HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA TAHANAN POLRETABES KOTA MAKASSAR

Penyalahgunaan narkoba menduduki rangking ke-20 dunia sebagai penyebab angka kematian dan rangking ke-10 di negara berkembang, termasuk Indonesia, salah satu penyebabnya yaitu faktor lingkungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan riwayat pengguna dalam keluarga, keutuhan keluarga, teman sebaya/kelompok dan kemudahan memperoleh narkoba pada tahanan Polrestabes Makassar. Rancangan penelitian adalah cross-sectional study. Sampel penelitian ini adalah semua tahanan Polrestabes bulan Oktober sampai Desember 2013 di Rutan Polrestabes dan Rutan Kelas I Makassar berjumlah 85 tahanan. Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyalahguna narkoba pada tahanan Polrestabes Makassar adalah laki-laki (83.3%), 48.3% berpendidikan tamat SMA/sederajat, dan 36.7% berusia 18-23 tahun. Hasil uji statistik pada 4 variabel menunjukkan 2 variabel yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkoba yaitu teman sebaya/kelompok (p=0.000) dan kemudahan memperoleh narkoba (p=0,000) Sedangkan 2 variabel lainnya tidak berhubungan dengan penyalahgunaan narkoba yaitu riwayat pengguna dalam keluarga (p=0.212) dan keutuhan keluarga (p=0.955). Diharapkan kepada pemerintah daerah setempat untuk memperketat peraturan daerah mengenai penyalahgunaan narkoba dan disarankan agar pihak Polrestabes melakukan razia pada tempat yang dianggap rawan peredaran narkoba agar dapat mencegah maraknya kasus penyalahgunaan narkoba di Makassar, hal ini berkaitan dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan kemudahan memperoleh narkoba dengan penyalahgunaan narkoba di Kota Makassar

FAKTOR SHS (SECOND HANDSMOKE) TERHADAP KEJADIAN BBLR DI PUSKESMAS TAMANGAPA KOTA MAKASSAR: SHS (Second Handsmoke) Factor Against LBW in the Tamangapa Puskesmas, Makassar City

Berat badan bayi merupakan salah satu indikator penting dalam kesehatan bayi, faktor utama keberlangsungan hidup, faktor tumbuh kembang dan mental bayi dimasa yang akan datang. Tujujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor risiko paparan asap rokok, jumlah rokok, umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, jarak kehamilan, LILA (Lingkar Lengan Atas) dan riwayat penyakit terhadap kejadian BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) di Puskesmas Tamangapa. Jenis penelitian yaitu observasional analitik dengan pendekatan Case Control. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2021. Jumlah sampel kasus 25 orang dan sampel kontrol 75 orang. Data dianalisis secara Univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan Bivariat menggunakan uji Odds Ratio. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa LILA (Lingkar Lengan Atas) merupakan faktor risiko (OR=2,8 (95% CI=1,1-7,5)) dan bermakna terhadap kejadian BBLR. Sedangkan lainnya seperti paparan asap rokok (OR=1,4 (95% CI=0,4-3,9)), umur (OR=1,3 (95% CI=0,4-4,1)), pekerjaan (OR=2,7 (95% CI=0,9-7,8)), paritas (OR=1,1(95% CI=0,4-2,9)), jarak kehamilan (OR=1,3 (95% CI=0,5-3,4)) merupakan faktor risiko tetapi tidak bermakna terhadap kejadian BBLR. Adapun jumlah rokok (OR=0,5(95% CI=0,1-2,7)), pendidikan (OR=0,9 (95% CI= 0,3-2,4)), dan riwayat penyakit (OR=0,1 (95% CI=0,0-1,6)) merupakan faktor protektif tetapi tidak bermakna terhadap kejadian BBLR. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa LILA merupakan faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Paparan asap rokok, umur, pekerjaan, paritas dan jarak kehamilan merupakan faktorrisikotetapitidakbermakna.SedangkanJumlah rokok, pendidikan, riwayat penyakit merupakan faktor protektif tetapi tidak bermakna

Risk Factors Analysis and Mapping of Pulmonary Tuberculosis in Community Health Centre Tamalatea of Jeneponto District

BACKGROUND: Tuberculosis (TB) remains a global health problem, and in Indonesia, although TB control efforts have been carried out since 1995. TB is ranked 9th as the leading cause of death worldwide. The increase in the number of TB cases caused by risk factors triggering include a decrease in the immune system caused by HIV infection, nutritional status, education, sex, occupation, air humidity, house ventilation, temperature, occupancy density lighting, and contact history. AIM: This study aimed to analyze the relationship of nutritional status, contact history, and smoking to the incidence of pulmonary TB in Community Health Centre Tamalatea of Jeneponto District. METOHDS: This type of research is analytic observational with a case–control design with a total sample of 147 samples consisting of 49 cases and 98 controls. Data collection was conducted from August to October 2019. Data analysis used in the study was univariate and bivariate analysis with Chi-square test. RESULTS: The results showed that nutritional status (OR=5.403 95% CI: 2.547–11.461), contact history (OR=13.971 95% CI: 3.807–51.262), and smoking (OR=2.782 95% CI: 1.370–5.648) are related to the incidence of pulmonary in Community Health Centre Tamalatea of Jeneponto District. TB officers are expected to intensify the home visit program, especially for pulmonary TB sufferers with a considerable distance from the community health center, with transportation constraints and relatively poor economic conditions so that the health status of pulmonary TB sufferers can be monitored properly. CONCLUSION: TB officers are expected to intensify the home visit program, especially for pulmonary TB sufferers with a considerable distance from the Puskesmas, with transportation constraints and relatively poor economic conditions so that the health status of pulmonary TB sufferers can be monitored properly

