33 research outputs found

    KEBERLANJUTAN PERLINDUNGAN INDUKSI RESISTENSI Sistemik OLEH MIKORIZA VESIKULER ARBUSKULAR Glomus sp. PADA TANAMAN TOMAT TERHADAP Fusarium oxysporum

    Get PDF
    Induced systemic resistance (ISR) by vesicular arbuscular mycorrhizae (VAM), Glomus sp., has been shown effective to protect tomato plants against Fusarium oxysporum. Since plant-mycorrhizae interaction could happened since early growth, study of ISR sustainability need to be carried out. The experiment was done in March to June 2004 in a random block design, with grouping based on time of inoculation, and 5 replications per treatment. Representative of two experiment is presented. Tomato plantlets grown on Glomus sp. infested or not (control) were inoculated with F. oxysporum by “pin-prick” method on the basal stem, at 2, 3, 4, 5, and 6 weeks after planting (WAP). Plants were kept in the wirehouse and symptom development was observed 21 days after inoculation (DAI). The experiment showed that Glomus sp. infestation increased tomato plant resistance to F. oxysporum , and the ISR sustained until at least 6 WAP. Glomus sp. infestation prolonged incubation period to 7 days, lowered the percentage of infected root by 86.84%; reduced disease intensity on the root system by 86.87%; shortened lesion length by 56.25%; reduced lesion area by 30.34% and increased plant height and leaf number slightly. In this experiment, the percentage of Glomus sp. infestation was 69% to 80%. The shortest incubation period was 4.6 to 7.2 days in non-infested samples, and the highest percentage of infected root was 8.4-19.8%; disease intensity on root was 5.0-11.8%; lesion length was 25.0-65.9%; and lesion area was 3.9-11.7%. Those variables were 7.4-9.4 days; 1.1-2.3%; 0.7-2.0%; 8.8-25.8% and 3.1-6.4% respectively in Glomus sp. infested samples. With the above level of protection and sustainability, ISR by Glomus sp. give hope to control Fusarium Wilt

    Keterkaitan teorema binomial dengan segitiga pascal dalam penjabaran (a + b)n

    No full text
    ABSTRAK Matematika berkembang dari pola pikir manusia yang berkenaan dengan ide, proses dan penalaran. Pola yang menarik untuk dipelajari adalah segitiga pascal . Selanjutnya dalam aljabar yang sering dijumpai : (١”(٥ + ٠ n bilangan asli, apabila bilangannya 1, 2, 34 و dapar diselesaikan dengan perkalian biasa, sedangkan apabila n bilangannya lebih dari 4 prosesnya pnj^ng, maka dapat diselesaikan dengan Teorema binomial. Skripsi ini menyajikan keterkaitan teorema binomial dengan segitiga pascal dalam penjabaran (a + ٥r٠ Teorema binomial adalah dalil yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam matematika yang terdiri dari dua suku yang mempunyai pangkat bilangan bulat, sedangkan segitiga pascal adalah suatu susunan bilangan yang berbentuk segitiga dengan aturan tertentu dimana bilangan yang terakhir adalah satu dan setiap bilangan dapat diperoleh dengan menjumlahkan dua bilangan tepat diatasnya. Pada teorema binomial terdapat keterkaitan dengan segitiga pascal yaitu untuk binomial (a+١'(٥ n bilangan asli dapat membangun segitiga pascal, untuk untuk binomial (a-٥)", n bilangan asli dapat juga membangun segitiga pascal dengan memasangkan harga mutlak dari yang negatif, sebab dalam segitiga pascal bangunannya adalah positif. Pada penentuan koefisien-koefisien dalam penjabaran ada dua metode yaitu metode perkalian biasa dan metode koefisien binomial. Metode yang paling efisien untuk menentukan penjabaran adalah metode koefisien binomial, karena dalam metode koefisien binomial dapat dibuat singkat sebagai rumusan kombinasi dan sehingga secara otomatis tereduksi dalam penggunaan rumus binomial. Sedangkan pada perkalian biasa dalam perkaliannya semakin tinggi pangkatnya semakin tinggi pula penjabaran suku-sukunya dan diperlukan ketelitian untuk mereduksi suatu persamaan dalam bentuk yang lebih sederhana

    ANALISA KUALITATIF RESIN GAHARU Aquilaria malaccensis Lamk. HASIL INOKULASI DAN ALAM PADA KUALITAS YANG BERBEDA

