612 research outputs found

    Hubungan Pendidikan Formal, Pengetahuan Ibu Dan Sosial Ekonomi Terhadap Infeksi Soil Transmitted Helminths Pada Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Seluma Timur Kabupaten Seluma Bengkulu

    Full text link
    Helminthiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing atau helminth. Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang terabaikan/Neglected Infectious Disease (NIDs) yang dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan masih tingginya angka kejadian penyakit kecacingan ini adalah sanitasi lingkungan, kebersihan diri, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan, sikap, perilaku dan kondisi geografis. Survey kecacingan pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Seluma Timur Kabupaten Seluma Bengkulu belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara pendidikan formal, pengetahuan dan sosial ekonomi dengan infeksi Soil Transmitted Helminth pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Seluma Timur Kabupaten Seluma Bengkulu.Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian adalah murid empat Sekolah Dasar di Kecamatan Seluma Timur Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu yaitu murid kelas 5 dan 6. Besar sampel sebanyak 180 sampel. Pengambilan sampel dengan teknik simple random sampling. Pemeriksaan tinja dengan metode Kato Katz Analisis sampel dengan menggunakan uji t.Hasil penelitian didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan infeksi STH pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Seluma Kabupaten Seluma Bengkulu (p=0,00). Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan formal ibu atau sosial ekonomi dengan infeksi STH pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Seluma Kabupaten Seluma Bengkulu (p=0,70 dan p=0,06). Penelitian dapat disimpulkan pemberian penyuluhan kepada ibu dapat meningkatkan pengetahuan sehingga dapat menurunkan infeksi STH pada anak Sekolah Dasa

    Evidence-based nutrition and cardiovascular disease in the Asia-Pacific region

    Full text link
    The Asia-Pacific region is undergoing a major change in both food and health patterns, with a connection between the two more than likely. Evidence for certain traditional Asia-Pacific foods as protective agents against chronic non-communicable disease and cardiovascular disease (CVD), in particular, is growing at a time when their usage diminishes. The nature of the evidence to establish relevant Asia-Pacific food-health linkages will include randomised placebo-controlled clinical trials, but is much more extensive and meaningful. Okinawans have probably achieved one of the most successful food cultures from a health point of view and serve as a reference point for the Asia-Pacific region. The expert working party has produced, in November 2000, the \u27Okinawan Recommendations on Nutrition and CVD in the Asia-Pacific region\u27.<br /

    Effect of fermenting cassava with Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, and Rhizopus oryzae on the chemical composition of their flour

    Get PDF
    Cassava production has increased consistenly in Indonesia. Cassava contains toxic substances, including of cyanide acid. Another, it has low content in protein, minerals, and vitamins. Therefore, a special proccessing is important prior to consumption. In this study, modified cassava production without any additional nutrients at different microorganisms and fermentation times, was investigated. Proximate and minerals composition of fermenting flour were also presented. It was found that at the microbial to cassava mass ratio of 1% for fermentation time of 120 h, L. plantarum, S. cereviseae, and R. oryzae on cassava can increase the levels of protein from 1.92% to 8.58%, 2.29%, and 4.72%, respectively. In addition, it can reduce starch content after fermentation in a number of 55.40%, 71.03%, and 48.20%, respectively. Moreover, the levels of cyanide acid was decreased from 17.5 mg/kg to 1.8, 3.28, and 3.17 mg/kg, respectively

    Stabilitas Formalin terhadap Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan

