari exploratory survey. Terdapat dua bentuk hasil analisis data: 1) analisis akustik di stasiun-stasiun sampling dengan teknik stationery; dan 2) analisis data akustik sepanjang transek antar stasiun. Hasil deteksi cercah gema pada stasiun stationery 1 menunjukkan kelimpahan ikan pelagis sangat rendah, terdistribusi pada layer 3 di malam hari dan diduga adalah jenis pelagis besar dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Kejadian ini diketahui dengan melakukan justifikasi terhadap ukuran target strength (TS) ikan pelagis yang terdeteksi,dan diketahui target tersebut adalah ikan ukuran besar (TS = -30 dB), identik ikan pelagis besar, dengan jumlah sedikit. Hasil deteksi pada stasiun stationery 2 dan stasiun stationery 3 relatif sama, menunjukkan kelimpahan yang relatif lebih tinggi dibanding stasiun stationery 1. Sejalan dengan hasil analisis pada 3 stasiun stationary, hasil analisis pada transek antar stasiun menunjukkan kondisi yang hampir sama, dimana pada transek antar stasiun 1-2, 2-3, 3-4, dan 4-5 yaitu mulai dari perairan Dewakang hingga perairan bagian timur Takarewataya. Hasil analisis memperlihatkan kelimpahan ikan pelagis yang terdeksi sangat rendah, di sepanjang transek hanya terdeteksi target ikan tunggal saja dan tidak terdeteksi schooling ikan. Pada transek antar stasiun 5-6, kelimpahan sangat rendah dan tidak signifikan dengan nilai rata-rata kelimpahan sebesar 0,5 ekor/1000 m3 dan terdeteksi pada layer 4 (150-200 m). Pada transek antar stasiun 6-7, kelimpahan tidak terlalu tinggi, kelompok ikan (schooling) cenderung berada di bawah layer 1 (di bawah kedalaman 50 m). Nilai rata-rata kelimpahan paling tinggi terdeteksi pada layer 3 sebesar 10,8 ekor/1000 m3 dan pada layer 4 sebesar 7 ekor/1000 m3. Pada transek antar stasiun 7-8, merupakan kelimpahan yang paling tinggi dari semua transek, schooling terdeteksi cenderung di bawah layer 1 (di bawah kedalaman 50 m), nilai rata-rata kelimpahan paling tinggi terdeteksi pada layer 3 sebesar 20,3 ekor/1000 m3 dan pada layer 2 sebesar 17,8 ekor/1000 m3. Pada transek antar stasiun 8-9, kelimpahan terdeteksi tidak terlalu tinggi, schooling terdeteksi cenderung berada pada seluruh layer, nilai rata-rata kelimpahan paling tinggi yang terdeteksi pada layer 4 sebesar 1,3 ekor/1000 m3This study aims to estimate the distribution and abundance of pelagic fish in the western Flores Sea with acoustic analysis. The method used in this study was an exploratory survey. There are two forms of data analysis results: 1) acoustic analysis at sampling stations with stationery techniques; and 2) analysis of acoustic data along transects between stations. The echo traces in station 1 showed that the abundance of pelagic fish was very low, distributed at layer 3 at night, which was suspected to be a big pelagic with not too much. The dynamics of echo traces in stations 2 and 3 are relatively the same, indicating a higher abundance than in station 1. In line with the echo traces dynamic of 3 stations, the analysis of the transects between stations shows almost the same conditions. The transects between stations 1-2, 2-3, 3-4, and 4-5, starting from the sub-area of Dewakang to the eastern part of Takarewataya, show the abundance of pelagic fish is very low. Only a single fish target was detected along the transect, and no schooling fish was detected. In inter-station transects 5-6, abundance is very low and insignificant. The average abundance value of only 0.5 fish/1000 m3 is detected at layer 4 (150-200 m). In inter-station transects 6-7, the abundance is low. Schooling tends to be below layer 1 (below a depth of 50 m), in which the highest average value of abundance is detected at layer 3 by 10.8 fish/1000 m3 and layer 4 by 7 fish/1000 m3. In inter-station transects 7-8, it is the highest abundance of all transects, schooling is detected tending to be below layer 1 (below a depth of 50 m), the highest average value of abundance is detected at layer 3 by 20.3 fish/1000 m3 and layer 2 by 17.8 fish/1000 m3. In inter-station transects 8-9, abundance is detected relatively not too high, schooling tends to be on the entire layer, and the highest average value of abundance detected at layer 4 is 1.3 fish/1000 m3.