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA KATARAK

Katarak adalah proses degeneratif berupa kekeruhan di lensa bola mata sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai kebutaan. Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita katarak. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional yang dilakukan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita katarak yang telah menjalani operasi sebanyak 698. Penarikan sampel dilakukan secara consecutive sampling sehingga diperoleh jumlah sampe sebanyak 250 responden. Data dianalisis menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki kualitas hidup baik (70.4%). Faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita katarak adalah jenis kelamin (p=0.047), pendidikan (p=0.000), pekerjaan (p=0.000). Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa umur merupakan faktor yang yang paling berhubungan dengan kualitas hidup penderita katarak (OR=5984; CI 95% 3.018-11.865)

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Lingkungan Terhadap Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat. Kejadian DBD di Kelurahan Anawai Kecamatan Wua-wua, Kendari, bulan Januari-Maret tahun 2013,sebanyak 10 kasus dengan jumlah kematian 1orang. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi penularan penyakit DBD adalah dengan mengendalikan vektor penyakit DBD melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan lingkungan terhadap pengendalian vektor penyakit demam berdarah dengue di Kelurahan Anawai, Kecamatan Wua-wua, Tahun 2013.Metode penelitian bersifat observasional analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional study. Besar sampel penelitian 300 responden, diambil dengan menggunakan teknik stratified random sampling dan data diuji dengan Chi-Square.Hasil penelitian, terdapat hubungan antara pengetahuan kepala keluarga (ρ = 0,012), sikap kepala keluarga (ρ = 0,017), tempat perindukan nyamuk (ρ = 0,000), kebiasaan membersihkan tempat penampungan air (TPA) (ρ = 0,000) terhadap pengendalian vektor penyakit di Kelurahan Anawai Kecamatan Wua-wua,Kendari, tahun 2013.Simpulannya, terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap dan lingkungan terhadap pengendalian vektor penyakit DBD di Kelurahan Anawai, Kecamatan Wua-wua tahun 2013. Kata kunci : pengendalian vektor penyakit demam berdarah dengue, pengetahuan, sikap, tempat perindukan, kebiasaan membersihkan tp

The Effect of Celery Therapy and Abdominal Stretching Exercise on Pain Intensity in Adolescent with Dysmenorrhea at the Soppeng High School

BACKGROUND: Reproductive health is an important issue and needs to get more attention, especially among adolescents because adolescents are the nation’s next generation so adolescents should have excellent reproductive health because adolescents will later marry and become parents, so the quality of life of adolescents must improve to better direction. AIM: This study aimed to determine the effect of celery therapy and abdominal stretching exercise on pain intensity in adolescents with dysmenorrhea in Soppeng District High School. METHODS: This research uses quasi-experimental. A sample of 30 was selected by consecutive sampling that met the inclusion criteria. Samples taken are non-randomized pre-posttest one-group design with accidental sampling method. Data collection using numeric rating scale measurement tools. Data were not normally distributed by analyzing the Wilcoxon test. RESULTS: The results showed that the characteristics of respondents for age were 14–15 years as many as 16 (53.3%). Based on grade level, the average respondent in class one also had details of 16 (53.3%). The average pain intensity before and after intervention, where the mean value + SD is 0.67 + 0.479–0.27 + 0.450 with p value (P = 0.001 <0.05) which means that there is a difference in the average pain intensity significant before and after therapeutic interventions were given. Celery therapy and abdominal stretching exercise need to be recommended to be used as therapy to treat primary dysmenorrhea in young women at SMAN 1 Watan Soppeng. CONCLUSION: Based on the results of research and hypotheses, it can be concluded that there are significant differences after therapy which means that the administration of celery therapy and abdominal stretching exercise 3 times before menstruation is more effective in reducing pain