    No full text
    Gaharu merupakan komoditas elit hasil hutan karena memiliki damar wangi berupa oleoresin yang mengeluarkan aroma wangi yang khas. Kualitas gaharu Indonesia secara nasional telah ditetapkan dalam SNI 01-5009.1-1999 dimana gaharu dibagi menjadi tiga sortimen, yaitu gubal gaharu, kemedangan dan abu gaharu yang selanjutnya dibagi menjadi beberapa sortimen. Resin pada gaharu telah diidentifikasi termasuk kelompok senyawa sesquiterpenoid atau senyawa yang memiliki karbon atom sebanyak 15 buah dengan kerangka dasar isopentenyl. Akan tetapi metode untuk mendeteksi jenis dan jumlah resin hingga saat ini masih sangat kompleks dan memerlukan peralatan yang tidak sederhana sehingga sulit dilakukan untuk mendukung penentuan harga gaharu yang diperdagangkan. Dalam mengklasifikasikan gaharu pada berbagai tingkat kualitas salah satu faktor terpenting yang digunakan adalah aroma yang ditentukan oleh kadar resin gaharunya. Oleh karena itu perlu diteliti apakah terdapat korelasi antara aroma yang dihasilkan gaharu dengan jenis dan ragam resin yang dihasilkan berdasarkan hasil deteksi sederhana dengan kromatografi kertas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa ragam spot resin gaharu pada tingkat kualitas yang berbeda secara kualitatif dan proporsi jumlahnya dalam ekstrak, serta mendeteksi spot yang kemungkinan berkorelasi dengan aroma gaharu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Juni 2009, di Laboratorium Agronomi dan Laboratorium Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Sampel gaharu yang digunakan diperoleh dari CV. Gaharu 88 Bengkulu dan sumber lainnnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan enam sampel gaharu dan enam ulangan per tingkat kualitas sampel, sehingga jumlah keselurahan sampel adalah 36 unit. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi warna dan nilai Rf spot pada ekstrak gaharu yang dielusi dengan pelarut metanol : etil asetat : n heksana (2:1:1) dengan jumlah spot terbanyak pada sampel gaharu kualitas D 1 diikuti kualitas D 2 , E 2 , E 3, D , dan E 1 3 , dengan rerata jumlah spot secara berurutan adalah 3,8, 2,6, 2,3, 2,16, 1,8, 1,5. Dari hasil analisa dengan kertas kromatografi tidak terlihat adanya korelasi antara skor aroma sampel dengan spot tertentu, berdasarkan analisa Rf spot, jumlah dan warna spot pada lajur sampel, serta rerata ketebalan spot. Warna ekstrak pada masing – masing kualitas bervariasi, sampel D 1 berwarna coklat kehitaman, sampel E berwarna coklat muda, dan sampel D 3 , D 2 dan E 2 1 berwarna coklat tua. Sedangkan pada sampel E terdapat variasi warna antar ulangannya warna ekstrak dari sampel ini yaitu coklat muda dan coklat tua. Untuk analisa spot yang kemungkinan berkorelasi dengan aroma relatif sulit ditentukan karena perbedaan warna spot pada kode sampel yang sama, demikian juga dengan sampel lainnya hal ini juga karena keterbatasan jumlah sampel.

