9 research outputs found

    Analisis Nilai Estetika Pertunjukan Wayang Kulit Cenk Blonk Dalam Lakon “Tidak Cukup Hanya Cinta”

    Get PDF
    Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami nilai-nilai estetika pertunjukan wayang kulit Cenk Blonk dalam lakon “Tidak Cukup Hanya Cinta”, serta nilai-nilai karakter yang dikandung dalam pertunjukan tersebut. Hal ini sangat signifikan dan perlu untuk diteliti, mengingat saat ini banyak terjadi kemerosotan karakter anak bangsa dan juga permasalahan kebangsaan, seperti bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dan pendekatan berdasarkan estetika pewayangan dengan menganalisis tayangan wayang kulit Cenk Blonk dengan lakon “Tidak Cukup Hanya Cinta” di youtube juga melakukan wawancara dengan dalang Cenk Blonk, Jro Mangku Dalang Wayan Nardayana untuk mengkaji ulang hasil analisis awal terhadap nilai karakter dalam pertunjukan wayang kulit Cenk Blonk dalam lakon “Tidak Cukup Hanya Cinta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pertunjukan Wayang Kulit Cenk Blong dengan lakon “Tidak Cukup Hanya Cinta” Dalang Nardayana telah memenuhi kriteria micara dalam konsep estetika catur. Micara artinya bahwa seorang dalang harus mempunyai kemampuan dalam menyusun kata-kata serta piawai dalam menyusun dialog wayang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lakon ini mengandung nilai estetika yang sangat tinggi dalam hal ginem atau dialog tokoh wayang yang terlihat dalam penggunaan bahasa figuratif atau gaya bahasa anadiplosis, antitesis, asonansi, metafora dan simile. Nilai-nilai karakter yang disuguhkan dalam lakon tersebut adalah nilai karakter jujur, toleransi, komunikatif, cinta damai dan tanggung jawabKata Kunci: Estetika Pertunjukan Wayang, Nilai-Nilai Karakter, Wayang Kulit Cenk Blon

    BUKU: Bahasa Figuratif dan Pendidikan Karakter dalam Wayang Cenk Blonk

    Get PDF
    Prakata Sujud bakti, terima kasih dan puji syukur kami haturkan dari hati terdalam atas karunia Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Kuasa kegiatan PDUPT (Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi) dengan judul Analisis Bahasa Figuratif dalam Seni Pertunjukan Wayang Cenk Blonk sebagai Media Pendidikan Karakter ini dapat diselesaikan dengan baik, dengan luaran berupa artikel ilmiah di jurnal bereputasi dan sebuah buku dengan judul Bahasa Figuratif dan Pendidikan Karakter dalam Wayang Cenk Blonk. Buku yang diterbitkan dengan dana kegiatan PDUPT ini, yaitu dari dana DIPA ISI Denpasar No. DIPA-023.17.2.677544/2020 tanggal 27 Desember 2019, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor: 166/IT5.3/PG/2020 tanggal 1 Juli 2020. Selain bantuan dana, terbitnya buku ini juga tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini dengan setulus hati kami menghaturkan terima kasih kepada: 1. Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar 2. Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar 3. Ketua Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) Institut Seni Indonesia Denpasar. 4. Jro Mangku Dalang Cenk Blonk: I Wayan Nardayana, S.Sn. M.Phil.H. 5. Seluruh responden yang berasal dari seluruh kabupaten/kota se-Bali. 6. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar.7. Anak-anak terkasih dan orang-orang tercinta yang selalu dengan sabar mengulurkan tangan dan memberi motivasi. Terlebih lagi, untuk doa yang tak lekang oleh waktu, selalu menyertai setiap langkah ini. Tak ada gading yang tak retak. Kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta. Buku ini masih jauh dari sempurna. Di balik segala kekurangan buku dari hasil penelitian kami ini, kami tetap berharap buku ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan juga bagi dunia Pendidikan di Indonesia. Denpasar, November 2020 Penuli

