240 research outputs found

    VERBA HARU SEBAGAI POLISEMI: KAJIAN LINGUISTIK KOGNITIF

    Get PDF
    Dalam bahasa Jepang, terdapat banyak verba yang berpolisemi atau memiliki makna ganda. Salah satu verba yang berpolisemi adalah Haru. Seringkali pembelajar bahasa Jepang kesulitan dalam menerjemahkan atau menggunakan verba Haru dalam suatu kalimat. Bahkan masih banyak pembelajar yang belum mengetahui bahwa verba Haru adalah verba yang memiliki makna ganda. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian mengenai makna verba Haru sebagai polisemi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui makna apa saja yang terkandung dalam verba Haru, mengetahui makna dasar dan makna perluasannya, serta hubungan deskripsi antar makna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber disusun, diklasifikasikan dan dianalisis. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa makna dasar dari verba Haru adalah menyebar (meluasnya suatu objek dari satu titik ke segala arah tanpa adanya usaha dari manusia). Sedangkan makna perluasan yang terkandung dalam verba Haru, di antaranya adalah: membentangkan; kembung/pegal; merasa tegang; tamak; menyombongkan diri; keras kepala; mahal; mengisi; menampar; mengelola; mengawasi; menguatkan perasaan; bersaing dan mempertaruhkan. Hubungan antar makna dari verba Haru dapat dideskripsikan menggunakan tiga majas, yaitu metafora, metonimi dan sinekdoke. Penggunaan ketiga buah majas tersebut adalah bagian dari linguistik kognitif. Pada penelitian ini yang mengalami perluasan makna secara metafora adalah makna ② ⑤ ⑧ ⑪ dan ⑭. Makna yang mengalami perluasan secara metonimi adalah makna ③ ④ ⑥ ⑦ ⑨ ⑩ ⑬ dan ⑮. Sedangkan makna yang mengalami perluasan secara sinekdoke adalah makna ⑫. Kata Kunci : Polisemi, Verba, Haru In Japanese language, there are so many polysemic verbs. One of polysemic verb in Japanese language is Haru. Japanese language learners often find difficulties in translating or using Haru verb in a sentence. In fact, there are many learners who do not know that Haru are a verb that have many meanings. Therefore, the writer conducted a research regarding the meaning of the Haru verb as a polysemy. The purpose of this research is to determine the meaning that contained in Haru verb, to know the basic meaning and the expansion meanings, as well as the description of the relationship between each meanings. The method used in this research is descriptive method. The data have been collected from various sources compiled, classified and analyzed. From the analysis, it can be concluded that the basic meaning of Haru is spread (the expansion of an object from one point to all directions without any effort from man). While the expansion meanings contained in Haru, are: to stretch; swollen; feel tense; greedy; bluffed; stubborn; expensive; to fill; to paste; slap; manage; supervise; reinforces the feeling; compete and gamble. Relations between the meanings of Haru can be described using three rethorical expression, there are metaphor, metonymy and sinecdoche. The use of three rethorical expression is a part of cognitive linguistics. In this research, which was expanded by metaphorical meaning is meaning ② ⑤ ⑧ ⑪ and ⑭. Meanings was expanded by metonymy is meaning ③ ④ ⑥ ⑦ ⑨ ⑩ ⑬ and ⑮ . While the meaning was expanded in sinecdoche is meaning ⑫. Keyword : Polysemy, Verb, Har

    Intercultural Communication Between Caucasian Unitedstatesians and Salvadorians: Implications for Team Dynamics

    Get PDF
    With the advent of an increasingly interdependent world, organizations and businesses around the globe either purposefully seek or have no other option than to integrate work teams with members from ethnically and culturally diverse backgrounds. This is true in government, the corporate world, education, and the social service fields and community development endeavors, among others. However, multicultural teams most frequently experience frustrations and, at times, significant impasses in their performance. This phenomenon is directly related to differences in values and beliefs towards work, as well as to habits and expectations regarding teamwork (Bennett and Stewart, 1991; Cox, 1994; Donnellon, 1996; Hofstede, 2001). Consequently, a careful exploration of intercultural issues relating to work and teams is imperative in order to shed light on how to better equip working groups facing this reality at the dawn of the Twenty -First Century