    MENENTUKAN SWIMMING LAYER DAN DISTRIBUSI IKAN PELAGIS DI LAUT FLORES BAGIAN BARAT DENGAN DETEKSI AKUSTIK

    Get PDF
    The purpose of this study determined the swimming layer and distribution of pelagic fish in the waters west of the Flores Sea through acoustic detection. Experimental fishing is a method used with two data analyses: 1) analysis of acoustic data at sampling stations with stationery techniques; and 2) analysis of acoustic data along transects between stations. The detection results at stationery 1 showed a very low abundance of pelagic fish, distributed at layer 4 (150-200 m) at night and suspected to be a large pelagic type of tuna with a small amount. The detection results on stationery 2 and stationery 3 are relatively the same, showing a relatively higher abundance compared to stationery 1. Detection results for transects between stations 1-2, 2-3, 3-4, and 4-5 starting from Dewakang waters to east of Takarawataya waters did not detect schooling fish but only single fish. On transects between stations 5-6 very low abundance, the highest mean abundance of 0.5 fish/1000 m3 was detected at layer 4 (150-200 m). On transects between stations 6-7 the abundance was not too high, the highest mean abundance was detected at layer 3 of 10.8 fish/1000 m3. The transect between stations 7-8 is the highest abundance of all transects, the highest abundance average value detected at layer 3 is 20.3 fish/1000 m3. On transects between stations 8-9 the abundance was not too high, schooling tended to be present in all layers, and the highest mean abundance was detected at layer 4 of 1.3 fish/1000 m3. The results of the study concluded that the abundance of pelagic fish in the western Flores Sea is distributed in layers 3 and 4 (100-200 m). Keywords:       Acoustic, distribution, pelagic fish, Flores Sea, laye

    UKURAN PERTAMA KALI TERTANGKAP DAN RASIO POTENSI PEMIJAHAN UDANG DOGOL MENGGUNAKAN JARING ARAD DI PERAIRAN BREBES

    Get PDF
    Keterbatasan data yang tersedia di Kabupaten Brebes menyebabkan sulitnya menduga potensi dan status stok sumber daya udang. Upaya yang dapat dilakukan untuk menduga status sumber daya udang dan strategi pengelolaannya adalah dengan pendekatan aspek biologi dan rasio potensi pemijahan. Sampel udang dogol yang ditangkap menggunakan jaring arad diambil di Kabupaten Brebes selama 2 bulan. Panjang karapas udang dogol yang diukur berjumlah 1.004 ekor dengan menggunakan jangka sorong. Penelitian dilakukan untuk melihat komposisi hasil tangkapan, ukuran pertama kali tertangkap, serta rasio potensi pemijahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tangkapan jaring arad di perairan Brebes didominasi hasil tangkapan sampingan (80,10%), hasil tangkapan utama (16,98%), dan hasil tangkapan lainnya yang dibuang ke laut (discard) sebanyak 2,92%. Hasil tangkapan utama yang paling banyak tertangkap adalah udang dogol dengan kisaran panjang karapas sekitar 30,1 – 56,0 mmCL. Ukuran karapas pertama kali tertangkap udang dogol berada di atas ukuran pertama kali matang gonad. Selektivitas alat tangkap jaring arad yang digunakan untuk menangkap udang dogol sekitar 40,87 mmCL. Status sumber daya udang dogol berdasarkan nilai rasio potensi pemijahan tergolong baik sehingga penangkapan udang dogol dengan jaring arad masih berkelanjutan

