6 research outputs found
TINGKAT KETAHANAN BATANG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper Backer) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Homgren) DAN RAYAP KAYU KERING (Cryptotermes cynocephalus Light)
Bambu merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan alternatif penggunaan kayu karena memiliki daur yang relatif pendek (3-4 tahun). Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) adalah salah satu jenis bambu yang memiliki karakter batang yang tergolong kuat dan keras, oleh sebab itu bambu betung sering digunakan untuk bahan kontruksi dan bangunan. Bambu memiliki kelemahan pada tingkat ketahanan terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagian batang bambu yang rentan dan mengidentifikasi tingkat ketahanan ruas batang bambu terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2017 sampai dengan bulan Oktober 2017 di laboratorium jurusan Kehutanan (untuk pengujian ketahanan bambu terhadap serangan rayap kayu kering) dan disekitar GB II Universitas Bengkulu (untuk pengujian ketahanan bambu terhadap serangan rayap tanah). Bambu betung diambil di Desa Babakan Bogor Kabupateng Kepahiang. Variabel yang diamati yaitu kehilangan berat (rayap tanah dan rayap kayu kering), tingkat kerusakan serangan rayap tanah, dan mortalitas rayap kayu kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketahanan rayap tanah dan rayap kayu kering berbeda. Ketahanan bambu betung terhadap serangan rayap tanah dikategorikan sangat buruk (kelas ketahanan V) dan pada serangan rayap kayu kering dikategorikan sedang (kelas ketahanan III). Selanjutnya ditinjau dari serangan rayap tanah pada berbagai posisi ruas di batang tidak terdapat perbedaan nyata yang artinya rayap tanah menyerang seluruh bagian posisi ruas di batang dan ketahanan bambu betung terhadap rayap kayu kering dari posisi ruas 14 menuju posisi ruas 38 cenderung menurun, dimana pada posisi ruas 14 dan 17 dikategorikan ketahanan kelas II (Tahan) dan pada posisi ruas 20 sampai 38 dikategorikan ketahanan kelas III (Sedang), Ditinjau dari serangan rayap kayu kering pada berbagai posisi ruas di batang terdapat perbedaan nyata yang artinya posisi ruas mempengaruhi tingkat serangan rayap kayu kering
ANALISIS KUALITAS KAYU PULAI (Alstonia angustiloba Miq.) SEBAGAI BAHAN BAKU PENSIL DITINJAU DARI BERAT JENIS (BJ) DAN DIMENSI SERAT
Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi nilai berat jenis (BJ) kayu pulai A.
Angustiloba pada berbagai posisi batang, mengidentifikasi nilai dimensi serat kayu pulai A.
angustiloba pada berbagai posisi batang, menentukan kualitas serutan pada berbagai posisi
batang pada kayu pulai A. Angustiloba, dan mengetahui baik tidaknya A. Angustiloba
digunakan sebagai bahan baku pensil.
Dilihat dari sifat-sifat kayu dan penggunaannya, bahwasanya sebuah pensil
memiliki persayaratan teknis yang berhubungan dengan sifat fisik kayu yaitu BJ sedang,
mudah dikerat/diserut, tidak mudah bengkok, warna agak merah dan berserat lurus
(Anonim, 2007). Bahan baku pensil juga memerlukan kayu yang berserat lurus, panjang
dan tebal dinding serat yang tipis karena akan berpengaruh terhadap berserabut tidaknya
permukaan pensil dan kemudahan pada saat menyerut. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Desember 2015 sampai dengan Juni 2016 bertempat di Laboratorium Kehutanan
Universitas Bengkulu. Sampel diambil di Desa Q2 Kecamatan Purwodadi Kabupaten Musi
Rawas Sumatera Selatan, menggunakan metode purposive sampling, dengan memilih
pohon yang memiliki kenampakan fisik relative sama. Dengan 3 pohon sebagai ulangan
dan posisi batang sebagai perlakuan (pangkal, tengah dan ujung). Analisis data yang
digunakan ialah uji T.
Hasil penelitian ini untuk nilai berat jenis menunjukkan bahwa perbandingan antara
posisi pangkal dan tengah berbeda nyata, sedangkan pada posisi ujung nilainya tidak
berbeda nyata terhadap pangkal dan tengah. Nilai berat jenis pada bagian pangkal (0,32)
lebih tinggi dibanding bagian tengah (0,28) dan kembali meningkat pada bagian ujung
(0,31). Perbedaan nyata pada bagian pangkal dan tengah disebabkan pengambilan sampel.