    Full text link
    Formalin merupakan senyawa kimia yang dimanfaatkan sebagai agen desinfektan dan agen bacterial yang baik. Namun banyak produsen atau pedagang makanan yang menyalahgunakan formalin sebagai pengawet makanan. Pada dasarnya, bahan makanan sebelum dikonsumsi menjadi makanan jadi maka bahan tersebut diolah terlebih dahulu melalui proses pemanasan dengan suhu rata-rata diatas 100 C. Sehingga formalin yang digunakan sebagai pengawet pada makanan akan mengalami proses penguraian. Maka perlu dilakukan uji stabilitas formalin dengan menggunakan metode spektrofotometri visible memanfaatkan pereaksi nash serta dilakukan pula evaluasi mengenai kinetika kimia formalin. Validasi metode dilakukan sebelum uji stabilitas formalin dengan mengukur absorbansi 3 seri larutan standar formalin dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/mL dengan prosedur sebagai berikut: 1 mL larutan standar formalin dengan 2 mL pereaksi Nash. Didiamkan selama 2 jam hingga kompleks senyawa diacetyldihydrolutidine (DDL) yang terbentuk menjadi stabil. Selanjutnya larutan formalin diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimumnya yaitu 412 nm. Suhu dan lama pemanasan mempengaruhi stabilitas formalin. Pemanasan pada suhu larutan 96C selama 40 menit dapat menguraikan formalin sebanyak 88,1%. Kinetika degradasi formalin mengikuti orde reaksi 1 dengan tetapan laju reaksi sebesar 0,053 mg/mL menit dan waktu paruh selama 13,08 menit.formalin, stabilitas, suhu pemanasan , lama pemanasan, spektrofotometri visibel.formalin, stabilitas, suhu pemanasan , lama pemanasan, spektrofotometri visibel

    Analisis Kuantitatif Asam Oleat Dan Linoleat Virgin Coconut Oil (Vco) Yang Dibuat Dengan Variasi Rasio Sari Buah Nanas (Ananas Comosus L.) Dan Krim Santan Kelapa

    Full text link
    Sari buah nanas (Ananas comosus) memiliki kandungan protease bromealin yang potensial digunakan dalam proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO). Asam oleat dan linoleat merupa kan asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam VCO, dimana senyawa ini mudah teroksidasi dan menyebabkan ketengikan minyak. Kadar asam oleat dan linoleat pada minyak menjadi salah satu faktor yang turut berpengaruh dalam kualitas suatu minyak. Penelitian ini bertujuan untuk menentapkan kadar asam oleat dan linoleat dari VCO yang dibuat dengan variasi rasio sari buah nanas : krim santan kelapa. Pada penelitian ini dilakukan analisis pengaruh 3 variasi rasio sari buah nanas : krim santan kelapa (0,5:1) sebagai kelompok A; (1:1) sebagai kelompok B; dan (2:1) sebagai kelompok C terhadap kadar asam oleat dan linoleat dari VCO yang dihasilkan. Penetapan kadar asam oleat dan linoleat VCO dilakukan dengan metode Gas Chromatography (GC-FID) dengan kolom RTX-WAX, gas pembawa helium, dan detektor Flame Ionization Detector. Analisis data dilakukan dengan analisis statistik one-way ANOVA. Penetapan kadar asam oleat dan linoleat menunjukkan ketiga rasio uji berbeda secara signifikan (p&lt;0,05). Kadar asam oleat dalam VCO kelompok A, B, dan C secara berurutan adalah 1,65%; 2,42%; dan 2,54%. Sedangkan kadar asam linoleat VCO kelompok A, B, dan C adalah sebesar 0,42%; 0,51%; dan 0,56%

    Derivatisasi Morfin Menggunakan Dansil Klorida untuk Meningkatkan Kepekaan Deteksi Morfin pada Metode Klt- Spektrofotodensitometer

    Full text link
    Fluorescence detection could be used for enhance the sensitivity of morphine detection by TLC-Spectrophotodensytometry. Morfin is a compound that fluoresces intrinsically incapable. ence, morphine was derivatized using dansyl chloride. Morphine was derivatized by two methods, derivatization in solution and overspotting method. The derivatization reaction was kept at pH 9 and 450 C for 20 minute. The ratio between dansyl chloride and analyte concentration was 6:1. The derivatization result was separated from the interference using TLC. The TLC method was using Al-TLC silica G60 plate as a stationary phase and etyl acetate : methanol : amonia (85:10:5) as the mobile phase. The dansyl derivative was detected at ?eks 365 nm and K540 filter for fluoresence. Derivatization of morphine-dansyl chloride capable to enhancing the sensitivity of morphine detection using TLC-Spectrophotodensytometry. Derivatization in solution and overspotting method took the same time in procedure but they gave different sensitivity. Derivatization in solution method gave more quantity than derivatization of overspotting
    • …
    corecore