33 research outputs found

    Adaptation and Representation of Narcissistic Desires of Calon Arang's Text in Bali

    Get PDF
    Rangda and Barong appear a lot in performing art, paintings, and tattoos in Bali.  The sacred rituals involving the two creatures always attract attention—likewise forms of performances and crafts for tourists.  Historically the existence of Rangda and Barong started from the text of Calon Arang, which initially came from the island of Java in Indonesia.  This fact shows how the Balinese people attach themselves to myths and then develop them in creative works.  The relationship between the narrative text and visualization will be the material to see what desires are behind their consciousness and unconsciousness in understanding the Calon Arang.  There is an antagonistic offer on the characterizations and the creative process that perceives Calon Arang's story. The process of studying the object uses a qualitative method. In a time, observe and be directly involved in the Rangda and Barong ceremonies, see these figures' performances, visit markets and art galleries, and interview Balinese artists and cultural figures.  This process concludes that the continuous adaptation process based on the Calon Arang text involves the spiritual and creative power of the Balinese people as part of their narcissistic and analytic desires. Rangda and Barong always provide new phenomena in creative works with antagonistic ideas. Analyzing this data is very important to understand the concepts created, outcomes, and the spirituality of the interwoven in the development of Balinese art. Adaptasi dan Representasi Hasrat Narsis Teks Calon Arang di Bali. Rangda dan Barong merupakan figur yang sering terlihat pada pertunjukan seni, lukisan, dan tato di Bali. Agenda ritual sakral yang melibatkan keduanya selalu menarik perhatian. Demikian juga ketika ia muncul dalam bentuk pertunjukan dan kerajinan untuk wisatawan. Secara historis keberadaan Rangda dan Barong tidak bisa dilepaskan dari teks Calon Arang yang pada walnya berasal dari Pulau Jawa di Indonesia. Kenyaaan ini menunjukkan bagaimana keterikatan masyarakat Bali dengan mitos dan kemudian mengembangkannya dalam karya kreatif. Relasi teks naratif dan visualisasnya akan menjadi bahan untuk melihat hasrat apa yang ada di balik kesadaran dan ketidaksadaran mereka dalam menghayati Calon Arang. Terlihat adanya tawaran antagonistik pada penokohan dan proses kretif yang merpersepsi cerita Calon Arang. Proses pengkajian objek di atas menggunakan metode kualitatif.  Selain mengamati dan terlibat langsung dalam upacara Rangda dan Barong, melihat pertunjukan yang melibatkan figur tersebut, mengunjungi pasar dan galeri seni, juga wawancara dengan beberapa seniman dan budayawan Bali. Proses ini memberikan simpulan bahwa proses adaptasi yang berkenajutan berdasar teks Calon Arang melibatkan daya spiritual dan kreatif masyarakat Bali sebagai bagian dari hasrat narsistik dan anaklitik. Rangda dan Barong selalu memberikan fenomena baru dalam karya kreatif dengan berbagai gagasan yang antagonistik. Menganalisis data ini sangat menarik untuk memahami gagasan penciptaan, keberlanjutan karya, dan jalinan spiritualitas dalam perkembangan seni Bali hingga saat ini

    PROSES ADAPTASI PERTUNJUKAN PANGGUNG KE VIDEO: Studi Kasus Karya Tari COLOHOK Ciptaan Anter Asmorotedjo

    Get PDF
    AbstrakPertunjukan panggung yang dialihmediakan menjadi video, merupakan contoh fenomena adaptasi dalam penciptaan karya seni. Begitupula yang terjadi dalam karya tari Colohok, ciptaan Anter Asmorotedjo dari Yogyakarta. Pada awal penciptaannya tahun 2014 silam, karya tari Colohok berbentuk pertunjukan panggung. Pada tahun 2020 dialihmediakan ke dalam format video tari, akibat kondisi pandemi Covid 19 melanda dan akses terhadap panggung pertunjukan menjadi terbatas. Kedua bentuk karya Colohok mengangkat topik ide penciptaan yang sama, yakni tokoh Petruk. Alih media dari pertunjukan panggung menjadi bentuk video, berdampak pada perbedaan metode penciptaan dan hasil akhir karya. Menurut Linda Hutcheon dalam bukunya A Theory of Adaptation, adaptasi adalah proses repetisi akan tetapi bukan upaya duplikasi. Proses adaptasi menyangkut tiga aspek yang saling berhubungan. Transposisi yang ekstensif, dari suatu karya tertentu. Interpretasi ulang terhadap karya asal, kemudian penciptaan ulang menjadi bentuk karya baru. Ketiga, sebagai hasil resepsi intertekstual, yakni keterhubungan antara teks karya lain yang memiliki keterhubungan. Teori adaptasi ini digunakan sebagai kerangka, dalam menganalisis proses alihmedia dalam karya Colohok. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, untuk menganalisis dan menguraikan topik penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus, dipilih karena menyelidiki dan menganalisis sebuah karya secara spesifik dan dianggap memenuhi kriteria dalam topik penelititan ini. Data didapatkan melalui pengamatan terhadap proses kerja yang dilakukan oleh kreator dalam mengadaptasi karya, yakni berdasarkan perspektif sutradara dan videografer. Hasil dari penelitian ini menunjukkan, karya Colohok diresepsi dari teks Petruk dalam wujud wayang gaya Yogyakarta, adegan gara-gara, lakon carangan berjudul Petruk Dadi Ratu, mitos atau kapitayan tentang Petruk, simbol segitiga, film Opera Jawa, serta novel berjudul Gerbang Nuswantara. Re interpretasi bentuk pertunjukan panggung, dengan menetapkan tokoh, alur, dan adegan secara garis besar sama, kemudian di re kreasi dengan merespon bentuk, situasi, dan kondisi tempat pengambilan gambar yang telah ditetapkan. Pada tahap transposisi terdapat tahap pra produksi, produksi, dan pasca produksi terkait penyuntingan gambar berpengaruh besar terhadap hasil karya video tari ColohokAbstract Stage performances which are converted into videos, are example of the phenomenon of adaptation in the creation of art works. The same thing happened in the Colohok dance, created by Anter Asmorotedjo from Yogyakarta. At the beginning of its creation in 2014, Colohok dance were in the form of stage performances. In 2020 it was converted into dance video, due to the Covid 19 pandemic and access to the stage for performance was limited. Both forms of Colohok's work, raise the same idea of creation namely Petruk one of character in Javanese puppets. Transfer media from stage performances in to video forms, has an impact on differences in the method of creation and the final result of the work. According to Linda Hutcheon in her book A Theory of Adaptation, adaptation is a process of repetition but not duplication. In the adaptation process, involves three interrelated aspects. First, extensive transposition of a particular work. Second is re-interpretation of the original work, then re-creation into a new form. Third, as a result of intertextual reception, between the texts of other works that have a connection. This adaptation theory, is used as a framework to analyzing the process of media transfer in Colohok's work. This study uses qualitative methods, to analyze and describe the research topic. The approach used is a case study, because it investigates and analyzes a work specifically and is considered to meet the criteria in this research topic. The data is obtained through observing the work process carried out by the creator in adapting the Colohok’s work, based on the perspective of the director and videographer. The results of this study indicate that Colohok's works are reception from Petruk specifically in Yogyakarta-style puppets, the Gara-gara on of scene in puppet show, the carangan play entitled ‘Petruk Dadi Ratu’, myth or Kapitayan in Yogyakarta’ people, the triangle symbol, the Opera Jawa film, and the novel entitled Gerbang Nuswantara. Re-interpreting the form of stage performances, by setting the characters, plots, and scenes in the same outline, then re-creating them by responding to the shape, situation, and condition of the shooting location that has been determined. At the transposition process, have a pre-production, production, and post-production process related to editing the image which have a big influence on the work of the Colohok dance video and make it not just a documentation work

