2 research outputs found

    PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK HIJAU KIRINYUH (Eupatorium inulifolium) DAN PUPUK ANORGANIK (ZA, SP-36 dan KCl) TERHADAP PERTUMBUHAN TERUNG BELANDA (Cyphomandra betacea Sendt)

    Get PDF
    Tanaman terung belanda (Cyphomondra betacea Sendt) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang permintaannya meningkat setiap tahun, namun saat ini pertanian Indonesia belum memenuhi kebutuhan masyarakat. Peningkatan produktivitas tanaman terung belanda dapat dilakukan dengan cara memperbaiki unsur hara tanah yaitu pemupukan. Percobaan ini membahas tentang pengaruh pemberian kombinasi pupuk hijau kirinyuh (Eupatorium inulifolium) dan pupuk anorganik (ZA, SP-36, KCl) terhadap pertumbuhan terung belanda (Cyphomandra betacea sendt). Percobaan telah dilaksanakan di Kenagarian Aie batumbuak Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat dengan ketinggian ±1.616 mdpl pada bulan Januari sampai April 2020. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi pupuk hijau kirinyuh (Eupatorium inulifolium) dan pupuk anorganik (ZA, SP-36, KCl) yang terbaik terhadap pertumbuhan terung belanda (Cyphomondra betacea sendt). Metode percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kelompok dan 8 taraf perlakuan yaitu : 2,5 ton/ha pupuk hijau dan 0 gram pupuk ZA, SP-36, KCl, 5 ton/ha pupuk hijau dan 0 gram pupuk ZA, SP-36, KCl, 0 ton/ha pupuk hijau dan ½ rekomendasi pupuk ZA, SP-36, KCl, 0 ton/ha pupuk hijau dan 1 rekomendasi pupuk ZA, SP-36, KCl, 2,5 ton/ha pupuk hijau dan ½ rekomendasi pupuk ZA, SP-36, KCl, 2,5 ton/ha pupuk hijau dan 1 rekomendasi pupuk ZA, SP-36, KCl, 5 ton/ha pupuk hijau dan ½ rekomendasi pupuk ZA, SP-36, KCl, 5 ton/ha pupuk hijau dan 1 rekomendasi pupuk ZA, SP-36, KCl. Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan uji F pada taraf 5 %. Jika F hitung perlakuan lebih besar dari F tabel, maka dianalisis dengan uji lanjut DNMRT pada taraf α 5 %. Hasil penelitian menunjukkan pemberian dosis 5 ton/ha pupuk hijau dan 1 rekomendasi pupuk ZA, SP-36, KCl memberikan hasil yang terbaik terhadap pertumbuhan terung belanda. Kata kunci : Kirinyuh, Kombinasi, Pupuk anorganik, Pupuk organik dan Terung beland

    Penggunaan Indole Butirat Acid (IBA) untuk Induksi Akar Setek Amorphophallus titanum dan Amorphophallus gigas

    Get PDF
    Amorphophallus titanum dan Amorphophallus gigas merupakan flora endemik Sumatera yang terancam punah. Perbanyakan tanaman melalui setek dapat digunakan untuk menunjang kegiatan konservasi. Keberhasilan setek ditentukan oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) untuk menginduksi terbentuknya akar, corm dan tunas, sehingga kajian tentang konsentrasi ZPT penting untuk dipelajari. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi IBA terbaik untuk menginduksi akar dan corm pada A. titanum dan A. gigas. Penelitian telah dilakukan dari bulan Juli-Oktober 2022. Penelitian disusun berdasarkan rancangan acak lengkap dengan perlakuan konsentrasi IBA yang terdiri dari 5 taraf yaitu: 5, 10, 15, 20 dan 25 mg L-1. Setek pada A. titanum menggunakan rachis dan petiole, sedangkan pada A. gigas hanya menggunakan rachis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setek petiole menunjukkan respons yang lebih baik dibandingkan dengan rachis dalam menginduksi terbentuknya akar pada A. titanum. Konsentrasi IBA 15 mg L-1 menghasilkan persentase berakar sebesar 80% pada setek petiole A. titanum dan 20% pada setek rachis A. gigas.Kata Kunci : biodiversitas, endemik, konservasi, punah, zat pengatur tumbuhAmorphophallus titanum and Amorphophallus gigas are endemic flora of Sumatera that are threatened with extinction. Plant propagation by cuttings can be used to support plant conservation. The success of cuttings is determined by the concentration of plant growth regulators (PGR) required to stimulate root, corms and shoot formation. Therefore, study about PGR concentrations is crucial for research. This study aimed to obtain the best concentration of IBA to induce roots and corms in A. titanum andA. gigas. The study was conducted from July-October 2022. The study was arranged based on a completely randomized design with IBA concentration treatment consisting of 5 levels: 5, 10, 15, 20, and 25 mg L-1. Cuttings in A. titanum use rachis and petiole, whereas in A. gigas only use rachis. The results showed that petiole cuttings showed a better response than rachis in inducing root formation. IBA concentration of 15 mg L-1 resulted in a rooting percentage of 80% in petiole cutting of A. titanum and 20% in rachis cutting of A. gigas.Keywords: biodiversity, conservation, endemic, extinct, plant growth regulato
    corecore