    Utopias of violence: Pierce’s Knights of Tortall and the contemporary heroic

    Get PDF
    Within each of the heroic genres there lies a further possibility, less often explored; that of a society of heroes - in its ideal form, an heroic utopia. Medievalist fantasy works are a particularly rich source of idealised heroic societies. Despite their considerable popularity, leading medievalist fantasy works have been dismissed as reactionary, consolatory or promulgating a masculinist monomyth. The idealised heroic in Pierce's Protector of the Small quartet draws heavily on earlier heroic and medievalist traditions and yet presents contemporary concerns. The novels are set within a male-dominated society while depicting women and girls in powerful, society-changing roles. It seems that the heroic, while it may be a received mode, is not a single story, and that disruption to tradition can be as significant as continuity

    ANALISIS MAKNA ADJEKTIVA UMAI, MAZUI, KOI DAN USUI SEBAGAI POLISEMI

    Get PDF
    Penelitian ini diawali dengan kenyataan bahwa pengetahuan pembelajar bahasa Jepang mengenai makna-makna yang terkandung dalam adjektiva Umai, Mazui, Koi dan Usui masih sangat minim. Adjektiva Umai, Mazui, Koi dan Usui adalah beberapa kata berpolisemi dalam bahasa Jepang dan seringkali pembelajar bahasa Jepang hanya mengetahui salah satu makna dari adjektiva tersebut, sehingga menimbulkan kesalahan dalam penggunaan dan penerjemahan ke dalam bahasa lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam adjektiva Umai, Mazui, Koi dan Usui, juga mengetahui makna dasar dan makna perluasannya, serta hubungan deskripsi antarmakna yang dijabarkan dalam bentuk struktur polisemi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dan seluruh data dikumpulkan dari berbagai sumber yang kemudian disusun, diklasifikasikan dan dianalisis. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa makna dasar dari adjektiva Umai adalah ‘rasa yang enak’, kemudian makna tersebut mengalami perluasan secara metafora seperti pada makna ‘bagus/baik’ dan ‘menguntungkan’. Juga mengalami perluasan secara metonimi seperti pada makna ‘pandai’. Makna dasar dari adjektiva Mazui yaitu ‘rasa yang tidak enak’, kemudian maknanya meluas secara metafora seperti pada makna ‘tidak tepat/tidak sesuai’ dan ‘hubungan yang tidak baik’ Sementara itu, makna yang mengalami perluasan secara metonimi adalah ‘buruk/jelek’. Makna dasar dari adjektiva Koi adalah ‘warna yang gelap/tua’, kemudian makna tersebut mengalami perluasan secara metafora seperti pada makna ‘bentuk wajah yang tegas’, ‘kental’, ‘dominan’, ‘kuat’ dan ‘jumlah yang banyak’. Juga mengalami perluasan secara metonimi seperti pada makna ‘benda yang tebal’ dan ‘rasa yang pekat/kuat’. Terakhir, makna dasar dari adjektiva Usui adalah ‘benda yang tipis’, kemudian maknanya meluas secara metafora seperti pada makna ‘tekstur yang encer’, ‘kurang/lemah’ dan ‘jumlah yang sedikit’. Makna adjektiva Usui yang mengalami perluasan secara metonimi adalah ‘hambar’ dan ‘warna pucat/muda’. Penelitian ini dilihat dari segi hubungan antara makna dasar dan makna perluasan. Penelitian kontrastif mengenai keempat adjektiva dalam penelitian ini yang dibandingkan dengan bahasa lain sangat dianjurkan untuk diteliti di kemudian hari. Kata Kunci: Polisemi, Adjektiva, Umai, Mazui, Koi, Usui This research begins with the fact that Japanese language learners still lack of knowledge about the meanings contained in the adjectives Umai, Mazui, Koi and Usui. Umai, Mazui, Koi and Usui are some polysemous words in Japanese and many Japanese learners only know one of the meanings of these adjectives, causing errors in their use and translation into other languages. The purpose of this research was to determine the meanings contained in Umai, Mazui, Koi and Usui, also to find out the basic meaning and expansion meanings, as well as the relations between basic meaning and expansion meanings described in polysemy structure. This research used descriptive analytic method and all data were collected from various sources which compiled, classified and analyzed. From the results of this research, it can be concluded that the basic meaning of Umai is 'good taste', then the meaning is expanded metaphorically as in the meaning of 'good' and 'beneficial'. Also have metonymy expansion as in the meaning of 'good at'. The basic meaning of Mazui is 'bad taste', then its meaning extends metaphorically to the meaning of 'inappropriate' and 'bad relationship'. Meanwhile, the meaning which is metonymically expanded is 'bad/ugly'. The basic meaning of Koi is 'dark color', then the meaning expanded metaphorically as in the meaning of 'firm face shape', 'thick texture', 'dominant', 'strong' and 'a lot'. Also have metonymy expansion as in the meaning of 'thick object' and 'strong taste'. Last, the basic meaning of Usui is 'thin object', then its meaning extends metaphorically to the meaning of 'watery texture', 'lack of/weak' and 'small amount'. The meaning of Usui which is metonymically expanded is 'tasteless' and 'pale/light color'. This research is explaining the relationship between the basic meaning and the extended meaning. Contrastive research on the four adjectives in this study compared to other languages is highly recommended for future research. Keywords: Polysemy, Adjective, Umai, Mazui, Koi, Usu