    PERKEMBANGAN PENYAKIT BERCAK DAUN CERCOSPORA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK

    No full text
    Penggunaan pupuk organik merupakan salah satu cara yang aman untuk diterapkan sebagai hukum pengembalian (low of return) yaitu suatu sistem yang berusaha untuk mangembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu maupun limbah pertanaman dan ternak. Peningkatan produksi pada semua komoditi pertanian sampai saat ini masih menggunakan pupuk anorganik. Pupuk anorganik akan berpengaruh terhadap tekstur tanah, keseimbangan mikroorganisme di dalam tanah, dan terjadinya peningkatan residu kimia pada bahan pangan dan pakan ternak. Dengan demikian penggunaan pupuk anorganik menjadi kurang aman terhadap tanah, manusia, dan ternak. Namun penggunaan pupuk belum terbukti aman terhadap tanaman itu sendiri terutama terhadap serangan patogen Cercospora yang merupakan patogen utama di Indonesia, sehingga dapat menurunkan produksi kacang tanah dengan kerugian mencapai 60%. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan perkembangan gejala bercak daun Cercospora, pertumbuhan, dan hasil tanaman kacang tanah (A. hypogaea L.) akibat penggunaan pupuk organik dan anorganik. Penelitian dilakukan di rumah kawat Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri dari 4 jenis pupuk yaitu: kotoran sapi, kotoran kambing, kotoran ayam, dan pupuk anorganik. Setiap jenis pupuk diujikan dua level dosis yaitu: 0,3 g P/tanaman atau setara dengan 50 kg P/ha, dan 0,6 g P/tanaman atau setara dengan 100 kg/ha, perlakuan kontrol menggunakan tanaman tanpa dipupuk. Semua perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik maupun pupuk anorganik merupakan pupuk yang sama baiknya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman kacang tanah, tetapi tidak mempengaruhi perkembangan penyakit bercak daun Cercospora. Oleh karena itu demi keamanan konsumen pupuk organik lebih dianjurkan dibanding pupuk anorganik Untuk mendapatkan informasi yang lebih lanjut maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan 2 kali pemupukan pada masa pertumbuhan sampai panen, untuk menguji pengaruh pemberian pupuk terhadap pertumbuhan dan perkembangan penyakit bercak daun menggunakan dosis yang bervariasi serta dapat digunakan pada berbagai jenis varietas kacang tanah yang lain

    POTENSI BEBERAPA ISOLAT CMA DALAM MENGIMBAS KETAHANAN BIBIT AKASIA (Acacia mangium Willd.) TERHADAP JAMUR AKAR PUTIH

    No full text
    Acacia mangium Willd. merupakan spesies utama hutan tanaman industri di daerah tropis lembab dan dataran rendah Asia. A. mangium memiliki kemampuan tumbuh cepat (fast growing species), toleran terhadap tanah masam dan bernutrisi rendah serta mampu bersaing dengan gulma terutama Imperata cylindrica. Pada awalnya A. mangium tidak mengalami serangan penyakit yang serius. Namun, baru-baru ini A. mangium yang ditanam di luar daerah alaminya mulai mendapat serangan penyakit yang parah terutama penyakit-penyakit akar seperti Penyakit busuk akar merah dan busuk akar putih. Serangan penyakit akar selalu terjadi pada setiap kali rotasi dilakukan dan dengan luasan yang semakin besar serta waktu kematian tanaman lebih cepat Serangan penyakit busuk akar ini menyebabkan matinya tanaman muda, tumbangnya tanaman tua serta menurunnya nilai guna produk yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan potensi tiga isolat CMA dalam mengimbas ketahanan bibit Akasia terhadap jamur akar putih. Penelitian ini telah dilakukan mulai September 2005 hingga Januari 2006 di Laboratorium Perlindungan Tanaman dan Rumah Kawat Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Penelitian ini disusun menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Faktor pertama adalah isolat CMA: Isolat Bioteknologi Tanggerang (M1), Isolat Bogor (M2) dan Isolat Bengkulu (M3) dan kontrol atau tanpa CMA (M0). Faktor kedua adalah umur tanaman antara lain 6, 7 dan 8 minggu. Setiap perlakuan diulang lima kali dan setiap ulangan terdiri dari satu tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infestasi CMA meningkatkan berat basah, tinggi tanaman, jumlah bintil, dan ketahanan bibit akasia terhadap JAP. Tiga isolat CMA memiliki kemampuan infestasi yang berbeda pada bibit A. mangium dengan yang terendah pada isolat Bengkulu (19,73%) dan tertinggi pada isolat Tanggerang (33.73%). Semakin tertunda infeksi JAP maka semakin tinggi persentase infestasi CMA pada bibit A. mangium dan semakin rendah tingkat infeksi JAP pada akar bibit A. Mangium. Infestasi isolat Tanggerang dan Bogor meningkatkan jumlah bintil lebih baik dari isolat Bengkulu dan semakin tertunda inokulasi JAP semakin banyak bintil yang terbentuk. Infestasi CMA isolat Tanggerang dan Bogor meningkatkan berat basah dan tinggi tanaman lebih besar dari isolat Bengkulu dan pengaruhnya semakin besar dengan semakin tertundanya waktu inokulasi. Bibit A. Mangium umur 6,7 dan 8 mst rentan terhadap JAP

    Pertumbuhan Agen Antagonis pada Seresah Daun Akasia dan Potensinya untuk Mengendalikan Patogen Busuk Akar Acacia mangium Willd. Secara In Vitro

