7 research outputs found

    Harmonization Patterns and Positivism of Fatwa Into Indonesian National Law: Study On The Renewal Fatwa of Mui In Islamic Law

    Get PDF
    The concept of Indonesian independence is a country of laws but not a religious state nor a secular state. Certainty that Indonesia is a country of law is based on the results of the 1945 changes, Article 1 Paragraph (3) Amendment to the 1945 Constitution confirms that Indonesia is a country of law. In another aspect, Indonesia declared as a religious nation state (religious nation-state). In national and state norms be used as guidelines of religion under Article 29 paragraph (1) "State based upon the belief in God Almighty." This article by Hazarin mean that laws established by the state must not conflict with the teachings contained the recognized religions in Indonesia. Ideally, MUI fatwa presence as unifier, lightening and harmonizes with national laws, for the interests of MUI fatwa is demanded to reform the contents of fatwa by considering indonesian and modernity. At another level of national law also demanded to be responsive of the living law of life in Indonesian society. Key Words : Harmonization, Indonesian National Law, Islamic La

    Fiqh HAM :ortodoksi dan liberalisme hak asasi manusia dalam islam

    No full text
    xiv, 182 hlm : ilus 23 c

    Harmonisasi Materi Fatwa MUI: Perspektif Grand Fundamental Norm di Era Reformasi

    No full text

    Pola Harmonisasi Dan Positifisasi Fatwa Ke Dalam Tata Hukum Nasional (Kajian Atas Pembaruan Fatwa Mui Dalam Hukum Islam)

    No full text
    Judul disertasi di atas di latarbelakangi oleh tiga problem utama, yaitu problem filosofis, teoritis dan yuridis. Prolem filosofis antara lain meliputi; (1) konsep negara hukum Pancasila bukan Rechtsstaat bukan pula Rule of law. Letak perbedannya Negara Hukum Pancasila menjadikan doktrin agama sebagai sumber hukum, sebaliknya konsep Rechtsstaat dan Rule of law memisahkan agama dari negara. Problemnya sampai saat ini Tata Hukum Nasional masih dipengaruhi cara kerja teori stufentheorie Hans Kelsen. Pengaruh tersebut memiliki akar historis bahwa negara Indonesia dalam kurun waktu 350 tahun dipengaruhi sistem hukum Eropa Kontinental. “Problem teoritis bahwa hukum Islam eksistensi hukum’’ oleh Ichtijanto bahwa hubungan hukum Islam dan hukum nasional dapat dilihat dalam empat bentuk penjelmaan, yaitu: 1) hukum Islam ada dalam hukum nasional sebagai bagian integral darinya; 2) hukum Islam ada, dalam arti kemandiriannya yang diakui berkekuatan hukum nasional dan sebagai hukum nasional; 3) hukum Islam ada, dalam artian norma hukum Islam (agama) berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional Indonesia, dan 4) hukum Islam ada dalam hukum nasional, dalam arti sebagai bahan hukum utama dan unsur utama hukum nasional Indonesia. Singkatnya hukum Islam ada dalam hukum nasional Indonesia. Problem yuridis Fatwa-Fatwa MUI diserap ke dalam Tata Hukum Nasional. Fatwa tentang Haji, Waqaf, Korupsi Kolusi dan Nepotisme, bahkan dengan tegas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah Pasal 1 ayat (12) menyebutkan bahwa “prinsip hukum dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan.” Pada hal bentuk peraturan secara tegas disebutkan dalam Pasal 7 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 menentukan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4) Peraturan Pemerintah; 5) Peraturan Presiden; 6) Peraturan Daerah Propinsi; dan 7) Peraturan Daerah Kabupaten/kota. Dari problem yuridis tersebut menimbulkan disharmonisasi fatwa MUI yang diakui norma-norma dalam beberapa bentuk peraturan perundang-undangan. Dengan mempertimbangkan isu-isu hukum di atas, maka isu hukum dalam rumusan penelitian ini adalah bagaimana harmonisasi dan positivisasi fatwa MUI ke dalam tata hukum Indonesia? dan bagaimana proyeksi pembaruan fatwa MUI ke dalam tata hukum Nasional. Adapun model penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statuta approach), pendekatan sejarah (hystorical approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Sedangkan pisau analisa isu hukum dalam disertasi ini menggunakan teori negara hukum sebagai grand theory, teori perundang-undangan sebagai middle range theory dan teori al-hudud Muhammad vi Syahrur dan maqâṣid al-syari’ah teori eklektisisme hukum Islam Qodri Azizy dijadikan sebagai applied theory. Temuan penelitian disertasi rumusan masalah ke satu bagaimana harmonisasi dan positivisasi sebagai berikut; (1) Harmonisasi fatwa MUI ke dalam tata hukum nasional dengan model mengisi kekosongan hukum yang ditanyakan langsung para peminta fatwa. Problem hukum yang ditanyakan belum di atur dalam tata hukum nasional. Model fatwa demikian dapat ditemukan dalam fatwa-fatwa MUI yang berhubungan dengan surat berharga syari’ah, berbankan syari’ah, dan perwakafan; (2) Disharmoni yang terjadi adalah proses penyerapan fatwa MUI ke dalam tata hukum nasional tidak ditemukan dalam bentuk hielarki peraturan perudang-undangan sebagaimana di atur dalam Pasal 7 Ayat (7) Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2011 Pasal 7 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 yang menentukan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4) Peraturan Pemerintah; 5) Peraturan Presiden; 6) Peraturan Daerah Propinsi; dan 7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; (3) disharmoni fatwa MUI ke dalam tata hukum nasional karena bangunan tata hukum nasional dibentuk berdasarkan konsep hukum rechtsstaat yang lebih mengutamakan kepastian hukum dari pada keadilan dan efektifitas hukum. Jika dibandingkan dengan kosep negara hukum Pancasila akan menjadi beda, karena konsep negara hukum Pancasila mengutamakan kepastian hukum, keadialn hukum dan efektifitas hukum. (4) Temuan tentang positivisasi fatwa ke dalam tata hukum nasional adalah model fatwa MUI pembaruan. Yaitu fatwa-fatwa MUI kontekstual yang dapat bersinergi dengan peraturan perundang-undangan. Seperti fatwa tentang korupsi, kulusi dan nepotisme (KKN), fatwa tentang teroris fatwa haji juga masuk katagori ini. Model fatwa pembaruan dalam model. Hasil rumusan kedua tentang proyaksi ideal fatwa MUI menjadi hukum positif sangat prospektif dengan diundangkan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. Atas dasar itu, maka fatwa MUI lazim memperhatikan hal-hal sebagai berikut; Fatwa MUI memiliki karakter responsif, pluralistik, toleran, dinamis dan kontekstual serta fatwa MUI harus memiliki karakter nasionalis-keindonesiaan. Dalam upaya mewujudkan fatwa MUI dengan beberapa karakter tersebut di atas, maka pendekatan atau metodologi fatwa yang realistis untuk dikembangkan lazim juga mempertimbangkan kaidah “taghayyur al-hukm bi taghayyur al-azmân wa al-amkinat” dengan tetap memperhatikan maqâṣid syari’ah, maka dengan sendirinya fatwa MUI akan mampu berharmoni dan terpositifkan ke dalam hukum nasional. Baik berharmoni secara institusi, norma dan subtansi hukumnya

    Rasul: Sebuah Novel Sejarah

    No full text
    corecore