153 research outputs found
Pengaruh Stock Split terhadap Likuiditas Saham Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2010
Pemecahan saham (stock split) merupakan cosmetic action, berupa pemecahan nominal saham, yang tidak mempengaruhi aliran kas Perusahaan. Stock split dimaksudkan untuk meningkatkan likuiditas saham Perusahaan. Likuiditas merupakan hal ingin dicapai oleh semua pemangku kepentingan pasar saham. Likuiditas mendatangkan manfaat antara lain bagi pemerintah, investor, Perusahaan, dan eksekutif Perusahaan. Telah banyak penelitian yang dilakukan di negara-negara dengan efisiensi pasar yang kuat. Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai stock split dan pengaruhnya terhadap likuiditas masih sedikit dan hanya menggunakan satu atau dua proksi (indikator) penentu likuiditas saham. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana stock split mempengaruhi likuiditas saham Perusahaan. Penelitian ini menggunakan Perusahaan-Perusahaan yang melakukan stock split dari 1 Januari 2006 sampai dengan 31 Desember 2010 sebagai objek penelitian. Penelitian ini menggunakan lima proksi (indikator) likuiditas saham, yaitu kapitalisasi pasar, bid-ask spread, jumlah transaksi harian, trading turnover, dan rasio likuiditas. Penelitian ini menggunakan uji beda (t-tes) sebagai metode penelitian. Hasil dari penelitian ini adalah TMAS, LPKR, JRPT, TSPC, APOL, BMTR, AKRA, SMGR, SOBI, HITS, CPIN, MIRA, TINS, dan ARNA berhasil meningkatkan likuiditas sahamnya dengan stock split. DPNS, EKAD, PLIN, DAVO, ANTM, dan PANS tidak berhasil meningkatkan likuiditas sahamnya dengan stock split. Yang terakhir adalah bahwa tidak terdapat hubungan antara stock split dengan likuiditas saham PJAA
Pengalaman Komunikasi Wanita Penjaja Seks (Wps) sebagai Peer Educator dalam Upaya Pencegahan HIV
PENGALAMAN KOMUNIKASI WANITA PENJAJA SEKS (WPS) SEBAGAI PEEREDUCATOR DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIVAbstrakSosialisasi menjadi komunikasi persuasif yang paling sering dipilih oleh LSM maupunpemerintah dalam mempersuasif masyarakat atas isu-isu tertentu seperti pencegahan HIVmelalui penggunaan kondom, sayangnya mensosialisasi penggunaan kondom bagi para WanitaPenjaja Seks (WPS) tidak semudah mensosialisasikannya pada kelompok masyarakat lainnya.Sikap skeptis ditunjukkan WPS akibat tanggapan masyarakat atas pekerjaan mereka sertabanyaknya salah kaprah mengenai penyakit HIV yang membuat WPS menutup diri dariinformasi luar. Hadirnya Peer Educator (PE) yang merupakan WPS juga dalam program peereducation diharapkan dapat membantu mempersuasi WPS menggunakan kondom. masalahyang muncul: Bagaimana cara PE tersebut mempersuasif WPS lainnya hingga tujuan merubahperilaku dapat tercapai?Tujuan penelitian ini menggambarkan pengalaman komunikasi WPS sebagai PE dalammempersuasif WPS lainnya untuk menggunakan kondom 100% dalam upaya pencegahan HIVserta bagaimana seorang PE menjadi persuader yang baik. Upaya untuk menjawabpermasalahan dan tujuan penelitian dilakukan dengan menggunakan teori dialog dan retortikaajakan serta teori kompetensi komunikasi. Penelitian ini bertipe deskriptif kualitatif denganmetode fenomenologi untuk mengungkap pengalaman komunikasi PE kepada peer-nya.Hasil dari penelitian menunjukkan bagaimana komunikan bertipe skeptis seperti WPSdapat menerima informasi dari pihak luar dengan cara persuasif menggunakan ajakan sertadialog dimana dalam interaksi tersebut WPS dapat mengemukakan pendapat, alasan, sertapandangannya terhadap isu yang diangkat seperti penggunaan kondom untuk mencegah HIV.Selain itu kompetensi komunikasi PE sangat mempengaruhi keberhasilan komunikasi persuasifdimana ketiga faktor: pengetahuan, motivasi, serta keterampilan menjadi satu kesatuan yangharus dimiliki PE secara maksimal. Perlu adanya pemahaman mengenai peran PE oleh setiapWPS sehingga peran WPS tidak hanya penyedia kondom melainkan sesuai dengan tujuanadanya PE yaitu mengedukasi dan mempersuasif sesamanya untuk merubah perilaku.Kata kunci : Peer Educator; WPS; kompetensi komunikasiTHE EXPERIENCE OF WPS COMMUNICATION AS PEER EDUCATORIN PREVENTION