Kemungkinan sampel yang terambil adalah kayu reaksi (bagian kayu tarik yang
didalamnya terambil kayu juvenil), yang diduga menyebabkan nilai berat jenis bagian
tengah lebih rendah dibandingkan bagian pangkal dan ujung. Dimana menurut Ruhyana
(2002) kayu juvenil memiliki serat lebih pendek, dinding sel tipis dan kadar selulosa yang
rendah sehingga lebih ringan yang menghasilkan berat jenis lebih rendah.
Hasil penelitian untuk nilai dimensi serat yaitu panjang serat menunjukkan bahwa
pangkal dan tengah tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata tetapi kedua nya berbeda
nyata jika dibandingkan dengan ujung, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding
serat menunjukkan bahwa pada posisi pangkal dan tengah tidak menunjukkan adanya
perbedaan nyata, sedangkan nilai diameter serat pada posisi ujung berada diantara pangkal
dan tengah. Walaupun demikian, nilai rata-rata panjang serat, diameter serat, diameter
lumen dan tebal dinding serat kayu pulai cenderung naik ke posisi tengah dan turun pada
posisi ujung. Hal ini disebabkan oleh faktor fisiologis yang berbeda pada berbagai posisi
kayu, yakni keberadaan hormon tumbuh yaitu hormon auksin. Untuk tebal dinding serat
menunjukkan bahwa perbandingan antara posisi pangkal dan ujung berbeda nyata,
sedangkan tebal dinding serat pada posisi tengah berada diantara pangkal dan ujung.
Walaupun demikian, nilai rata-rata tebal dinding serat kayu pulai cenderung naik dari
bagian pangkal ke bagian ujung. Hal ini juga disebabkan oleh factor fisiologis yaitu
keberadaan hormon auksin dan sumber makanan.
Hasil penelitian kualitas serutan menunjukkan bahwa untuk parameter kemudahan
diserut, posisi pangkal masuk kualitas baik, posisi ujung kualitas sedang dan posisi tengah
masuk kualitas jelek. Untuk parameter kehalusan permukaan (kesan raba) dan berserabut
tidaknya permukaan hasil serutan, posisi pangkal dan ujung masuk dalam kualitas sedang
dan posisi tengah masuk dalam kualitas jelek.
Kayu Alstonia angustiloba memiliki rata-rata berat jenis ketiga posisi 0,30 dengan
rata-rata berat jenis posisi pangkal 0,32 menurun pada posisi tengah 0,28 dan meningkat
lagi pada posisi ujung 0,31. Kayu Alstonia angustiloba memiliki nilai rata-rata dimensi
serat dengan panjang serat 189,13 µ, diameter serat 5,33 µ, diameter lumen 4,26 µ, dan
tebal dinding serat 3,19 µ. Kualitas terbaik sebagai bahan baku pensil dimiliki oleh bagian
pangkal, kualitas sedang sebagai bahan baku pensil dimiliki oleh bagian ujung dan kualitas
rendah sebagai bahan baku pensil dimiliki oleh bagian tengah. Kayu pulai A. angustiloba
dapat digunakan sebagai bahan baku pensil terutama untuk posisi pangkal dan ujung
PERTUMBUHAN DAN ALOMETRIK TUMBUHAN BIDURI (Calotrops gigantea) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM PANTAI PANJANG DAN PULAU BAAI KOTA BENGKULU
Taman Wisata Alam (TWA) merupakan salah satu bagian dari bentuk pelestarian alam yang dimanfaatkan terutama untuk kepentingan pariwisata alam dan rekreasi. Taman Wisata Alam Pantai Panjang dan Pulau Baai merupakan salah satu TWA yang berada di kota Bengkulu yang mengalami kerusakan akibat kegiatan manusia dan alam, untuk melakukan perbaikan maka dilakukan restorasi dengan mengembalikan ke kondisi awal lingkungan dengan cara menanam tumbuhan asli yaitu biduri. Tumbuhan biduri cukup adaptif dilingkungan yang ekstrim. Tumbuhan biduri sangat potensial dikawasan TWA dan menghasilkan biomassa. Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) persatuan unit area pada suatu saat tertentu. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pertumbuhandan alometrik biduri (Calotropis gigantea) di kawasan Taman Wisata Alam Pantai Panjang dan Pulau Baai.
