14 research outputs found
KARAKTERISTIK FISIOLOGI PEMAIN FUTSAL PROFESIONAL DALAM DUA PERTANDINGAN BERTURUT-TURUT
Futsal sangat diminati oleh berbagai kalangan di zaman ini. Banyak orang memainkan olahraga ini untuk prestasi maupun rekreasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisiologi diantaranya denyut jantung, kadar asam laktat, pengeluaran energi, dan jumlah langkah para pemain futsal profesional dalam dua pertandingan berturut-turut. Sebanyak 8 pemain futsal profesional yang berasal dari salah satu klub futsal di Indonesia (22,50±0,25 tahun, 61,90±1,66 kg, 171±6,14 cm, 13,81±2,92 % lemak) dengan rata-rata pengalaman bermain 3 tahun, berpartisipasi dalam penelitian. Para pemain bertanding dua kali dalam dua hari. Pengambilan data antropometri dan VO2 max (di luar pertandingan) serta pemantauan denyut jantung, kadar asam laktat, pengeluaran energi, dan jumlah langkah. Pengukuran VO2 max menggunakan bleep test. Denyut jantung dan pengeluaran energi menggunakan polar RC3 GPS. Kadar asam laktat menggunakan accutrend plus portable Jumlah langkah menggunakan step pedometer. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata VO2 max pemain profesional 53,96±4,25 ml/kg/min. Rata-rata denyut jantung pemain profesional pada pertandingan hari pertama 167±4 denyut per menit dan hari kedua 166±5 denyut per menit. Kadar asam laktat sesudah pertandingan hari pertama 6,50±2,38 mmol/L dan hari kedua 6,30±2,60 mmol/L, pengeluaran energi hari pertama 500±81,01 kkal dan hari kedua 505±66,69 kkal, serta jumlah langkah hari pertama 3839±705,48 kali dan hari kedua 3620±579,77 kali. Dari hasil penelitian tersebut tidak terdapat perbedaan signifikan. Maka pertandingan futsal termasuk dalam aktivitas yang sangat berat, bagi pemain profesional pertandingan yang dilaksanakan secara berturut-turut tidak berpengaruh besar, akan tetapi membutuhkan kebugaran fisik yang sangat baik agar tidak terjadi kelelahan yang berlebih
PERBANDINGAN KARAKTERISTIK FISIOLOGI PEMAIN FUTSAL PROFESIONAL DAN AMATIR DALAM DUA PERTANDINGAN BERTURUT-TURUT
Futsal sangat diminati oleh berbagai kalangan di zaman ini. Banyak orang memainkan olahraga ini untuk prestasi maupun rekreasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan karakteristik fisiologi, denyut jantung, kadar asam laktat, jumlah langkah, energy expenditure, perubahan %-lemak, dan berat badan para pemain futsal profesional dan amatir dalam dua pertandingan berturut-turut. Sebanyak 8 pemain futsal profesional yang berasal dari sebuah klub futsal di Indonesia (22,50±0,25 tahun, 61,90±1,66 kg, 171±6,14 cm, 13,81±2,92 % lemak) dengan rata-rata pengalaman bermain 3 tahun dan 8 pemain futsal amatir (23,75±0,71 tahun, 67,57 ± 3,16 kg, 170 ± 4,30 cm, 19,8±5,18 % lemak) yang berasal dari sebuah klub amatir di Bandung berpartisipasi dalam penelitian. Masing-masing tim bertanding dua kali dalam dua hari. Pengambilan data antropometri dan VO2 max (di luar pertandingan) serta pemantauan denyut jantung, kadar asam laktat, jumlah langkah, energy expenditure, berat badan, dan %-lemak (saat bertanding). Pengukuran VO2 max menggunakan bleep test. Denyut jantung dan energy expenditure menggunakan polar RC3 GPS. Jumlah langkah menggunakan step pedometer. Kadar asam laktat menggunakan accutrend plus portable. Berat badan dan %-lemak menggunakan timbangan digital omron karada body scan. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata VO2 max tim profesional dan tim amatir berurutan 53,96±4,25 vs 43,90±5,48 ml/kg/min berbeda signifikan (p<0,01). Rata-rata denyut jantung tim profesional dan tim amatir 166±5 vs 174±10 bpm (p<0,05), kadar asam laktat sesudah pertandingan 6,30±2,60 vs 10,10±1,90 mmol/L (p<0,05), jumlah langkah 3620±579,77 vs 2864±494,64 kali (p<0,05), energy expenditure 505±66,69 vs 578±81,89 kkal (p<0,05), perubahan persentase lemak dan berat badan berurutan 0,71 vs 1,37% (p>0,05) dan 0,40 vs 0,44 kg (p>0,05). Kebugaran fisik tim profesional lebih tinggi dibanding tim amatir. Aktivitas pertandingan futsal bagi tim amatir lebih berat dibanding tim profesional menyebabkan kelelahan yang lebih tinggi dialami tim amatir. Daya jelajah tim profesional lebih banyak dibanding tim amatir, akan tetapi energi yang dibutuhkan tim amatir lebih besar dibanding tim profesional. Terjadi penurunan %-lemak dan berat badan setelah pertandingan untuk kedua tim
Aerobic and anaerobic capacities in determining adolescent futsal players’ performance levels
Futsal is characterized as a high-intensity sport. Thus, aerobic and anaerobic capacities are essential factors for supporting athletes' performance when competing. Data related to adolescent futsal players in Indonesia still lacked. Therefore, this research objective was to determine how much aerobic and anaerobic abilities became the predictors of futsal athletes’ performance levels. The research method was observational research with a quantitative approach. The research subjects consisted of 15 Regional Training Center (PELATDA) athletes and 15 non-PELATDA athletes from West Java with an average of (age= 18.23 ± 1.13 years old, height= 170.23 ± 3.82 cm, body weight 59.57 ± 5.28 kg, BMI 20.56 ± 1.82 kg/m-2, and FAT 10.05 ± 1.29%). The results showed that body mass, body composition, VO2max, peak power, vertical jump, and fatigue index of PELATDA athletes were better than non-PELATDA athletes. Thus, this research could provide an overview for coaches regarding the aerobic and anaerobic capacities standards of adolescent futsal players and could be used as a reference in making an exercise program to improve athletes’ aerobic and anaerobic capacities.Futsal is characterized as a high-intensity sport. Thus, aerobic and anaerobic capacities are essential factors for supporting athletes' performance when competing. Data related to adolescent futsal players in Indonesia still lacked. Therefore, this research objective was to determine how much aerobic and anaerobic abilities became the predictors of futsal athletes’ performance levels. The research method was observational research with a quantitative approach. The research subjects consisted of 15 Regional Training Center (PELATDA) athletes and 15 non-PELATDA athletes from West Java with an average of (age= 18.23 ± 1.13 years old, height= 170.23 ± 3.82 cm, body weight 59.57 ± 5.28 kg, BMI 20.56 ± 1.82 kg/m-2, and FAT 10.05 ± 1.29%). The results showed that body mass, body composition, VO2max, peak power, vertical jump, and fatigue index of PELATDA athletes were better than non-PELATDA athletes. Thus, this research could provide an overview for coaches regarding the aerobic and anaerobic capacities standards of adolescent futsal players and could be used as a reference in making an exercise program to improve athletes’ aerobic and anaerobic capacities
Analisis Ketepatan Hasil Pukulan Normal Grip dan Short Grip dalam Permainan Hockey untuk Atlet Pemula