    Caracterización espacio-temporal de la actividad de las proteínas Rho GTPasas durante la toxicidad inducida por β-Amiloide

    Get PDF
    Fil: Melano, Maximiliano Gabriel. Universidad Nacional de Córdoba. Facultad de Ciencias Exactas, Físicas y Naturales. Carrera de Ciencias Biológicas; Argentina.La pérdida sináptica es un factor clave en la disfunción cognitiva asociada con la enfermedad de Alzheimer (EA). Se sabe que los oligómeros de β-amiloide (Aβ) están relacionados con la alteración de las espinas dendríticas y la plasticidad sináptica, aunque los mecanismos moleculares aún no se conocen por completo. En este contexto las Rho GTPasas, que funcionan como interruptores moleculares, son cruciales para la dinámica de la actina y la estructura de la espina dendrítica. En la mayoría de los estudios que examinan la activación de estas proteínas en la EA, realizan ensayos de extracción bioquímica o utilizan mutantes constitutivamente activos y/o dominantes negativos, herramientas que no permiten resolver dinámicas espacio-temporales de activación. Actualmente se han desarrollado y perfeccionado una gran cantidad de sensores de transferencia de energía por resonancia de Förster (FRET) que permiten mediciones radiométricas con alta precisión espacial y temporal. Adoptando el uso de esta técnica, observamos un patrón de activación espacio-temporal complejo de RhoA y Cdc42 en las neuronas expuestas a los oligómeros. En cuanto a RhoA, se observó una activación temprana a los 5 minutos en espinas dendríticas, seguida de una inactivación marcada a los 30 minutos. En cambio, Cdc42 mostró una activación temprana en las espinas dendríticas a los 5 minutos, que se extendió a toda la dendrita a los 30 minutos y se redujo a la hora. Estos resultados contrastan con estudios previos que han utilizado otras técnicas clásicas. Nuestras observaciones sugieren que los cambios en la actividad de las Rho GTPasas, relacionados con la EA, son más complejos de lo que se suponía, lo que subraya la necesidad de investigar más sobre las vías de señalización que rigen el inicio de la pérdida de espinas dendríticas en el inicio de la EA.Fil: Melano, Maximiliano Gabriel. Universidad Nacional de Córdoba. Facultad de Ciencias Exactas, Físicas y Naturales. Carrera de Ciencias Biológicas; Argentina

    ANALISA KADAR AIR, NILAI KALOR DAN LAJU PEMBAKARAN PADA BRIKET AMPAS TEBU DAN TEMPURUNG KELAPA DENGAN PEREKAT TEPUNG TAPIOKA

    Get PDF
    Batu bara kian menipis karena semakin hari semakin banyak penggunaan batu bara untuk berbagai kebutuhan. Energi alternatif dapat dihasilkan dari teknologi tepat guna yang sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan seperti briket dengan memanfaatkan limbah biomassa seprti bonggol jagung, tempurung kelapa, kulit singkong, kulit salak, kulit buah siwalan, sekam padi, serbuk gergaji kayu jati, ampas tebu, kulit coklat. Briket ialah bahan ataupun material yang dapat terbakar dengan mudah, yang mana briket awalnya berawal dari serbuk dan melakukan perubahan bentuk menjadi lebih besar atau dapat di katakan melalui tahapan pengepresan juga pemadapatan pada serbuk tadi sehingga mempunyai bentuk yang lebih besar. Berdasarkan penjelasan diatas penulis melakukan penelitian mengenai nilai kalor, kadar air, dan laju pembakaran pada briket ampas tebu dan tempurung kelapa dengan perekat tepung tapioka. Variasi yang diberikan ialah pada komposisi bahan briket. Komposisi bahan briket yang dilakukan adalah 40 : 40 : 20, 40 : 30 : 30, 35 : 25 : 25 ( Tempurung Kelapa : Ampas Tebu : Perekat Tapioka ). Komposisi yang mendapat nilai kalor tertinggi adalah 40 : 35 : 25 sebesar 6,203 kal/gr, dan nilai kalor terendah adalah 40 : 30 : 30 sebesar 5,192 kal/gr. Komposisi yang mendapat kadar air paling tinggi adalah 40 : 35 : 25 sebesar 12,4725%, dan komposisi yang mendapat kadar air paling rendah adalah 40 : 30 : 30 sebesar 8,375%. Dan komposisi yang mendapat laju pembakaran tertinggi adalah 40 : 40 : 30 sebesar 0,057 gr/menit, sedangkan komposisi yang mendapatkan laju pembakaran terendah adalah 40 : 30 : 30 sebesar 0,043 gr/menit. Kata Kunci : Briket, Tempurung Kelapa, Ampas Tebu, Nilai Kalor, Kadar Air, Laju Pembakara