    PROSIDING: Analisis Bahasa Figuratif dalam Pertunjukan Wayang Kulit Cenk Blonk

    Get PDF
    Tulisan ini mengulas tentang bahasa figuratif yang digunakan dalam pertunjukan wayang kulit Cenk Blonk yang ada di youtube. Ada dua hal pokok yang diulas dalam tulisan ini, yaitu (a) tipetipe gaya bahasa apa saja yang terdapat dalam teks pertunjukan wayang kulit Cenk Blonk dan (b) pesan moral yang terkandung dalam pertunjukan wayang kulit Cenk Blonk. Hal ini sangat signifikan dan perlu untuk diteliti, mengingat saat ini banyak terjadi kemerosotan karakter anak bangsa dan juga permasalahan kebangsaan, seperti bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sekalipun telah ditetapkan bahwa pendidikan karakter adalah bagian utama dari pendidikan nasional. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menganalisis beberapa tayangan wayang Cenk Blonk di youtube dan juga melakukan wawancara dengan dalang Cenk Blonk, Jro Mangku Dalang Wayan Nardayana untuk mengkaji ulang hasil analisis awal terhadap tipe-tipe gaya bahasa dan pesan moral dalam pertunjukan wayang kulit Cenk Blonk. Secara teoritis, tulisan ini dapat memberikan pemahaman tentang teks wayang Cenk Blonk terutama mengenai amanat yang terkandung di dalamnya. Secara praktis, tulisan ini dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan sehingga dapat membantu dalam meningkatkan keberhasilan pendidikan nasional, mengingat pendidikan karakter sudah menjadi bagian dari pendidikan nasional di Indonesia. Kata kunci: Tipe-tipe gaya bahasa, pesan moral, wayang kulit Cenk Blon

    SURAT PENCATATAN CIPTAAN Pewayangan: LORD SIVA SAVES THE UNIVERSE

    Get PDF

    SWAGINA-SAMPANA-RUPASAMPANNA Desa Swabudaya Penglipuran

    Get PDF
    HATUR PIUNING KETUA TIM DESA ADAT PENGLIPURAN Om Swastiastu, Namobudaya, Salam Kebajikan, Rahayu Terima kasih dihaturkan ke hadapan Hyang Widi Wasa atas asung kertha waranugraha-Nya, pelaksanaan Nata Citta Swabudaya (NCS) Desa Adat Penglipuran dapat terlaksana dengan lancar, sukses, dan bermakna. CS merupakan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar bermitra dengan Desa Adat Penglipuran, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Desa Adat Penglipuran dipilih sebagai mitra NCS karena potensi desa yang layak dikembangkan dalam bidang seni budaya. Adapun kegiatan NCS di Desa Adat Penglipuran terdiri atas rekonstruksi tari dan iringan Baris Presi, pembuatan film dokumenter tari Baris Jojor, pelatihan berbusana adat Bali, tata rias dan sanggul Bali, pelatihan menggambar, membuat ornamen alat-alat upacara, pelatiahan MC, pelatihan pembuatan merchandise melalui cetak resin dan cetak saring, peletakan prasasti NCS ISI Denpasar dan buku monografi Desa Adat Penglipuran. Kegiatan NCS dilaksanakan dengan saling bersinergi dan bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat yang ada di Desa Adat Penglipuran. Buku monografi Desa Adat Penglipuran dengan judul Swagina-Sampana-Rupasampanna memberikan gambaran mengenai Desa Adat Penglipuran dengan potensi sumber daya alam yang dikelilingi oleh hutan bambu dan tanah perkebunan, sehingga suasana desa sangat sejuk, tenang dan nyaman. Secara visual desa adat Penglipuran sangat unik dan menarik, karena Masingmasing pekarangan memiliki angkul-angkul unik sebagai pintu rumah masuk dan memiliki bentuk yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Bentuk angkul-angkul yang seragam dan atapnya terbuat dari tumpukan bambu merupakan identitas dari wajah desa yang sangat artistik. Masyarakat Penglipuran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi yang ada, baik secara fisik maupun non fisik, sehingga Desa adat Penglipuran menjadi destinasi desa wisata yang sangat terkenal di manca negara. Masyarakat Penglipuran sangat makmur karena sangat produktif, selain mengembangkan IKM loloh cemcem dan kunyit, juga banyak terjun sebagai peternak, perajin, dan seniman serta ekonomi masyarakat sangat didukung oleh pariwisata yang semakin meningkat. Selain terkenal karena keunikan permukimannya, Desa Adat Penglipuran juga sebagai desa yang bersejarah. Hal ini dibuktikan dengan adanya monumen perjuangan Anak Agung Anom Mudita yang terletak di bagian selatan desa, dan masyarakat menyebutnya sebagai Pura Dalem Mudita. Melihat Potensi Desa Adat Penglipuran sebagai desa Wisata yang berbasis lingkungan dan adat budaya, maka pelaksanaan NCS sangat tepat sebagai upaya mendorong pemajuan seni budaya masyarakat setempat yang sejalan visi NCS, yakni mewujudkan ekosistem seni budaya berkelanjutan. Seluruh tim NCS Desa Adat Penglipuran menghaturkan terima kasih kepada seluruh prajuru dan masyarakat karena telah memberikan perhatian yang besar dan berkontribusi dalam pelaksanaan NCS ini secara maksimal. Denpasar, 16 Juni 2022 Dr. Drs. I Wayan Suardana, M.S