OF HIVAbstractThis research aims to describe the communication between WPS (Wanita Pekerja Seks) as PeerEducator (PE) and her peer, the another WPS about using condom to prevention of HIV and toexplain how to be a good persuader in this situation. This research based on the experiencecommunication of female sex worker in Resosialisasi Argorejo, Semarang. Using the TheoryRhetoric of Persuasion, Theory Dialog and Theory Communication Competence for answer thequestion of this research. The type of this research is qualitative descriptive by usingphenomenology method. Phenomenological approach is used to reveal experiencecommunication of PE to her peer.The result of this research is how to persuade the communicant of skeptic type like WPS toaccept the information from the others is with persuasion and dialog in interaction so WPS cantell what her opinion, reason, and perspective, about using condom for prevention of HIV.Moreover, communication competence of PE is affective for the success of persuasivecommunication, which three factors of communication competence : knowledge, motivation,and skill is union and PE must have them maximum. There needs to be an understanding of therule that PE by any WPS, that PE isn't only just a condom providers but according to purposeof PE is to educate and persuasion the other.Keywords: Peer Educator; WPS; communication competenceI. PENDAHULUANSosialisasi merupakan bentuk komunikasi persuasif yang sering dipilih pemerintah maupunLembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kepada masyarakat dalam berbagai isu penting. Meskibegitu, tidak sedikit dari sosialisasi tersebut yang menciptakan polemik dimasyarakat karenamenimbulkan pro dan kontra. Salah satunya adalah sosialisasi penggunaan kondomdimasyarakat. Ada yang mendukung tindakan tersebut, namun tidak sedikit yang mengecamtindakan tersebut.Human Immunedefficiency Virus atau yang disingkat HIV adalah penyakit mematikanyang menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. BerdasarkanDitjen PP dan PL Kemenkes RI pada laporan statistik HIV/AIDS di Indonesia, jumlah kasusbaru HIV/AIDS pada 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2012 adalah 21.511 kasus HIVdan 5.686 kasus AIDS. Provinsi Jawa Tengah pun tidak luput dari penyakit mematikan ini.Dalam artikel berita di lensaindonesia.com, Jawa Tengah malahan menjadi peringkat ke-6nasional dari segi jumlah kasus HIV/AIDS setelah Bali, dengan jumlah penderita hingga Juni2012 yang baru terungkap mencapai 5.301 orang dari estimasi sebanyak 10.815 kasus.Pengelola Program Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Jateng, Ridha Citra Turyanimengatakan, jumlah penderita tersebut masih separuh ditemukan karena penyakit yangmematikan ini masih sangat sulit terdeteksi bagaikan gunung es. (Gawat! 436 Ibu RumahTangga di Jateng Terjangkit HIV/AIDS. (2012). Dalamhttp://www.lensaindonesia.com/2012/10/17/gawat-436-ibu-rumah-tangga-di-Jateng-terjangkithivaids.html diunduh 3 September 2013 pukul 20.30 WIB)Terdapat banyak penyebab penularan HIV, antara lain : ibu hamil dan pemberian ASI dari ibuyang menjadi penderita HIV kepada bayi, penggunaan jarum suntik, transfusi darah, dan yangmenduduki persentase terbesar (70%-80%) adalah hubungan seksual. Menteri KesehataNafsiah Mboi menanggapi bahwa salah satu penyebab mengapa angka penderita HIB masihtinggi adalah karena masih rendahnya kesadara masyarakat terhadap seks berisiko. Tingginyapenulara HIV dan AIDS disebabkan oleh banyaknya pria dewasa yang memelihara kebiasaan“belanja seks” dan kurangnya penggunaan kondom. Menurutnya perilaku negatif inimenyebabkan 1,6 juta penduduk menikah dengan pria berisiko menderita HIV dan AIDS.