    Régimen contractual del ES&OP

    Get PDF
    El ES&OP cuenta con plena capacidad para actuar en los ámbitos del derecho público y privado con autarquía administrativa. Su cometido principal está vinculado con el Servicio Público de Higiene Urbana, el mantenimiento integral del Espacio Público, y la ejecución de Obras Públicas. En su reglamento interno aprobado mediante decreto N° 928, se le otorga capacidad funcional para adquirir y contratar toda clase de bienes y servicios necesarios para el efectivo cumplimiento de su finalidad, objeto y cometidos, por cualquier título. La prestación de servicios que no están expresamente enunciados se encuentran excluidos, como por ejemplo salud y educación pública. El Régimen de Contrataciones del ES&OP se encuentra alcanzado por las disposiciones legales vigentes que rigen para la administración municipal central, Ordenanzas N° 5.727 y N° 11.653 y sus respectivos decretos reglamentarios. En este aspecto el legislador no estableció una normativa específica de contratación para el ES&OP, por lo que se ponderó la unificación de criterios de contratación tanto para el ámbito municipal como para el Ente descentralizado

    Representasi Toleransi Keberagaman Umat Beragama Dalam Film Google Ngulik Ramadhan – Satu Dalam Kita (Analisis Semiotika John Fiske)

    Get PDF
    Indonesia merupakan negara kepulauan yang penuh dengan kekayaan serta keragaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama, dan masih banyak lainnya. Meskipun penuh dengan keragaman budaya, Indonesia tetap satu sesuai dengan semboyan nya, Bhineka Tunggal Ika yang artinya “meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Melihat melalui fenomena yang terjadi pada saat ini, Indonesia yang mempunya enam agama yang tadinya berfungsi sebagai pemersatu tak jarang menjadi suatu unsur konflik. Beberapa umat beragama merasa bahwa agamanya paling benar, paling baik dan paling bisa diterima, dengan adanya pemikirian tersebut yang diikuti dengan ego setiap individu, maka terjadilah suatu konflik antar umat beragama. Peneliti merasa tertarik bagaimana nilai – nilai keberagaman dalam umat beragama serta toleransi terepresentasikan dalam film Google Ngulik Ramadhan – Satu Dalam Kita. Dengan fenomena yang terjadi pada saat ini, peneliti merasa audiens perlu menerapkan nilai-nilai toleransi pada kehidupan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika untuk menganalisis objek yang diteliti. Teknik analisis data dilakukan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh John Fiske yaitu “The Codes of Television”. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Peneliti menganalisis bahwa terdapat sebuah ideologi dibalik mini drama ini. Dalam film Google Ngulik Ramadhan – Satu Dalam Kita pluralisme terlihat berusaha direpresentasikan oleh Rudi Soedjarwo selaku sutradara. Pluralisme adalah bagaimana ketulusan hati pada diri setiap manusia untuk menerima keanekaragaman yang ada

    The next wave of disruption: Emerging market media use of artificial intelligence and machine learning

    Get PDF
    In frontier and emerging media markets across the globe, there are many new opportunities in newsrooms to innovate through artificial intelligence, machine learning and data processing. In this report, IMS, The Fix and the Latin American Centre for Investigative Journalism (The CLIP) have drawn the lens to fast-rising developmental changes capable of driving digital transformation in business and journalism by understanding how those newsrooms can use technology to develop a data and user-led approach to newsgathering, content, distribution, marketing and sales, and post-sale services
    corecore