    Lord Siva Saves the Universe

    No full text
    The Supreme Personality of Godhead, appearing in His incarnation as a tortoise, dove deep into the ocean to carry Mandara Mountain on His back. At first the churning of the ocean produced kālakūṭa poison. Everyone feared this poison, but Lord Śiva satisfied them by drinking it. With the understanding that when the nectar was generated from the churning they would share it equally, the demigods and the demons brought Vāsuki to be used as the rope for the churning rod. By the expert arrangement of the Supreme Personality of Godhead, the demons held the snake near the mouth, whereas the demigods held the tail of the great snake. Then, with great endeavor, they began pulling the snake in both directions. Because the churning rod, Mandara Mountain, was very heavy and was not held by any support in the water, it sank into the ocean, and in this way the prowess of both the demons and the demigods was vanquished. The Supreme Personality of Godhead then appeared in the form of a tortoise and supported Mandara Mountain on His back. Then the churning resumed with great force. As a result of the churning, a huge amount of poison was produced. The prajāpatis, seeing no one else to save them, approached Lord Śiva and offered him prayers full of truth. Lord Śiva is called Āśutoṣa because he is very pleased if one is a devotee. Therefore he easily agreed to drink all the poison generated by the churning. The goddess Durgā, Bhavānī, the wife of Lord Śiva, was not at all disturbed when Lord Śiva agreed to drink the poison, for she knew Lord Śiva’s prowess. Indeed, she expressed her pleasure at this agreement. Then Lord Śiva gathered the devastating poison, which was everywhere. He took it in his hand and drank it. After he drank the poison, his neck became bluish. A small quantity of the poison dropped from his hands to the ground, and it is because of this poison that there are poisonous snakes, scorpions, toxic plants and other poisonous things in this world. Didanai oleh DIPA ISI Denpasar No. 023.17.2.677544/2022 tanggal 17 November 2021 @isidenpasar206

    NASKAH SENI PAKELIRAN: Lord Śiva Saves the Universe

    Get PDF
    The Supreme Personality of Godhead, appearing in His incarnation as a tortoise, dove deep into the ocean to carry Mandara Mountain on His back. At first the churning of the ocean produced kālakūṭa poison. Everyone feared this poison, but Lord Śiva satisfied them by drinking it. With the understanding that when the nectar was generated from the churning they would share it equally, the demigods and the demons brought Vāsuki to be used as the rope for the churning rod. By the expert arrangement of the Supreme Personality of Godhead, the demons held the snake near the mouth, whereas the demigods held the tail of the great snake. Then, with great endeavor, they began pulling the snake in both directions. Because the churning rod, Mandara Mountain, was very heavy and was not held by any support in the water, it sank into the ocean, and in this way the prowess of both the demons and the demigods was vanquished. The Supreme Personality of Godhead then appeared in the form of a tortoise and supported Mandara Mountain on His back. Then the churning resumed with great force. As a result of the churning, a huge amount of poison was produced. The prajāpatis, seeing no one else to save them, approached Lord Śiva and offered him prayers full of truth. Lord Śiva is called Āśutoṣa because he is very pleased if one is a devotee. Therefore he easily agreed to drink all the poison generated by the churning. The goddess Durgā, Bhavānī, the wife of Lord Śiva, was not at all disturbed when Lord Śiva agreed to drink the poison, for she knew Lord Śiva’s prowess. Indeed, she expressed her pleasure at this agreement. Then Lord Śiva gathered the devastating poison, which was everywhere. He took it in his hand and drank it. After he drank the poison, his neck became bluish. A small quantity of the poison dropped from his hands to the ground, and it is because of this poison that there are poisonous snakes, scorpions, toxic plants and other poisonous things in this world
    corecore