Tujuan: Terdapat 2 teknik pegangan yang sering digunakan oleh para pemain hockey, yaitu normal grip dan short grip. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan normal grip dan short grip terhadap ketepatan dalam melakukan pukulan bola hockey. Sampel dan Metode: 30 mahasiswa UPI Bandung yang baru saja memasuki Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) hockey, mengikuti penelitian quasi-eperimental, randomized, pre-test dan post-test design. Seluruh peserta yang dibagi menjadi 2 group NG group dan SG group, yang menyelesaikan masing-masing pengujian pre-tests dan post-tests. Hasil: Meskipun kenaikan pada seluruh group tidak signifikan (-.069), namun yang harus di lihat adalah, SG group memiliki kenaikan rata-rata yang tinggi, dari test awal 10 menjadi 31. 46, sedangkan group NG memiliki kenaikan rata-rata dari 7.1 menjadi 25.33. Kesimpulan: Dalam penelitian yang telah kami lakukan, kami menemukan bahwa normal grip dan short grip memiliki efektivitas ketepatan dalam melakukan shooting di permainan hockey. Namun, berdasarkan temuan kami, short grip memiliki rata-rata peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan normal grip. Hal ini terlihat daripada jumlah skor yang lebih besar pada post-tests pada kelompok SG dibandingkan kelompok NG
PROFIL KONDISI FISIK PEMAIN FUTSAL KOTA BANDUNG
Kemampuan fisik bagi seorang pemain futsal merupakan syarat untuk menampilkan performanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat kondisi fisik pada pemain Futsal Kota Bandung (FKB). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Populasi penelitian ini adalah pemain FKB sebanyak 18 orang. Instrumen penelitian ini terdiri dari enam item tes: Modified Sit and Reach, Sit-Up, Shuttle Run, lari 20 meter, Bleep Test dan Vertical Jump. Pada penelitian ini didapat rata-rata usia 22,57±2,40 tahun, berat badan 60,94±4,48 kg, tinggi badan 168,61±3,94 cm, dan indeks massa tubuh 21,44±1,44 %. Rata-rata VO2 max para pemain sebesar 48,74±5,18 ml/kg/min, fleksibilitas 24,94±13 cm, daya tahan otot perut 82,61±14 kali, kecepatan 3,14±0,12 detik, kelincahan 11,76±0,61 detik, dan power tungkai 49,39±4,24 cm. Berdasarkan hasil analisis data konversi nilai yang diperoleh; a. Tidak ada satupun pemain FKB yang berkategori Baik Sekali dan Baik, b. Kategori Cukup ada 6 pemain (33,33%), c. Kategori Kurang ada 10 pemain (55,56%), d. Kategori Sangat Kurang ada 2 pemain (11,11%)
Analisis Fleksibilitas Pada Atlet Bulutangkis Junior Indonesia
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur fleksibilitas dan mengetahui riwayat cedera yang dimiliki atlet bulutangkis junior pria dan wanita. Dalam penelitian ini melibatkan total 49 atlet bulutangkis. Secara spesifik, mereka dibagi menjadi dua (2) group berdasarkan jenis kelamin mereka. Group laki-laki (n = 26), yang memiliki rata-rata tinggi badan = 171.2 ± 6.91 cm ; berat badan = 64.02 ± 9.67 Kg; BMI = 21.89 ± 2.49 Kg/m2, sedangkan Group perempuan (n = 23) memiliki rata-rata tinggi badan = 159.09 ± 3.40 cm ; berat badan = 56.79 ± 9.40 Kg; BMI = 22.39 ± 3.08 Kg/m2. Seluruh peserta diminta untuk melakukan test fleksibilitas menggunakan alat Takei 5003 Analogue Standing Trunk Flexion Meter dan mengisi kuesioner terkait rewayat cedera visual analogue scale questioner (VAS). Analisis statsitik menunjukkan bahwa atlet bulutangkis wanita junior memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan atlet bulutangkis pria junior (p = 0.001). Di sisi lain, VAS questioner menunjukkan bahwa 9% dari total 26 atlet pria pernah mengalami riwayat terapi selama lebih dari 3 bulan, sedangkan tidak ada satupun dari 23 atlet wanita (0%) yang memiliki riwayat terapi penyembuhan lebih dari 3 bulan. Penelitian ini menunjukkan secara kuantitatif bahwa atlet wanita bulutangkis memiliki kemampuan fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan atlet bulutangkis pria, sehingga memiliki korelasi terkait resiko terjadinya suatu cedera dan riwayat penanganan terapi yang lebih baik dibandingkan atlet bulutangkis pria.