    Estimation of Fishing Ground Based on Distribution of Fishing Vessels and Oceanographic Factors in WPPNRI 573

    Get PDF
    Fisheries Management Area of Republic of Indonesia (FMARI) 573 has great potential and needs to be supported by complete and accurate information, especially fishing ground locations so that the fisheries sector can become better. This study aims to estimate the location of the fishing ground in the western of FMARI 573 based on the movement of fishing vessels carrying out fishing operations, as well as sea surface temperature (SST) conditions and chlorophyll-a concentrations. The data used is a 10 year time series of AQUA-MODIS and SNPP-VIIRS satellite images. Analysis of chlorophyll-a and SST using ArcGis, while estimation of fishing ground locations with overlay techniques between ship distribution with SST conditions and chlorophyll-a concentrations. The results showed that the average SST value was relatively higher during Transitional Season I compared to the other three seasons. The average seasonal chlorophyll-a concentration fluctuates, the maximum value occurs in the Western Season and the minimum in the East Season. The concentration and distribution of fishing vessels indicate fishing ground areas in Pangandaran waters and along the coast of Binuangeun waters and Palabuhan Ratu Bay.

    Trends in Science and Technology for Sustainable Living

    Get PDF
    Dalam buku ini, dibahas mengenai perkembangan tren kajian dalam sains dan teknologi yang mendukung pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan mempunyai prinsip pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan generasi saat ini tetapi tidak mengurangi ataupun mengorbankan kemampuan generasi selanjutnya dalam memenuhi kebutuhan mereka; sehingga kehidupan yang baik akan terus berlanjut dalam waktu yang lama. Pembangunan berkelanjutan saat ini berfokus pada tiga hal, yaitu pembangunan keberlanjutan ekonomi dan sosial, serta perlindungan terhadap lingkungan untuk generasi mendatang. Ketiganya saling berhubungan dan mendukung dalam mencapai tujuan pembangunan serta stabilitas lingkungan dan sosial. Oleh karena itu, keseimbangan yang baik dalam aspek lingkungan,ekonomi, dan sosial harus dicapai untuk membentuk kehidupan berkelanjutan

    Hubungan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil dengan SPL dan Klorofil-a di Selat Makassar