Pengambilan data dilakukan selama 3 (tiga) bulan pada bulan November 2016 sampai Januari 2017 dengan pengukuran tinggi, diameter dan pemanenan tumbuhan biduri di lapangan. Penentuan sampel untuk pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yang terbagi kedalam kelompok ketinggian 25, 50, 75, 100, 125 dan 150 cm dengan masing- masink kelompok diukur 10 tumbuhan. Pengukuran biomassa dilakukan dengan mengunakan metode Destruktive Sampling hasil data yang diperoleh diolah dan dianalisisi.
Hasil penelitian didapatkan bahwa pertumbuhan biduri meningkat dengan seiringnya pertumbuhan. Pertumbuhan optimal terjadi pada ketinggian 75 dengan pertumbuhan 0,67 cm dan diameter 0,006 mm, semakin tinggi tumbuhan cenderung menurun dengan semakin tuanya tanaman.persamaan alometrik yang didapat untuk tinggi tinggi y=0,0008x
2
+ 2,4122x - 69,107 dan diameter y =-0,1467x
2
+17,875 – 91,418. Alokasi distribusi biomassa di atas permukaan sebesar 47% dan di bawah permukaan sebesar 53%
KERAGAAN KAYU BAWANG (Dysoxylum mollissimum Blume) UMUR 1 TAHUN DI HUTAN KAMPUS UNIVERSITAS BENGKULU
Hutan kampus Universitas Bengkulu merupakan salah satu kawasan hutan yang
berperan penting dalam menjaga pelestarian lingkungan Kota Bengkulu, namun masih
sedikit informasi mengenai keragaan tanaman yang ada didalamnya. Hutan kampus
Universitas Bengkulu banyak ditanami berbagai jenis tanaman. Tanaman tersebut selama
ini ditanam secara tersebar, salah satunya adalah jenis kayu bawang (Dysoxylum
mollissimum Blume). Kayu bawang adalah kayu unggulan lokal di Provinsi Bengkulu.
Kayu bawang sudah lama ditanam di hutan kampus Universitas Bengkulu dengan
penanaman secara individual dan umur bibit serta ukuran yang berbeda pada waktu
penanaman. Pada tahun 2015, tanaman kayu bawang telah ditanam dalam jumlah banyak
secara berkelompok pada lokasi yang sama, dengan umur bibit yang berbeda serta kondisi
lingkungan yang berbeda, yaitu berupa letak posisi tanam, seperti tempat tanam yang
lembab dan relatif kering. Pada lokasi penanaman tersebut sudah terlebih dahulu ditanam
beberapa jenis tanaman lain yang terdiri dari umur bibit yang berbeda dan mempunyai
variasi lingkungan yang berbeda. Perbedaan kondisi lingkungan, ukuran, dan umur bibit ini
kemungkinan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Dilatarbelakangi oleh
pemikiran-pemikiran di atas, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
keragaan kayu bawang umur 1 tahun yang merupakan studi kasus di Hutan Kampus
Universitas Bengkulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan tanaman kayu
bawang di Hutan Kampus umur 1 tahun dari umur bibit yang berbeda 4 bulan dan 8 bulan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - September 2016. Lokasi penanaman
kayu bawang berada di pinggir danau mengarah ke gedung bersama 2 yang sudah di tanam
pada tanggal 2 April 2015. Pada penelitian ini dibuat pengelompokan tanaman untuk
mengurangi variasi pertumbuhan akibat faktor lingkungan. Pengelompokan kayu bawang
pada bagian utara-selatan (latitude) dan posisi atas-bawah (altitude). Kayu bawang yang
berumur 8 bulan ditanam pada posisi bawah mengarah ke utara, sedangkan kayu bawang
umur 4 bulan ditanam mengarah ke utara dan mengarah ke selatan, pada tanaman yang
mengarah ke utara ditanam pada posisi atas, dan tanaman yang mengarah ke selatan
terletak pada posisi atas dan bawah. Variabel yang diamati persen hidup, tinggi tanaman,