    Perempuan Kasongan: Naskah dan Pertunjukan

    Get PDF
    Minthul seorang pengrajin keramik rumahan yang sangat rajin. Ia hampir selalu menghabiskan waktunya untuk membuat gerabah, kerajinan keramik yang khusus untuk kebutuhan memasak. Meskipun ia sangat menyukai pekerjaannya, tetapi bukan berarti dia melupakan tugas-tugas domestik seorang istri. Ketika suaminya yang bekerja sebagai satpam (petugas keamanan) pulang, Minthul segera menyiapkan minum. Sembul, suami Minthul, menjadikan rumah betul-betul sebagai tempat istirahat dan melepaskan kepenatan. Ia akan selalu menyalakan televisi ketika sudah berganti pakaian. Ia sangat menyukai film-film barat dan juga hiburan yang lain di televisi. Ia juga sangat menyukai sebuah acara yang memperlihatkan seorang artis cantik menari dan menyanyi. Dia merasakan bisa masuk ke televisi dan menari bersama perempuan itu. Hingga kemudian ia lelah akan melirik istrinya dan mengajak untuk bercinta. Meskipun Minthul lelah, tetapi dia tetap akan melayani keinginan suaminya. Tanpa mereka sadari, ternyata percintaan keduanya dilihat oleh artis dan pemusik di televisi. Ketika Sembul kelelahan dan tertidur, si Artis datang menjumpai Minthul. Si Artis ingin menjadi pengrajin keramik dan meminta Minthul untuk menggantikannya sebagai artis di televisi. Keduanya sepakat dan Minthul segera masuk ke dalam layar televisi. Ia menari diiringi para pemusik. Sementara si Artis mencoba membuat keramik hingga Sembul terbangun. Ia kaget tetapi juga bahagia karena perempuan pujaannya kini ada di rumahnya. Saat Sembul menggoda si Artis, Minthul datang. Ia sangat sedih karena suaminya berpihak ke Artis. Iapun menangis dan berdiri di atas meja putar keramik. Ia olesi tubuhnya sendiri dengan tanah liat hingga akhirnya ia menjadi patung gerabah

    Pengaruh gaya Brecht dalam lakon opera primadona karya N. Riantiarno

    No full text
    Riantiarno adalah teaterawan akademis. i secara langsung mempelajari seni teater di ATNI (Akademi Teater NAsional Indonesia) Jakarta. Apalagi pada masanya ATNI di bawah pimpinan Drs. Asrul Sani adalah perguruan tinggi seni teater yang siswanya sangat mendalami realisme sedangkan Brecht adalah asalah satu tokoh teater peletak adasar realisme sosial. Perjalanan Riantiarno dengan teater koma yang beberapa kali telah mementaskan karya-karya Brecht sudah tentu secara langsung ia lebih intensif dalam mempelajari naskah-naskah maupun teori drama Brecht. riantiarno juga pernah berkesempatan keliling Indonesia untuk emmepelajari teater rakyat. Hal ini jelas sangat mempengaruhi kedekatannya pada pola Brechtian. Dari beberapa peristiwa di atas maka Riantiarno mempunyai peluang besar untuk terpengaruh gaya Brecht dalam emndalami tetaer. kemudian jika dilihat secara tekstual lewat lakon opera primadona ternyata ada indikasi yang emngarah pada keterpengaruhan tersebut
    corecore