    No full text
    Akasia (Acacia mangium Willd.) merupakan salah satu tanaman yang dipilih untuk dikembangkan sebagai komoditi utama Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk pulp, karena jenis ini dapat beradaptasi terhadap berbagai tipe lingkungan, cepat tumbuh, dan mampu tumbuh baik di tanah yang miskin hara, serta mampu bersaing dengan gulma seperti alang-alang. Pengembangan akasia secara luas dan monokultur mendukung timbulnya gangguan hama dan penyakit. Salah satu penyakit yang menyerang HTI A. mangium di Sumatera Selatan adalah penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Jamur Akar Putih (JAP) Rigidoporus microporus, disamping penyakit busuk akar lainnya. Patogen ini termasuk patogen tular tanah yang bersifat polifag, yang berarti memiliki beragam inang, sehingga sangat sulit dikendalikan. Untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan tindakan pengendalian dengan teknik pengendalian hayati memanfaatkan jamur antagonis, karena pengendalian hayati dengan menggunakan jamur antagonis patogen cukup memberi harapan karena tersedia di alam serta memberikan keuntungan yang dapat menekan patogen dalam waktu relatif lama dan tidak menimbulkan efek residu pada lingkungan. Penelitian sebelumnya tentang daya tumbuh agen antagonis pada medium kompos serbuk kayu akasia dan potensinya untuk mengendalikan pertumbuhan patogen busuk akar pada A. mangium, menunjukan bahwa tiga agen antagonis yaitu Gliocladium sp, Trichoderma sp dan Trichoderma viride yang telah diuji memiliki potensi antagonis dengan daya hambat >70% dan direisolasi dari kompos masih mempertahankan daya hambatnya terhadap R. microporus dengan persentase penghambatan masing-masing secara berurutan adalah 81,8%, 79,2% dan 83,8%. Namun dengan makin terbatasnya ketersediaan kompos kulit akasia maka diperlukan alternatif media yang lebih tersedia di lapangan, terutama pada spot busuk akar yang ada, dan mudah cara pengaplikasiannya, yaitu seresah daun akasia. Seresah daun akasia selalu tersedia di lapangan karena jenis tanaman ini menggugurkan daunnya setiap saat, sehingga pengaplikasian agen antagonis diharapkan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Untuk itu perlu diketahui daya tumbuh agen antagonis potensial tersebut pada seresah daun akasia, dan potensinya untuk menghambat pertumbuhan JAP. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pertumbuhan agen antagonis pada seresah daun akasia dan potensinya untuk mengendalikan pertumbuhan patogen busuk akar R. microporus dari pertanaman A. mangium secara In Vitro. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juni 2009 di Laboratorium Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu pengujian daya tumbuh agen antagonis pada seresah daun akasia, dan pengujian daya hambat agen antagonis dari seresah daun akasia terhadap patogen JAP R. microporus yang diisolasi dari area terserang busuk akar di Sumatera Selatan. Kedua pengujian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama terdiri dari isolat jamur antagonis yaitu: A1 = Gliocladium sp., A2 = Trichoderma viride., A3 = Aspergillus sp., A4 = Trichoderma harzianum, A5 = Kombinasi keempat jamur antagonis, A6 = Kontrol (PDA tanpa antagonis ditambah JAP), dan faktor kedua yaitu konsentrasi agen antagonis, terdiri dari P1 = 10 5 konidia/ml suspensi, P2 = 10 6 konidia/ml suspensi dan P3 = 10 4 konidia/ml suspensi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima kali. Perlakuan pada seresah daun akasia sebanyak 7ml suspensi per petri dengan masing-masing kerapatan konidia yang dipakai. Sedangkan pengujian dengan PDA dan JAP, menggunakan 0.5 ml suspensi per petri dengan masing-masing kerapatan konidia yang dipakai. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan jamur antagonis pada seresah daun akasia dengan perlakuan populasi awal 10 4 konidia/ml tertinggi secara berurutan adalah Gliocladium sp., T. viride, T. harzianum, dan A. niger, dengan kelipatan pertambahan konidia dari populasi awal berturut-turut adalah 49.280; 42.240; 39.040 dan 17.280 kali lipat pada hari ke-14. Dari semua perlakuan dengan empat jenis jamur antagoni uji, yang menunjukan efektivitas tinggi untuk menghambat pertumbuhan JAP pada media PDA adalah Gliocladium sp., T. viride., T. harzianum dan A. niger., dengan persentase penghambatan pada perlakuan 10 6 konidia/ml berturut-turut adalah 100%, 95.56%, 95.11% dan 90%. Sedangkan perlakuan kombinasi antagonis juga menunjukkan persentase hambatan yang tinggi, sebesar 96.22%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga agen antagonis yang diuji sangat prospektif untuk digunakan sebagai agen pengendali hayati patogen busuk akar putih A. mangium melalui applikasi ke seresah daun akasia. Namun demikian hal ini masih perlu pengujian lebih lanjut di lapangan

    ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN YANG BERASOSIASI DENGAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis Jacq) YANG TIDAK MEMBENTUK TANDAN BUAH DI DESA DUSUN BARU KECAMATAN ILIR TALO KABUPATEN SELUMA

    No full text
    Penyakit dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit, salah satu diantaranya adalah penyakit busuk tandan yang disebabkan oleh cendawan Marasmius palmivorus. Banyak penelitian mengenai penyakit-penyakit kelapa sawit yang lebih terfokus pada upaya mengidentifikasi cendawan yang berasosiasi dengan tanaman kelapa sawit. Akan tetapi, sampai saat ini jenis cendawan yang berasosiasi dengan jaringan tangkai kelapa sawit yang tidak membentuk tandan buah belum diketahui dengan jelas apakah disebabkan oleh cendawan atau disebabkan oleh faktor budidaya yang kurang baik. Maka perlu dilakukan isolasi terhadap jaringan tangkai kelapa sawit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi cendawan yang dapat berasosiasi dengan jaringan tangkai kelapa sawit yang tidak membentuk tandan buah. Penelitian menggunakan metode survei pada 5 kebun pengamatan tanaman kelapa sawit yang berumur ± 9 tahun. Pengamatan dilakukan pada tanaman dengan mengambil tangkai kelapa sawit yang tidak membentuk tandan buah. Selain itu, sebagai data tambahan dilakukan wawancara dengan cara penyebaran kuesioner. Pengambilan sampel dari jaringan tangkai sawit yang tidak membentuk tandan buah sebanyak 3 tanaman per kebun pengamatan, sehingga didapat 15 sampel. Isolasi cendawan dilakukan dengan mengisolasijaringan tangkai sawit yang tidak membentuk tandan buah. Identifikasi dilakukan denganmengamati ciri makroskopis dan mikroskopis setiap isolat dan selanjutnya dibandingkandengan kunci identifikasi menurut Barnett (1960) dan Alexsopoulus (1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil isolasi dari jaringan tangkai kelapa sawityang tidak membentuk tandan buah diperoleh total isolat cendawan sebanyak 12 isolat. Dari 12 isolat yang berhasil diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis diperoleh 3 jenis cendawan yang berasosiasi dengan jaringan tangkai kelapa sawit, yaitu : Fusarium sp., Aspergillus sp., dan Trichoderma sp. Ke-3 jenis cendawan tersebut yang berpotensial sebagai patogen adalah Fusarium sp., Aspergillus sp., sedangkan yang potensial sebagai antagonis adalah cendawan Trichoderma sp