(HIV/AIDS Tinggi karena Pria Doyan Jajan Seks. (2012) dalamhttp://www.tempo.co/read/news/2012/06/25/173412771/HIVAIDS-Tinggi-karena-Pria-Doyan-Jajan-Seks diunduh 3 September 2013 pukul 20.35 WIB).Sosialisasi penggunaan kondom yang dilakukan oleh pemerintah maupun LSMkhususnya bidang kesehatan guna mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit HIVakibat “kebiasaan jajan pria” ini sayangnya tidak berjalan mulus, timbulnya pro dan kontramembuat sosialisasi ini kurang berdampak untuk menekan angka penderita HIV. Kini tindakansosialisasi penggunaan kondom sebagai pencegahan penyakit HIV dilakukan di beberapatempat lokalisasi (atau saat ini disebut resosialisasi), dengan kegiatan peer education.PE sebagai komunikator dalam kegiatan komunikasi berupa peer education yangdipaparkan diatas, menunjukkan betapa penting peranannya dalam mencapai keberhasilandalam mempengaruhi perilaku seseorang/kelompok, dalam hal ini yaitu WPS maupun PSK.LSM Griya Asa PKBI Kota Semarang yang merupakan salah satu LSM yang bergerakdi bidang Keluarga Berencana (KB), pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) danHIV/AIDS di Kota Semarang. PKBI Semarang telah mendampingi wanita yang dikategorikankelompok Risiko Tinggi (RisTi) di wilayah Kota Semarang. Salah satu bentuk kegiatanpencegahan HIV yang dilakukan oleh LSM Griya Asa PKBI bekerjasama dengan FHI (FamilyHealth International) pada tahun 2003 adalah mengunakan peer education sebagai salah satustrategi komunikasi dalam pencegahan HIV di Lokalisasi Sunan Kuning. Alasan awal mengapadibentuk PE karena PE yang berasal dari sesama WPS, karena WPS sendiri memilikikecendurungan menutup diri, namun lebih terbuka dengan lingkungan dalamnya, khususnyasesama WPS. Hal tersebut tentu akan memudahkan LSM dalam mempengaruhi WPS untukmerubah tingkah lakunya sesuai dengan program pencegahan HIV. Selain itu, pemikiranlainnya bahwa tidak selamanya LSM Griya Asa ada di daerah lokalisasi tersebut. Harapannya,dengan adanya PE, edukasi mengenai program pencegahan HIV akan terus berlangsung meskiLSM tidak lagi ada disana.Sayangnya terdapat lack of communicator di Lokalisasi Sunan Kuning. Sejakdibentuknya kegiatan peer education pada tahun 2003 hingga saat ini 2013, tercatat sebanyak60 WPS sebagai PE. Namun Kenyataannya dari 60 WPS tersebut, kurang lebih hanya 15 orangyang aktif sebagai PE.Peer Educator yang terdapat di Lokalisasi Sunan Kuning mempunyai fungsi untukmengajak dan mengedukasi sesama WPS, untuk menjaga kesehatan reproduksi denganmenggunakan kondom dan menjalani scanning secara rutin. Sayangnya fungsi tersebut kiniberalih. “PE di Lokalisasi Sunan Kuning kini hanyalah penyetok kondom saja,” pengakuan Ari,salah satu relawan LSM Griya Asa yang mengikuti program ini sejak awal. Menurutnyadibutuhkan peran aktif dan dukungan penuh dari para pengurus resos dalam menjalankanprogram PE tersebut.Masalah yang timbul kemudian adalah bagaimana interaksi yang dilakukan WPSsebagai PE dalam mempersuasif sesama WPS serta bagaimana kompetensi komunikasi yangseharusnya dimiliki WPS tersebut sebagai persuader yang baik. Dalam menjawab pertanyaantersebut peneliti melakukan penelitian kepada 6 (enam) WPS sebagai informan dimana merekaterdiri dari 2 (dua) orang yang berperan sebagai peer, 2 (dua) orang yang berperan sebagai PEnon aktif, dan 2 (dua) orang yang berperan sebagai PE aktif. Penelitian ini sendiri dilakukan diLokalisasi Sunan Kuning, dimana peer education pertama kali diterapkan dilingkunganlokalisasi di Semarang. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang menggunakanmetode fenomenologi dengan paradigma interpretif. Paradigma interpretif dapat dimengertimerupakan proses aktif dalam pemberian makna dari suatu pengalaman. Peneliti menggunakanparadigma ini dan berusaha mengungkapkan dan memahami pengalaman WPS sebagai peer PEdalam upaya pencegahan HIV.Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif berupa catatan di lapangan dan hasilwawancara (Denscombe, 2007:289). Studi ini berusaha mendeskripsikan pemahaman wanitaWPS sebagai PE dan menyimpulkan pentingnya peran peer educator sebagai komunikatorkhususnya dalam upaya merubah tingkah laku sebagai tujuan pencegahan HIV. Sehingga dapatdirumuskan pengalaman WPS sebagai PE dalam upaya pencegahan HIV.II. ISISetelah melakukan depth interview, peneliti kemudian melakukan deskripsi tekstural danstruktural dari hasil wawancara tersebut. Setelah individual textural-structural descriptiontersusun, maka dibuat suatu composite description dari makna dan esensi