diameter tanaman dan jumlah daun. Penelitian ini menggunakan non ekperimental dengan
melihat studi kasus di lapangan (hutan kampus Universitas Bengkulu). Perbandingan
keragaan kayu bawang dengan membandingkan keragaan kayu bawang sebagai berikut;
perbandingan keragaan kayu bawang yang ditanam pada bagian utara dan selatan pada
tanaman yang berasal dari umur bibit 4 bulan, perbandingan keragaan kayu bawang yang
ditanam pada posisi atas dan bawah pada tanaman yang berasal dari umur bibit 4 bulan,
perbandingan keragaan kayu bawang yang ditanam pada umur bibit 4 bulan dan 8 bulan
bagian utara. Data yang dianalisis adalah data dari hasil tinggi, diameter, dan jumlah daun
tanaman yang hidup dalam kondisi normal dan sehat dengan menggunakan analisis Uji T
pada taraf 5%. Keragaan disajikan dalam bentuk tabel sederhana berdasarkan nilai ratarata,
standar
deviasi,
dan
kisaran,
dari
pengukuran
awal,
akhir
serta
pertambahan
tanaman,
dan
diterangkan secara deskriptif. Keragaan di deskripsikan secara umum pada seluruh
tanaman yang ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tanaman kayu bawang yang ditanam di hutan
kampus memiliki keragaan yang baik dan beragam. Keragaan pertumbuhan ini dapat
dilihat dari persen hidup untuk seluruh tanaman yaitu sebesar 84,89%, yang mempunyai
riap tinggi sebesar 109,6 cm/tahun dan riap diameter sebesar 16,55 mm/tahun. Keragaman
ini disebabkan karena umur bibit dan intensitas cahaya. Tanaman kayu bawang yang
ditanam pada kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya yang tinggi mempunyai
keragaan yang baik dan mendukung pertumbuhan tanaman kayu bawang bila dibandingkan
pada tanaman dengan intensitas cahaya yang rendah. Tanaman dengan umur bibit lebih
muda mempunyai ukuran yang lebih kecil, sehingga yang terjadi kemampuan untuk
tumbuh lebih rendah. Oleh karena itu, tanaman kayu bawang yang berasal dari umur bibit
8 bulan mempunyai keragaan yang lebih baik jika dibandingkan dengan umur bibit 4
bulan, akan tetapi pada kedua umur bibit tanaman tersebut mempunyai pertumbuhan yang
sama. Tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tanah yang
berbeda, tidak menunjukkan pengaruh terhadap keragaan tanaman
POTENSI BUDIDAYA LEBAH MADU DALAM SISTEM AGROFORESTRI BERBASIS AREN (Arenga pinnata) DI DESA AIR MELES ATAS KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU
Sumber daya alam yang terdapat di Indonesia banyak memiliki produk hasil hutan. Selain kayu sebagai produk hasil hutan juga terdapat hasil hutan bukan kayu atau hasil hutan non kayu.Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan bagian dari ekosistem hutan yang memiliki peranan yang beragam, baik terhadap lingkungan alam maupun terhadap kehidupan manusia. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) menurut Permenhut no: P.35/Menhut.II/2007, yaitu HHBK merupakan hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang besaral dari hutan. Salah satu produk hasil hutan bukan kayu adalah tanaman aren (Arenga pinnata) dan lebah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan petani aren untuk membudidayakan lebah dalam sistem agroforestri berbasis aren (Arenga pinnata) dan menganalisis potensi pakan lebah madu dalam sistem agroforestri berbasis aren (Arenga pinnata)di Desa Air Meles atas Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Responden dalam penelitian ini adalah 60 petani aren di Desa Air Meles Atas, Pemilihan responden berdasarkan Simple Random Sampling.