    Studi tentang implementasi kurikulum 2013 di SMP Negeri 1 Purwodadi

    Get PDF
    Skripsi ini membahas tentang manajemen pembelajaran kurikulum 2013 di SMP Negeri 1 Purwodadi. Kajian penelitian ini dilatarbelakangi oleh berubahnya pemberlakuan penerapan kurikulum 2006 (KTSP) menjadi kurikulum 2013. SMP Negeri 1 Purwodadi merupakan sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan uji coba (pilot project) kurikulum 2013 sejak tahun pelajaran 2013/2014 hingga sekarang. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana perencanaan pembelajaran kurikulum 2013 di SMP Negeri 1 Purwodadi? (2) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 di SMP Negeri 1 Purwodadi? (3) Bagaimana evaluasi pembelajaran kurikulum 2013 di SMP Negeri 1 Purwodadi?. Untuk menjawab permasalahan, penulis menggunakan teknik perolehan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan sumber data dianalisis menggunakan teknis analisis data model Miles dan Huberman. Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Persiapan sekolah sebelum mengimplementasikan kurikulum 2013 yaitu telah dilaksanakan pelatihan dan pendampingan kurikulum 2013 kepada kepala sekolah dan guru, melengkapi sarana dan prasarana sekolah serta menyediakan sumber belajar berupa buku guru dan buku siswa. Sedangkan perencanaan pembelajaran kurikulum 2013 yang dilakukan oleh guru PAI di SMP Negeri 1 Purwodadi yaitu membuat perencanaan pembelajaran meliputi program tahunan, program semester, dan RPP. (2) Dalam melaksanakan pembelajaran PAI, guru telah melakukan kegiatan yang mendidik melalui kegiatan awal atau pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam pembelajaran, guru telah menerapkan pendekatan saintifik dalam kegiatan inti meliputi mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan. (3) Sekolah telah dianggap siap sebagai sekolah pilot project untuk menerapkan kurikulum 2013 dan telah memenuhi kriteria persiapan pemberlakuan kurikulum 2013 serta pelaksanaannya juga telah berlangsung sesuai kurikulum yang diterapkan. Temuan tersebut memberikan acuan bagi guru dan sekolah dalam memperbaiki peranannya dalam manajemen pembelajaran kurikulum 2013

    KAJIAN HISTOLOGI PERKEMBANGAN AREA DEPOSISI RESIN GAHARU AKIBAT INFEKSI CENDAWAN Fusarium sp. PADA JARINGAN BATANG Aquilaria malaccensis (Lamk)

    No full text
    Pembentukan gubal gaharu dengan pengeboran dan inokulasi cendawan telah banyak dilaporkan berhasil. Pengeboran lubang inokulasi mengakibatkan jaringan tanaman terluka yang mempermudah cendawan dalam menginfeksi. Selain itu, dari beberapa genus cendawan yang telah diidentifikasi, setelah melalui proses pemurnian, uji dominasi dan uji virulensi di simpulkan bahwa Fusarium sp. diduga kuat berperan sebagai penyebab akumulasi resin gaharu. Sedang pada sisi lain perlakuan pelukaan batang Aquilaria malaccensis Lamk tanpa inokulasi cendawan akibat pengeboran juga mengalami perubahan warna dari warna putih menjadi warna coklat, akan tetapi perubahan yang terjadi lebih kecil dibanding perlakuan dengan inokulasi. Penelitian ini bertujuan mempelajari histologi perkembangan awal area deposisi resin secara makroskopis dan mikroskopis, akibat pelukaan dan inokulasi dengan isolat cendawan Fusarium sp. pada jaringan batang tanaman A. malaccensis (Lamk). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bentiring Permai kec. Muara Bangkahulu, kota Bengkulu. Pada bulan September sampai November 2008. Rancangan yang digunakan, yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima ulangan dan satu perlakuan yaitu inokulasi dengan atau tanpa isolat cendawan Fusarium sp. Teknik yang digunakan yaitu pelukaan dengan pengeboran pada interval 5 cm horizontal dan 10 cm vertikal berbentuk spiral dengan kemiringan ± 25° dengan penyuntikkan suspensi 8 X 10 6 sel/ml konidia pada lubang inokulasi lalu ditutupi dengan busa karet. Pengamatan dilakukan per tiga hari dimulai pada hari ke-0, yaitu segera setelah inokulasi sampai dengan satu bulan atau hari ke-30 setelah inokulasi secara makroskopis dan mikroskopis pada area yang berubah warna sekitar lubang inokulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelukaan saja atau pelukan dan inokulasi Fusarium sp menyebabkan perubahan warna jaringan sekitar lubang inokulasi dengan panjang dan lebar serta aroma bervariasi tetapi cenderung lebih besar pada perlakuan inokulasi cendawan. Pada pengamatan mikroskopis jaringan dengan perbesaran 20 X10 yang berubah warna menunjukan bahwa perubahan warna terjadi karena sel-sel tertentu yang terletak diantara serat kayu pada jaringan sekitar lubang inokulasi mengalami penggembungan dan menjadi berisi resin yang berwarna coklat terang hingga gelap, tergantung jumlah resin yang diakumulasinya. Panjang sel yang berubah warna berkisar antara 0.051 - 0.5763 mm Penelitian perlu dilanjutkan dengan pengamatan lebih detil menggunakan mikroskop elektron dan analisis molekuler pada fenomena awal deposisi resin gaharu selama 3 hari setelah inokulasi
    corecore