pengalaman sehinggamenampilkan gambaran pengalaman kelompok sebagai satu kesatuan. Sehingga tahap akhirdari studi fenomenologi adalah mempersatukan pandangan dari deskripsi tekstural danstruktural guna membangun sintesis makna dan intisari dari sebuah fenomena dan pengalaman(Moustakas, 1994:181).Dalam penelitian didapatkan pemahaman WPS mengenai peran PE sangatmempengaruhi keputusannya untuk mengikuti arahan dari PE atau tidak. Ketika seorang WPSmenganggap PE hanyalah seorang “penyetok” kondom maka dirinya merasa tidak perluterbuka kepada PE mengenai kesehatan reproduksinya. Baginya keputusan menggunakankondom merupakan keputusan pribadi dimana tidak seorang pun berhak mendiktenya.Selain pemahaman peran PE di lingkungan resos, penelitian ini juga mendapatibagaimana interaksi yang dilakukan antara PE dan WPS. Dalam mempersuasif WPS, PE perlumemulai interaksi dengan menyatakan pandangannya mengenai kegunaan kondom, bagaimanamanfaat dari penggunaan kondom 100%, dan bagaimana dampak yang dirasakan PE secarapribadi selama menggunakan kondom 100%. Penjelasan tersebut dilakukan PE sebagai bentukpersuasif menggunakan kalimat mengajak dimana PE tidak serta merta memaksa WPSmenggunakan kondom, tapi sebaliknya membiarkan WPS memutuskan menggunakan kondom100% secara pribadi meski harapan dari PE mereka mengikuti program pencegahan tersebut.Ketika timbul konflik diantara PE dan WPS, PE dan PE, bahkan PE dengan pihak LSMmaupun resos, dialog menjadi pilihan utama sebagai problem solving, dimana setiap pihak yangberselisih paham dapat bebas mengutarakan pendapat dan alasannya sesuai dengan konteksyang menjadi masalah. Seperti halnya ketika ada WPS yang menolak menggunakan kondom,PE akan menanyakan alasan mengapa ia tidak mau menggunakan kondom. Terjepitnya WPSakan kebutuhan yang semakin meningkat serta kondisi sepi tamu membuat WPS seringkaliberkompromi dalam menggunakan kondom atau tidak. Setelah mendengarkan penjelasan WPStersebut, PE kemudian memilih mengutarakan alasan-alasan yang rasional mengapa WPS tetapharus menggunakan kondom, seperti bagaimana penyakit HIV saat ini belum ada obat yangdapat menyembuhkannya, sehingga berapa pun uang yang dimiliki WPS tidak akan bisamenyembuhkannya ketika terjangkit HIV. Dengan penjelasan-penjelasan yang rasional sertamenyertakan contoh dan trik-trik (merayu tamu menggunakan kondom atau menggunakankondom wanita) akan membuat WPS mau terbuka atas pendapat orang lain (PE) dan mengikutiapa yang PE sampaikan karena merasa itu juga untuk kesehatan reproduksi WPS itu sendiri.Kompetensi komunikasi yang harus dimiliki oleh seorang PE dapat dipenuhi ketikafaktor-faktor dari kompetensi komunikasi tersebut dimiliki secara keseluruhan. pengetahuan,motivasi, serta keahlian komunikasi harus dimiliki PE untuk dapat menjadikannya seorangpersuader yang berhasil. ketika seorang PE kurang memiliki kompetensi komunikasi makadirinya pun masuk kedalam kategori PE non aktif. Adanya trauma yang dimiliki ketikamenghadapi respon negatif WPS ketika sedang dipersuasif menjadi salah satu alasan mengapaseorang PE menjadi non aktif.III. PENUTUPKomunikasi merupakan cara terbaik dalam mempersuasif seseorang agar mau merubahperilakunya sesuai dengan harapan yang diinginkan. Meski demikian tidak semua komunikasidapat berhasil. Banyaknya elemen dalam komunikasi memiliki peran tersendiri dalam mecapaikeberhasilan, namun dalam komunikasi persuasif, peran seorang komunikator mengambil andilpaling besar dibandingkan elemen komunikasi yang lainnya.Keberhasilan seorang WPS sebagai PE didalam mempersuasif WPS untuk mengikutiprogram pencegahan HIV dengan cara menggunakan kondom 100% perlu didukung olehsegala pihak, tidak hanya bagaimana seorang PE menjalankan tugas dan tanggungjawabnya,melainkan juga respon positif dari WPS lain sebagai peer-nya serta bagaimana LSM sertapengurus resos yang konsen dalam memberdayakan PE dimana terus meng-upgrade PEkhususnya agar memiliki kompetensi komunikasi adalah faktor penentu keberhasilan programpeer education di lingkungan resosialisasi.DAFTAR PUSTAKAAw., Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha IlmuJans, Molly. (1999). Comm 3210: Human Commucation Theory, Martin Buber's DialogicCommunication. Research Report. University of Colorado at BoulderKuswarno.Engkus. (2009). Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi: Konsepsi,Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Bandung:Widya PadjadjaranLittlejohn, Stephen W. & Foss, Karen A. (2009). Theories of Human Communication (9thedition) Teori Komunikasi (diterjemahkan oleh : Mohammad Yusuf Hamdan) . Jakarta:Salemba HumanikaMiller, Robert and Williams, Gary. (2004). The 5 Paths To Persuasion: The Art of Selling YourMessage. Summaries.comMoleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja RosdakaryaMoustakas, Clark. (1994). Phenomenological Research Methods. London: SAGE Publications,Inc.Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : Lembaga Kajian Islam danSosial (LKIS)Rahmat, Jalaluddin. (1999). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya OffsetTubbs, Stewart L. & Moss, Sylvia. (1994). Human Communication:Prinsip-Prinsip Dasar.(diterjemahkan oleh: Dr. Deddy Mulyana). Bandung: PT Remaja Rosdakarya OffsetWest, Richard & Turner, Lynn H. (2007). Introducing Theory: Analysis and Application (3rdedition). (diterjemahkan oleh: Maria Natalia Damayanti Maer). Jakarta : SalembaHumanikaJurnalAgustina, Rakhmawati. (2011). Pelaksanaan Kegiatan Peer Educator Dalam Upaya Pencegahan HIVdan AIDS di SMK Ibu Kartini Kota Semarang. Skripsi. Semarang : Universitas DiponegoroIka Setya Purwanti dan Rika Suarniati, The Indonesian Journal of Public Health vol. 2 no. 3, Mar.2006 : 98Jubaedah, Edah. (2009). Jurnal Ilmu Administrasi (pdf), Analisis Hubungan Gaya Kepemimpinan danKompetensi Komunikasi Dalam Organisasi. 370-375Murti, Elly Swandewi,dkk. (2006). Efektivitas Promosi Kesehatan Dengan Peer Education PadaKelompok Dasawisma Dalam Upaya Penemuan Tersangka Penderita TB Paru. BeritaKedokteran Mayarakat, Vol. 22 No. 3 September 2006, hal 128-134Zuhriyyah, L.Z. Penggunaan Kondom pada Wanita Pekerja Seks (WPS) Di Kawasan ResosialisasiGambilangu Kabupaten Kendal Tahun 2010. Skripsi. Semarang : Universitas NegeriSemarangInternetIndah,dkk. (2009). Peran Komunitas AIDS Peduli HIV/AIDS. Dalamhttp://theonlinejournalism.blogspot.com/2009/01/hivaids-siapkah-solomelawan_13.html 21/05/2013. Diunduh pada 20 Mei 2013 pukul 20.45 WIBFarihah. (2010). Dampak Psikologis PSK. Dalamhttp://ulfahfarihah51.blogspot.com/2011/07/dampak-psikologis-yang-dialami-psk.html.Diunduh pada 23 Mei 2013 pukul 18.30 WIBPeer Education (2000). Dalam http://www.unicef.org/lifeskills/index_12078.html. Diunduh 2Juni 2013 pukul 17.20 WIBIriyanto,Yuwana. (2011). Ibu Rumah Tangga di Jateng Terjangkit HIV/AIDS. Dalamhttp://www.lensaindonesia.com/2012/10/17/gawat-436-ibu-rumah-tangga-di-jatengterjangkit-hivaids.html. Diunduh 3 September 2013 pukul 23.00 WI
Efektivitas Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga dalam Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang
This study attempts to analyze and describe the effectiveness of Social Services of Youth and Sports in the handling of street children in the City of Semarang. This research uses qualitative approach with descriptive method. The focus of this study include productivity, adaptation, motivation and the factors that influence the effectiveness of Social Services of Youth and Sports in the managing of street children. The results show that Social Service of Youth and Sports of Semarang City has quite effective in terms of fulfilling the basic needs which is shelter to protect the street children from harmful things, clothing for the street children including uniform, daily wear, also nutrition for the street children in form of food support. Advice that provided is the effectiveness of managing the street children needs to be improved by improving the equalization of services for the street children, improving the ability of the employee, and improving the socialization for the community about the managing of street children
Max Scheler’s Axiological Study on The Action of Changing Genitals in Humans (Transsexual)