Metode pengumpulan data yang diambil merupakan data primer dan data sekunder.Data primer untuk pengetahuan petani responden diperoleh melalui wawancara berdasarkan daftar pertanyaan meliputi: identitas responden, kondisi kebun aren responden dan pengetahuan responden terhadap budidaya lebah, dan data primer untuk sketsa kebun didapat melalui survey langsung kelapangan. Data primer untuk potensi sumber pakan lebah dilakukan dengan cara (1) menentukan tanaman sumber pakan lebah, (2) menghitung potensi pakan lebah dan (3) memprediksi produksi pakan lebah.Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini meliputi keadaan umum Desa Air Meles Atas Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Keseluruhan data diperoleh dari Kepala Desa dan balai penyuluhan pertanian Desa Air Meles Atas. Hasil dari Pengetahuan masyarakat Desa Air Meles Atas terhadap budidaya lebah madu dalam sistem agroforestri berbasis aren dapat yaitu tidak tahu untuk pengetahuan tentang jenis, hama dan penyakit, serta produk dan manfaatnya, dan tahu pada pengetahuan tentang pakan lebah, serta sangat tahu pada pengetahuan tentang tingkah laku lebah.Sedangkan hasil berdasarkan perhitungan sumber pakan lebah dalam sistem agroforestri berbasis aren (Arenga pinnata) terdapat tiga pola tanam, dengan produksi sumber pakan lebah pada pola tanam aren dan kopi berbentuk tersebar mampu mendukung sampai 212 koloni/Ha.Untuk pola tanam aren kopi dan tanaman pelindung berbentuk campuran mampu mendukung sampai 206 koloni/Ha.Sedangkan pola tanam aren dan sayuran berbentuk tersebar mampu mendukung sampai 66 koloni/Ha.Sedangkan Desa Air Meles Atas mampu mendukung sampai 873592 setup/koloni dalam satu desa
POLA TANAM DAN IDEOTYPE TANAMAN DI PEKARANGAN DESA MEOK PULAU ENGGANO KABUPATEN BENGKULU UTARA PROVINSI BENGKULU
Pulau Enggano merupakan pulau kecil terluar yang sangat dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi di laut. Hal tersebut menjadi faktor yang mempengaruhi budaya masyarakat dalam memanfaatkan lahan pekarangannya. Pemanfaatan lahan yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, penghasil buah-buahan dan kebutuhan akan kayu perkakas sehingga berdampak terhadap pemilihan jenis tanaman pekarangan dan pola penanaman yang diterapkan. Penanaman jenis tanaman pekarangan sering terjadi kegagalan akibat kesalahan dalam pemilihan jenis yang ditanam. Selain karena ketidaksesuaian jenis tanaman terhadap kondisi bio-geofisik di lapangan, budaya dan ketersediaan informasi, ketidakberhasilan juga dipengaruhi faktor aksesbilitas setempat yang menjadi permasalahan pokok dalam indikator pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis - jenis tanaman di pekarangan, pola tanam dan tipe tanaman ideal (Ideotype plants) yang diinginkan masyarakat untuk kebutuhan kayu perkakas dan penghasil buah-buahan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2016 sampai Januari 2017 bertempat di Desa Meok Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu. Metode pengumpulan data menggunakan metode field research (pengumpulan data langsung dari lapangan) dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling (pengambilan sampel secara sengaja) dengan intensitas sampling 12% sebanyak 24 orang responden. Analisis data yang digunakan adalah analisis tabulasi bedasarkan perhitungan persentase.
Hasil penelitian menjukkan bahwa terdapat 31 jenis tanaman yang tersebar di pekarangan masyarakat. Faktor penentu jenis tanaman dipilih berdasaran kemudahan dalam perawatan, kebutuhan dan ketersediaan bibit. Pola tanam yang diterapkan masyarakat di pekarangan adalah pola penanaman polikultur dengan pola pengaturan jarak teratur, pola tanam acak dan kombinasi pola tanam teratur dan acak. Tipe ideal tanaman (Ideotype plant) yang diinginkan masyarakat untuk kebutuhan kayu perkakas adalah pohon yang memiliki tajuk besar dan kompak, cabang monopodial, batang berbanir, perakaran kokoh menghujam kedalam dan daun majemuk. Tipe ideal tanaman (Ideotype plant) yang diinginkan masyarakat untuk kebutuhan tanaman penghasil buahbuahan adalah tanaman dengan tajuk besar dan kompak, cabang cukup batang pendek dan diameter besar, perakaran kokoh dan menghujam kedalam dengan bentuk daun bervariasi dan perbanyakan jenis tanaman secara vegetative. Usaha yang dapat dilakukan untuk keberlanjutan budidaya tanaman di Pulau Enggano Khususnya Desa Meok dapat dilakukan dengan cara plant breeding (pemuliaan pohon). Plant breeding dilakukan untuk memperbaiki, memodifikasi karakter dan keragaman genetik tanaman dari populasi menjadi tanaman baru yang baik dan unggul sesuai dengan ideotype plants yang diinginkan masyarakat dan permasalahan saat ini.
Kata kunci: Pola dan Ideotype Plant, Pekarangan, Pulau Enggan