Kata Kunci: Bulutangkis, Cedera, Fleksibilitas, Performa, Sendi.
ABSTRACT
The aim of this study was to measure flexibility and determine the injury history of male and female junior badminton athletes. This study involved a total of 49 badminton athletes. Specifically, they were divided into two (2) groups based on their gender. Male group (n = 26), who had a mean height = 171.2 ± 6.91 cm; body weight = 64.02 ± 9.67 Kg; BMI = 21.89 ± 2.49 Kg / m2, while the female group (n = 23) had an average height = 159.09 ± 3.40 cm; body weight = 56.79 ± 9.40 Kg; BMI = 22.39 ± 3.08 Kg / m2. All participants were asked to do a flexibility test using the Takei 5003 Analogue Standing Trunk Flexion Meter tool and fill out a questionnaire related to visual injury analogue scale questioner (VAS). Statistical analysis showed that female junior badminton athletes had better flexibility than junior male badminton athletes (p = 0.001). On the other hand, the VAS questionnaire showed that 9% of the total 26 male athletes had a history of therapy for more than 3 months, whereas none of the 23 female athletes (0%) had a history of healing therapy for more than 3 months. This study shows quantitatively that female badminton athletes have better flexibility abilities than male badminton athletes, so that they have a better correlation related to the risk of an injury and a history of treatment treatment compared to male badminton athletes.
Keywords: Badminton, Injury, Flexibility, Performance, Joints
TINGKAT AKTIVITAS FISIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat aktivitas fisik siswa di tingkat sekolah menengah pertama yang ada di kota bandung. Tingkat aktivitas fisik menjadi hal dasar untuk menjaga kebugaran dan kesehatan, oleh karena itu penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat tingkat aktivitas fisik siswa SMP di Kota Bandung untuk menjadi bahan evaluasi dan perbaikan bagi pemangku kebijakan terkait. Metode penelitian menggunakan deskriptif kualitatif, dengan melibatkan 103 responden yang berstatus sebagai siswa SMP, dengan rata-rata usia 14 tahun. Tingkat aktivitas fisik didapatkan dari hasil pengolahan kuesioner IPAQ (International Physical Activity Quessionare). Sebelum mengisi kuesioner yang ada, para responden diberikan pengarahan dari tim peneliti terkait manfaat dan tata cara pengisian kuesioner tersebut. Hasil dari kuesioner IPAQ berupa data Metabolic Equivalent (METs), METs merupakan satuan tingkat aktivitas fisik, hasil konversi dari waktu tingkat aktivitas fisik dan jenis yang responden isi dalam kuesioner tersebut. Hasilnya rata-rata responden dalam penelitian ini berusia 14.7 (± 1.03) tahun, tinggi badan 160.2cm (± 2.1), berat badan 49.2kg (± 4.6). Dari hasil kuesioner tersebut didapatkan data berupa rata-rata siswa masuk dalam kategori sedang, atau dengan angka 1202.2(±21.1) METs. Tingkat aktivitas fisik sedang dialami oleh siswa, maka perlu ada evaluasi dan perbaikan demi meningkatkan aktivitas fisik dan kebugaran siswa
The effect of temperature and humidity on vo2max of PPLP athletes in Java, Indonesia
Efek dari lingkungan yang panas pada kinerja aerobik belum didokumentasikan dengan baik. Suhu dan kelembaban suatu lingkungan berpengaruh terhadap fisiologis tubuh dan dapat memengaruhi penampilan fisik, serta proses oxygen intake (VO2Max) yang kurang optimal. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan apakah suhu lingkungan dapat berpengaruh terhadap kondisi tubuh pada saat berolahraga. Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efek suhu lingkungan yang berbeda terhadap VO2max pada atlet PPLP se-Pulau Jawa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode studi observasional, di manaeneliti hanya melakukan observasi pada satu saat, tanpa memberikan intervensi pada variabel yang akan diteliti. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 80 Atlet PPLP se-Pulau Jawa. Di antaranya yaitu; Jawa Tengah (20 Atlet), Jawa Timur (20 Atlet), Jawa Barat (20 Atlet) dan DIY Yogyakarta (20 Atlet). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa VO2max secara signifikan dapat berkurang pada suhu dan kelembaban 34°C/70% dan 32°C/60% dibandingkan dengan suhu dan kelembaban 23°C/69% dan 31°C/50%. Kinerja aerob sangat dipengaruhi oleh fungsi kardiovaskular. Lingkungan yang panas meningkatkan aliran darah kulit yang mengubah fungsi kardiovaskular. Sehingga hal ini dapat memengaruhi penurunan terhadap oxygen intake (VO2max).The effects of a hot environment on aerobic performance study have not been well documented. The temperature and humidity of an environment affect the body's physiology, influence physical appearance, and affect the less advantageous process of oxygen intake (VO2Max). Hence, a question arises in this study is the effect of environmental temperatures on the body condition while exercising. Accordingly, the purpose of this study is to examine the effect of different environmental temperatures on VO2max of PPLP (Students education and training center/pusat pendidikan dan latihan pelajar) athletes in java island, Indonesia. This study employs an observational study method, in which the researcher only observes at one time, without intervention on the examined variables. The subjects are 80 PPLP athletes from Java, specifically 20 Athletes of Central Java, 20 Athletes of East Java,20 Athletes of West Java and 20 Athletes of Yogyakarta. The results of this study indicate that VO2max is significantly decreased at the air temperature of 34°C with relative humidity of 70% and the air temperature of 32°C with relative humidity of60% compared to the air temperature of 23°C with relative humidity of 69% and the air temperature of 31°C with relative humidity of 50%. Aerobic performance is intensely influenced by cardiovascular function. A hot environment increases the blood flow of the skin, which changes cardiovascular function. Consequently, this decreases oxygen intake (VO2max)
ANALISIS KARAKTERISTIK ANTROPOMETRI DAN KONDISI FISIK ATLET PELAJAR DISEKOLAH PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN PELAJAR SE-PULAU JAWA
Latar belakang: Sports science menekankan pentingnya pengukuran kondisi fisik pada setiap cabang olahraga untuk menentukan metode latihan yang tepat, yang dapat digunakan oleh pelatih dalam membina atlet. Penelitian bermaksud untuk mengukur karakteristik fisiologi atlet muda PPLP di beberapa cabang olahraga prioritas Indonesia, seperti: Atletik, Pencak Silat dan Taekwondo. Metode: Dalam penelitian ini, seluruh subjek melakukan pengukuran antropometri dan kondisi fisik. Dimana dalam pengukuran antropometri, meliputi berat badan, tinggi badan, Body mass Index (BMI). Sedangkan pada uji kondisi fisik, pengukuran meliputi lompat vertikal, sprint 30 meter, dan cooper test 2.4 km. Hasil: Penelitian ini berhasil menunjukan secara kuantitatif dan kualitatif, rata-rata antropometri, daya tahan aerobik (VO2max), daya tahan anaerobik (lompat vertikal dan sprint 30 meter) pada atlet dari cabang olahraga Taekwondo, Pencak Silat, dan Atletik. Pada pengukuran antropometri, hanya atlet Pencak Silat (putra dan putri), yang memiliki tinggi badan di bawah rata-rata nilai normal yang ditetapkan WHO. Sementara pada pengukuran daya tahan anaerobik pada variable sprint 30 meter, hanya atlet Atletik putra yang masuk kedalam rentang nilai normal yang telah ditetapkan, sementara atlet pada cabang olahraga lainnya tidak masuk kedalam rentang nilai normal tersebut. Di sisi lain, tidak ada rata-rata hasil lompat vertikal yang dibawah nilai normal, pada ketiga cabang olahraga yang telah dilakukan pengukuran, baik putra dan putri pada setiap cabang. Sementara itu, hasil pengukuran VO2max juga mencatatakan bahwa seluruh atlet (putra dan putri) dari ketiga cabang olahraga yang diukur, memiliki hasil rata-rata VO2max yang normal dan cenderung sangat baik. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya hasil rata-rata VO2max yang berada dibawah rentang nilai normal yang telah ditetapkan. Kesimpulan: Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan screening latihan aerobic test (cooper test 2.4), anaerobic test (batrey test) yang meliputi lompat vertikal, sprint 30 meter dan cooper tes 2.4 km dapat digunakan dan efektif sebagai rangkaian metode dalam melakukan proses pencarian bakat dan pembinaan atlet muda di PPLP se-Pulau Jawa Background: Sports science emphasizes the importance of measuring physical conditions in each branch of sport to determine the right training methods, which can be used by coaches in fostering athletes. The research intends to measure the physiological characteristics of PPLP young athletes in several priority sport branches in Indonesia, such as: Athletics, Pencak Silat and Taekwondo. Methods: In this study, all subjects took anthropometric measurements and physical conditions. Where in anthropometric measurements, including body weight, height, Body mass Index (BMI). Whereas in physical condition tests, measurements vertical jumps, sprint 30 meters, and cooper test 2.4 km. Results: This research successfully demonstrated quantitatively and qualitatively, the average value of anthropometry, aerobic endurance (VO2max), anaerobic endurance (vertical jump and sprint 30 meter) in athletes from the Taekwondo, Pencak Silat, and Athletics branches. In anthropometric measurements, only martial arts athletes (male and female), who have a height below the average normal value determined by WHO. While in anaerobic endurance measurement in the 30 meter sprint variable, only male athletes enter the normal range that has been set, while athletes in other sports do not enter the normal range. On the other hand, there are no average vertical jump results below the normal value, in the three sports that have been measured, both male and female in each branch. Meanwhile, the results of VO2max measurements also stated that all athletes (male and female) from the three sports that were measured had normal VO2max results and tended to be very good. This is evidenced by the absence of an average VO2max result which is below the predetermined normal range. Conclusion: These findings indicate that anthropometric profile measurement and the use of aerobic test screening exercises (cooper test 2.4), as well as anaerobic tests (batrey tests) which include vertical jumps and, 30 meter sprints can be used and effectively as a series of methods in the process of finding talent and coaching young athletes in PPLP throughout JavaKata kunci: Aktivitas Fisik, Atlet, Cabang Olahraga, Antropometri, Kondisi Fisik
PROFIL KONDISI FISIK PEMAIN TIM FUTSAL KOTA BANDUNG MENUJU LIGA FUTSAL INDONESIA 2013 : Studi Deskriptif pada Pemain Tim Futsal Kota Bandung
Kemampuan fisik bagi seorang pemain merupakan syarat untuk menampilkan hasil kerjanya. Jika kondisi fisik pemain itu baik, maka terjadi peningkatan prestasi dalam suatu cabang olahraga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat kondisi fisik pada pemain tim Futsal Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Populasi penelitian ini adalah pemain tim Futsal Kota Bandung sebanyak 18 orang. Semua populasi dijadikan sampel (total sampling). Instrumen penelitian ini adalah tes kondisi fisik, yang terdiri dari 6 (Enam) item tes yaitu: Modified Sit and Reach, Sit-Up, Shuttle Run, lari 20 meter, Bleep Test dan Vertical Jump. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan; a. Tidak ada satupun pemain tim Futsal Kota Bandung yang berkategori Baik Sekali dan Baik, b. Tingkat Kondisi fisik pemain tim Futsal Kota Bandung yang termasuk dalam kategori Cukup ada 6 pemain jika di hitung dalam persen sebesar 33,33%, c. Tingkat Kondisi pemain tim Futsal Kota Bandung yang termasuk dalam kategori Kurang ada 10 pemain jika di hitung dalam persen sebesar 55,56%, d. Tingkat Kondisi pemain tim Futsal Kota Bandung yang termasuk dalam kategori Sangat Kurang ada 2 pemain jika di hitung dalam persen sebesar 11,11%. Gambaran secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kondisi fisik pemain tim Futsal Kota Bandung berada dalam kategori Kurang.
Kata Kunci : Profil, Kondisi Fisik, Pemain, Tim Futsal Kota Bandun