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU

WHO Report 2009 menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat kelima dari 22 negara di dunia dengan jumlah penderita TB terbanyak. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sebanyak 0.34 sampai 0.52 juta kasus atau sekitar 5.7% dari jumlah penderita TB di dunia. Laporan P2TB Kota Kendari tahun 2011 tercatat penderita TB Paru BTA (+) sebanyak 448 kasus. Lingkungan merupakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian TB paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar risiko kondisi lingkungan terhadap kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Poasia tahun 2011-2012. Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol dengan variabel independen yang diteliti adalah kepadatan hunian rumah, ventilasi, jenis dinding, jenis lantai rumah dan kontak serumah dengan keluarga yang menderita TB paru. Besar sampel untuk penelitian ini menggunakan total pada tahun 2011-September 2012, yaitu 68 sampel untuk kasus dan 68 sampel untuk kontrol. Analisis data untuk mengetahui besarnya risiko variabel independen dapat dilihat dari nilai Odds Ratio. Hasil analisis menunjukkan bahwa 5 variabel diperkirakan sebagai faktor risiko TB Paru, yaitu : Kepadatan hunian rumah (OR:7.756, CI 95%:3.546-16.967), ventilasi (OR:6.651, CI 95%:3.145-14.068), jenis lantai (OR:6.217, CI 95%:2.952-13.095), jenis dinding (OR:1.548, CI 95%:1.277-5.753), dan kontak serumah dengan keluarga yang TB (OR:18.962, CI 95%:2.426-148.192). Disarankan perlunya penyuluhan tentang syarat rumah sehat, perilaku hidup sehat, dan peningkatan kerja sama lintas sektoral yang lebih komprehensif dan adekuat.Kata kunci : tuberkulosis paru, faktor risiko lingkunga

Model of Risk Factors of Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) in RSUD Dok II Jayapura

Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) is the biggest problem in the prevention and eradication of TB world. Indonesia is ranked eighth out of 27 countries with the highest incidence of MDR-TB in the world. MDR-TB is a disease caused by Mycobacterium tuberculosis that at least resistant to rifampicin and ionized. This study is aimed to develop model base on various risk factors of MDR-TB in RSUD Dok II Jayapura. This study was conducted in RSUD Dok II Jayapura. The method used is observational case control study design. The population of the case is resistant positive and population control is resistant negative. Data were analyzed using chi-square test and multiple logistic regression. Out of 19 variables analyzed, there were 13 variables prove as risk factors that associated to the incidence of Multidrug-Resistant (MDR-TB) that is (1) the family expenses (OR = 4.297; 95% CI: 1.1413 to 13.068), (2) the difficulty of transportation costs (OR = 4.000; 95% CI: 1.272 to 12.578), (3) difficulty related to the distance of residence (OR = 4.000; 95% CI: 1.272 to 12.578), (4) no fixed residence (OR = 8.636; 95% CI: 2.566 to 29.073 ), (5) a companion to take medication (OR = 6.000; 95% CI: 1.172 to 30.725), (6) treatment compliance (OR = 67.667; 95% CI: 7.954 to 575.677), (7) the side effects of drugs (OR = 2.500; 95% CI: 1.780 to 3.511), (8) contact history (OR = 20,000; 95% CI: 5.384 to 74.298), (9) a history of smoking (OR = 3.500; 95% CI: 1.201 to 10.196), ( 10) a history of drinking alcohol (OR = 10.266; 95% CI: 2.557 to 41.372), (11) the knowledge about the causes of disease (OR = 7.000; 95% CI: 1.381 to 35.478), (12) the knowledge of the consequences if not treated with complete (OR = 8.105; 95% CI: 1.612 to 40.766), (13) the knowledge of the duration of treatment (OR = 6.000; 95% CI: 1.482 to 24.299). And the dominant factor affecting the incidence of MDR-TB were treatment adherence (OR = 48.495; 95% CI: 3.105 to 757.515), contact history (OR = 47.540; 95% CI: 3.657 to 617.986), and no fixed residence (OR = 20.795; 95% CI: 1.589 to 272.068). In conclusion, model building in this study were Risk Factor Model based on OR, Risk Factors Model based on Subject probability, and Scoring Card Model. Risk factors of MDR-TB in RSUD Dok II Jayapura were the family expenses, difficulties in transportation costs, the difficulty of the distance residence, no fixed residence, a companion to take medication, treatment compliance, drug side effects, contact history, history of smoking, alcohol drinking history, knowledge about the causes of disease, knowledge about the consequences if not treated thoroughly, and knowledge of the long treatment of disease. It is recommended that the need for increased understanding of the dangers of disease transmission of Tuberculosis and Multidrug-resistant Tuberculosis (MDR-TB), both to patients and healthcare workers

Correlation of Age, Gender, and Employment Status with Quality of Life Glaucoma Patient

BACKGROUND: People with glaucoma sometimes do not feel the symptoms of glaucoma until the end of the stage, so the risk of blindness will be even greater. Glaucoma is a form of visual impairment, also the second cause of blindness after cataracts. However, in contrast to cataracts, glaucoma cannot be cured through surgery so that the blindness experienced is permanent. AIM: This study aimed to determine the relationship between the characteristics of respondents (age, gender, and occupational status) and the quality of life of glaucoma patients. METHODS: This study used quantitative research with cross-sectional method. Interviews were conducted on 250 glaucoma patients at community eye health centers. To determine age, sex, and employment status related to quality of life, the data were analyzed using Chi-square and logistic regression. RESULTS: The age with p-value 0668 and gender with p-value employment status in 0237 and 0105 with p values were not related to the quality of life of glaucoma patients. The results of logistic regression analysis showed that the employment status with a significance of 0046 was a factor related to the quality of life. CONCLUSION: No relation to gender, age, and income with the quality of life of patients with glaucoma in Makassar Community Eye Health Centers in 2018 was found