    No full text
    Pentingnya informasi ketersediaan Sumber Daya Ikan (SDI) pada suatu kawasan menjadi alasan utama untuk melakukan kajian komprehensif yang mampu menyediakan data dan informasi potensi SDI. Beberapa teknik dan cara perlu dikaji untuk penyediaan data potensi SDI. Penelitian ini berkaitan erat dengan tema yang diusung oleh FST Universitas Terbuka pada tahun 2023 ini, yaitu Trends in science and technology for sustainable living. Penelitian ini bertujuan menggambarkan potensi SDI pelagis kecil melalui pemetaan daerah penangkapan, hasil tangkapan, serta hubungannya dengan faktor utama oseanografi yaitu klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut (SPL). Penelitian dilakukan di perairan Selat Makassar pada tahun 2015, pengumpulan data sekunder perikanan time series selama 10 tahun (2006-2015) berupa log book (catatan harian) yang berisi jumlah kapal penangkapan, jumlah hasil tangkapan, jenis hasil tangkapan, dan lokasi penangkapan yang diperoleh dari Pelabuhan Perikanan Pekalongan (Jawa Tengah), Pelabuhan Perikanan Batu Licin (Kalimantan Selatan), dan Pelabuhan Perikanan Paotere (Sulawesi Selatan). Data sekunder parameter lingkungan time series selama 10 tahun (2006-2015) yaitu citra satelit Aqua-MODIS berupa nilai klorofil-a dan SPL serta citra satelit SNPP-VIIRS berupa posisi dan lokasi sebaran kapal penangkapan ikan. Analisis citra satelit Aqua-MODIS dan SNPP-VIIRS menggunakan ArcGIS sedangkan analisis data hasil tangkapan ikan pelagis kecil menggunakan statistik dan deskriptif, selanjutnya dilakukan overlay untuk menjelaskan korelasi SPL dan klorofil-a dengan hasil tangkapan. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata- rata bulanan SPL berkisar antara 28,02°C - 30,53°C dan SPL relatif lebih tinggi pada Musim Peralihan I dibandingkan pada Musim Barat dan Musim Timur, tercatat kisaran nilai konsentrasi klorofil-a adalah 0,25 mg/m³ - 0,62 mg/m³. Rata-rata nilai konsentrasi klorofil-a setiap bulannya berfluktuasi, sesuai dengan musim angin (munsoon) yang sedang berlangsung. Nilai rata-rata maksimum klorofil-a tercatat pada Musim Barat, sedangkan nilai rata-rata minimum pada Musim Peralihan II. Ikan banyar (Rastrelliger spp.), bentong (Selar sp.), dan lemuru (Amblygaster sp.) menunjukkan korelasi positif terhadap klorofil-a, sedangkan layang (Decapterus spp.) menunjukkan korelasi negatif. Ikan banyar, bentong, dan layang menunjukkan respon negatif terhadap SPL, sedangkan ikan lemuru menunjukkan respon positif. Konsentrasi dan ketersediaan ikan pelagis kecil di Selat Makassar tergambar dari daerah penangkapan yang paling banyak menghasilkan tangkapan, yaitu Matasiri, Aura dan Masalim

    FISHING GROUND DAN POLA DISTRIBUSI SPASIAL TEMPORAL IKAN PELAGIS KECIL DI JMF TRIANGLE

    No full text
    Potensi perikanan pelagis di JMF triangle (Java sea-Makassar strait-Flores sea) salah satu yang terbesar di Indonesia, untuk itu perlu didukung informasi akurat mengenai lokasi fishing ground dan pola distribusinya agar stakeholder perikanan dapat mengelola dan memanfaatkan lebih baik. Penelitian ini bertujuan memetakan fishing ground dan pola distribusi ikan pelagis kecil di JMF triangle. Data yang digunakan: 1) hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan Pekalongan, Paotere dan Batu Licin; 2) citra satelit AQUA-MODIS dan SNPP-VIIRS. Analisis klorofil-a dan SPL menggunakan ArcGis, uji korelasi dan regresi sederhana untuk mengetahui hubungan sebaran ikan pelagis kecil dengan SPL dan klorofil-a, selanjutnya dipertajam dengan teknik overlay untuk menentukan pola sebaran. Informasi disajikan dalam peta tematik spasial-temporal dan info grafis. Hasil penelitian menunjukkan tangkapan ikan pelagis kecil menurut jumlahnya adalah Layang dengan total 77.288,16 ton (54,48 %), Lemuru 32.612,77 ton (22,99 %), Banyar 25.339,36 ton (17,86 %), dan Bentong 6.619,22 ton (4,67 %). Pola distribusi pada Musim Barat menunjukkan ikan pelagis kecil tersebar dengan konsentrasi tinggi di Lumu-lumu, Matasiri dan Aura yang didominasi Layang dan Lemuru, pada Musim Peralihan I masih tersebar dengan konsentrasi tinggi di Lumu-lumu dan Aura yang didominasi Lemuru, pada Musim Timur tersebar dengan konsentrasi tinggi di Matasiri yang didominasi Layang, dan pada Musim Peralihan II masih tersebar dengan konsentrasi tinggi di Matasiri dengan dominasi Layang. Lokasi fishing ground di JMF triangle tergambar dari lokasi yang paling tinggi sebaran ikan dan yang paling dominan menghasilkan tangkapan, yaitu Matasiri, Lumu-lumu dan Aura
    corecore