One of the developments in modern science today is a surgery to change genitals in humans.This has become an important issue in society because of the pros and cons. The mostopposed groups are religious groups. Some countries have legalized this action while othershave not. The backgrounds of people deciding to change their genitals are twofold: first,because they feel they are in the “wrong body” where their behavior is contrary to thegenitals they have. Second, the development of genital devices is not perfect. That is why anaxiology study needs to be made on the decision to change the genitals in humans. Axiologyitself means the science or theory of the nature of values which investigates values in terms oftheir nature, their size, and their metaphysical status relating to their usefulness. In axiology,Max Scheler gave four levels of value, namely: (1) The value of “enjoyment” or “pleasure”(agreeable) and “dislike” or “displeasure” (disagreeable); (2) The value of vitality or welfareor life (vital feeling); (3) Spiritual values; (4) Holiness or holy value. Of the four values ofMax Scheler, it was found that the decision to change the genitals in humans does not havethe essence of any value except just the value of enjoyment or pleasure. That is, this kind ofaction actually denies the nature of existing values. The value of enjoyment obtained throughsex change surgery is actually only “mortal” or for a moment enjoyment because it isprecisely the disappointment that appears at the end. It is just the lowest value out of four.Therefore, the author suggested that those who feel themselves trapped in the “wrong body”are better off doing psychiatric and religious therapy so that the nature of the values that theyhave can be developed rather than making changes to the genitals
Fungsi Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bpppakb) Provinsi Riau dalam Pelaksanaan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
The BPPPAKB is one of the leading institution of Riau Province in realizing justice and gender equality in all development in Riau Province. The application of the gender mainstreaming is instructed to all ministries of national government. The aim of this research is to know and analyze the function and factors which influence the BPPPAKB of Riau province in executing the Presidential Instruction No. 9 Year 2000 About Gender Mainstreaming In National Development. The result of this research show that the function of BPPPAKB of Riau province in executing that presidential instruction is not maximal yet. From the data it can be seen that there wewe a gap in fulfiling the basic right between male and female also, it ca be clearly seen that some of government buildings are gender bias meanwhile, the factors that influence the BPPPAKB of Riau province in executing that presidential instruction were the existanc of patrialism culture in our society, especially on those who took policy; weak socialization about gender mainstreaming from the chairperson to the staff, the existence of ego sectoral; disaggregated data; and the stereotype that gender mainstreaming is identical to the female. Last, the lack of chairpersons commitment to realize the gender mainstreaming.Key word: function, gender mainstreamin
Scrutiny on Physical Properties of Sawdust From Tropical Commercial Wood Species: Effects of Different Mills and Sawdust's Particle Size
Physical properties of sawdust (i.e. particle size distribution, particle density, porosity, and water retention) from five tropical commercial wood species (Shorealeprosula, Dryobalanops lanceolata, Dipterocarpus cornutus, Shorea laevis, and Eusideroxylon zwageri) as prepared in various mill types (i.e. handsaw, sawmill, and milling ) were analyzed. This study aims to look into the relationship and interconnected between the use of different mill types, density of wood species origin and physical properties of the resulting sawdust. Generally, different mill types produced sawdust with different particle size distributions. The use of a handsaw produced a higher proportion of oversized particles (OS) and coarser particle size (CPS) than that of sawmill and milling , while also commonly producing the lowest proportion of fine particle size (FPS). For each wood species, the proportion of OS was lower than that of CPS and FPS. In addition, particle density and water retention produced by handsaw in CPS as well as FPS was the smallest, followed in an increasing order sawmill and milling. Porosity of CPS and FPS was the highest in handsaw-cut sawdust, followed in a decreasing order sawmill and milling cut sawdust. This study showed that the different mill types and particle size influenced the physical properties of sawdust. Further, analysis of influential factors on porosity and water retention using General Linear Model revealed that particle density inflicted a strong influence on porosity, as did particle size on water retention
PELATIHAN PEMASARAN DAN KEUANGAN BERBASIS TEKNOLOGI SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN UMKM DI MALANG RAYA
Penggunaan internet di Indonesia semakin meningkat dan menunjukkan tren positif, dengan jumlah pengguna internet mencapai sekitar 196 juta jiwa atau sekitar 72,8% dari total populasi Indonesia pada tahun 2022. Pertumbuhan e-commerce juga meningkat, dengan total nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai USD 40 miliar pada tahun 2020, meningkat sebesar 37,46% dari tahun sebelumnya. Namun, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk meningkatkan penggunaan internet di Indonesia, seperti tingkat literasi digital yang rendah di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di wilayah pedesaan. UMKM merupakan sektor usaha yang cukup vital bagi perekonomian Indonesia, namun banyak yang kesulitan dalam mengakses pasar yang lebih luas dan dalam hal manajemen dan sumber daya manusia. Pandemi COVID-19 juga memberikan dampak yang signifikan pada sektor UMKM di Indonesia, namun pemerintah telah memberikan berbagai kebijakan dan program dukungan bagi UMKM untuk membantu bertahan dan berkembang di masa pandemi. Program pelatihan ini dikemas dengan penyampaian materi, pelatihan pengembangan strategi UMKM di Malang Raya akan dilakukan dengan metode ceramah, Focus Group Discussion (FGD) dan langsung praktek dalam melakukan pembukuan. Pemateri akan menyediakan handout sebagai bahan bacaan peserta dan menyampaikan atau menjelaskan dalam tayangan power point. Peserta lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh pemateri atau instruktur dengan metode pemberian materi melalui handout dan power point. Pelatihan berjalan lancar. Peserta memahami materi yang diberikan oleh Tim Pengabdian kepada Masyarakat. Peserta memahami pentingnya digital marketing dan manfaat yang dapat diperoleh UMKM dari komputerisasi akuntan. Manfaat komputerisasi akuntansi adalah dapat memudahkan proses pengelolaan keuangan, seperti pencatatan transaksi, pembuatan laporan keuangan dan pengelolaan arus kas. Komputerisasi akuntansi juga dapat meningkatkan akurasi dan keamanan data, dapat mempercepat proses akuntansi, dapat mempercepat proses akuntansi dan menghemat waktu, sehingga pemilik UMKM dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
The Effect of Cyanoacrylate Infiltration on Microstructure of Hydroxyapatite/chitosan Composite
. Brittle nature of hydroxyapatite for bone implants reduced by adding chitosan. To strengthen the particles bond of the composite, cyanoacrylate was infiltrated into the composites. Infiltration was performed at room temperature and without any external pressure treatment system. The aim of this study is to examine the microstructure of hydroxyapatite-chitosan composite by infiltration of cyanoacrylate. Hydroxyapatite composite-chitosan composit was immersed in cyanoacrylate. Cyanoacrylate infiltrate into composite from all directions. The system is isolated from atmospheric air in order to avoid direct contact with air. Surface morphology was observed by scanning electron microscope on the specimen. Observations indicate that the higher content of chitosan, cyanoacrylate increasingly looks much infiltrated composite hydroxyapatite-chitosan
- …